Seorang perempuan tampak duduk ragu. Di tangannya tergenggam sebuah PokeBall.
”Blue Orb Biru telah didapatkan,” dia bicara sendiri. ”Bukan saatnya diam. Sekarang saatnya bertindak. Sekarang saatnya membalas perbuatan mereka.... sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap pada kami!”
”Blue Orb Biru telah didapatkan,” dia bicara sendiri. ”Bukan saatnya diam. Sekarang saatnya bertindak. Sekarang saatnya membalas perbuatan mereka.... sebagaimana yang telah mereka lakukan terhadap pada kami!”
Scene 98: Makna Sebuah Foto
Maxie duduk di ruang kerjanya dengan wajah kesal. Di depannya tampak Tabitha berdiri menunggu ucapan dari sang pemimpin.
”Aku tak menduga kalau Clown adalah mata-mata, apalagi kenyataan bahwa dia adalah keponakan Archie. Kita benar-benar telah tertipu mentah-mentah,” ujar Maxie.
”Clown memang menjalankan tugasnya sebagai mata-mata dengan sangat baik,” sahut Tabitha, ”dia berhasil membaur dengan kita dan berhasil menunjukkan kalau dia adalah anggota yang loyal. Dia bahkan terpilih sebagai anggota regu elite.”
”Jadi kamu memujinya?” tanya Maxie sambil mendelik.
”Ah, tidak begitu... ” elak Tabitha cepat. ”Saya hanya....”
”Tak apa, dia memang hebat dalam hal penyamaran,” potong Maxie melihat ketakutan di wajah anak buahnya itu. ”Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana mendapatkan Red Orb itu kembali. Sekali benda itu jatuh ke tangan Tim Aqua, akan sangat sulit untuk merebutnya kembali,” sambungnya. Dia tiba-tiba beranjak berdiri. ”Tapi di luar itu, kita harus mulai menyelidiki kembali setiap anggota kita. Aku tidak mau kecolongan lagi seperti pada kasus Clown. Tabitha, tolong kumpulkan semua data anggota, aku ingin memeriksanya.”
”Baik, Tuan Maxie,” jawab Tabitha cepat.
”Satu lagi Tabitha.” Tabitha baru saja akan berbalik saat Maxie mengatakan itu. ”Tolong panggilkan Lunar dan Flame ke sini. Ada tugas baru untuk mereka.”
”Tugas?” Tabitha terhenyak kaget. ”Pemberian tugas di saat mereka sedang sedih karena dikhianati oleh Clown?”
”Apa ada masalah mengenai itu?” tanya Maxie dengan tatapan tajam ke arah Tabitha. “Sebenarnya siapa sih pemimpin disini?”
”Ah, iya, maafkan saya Tuan,” jawab Tabitha gugup. ”Baiklah, saya akan memanggilkan mereka berdua.”
Tabitha lalu berbalik dan keluar dari kabin Maxie. Selepas kepergian anak buahnya itu, Maxie membuang nafas panjang. ”Makin lama tingkah anak buahku semakin aneh saja,” bisiknya lirih seraya kembali duduk di kursinya.
*
Aku tengah berjalan menuju ke kabin kamar Flame. Setelah mendapat panggilan dari Maxie yang disampaikan oleh Tabitha, aku berniat mengajak Flame sekalian. Tinggal dia saja rekanku di regu elite setelah Volta alias Clown itu mengkhianati kami. Sesampainya di depan kabin Flame, aku pun segera mengetuk pintu.
”Siapa itu?” tanya Flame dari dalam.
”Ini aku, Lunar,” jawabku pelan.
”Buka saja pintunya, tidak dikunci kok.”
Aku membuka pintu kabin Flame dan masuk ke dalamnya. Baru kali ini aku masuk ke kabin Flame yang tampak begitu rapi dan wangi itu, walaupun sama-sama kecil seperti kabin anggota yang lainnya.
Kulihat Flame tengah terduduk di tempat tidur sambil memegang sesuatu di tangannya. Dia tidak mengenakan rompi merah grunt seperti biasanya, hanya rok dan kaos hitam grunt wanita. Kami memang tidak memakai rompi merah di dalam kamar. Akan terasa sangat panas bila kami memakai rompi tebal itu di dalam kabin yang sempit.
”Ada apa kau mencariku?” tanya Flame kemudian.
“Maaf mengganggumu, tapi tuan Maxie memanggil kita berdua,” jawabku. Aku kemudian memperhatikan benda yang dipegang oleh Flame dan mendapati kalau benda itu adalah sebuah bingkai kecil dengan fotoku, Flame, dan Volta saat berlibur di kota Lilycove.
“Kau masih memikirkan dia?” tanyaku ingin tahu. Aku lalu mengambil bingkai itu dari tangan Flame dengan lembut. Kuamati foto yang dipotret oleh seorang fotografer bernama Todd itu.
”Iya, aku masih memikirkannya,” jawab Flame polos. ”Akan sulit bagiku untuk melupakan orang seperti dia.”
”Apa kau menyukainya?” tanyaku penasaran. Flame terlihat begitu sedih dengan kepergian Volta, tentu wajar bila aku menanyakan hal itu.
Flame mengangguk lemah. ”Aku memang menyukainya, menyukainya sebagai seorang sahabat.”
Aku terhenyak sejenak. Lantas teringat apa yang telah dilakukan Volta. ”Sudahlah, lupakan saja dia,” ujarku. ”Dia telah mengkhianati kita bagaimanapun. Dia itu adalah mata-mata, musuh kita.”
”Tapi Clown....”
“Jangan memanggilnya dengan sebutan itu lagi,” aku memotong ucapannya dengan cepat. “Dia tak pantas dipanggil Clown. Seorang Clown menciptakan tawa, bukan menciptakan tangis. Lebih baik panggil dia dengan nama aslinya, Volta.”
Flame terdiam. Dia lalu berdiri mendekatiku dan mengambil bingkai itu perlahan dariku. Dilihatnya sekilas foto ketiga anggota regu G itu lalu dia melihat ke arahku.
“Lunar, si Todd Snap itu benar-benar fotografer yang pintar ya?” ujarnya padaku.
“Pintar? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Coba kamu lihat ini.” Flame menunjukkan foto itu kepadaku. ”Todd meminta kita mengambil posisi seperti ini; Volta di tengah, kamu di kanannya, dan aku di kirinya. Kamu tahu apa maksudnya?” aku menggeleng tanda tak mengerti. Flame tersenyum lalu berkata, ”Coba kamu baca tulisan yang ada di foto ini. Coba kamu satukan setiap kata yang ada pada pakaian kita.”
Aku lalu mengamati huruf dan angka yang ada pada pakaian kami bertiga. Tak butuh waktu lama bagiku untuk mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Flame. Tulisan pada pakaian kami bila dibaca dari kiri akan berbunyi, ”Friends For Ever – Sahabat untuk selamanya!”
”Aku tak menduga kalau Clown adalah mata-mata, apalagi kenyataan bahwa dia adalah keponakan Archie. Kita benar-benar telah tertipu mentah-mentah,” ujar Maxie.
”Clown memang menjalankan tugasnya sebagai mata-mata dengan sangat baik,” sahut Tabitha, ”dia berhasil membaur dengan kita dan berhasil menunjukkan kalau dia adalah anggota yang loyal. Dia bahkan terpilih sebagai anggota regu elite.”
”Jadi kamu memujinya?” tanya Maxie sambil mendelik.
”Ah, tidak begitu... ” elak Tabitha cepat. ”Saya hanya....”
”Tak apa, dia memang hebat dalam hal penyamaran,” potong Maxie melihat ketakutan di wajah anak buahnya itu. ”Sekarang yang harus kita pikirkan adalah bagaimana mendapatkan Red Orb itu kembali. Sekali benda itu jatuh ke tangan Tim Aqua, akan sangat sulit untuk merebutnya kembali,” sambungnya. Dia tiba-tiba beranjak berdiri. ”Tapi di luar itu, kita harus mulai menyelidiki kembali setiap anggota kita. Aku tidak mau kecolongan lagi seperti pada kasus Clown. Tabitha, tolong kumpulkan semua data anggota, aku ingin memeriksanya.”
”Baik, Tuan Maxie,” jawab Tabitha cepat.
”Satu lagi Tabitha.” Tabitha baru saja akan berbalik saat Maxie mengatakan itu. ”Tolong panggilkan Lunar dan Flame ke sini. Ada tugas baru untuk mereka.”
”Tugas?” Tabitha terhenyak kaget. ”Pemberian tugas di saat mereka sedang sedih karena dikhianati oleh Clown?”
”Apa ada masalah mengenai itu?” tanya Maxie dengan tatapan tajam ke arah Tabitha. “Sebenarnya siapa sih pemimpin disini?”
”Ah, iya, maafkan saya Tuan,” jawab Tabitha gugup. ”Baiklah, saya akan memanggilkan mereka berdua.”
Tabitha lalu berbalik dan keluar dari kabin Maxie. Selepas kepergian anak buahnya itu, Maxie membuang nafas panjang. ”Makin lama tingkah anak buahku semakin aneh saja,” bisiknya lirih seraya kembali duduk di kursinya.
*
Aku tengah berjalan menuju ke kabin kamar Flame. Setelah mendapat panggilan dari Maxie yang disampaikan oleh Tabitha, aku berniat mengajak Flame sekalian. Tinggal dia saja rekanku di regu elite setelah Volta alias Clown itu mengkhianati kami. Sesampainya di depan kabin Flame, aku pun segera mengetuk pintu.
”Siapa itu?” tanya Flame dari dalam.
”Ini aku, Lunar,” jawabku pelan.
”Buka saja pintunya, tidak dikunci kok.”
Aku membuka pintu kabin Flame dan masuk ke dalamnya. Baru kali ini aku masuk ke kabin Flame yang tampak begitu rapi dan wangi itu, walaupun sama-sama kecil seperti kabin anggota yang lainnya.
Kulihat Flame tengah terduduk di tempat tidur sambil memegang sesuatu di tangannya. Dia tidak mengenakan rompi merah grunt seperti biasanya, hanya rok dan kaos hitam grunt wanita. Kami memang tidak memakai rompi merah di dalam kamar. Akan terasa sangat panas bila kami memakai rompi tebal itu di dalam kabin yang sempit.
”Ada apa kau mencariku?” tanya Flame kemudian.
“Maaf mengganggumu, tapi tuan Maxie memanggil kita berdua,” jawabku. Aku kemudian memperhatikan benda yang dipegang oleh Flame dan mendapati kalau benda itu adalah sebuah bingkai kecil dengan fotoku, Flame, dan Volta saat berlibur di kota Lilycove.
“Kau masih memikirkan dia?” tanyaku ingin tahu. Aku lalu mengambil bingkai itu dari tangan Flame dengan lembut. Kuamati foto yang dipotret oleh seorang fotografer bernama Todd itu.
”Iya, aku masih memikirkannya,” jawab Flame polos. ”Akan sulit bagiku untuk melupakan orang seperti dia.”
”Apa kau menyukainya?” tanyaku penasaran. Flame terlihat begitu sedih dengan kepergian Volta, tentu wajar bila aku menanyakan hal itu.
Flame mengangguk lemah. ”Aku memang menyukainya, menyukainya sebagai seorang sahabat.”
Aku terhenyak sejenak. Lantas teringat apa yang telah dilakukan Volta. ”Sudahlah, lupakan saja dia,” ujarku. ”Dia telah mengkhianati kita bagaimanapun. Dia itu adalah mata-mata, musuh kita.”
”Tapi Clown....”
“Jangan memanggilnya dengan sebutan itu lagi,” aku memotong ucapannya dengan cepat. “Dia tak pantas dipanggil Clown. Seorang Clown menciptakan tawa, bukan menciptakan tangis. Lebih baik panggil dia dengan nama aslinya, Volta.”
Flame terdiam. Dia lalu berdiri mendekatiku dan mengambil bingkai itu perlahan dariku. Dilihatnya sekilas foto ketiga anggota regu G itu lalu dia melihat ke arahku.
“Lunar, si Todd Snap itu benar-benar fotografer yang pintar ya?” ujarnya padaku.
“Pintar? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Coba kamu lihat ini.” Flame menunjukkan foto itu kepadaku. ”Todd meminta kita mengambil posisi seperti ini; Volta di tengah, kamu di kanannya, dan aku di kirinya. Kamu tahu apa maksudnya?” aku menggeleng tanda tak mengerti. Flame tersenyum lalu berkata, ”Coba kamu baca tulisan yang ada di foto ini. Coba kamu satukan setiap kata yang ada pada pakaian kita.”
Aku lalu mengamati huruf dan angka yang ada pada pakaian kami bertiga. Tak butuh waktu lama bagiku untuk mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Flame. Tulisan pada pakaian kami bila dibaca dari kiri akan berbunyi, ”Friends For Ever – Sahabat untuk selamanya!”
Scene 99: Wailord
Sebuah kapal selam, namun bukan Magmarine milik Tim Magma, sedang bergerak di permukaan. Kapal berbendera biru dengan lambang menyerupai tulang yang membentuk huruf A itu bergerak cukup cepat menyusuri lautan luas.
”Dengan kapal selam ini, akan mudah bagi kita untuk menemukan Magmarine milik Tim Magma dan membebaskan Kyogre. Kapal selam ini lebih kuat dari kepunyaan mereka, mereka takkan bisa menang dalam konfrontasi langsung. Kita akan segera menemukan Kyogre serta mewujudkan dunia baru yang biru!”
Kapal selam itu adalah milik Tim Aqua, sementara yang baru saja berbicara tadi adalah Archie, yang sedang memberikan semangat kepada anak buahnya melalui pengeras suara di setiap sudut kapal selam tersebut. Semenjak berhasil merebut Red Orb dari tangan Maxie, Tim Aqua berniat untuk menyerang Tim Magma dengan menggunakan kapal selam mereka itu. Saat ini Tim Aqua memang sedang melacak keberadaan Magmarine Tim Magma untuk merebut Kyogre.
Sementara itu di sisi lain kapal selam, seorang grunt perempuan berambut panjang berwarna biru kehijau-hijauan sedang berjalan mengendap-endap. Sepertinya dia tidak ingin ada seseorang yang memergokinya.
”Ini tempat yang tepat,” perempuan itu berbicara pada dirinya sendiri. “Tempat ini adalah yang paling rapuh di bagian paling bawah kapal selam ini, aku bisa dengan mudah merusaknya.”
Wanita itu kemudian mengeluarkan sebuah PokeBall dari sakunya. Dia menatap bola monster itu cukup lama, seolah ragu dengan apa yang akan dilakukannya.
”Sekarang, sudah terlambat untuk tidak melakukannya. Aku bergantung padamu, Wailord.”
Perempuan itu kemudian melemparkan PokeBall itu. Dari dalamnya kemudian muncul seekor Pokemon raksasa menyerupai ikan paus biru yang langsung saja menghantam seisi ruangan itu. Tubuh Pokemon bernama Wailord itu lebih besar dari ruangan tempatnya keluar sehingga secara otomatis tubuhnya yang besar itu membentur dan menekan dinding kapal selam. Bila dinding kapal tidak kuat menahan tekanan dan dorongan dari Wailord, maka dipastikan kapal itu akan mengalami kebocoran.
Tubuh Wailord yang berat membuat kapal menjadi tidak stabil. Kapal pun menjadi tidak seimbang. Hal ini tentu saja segera disadari oleh semua awak kapal. Beberapa grunt Tim Aqua yang mengetahui ketidakberesan ini langsung bergerak mencari tahu apa yang terjadi pada lambung kanan kapal.
”Wailord, cepat hancurkan dinding kapal ini!” perintah perempuan itu mulai panik. ”Mereka akan segera datang kesini. Kalau kamu tidak segera berhasil melubangi dinding ini, tamatlah riwayat kita!”
Wailord melihat ke arah pelatihnya itu. Pokemon raksasa itu kemudian menyemburkan air yang begitu banyak dari lubang di kepalanya. Air yang begitu deras itu lalu menghantam langit-langit kapal dan memberikan dorongan pada Wailord. Tubuh Wailord pun semakin menekan dinding kapal dan kemudian secara perlahan dinding kapal itu mulai jebol. Air laut perlahan-lahan memasuki koridor kapal selam tersebut.
”Apa-apaan ini?!” tiba-tiba seorang grunt laki-laki muncul diikuti oleh beberapa grunt lainnya. ”Melon, apa yang kau lakukan? Kenapa ada Wailord disini? Apa yang kamu lakukan?” tanya grunt tersebut.
”Maafkan aku Mickey, tapi Melon terpaksa melakukan hal ini,” jawab wanita berambut panjang berwarna biru kehijau-hijauan yang dipanggil Melon itu. Usai mengatakan hal itu, Melon kemudian menyentuh mulut Wailord miliknya. Mulut Wailord pun terbuka dan tanpa diduga wanita itu masuk ke dalam mulut besar Pokemon itu.
”Melon!!” teriak Mickey terkejut. Dia hendak mengejar Melon saat air yang deras masuk dari luar dan menghantamnya bersama dengan grunt-grunt Tim Aqua lainnya.
Wailord kemudian bergerak secara perlahan, menubruk-nubrukkan kepalanya pada dinding yang telah berlubang itu. Lubang dinding itu pun semakin membesar hingga Wailord bisa keluar melalui lubang itu. Kini Wailord telah berada di luar kapal selam, berenang bebas di lautan luas.
Sementara itu semua anggota Tim Aqua yang berada di dalam kapal selam mulai panik. Air terus-menerus masuk ke dalam kapal melalui lubang besar yang dibuat oleh Wailord. Apabila dibiarkan terus, kapal selam itu pasti akan segera tenggelam.
”Segera lakukan evakuasi!” teriak Mickey pada beberapa grunt yang mulai berhamburan menyelamatkan diri.
”Mickey, ada apa ini?” tanya seorang wanita melalui alat yang menempel di telinga Mickey.
”Nona Shelly, ini keadaan darurat,” jawab Mickey. ”Kapal selam kita mengalami kebocoran, kita harus segera melakukan evakuasi.”
”Apa katamu?” Shelly terdengar kaget. ”Kalau begitu segera lakukan apa saja yang bisa membantu. Aku baru saja akan menanyakan perihal raibnya Blue Orb atau Orb biru padamu.”
”Apa? Blue Orb lenyap?” kini ganti Mickey yang terkejut. Dia langsung terdiam. Dilihatnya seekor Wailord yang tengah berenang di kejauhan dari lubang besar di dinding kapal. ”Melon... apa ini semua ulahmu?”
”Dengan kapal selam ini, akan mudah bagi kita untuk menemukan Magmarine milik Tim Magma dan membebaskan Kyogre. Kapal selam ini lebih kuat dari kepunyaan mereka, mereka takkan bisa menang dalam konfrontasi langsung. Kita akan segera menemukan Kyogre serta mewujudkan dunia baru yang biru!”
Kapal selam itu adalah milik Tim Aqua, sementara yang baru saja berbicara tadi adalah Archie, yang sedang memberikan semangat kepada anak buahnya melalui pengeras suara di setiap sudut kapal selam tersebut. Semenjak berhasil merebut Red Orb dari tangan Maxie, Tim Aqua berniat untuk menyerang Tim Magma dengan menggunakan kapal selam mereka itu. Saat ini Tim Aqua memang sedang melacak keberadaan Magmarine Tim Magma untuk merebut Kyogre.
Sementara itu di sisi lain kapal selam, seorang grunt perempuan berambut panjang berwarna biru kehijau-hijauan sedang berjalan mengendap-endap. Sepertinya dia tidak ingin ada seseorang yang memergokinya.
”Ini tempat yang tepat,” perempuan itu berbicara pada dirinya sendiri. “Tempat ini adalah yang paling rapuh di bagian paling bawah kapal selam ini, aku bisa dengan mudah merusaknya.”
Wanita itu kemudian mengeluarkan sebuah PokeBall dari sakunya. Dia menatap bola monster itu cukup lama, seolah ragu dengan apa yang akan dilakukannya.
”Sekarang, sudah terlambat untuk tidak melakukannya. Aku bergantung padamu, Wailord.”
Perempuan itu kemudian melemparkan PokeBall itu. Dari dalamnya kemudian muncul seekor Pokemon raksasa menyerupai ikan paus biru yang langsung saja menghantam seisi ruangan itu. Tubuh Pokemon bernama Wailord itu lebih besar dari ruangan tempatnya keluar sehingga secara otomatis tubuhnya yang besar itu membentur dan menekan dinding kapal selam. Bila dinding kapal tidak kuat menahan tekanan dan dorongan dari Wailord, maka dipastikan kapal itu akan mengalami kebocoran.
Tubuh Wailord yang berat membuat kapal menjadi tidak stabil. Kapal pun menjadi tidak seimbang. Hal ini tentu saja segera disadari oleh semua awak kapal. Beberapa grunt Tim Aqua yang mengetahui ketidakberesan ini langsung bergerak mencari tahu apa yang terjadi pada lambung kanan kapal.
”Wailord, cepat hancurkan dinding kapal ini!” perintah perempuan itu mulai panik. ”Mereka akan segera datang kesini. Kalau kamu tidak segera berhasil melubangi dinding ini, tamatlah riwayat kita!”
Wailord melihat ke arah pelatihnya itu. Pokemon raksasa itu kemudian menyemburkan air yang begitu banyak dari lubang di kepalanya. Air yang begitu deras itu lalu menghantam langit-langit kapal dan memberikan dorongan pada Wailord. Tubuh Wailord pun semakin menekan dinding kapal dan kemudian secara perlahan dinding kapal itu mulai jebol. Air laut perlahan-lahan memasuki koridor kapal selam tersebut.
”Apa-apaan ini?!” tiba-tiba seorang grunt laki-laki muncul diikuti oleh beberapa grunt lainnya. ”Melon, apa yang kau lakukan? Kenapa ada Wailord disini? Apa yang kamu lakukan?” tanya grunt tersebut.
”Maafkan aku Mickey, tapi Melon terpaksa melakukan hal ini,” jawab wanita berambut panjang berwarna biru kehijau-hijauan yang dipanggil Melon itu. Usai mengatakan hal itu, Melon kemudian menyentuh mulut Wailord miliknya. Mulut Wailord pun terbuka dan tanpa diduga wanita itu masuk ke dalam mulut besar Pokemon itu.
”Melon!!” teriak Mickey terkejut. Dia hendak mengejar Melon saat air yang deras masuk dari luar dan menghantamnya bersama dengan grunt-grunt Tim Aqua lainnya.
Wailord kemudian bergerak secara perlahan, menubruk-nubrukkan kepalanya pada dinding yang telah berlubang itu. Lubang dinding itu pun semakin membesar hingga Wailord bisa keluar melalui lubang itu. Kini Wailord telah berada di luar kapal selam, berenang bebas di lautan luas.
Sementara itu semua anggota Tim Aqua yang berada di dalam kapal selam mulai panik. Air terus-menerus masuk ke dalam kapal melalui lubang besar yang dibuat oleh Wailord. Apabila dibiarkan terus, kapal selam itu pasti akan segera tenggelam.
”Segera lakukan evakuasi!” teriak Mickey pada beberapa grunt yang mulai berhamburan menyelamatkan diri.
”Mickey, ada apa ini?” tanya seorang wanita melalui alat yang menempel di telinga Mickey.
”Nona Shelly, ini keadaan darurat,” jawab Mickey. ”Kapal selam kita mengalami kebocoran, kita harus segera melakukan evakuasi.”
”Apa katamu?” Shelly terdengar kaget. ”Kalau begitu segera lakukan apa saja yang bisa membantu. Aku baru saja akan menanyakan perihal raibnya Blue Orb atau Orb biru padamu.”
”Apa? Blue Orb lenyap?” kini ganti Mickey yang terkejut. Dia langsung terdiam. Dilihatnya seekor Wailord yang tengah berenang di kejauhan dari lubang besar di dinding kapal. ”Melon... apa ini semua ulahmu?”
Scene 100: Gua Misterius
Di sebuah gua, Melon tengah terduduk bersandar pada dinding gua yang lembab. Tangan kanannya tampak memegangi betis kanannya sementara tangan kirinya memegang sebuah bola berwarna biru. Cairan merah tampak keluar dari betis kanannya itu.
”Kalau Melon mati di sini...” bisik Melon pada dirinya sendiri, ”Melon mau mati secara terhormat....” dia lalu melihat ke arah Pokemon bundar berwarna biru dengan perut putih yang ada di depannya. Pokemon itu menatapnya sedih. ”Spheal... Melon mengandalkanmu,” ujarnya lirih pada Pokemon bernama Spheal itu.
*
Aku dan Flame mendapat tugas untuk menyelidiki sebuah gua yang ada di rute 103. Maxie mengisahkan sebuah gua bernama gua Terra yang menjadi kediaman dari Groudon. Sebuah gua misterius disinyalir telah muncul di rute 103, dan Maxie menduga kalau gua tersebut adalah gua Terra. Karena itulah aku dan Flame kemudian ditugaskan untuk menyelidikinya. Hanya saja ada satu hal yang berubah bila dibandingkan dengan tugas kami sebelum ini. Ini adalah tugas pertama kami berdua setelah kepergian Volta. Walaupun pada akhirnya terbongkar siapa dia sebenarnya, namun kami pasti akan sangat merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Aku dan Flame dalam perjalanan menuju gua yang dimaksudkan saat kami melihat beberapa orang berseragam Tim Aqua tampak bergerak di atas bukit. Kami tak tahu apa yang mereka lakukan, namun demi menghindari konfrontasi, kami memutuskan untuk mencegah kontak langsung dengan mereka. Bagaimanapun sebisa mungkin tidak berhadapan dengan Tim Aqua demi kebaikan bersama.
Kami pun berjalan agak cepat dengan sedikit mengendap-endap. Saat ini perhatian kami memang hanya boleh terfokus pada tugas, tidak dengan hal-hal lainnya. Walaupun aku cukup penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Tim Aqua.
Setelah berjalan cukup lama dari tempat pendaratan helikopter kami, kami akhirnya melihat sebuah gua yang berada cukup terpencil dan tersembunyi dari pandangan orang. Gua itu berada di tepi sebuah teluk yang menjorok masuk ke tengah daratan Hoenn yang memisahkan tiga kota Hoenn, yaitu kota Slateport, Oldale, dan Mauville. Setidaknya, itulah yang kulihat pada peta. Terus terang saja aku belum begitu mengenal dengan baik wilayah Hoenn sebelumnya dan baru setelah aku bergabung dengan Tim Magma aku bepergian ke beberapa tempat di region ini.
”Lunar, kita menemukan gua itu,” ujar Flame sambil menunjuk sebuah gua di depannya.
”Iya, aku juga melihatnya kok,” sahutku datar. Pikiranku masih terganggu dengan kehadiran Tim Aqua tadi. ”Sebaiknya kita cepat masuk dan memeriksanya sebelum Tim Aqua memergoki kita. Aku tidak mau kejadian di gua dasar laut terjadi lagi.”
”Beres,” jawab Flame sambil mengacungkan ibu jarinya. ”Untuk itu,” dia lalu mengeluarkan PokeBall dari dalam sakunya dan melemparkannya, muncullah Flareon, ”temanku ini akan sangat membantu. Seharusnya kita mendengarkan keresahan Flareon saat berada di gua dasar laut dulu.”
Flame benar. Saat kami berada di gua dasar laut, Flareon bertingkah aneh dan seperti merasakan sesuatu di belakang kami. Andai saja waktu itu kami menghiraukannya...
”Kalau begitu untuk menerangi gua,” sahutku tak mau kalah. Kukeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya. Ninjask, Pokemon tercepat yang pernah ada itu pun muncul. ”Ninjask, aku mohon bantuannya.”
Kami kemudian mulai memasuki gua itu. Cahaya yang masuk ke gua itu tidak cukup terang memang, namun kami masih bisa melihat dengan cukup jelas sehingga tak perlu menggunakan Flash milik Ninjask.
Selama menyusuri gua, beberapa ekor Zubat, Pokemon berbentuk kelelawar menyerang kami. Namun hal itu bukan masalah berarti untuk Flareon dan juga Ninjask.
”Sejauh mata memandang, yang ada hanya Zubat,” komentarku kemudian. ”Apa benar disini ada Groudon?”
”Untuk pertanyaan itulah kita menyelidikinya,” jawab Flame. ”Gua Terra adalah gua yang misterius, yang konon lokasinya bisa berpindah-pindah tempat. Kalau gua ini memang benar gua Terra, maka tujuan kita akan segera tercapai.”
Aku dan Flame terus menyusuri gua tersebut. Beberapa bebatuan yang mengkilat membantu penerangan kami. Bebatuan itu terlihat indah. Aku baru saja hendak mendekati bebatuan itu saat tiba-tiba muncul sebuah ombak besar yang bergerak ke arah kami berdua.
”Flame, awas!” teriakku sambil mendorong tubuh Flame. Ombak itu pun luput dan terpecah menghantam dinding gua. Dengan segera lantai gua digenangi oleh air.
”Ombak?” kata Flame memandang air ada di tanah. ”Mana mungkin...”
”Siapa disitu?!” teriakku mencari ke segala arah. Tak ada jawaban, yang ada justru sebuah ombak yang kembali meluncur ke arah kami. Cakupan ombak itu cukup lebar sehingga membuat kami kesulitan menghindar. Kami mungkin bisa menghindar, namun Flareon milik Flame terlambat menghindari ombak itu hingga tersapu menghantam dinding gua. Flareon pun pingsan.
“Flareon!” jerit Flame mendekati Pokemonnya yang pingsan itu tanpa menyadari sebuah bola es besar bergerak siap menghantamnya.
”Flame!!!”
”Kalau Melon mati di sini...” bisik Melon pada dirinya sendiri, ”Melon mau mati secara terhormat....” dia lalu melihat ke arah Pokemon bundar berwarna biru dengan perut putih yang ada di depannya. Pokemon itu menatapnya sedih. ”Spheal... Melon mengandalkanmu,” ujarnya lirih pada Pokemon bernama Spheal itu.
*
Aku dan Flame mendapat tugas untuk menyelidiki sebuah gua yang ada di rute 103. Maxie mengisahkan sebuah gua bernama gua Terra yang menjadi kediaman dari Groudon. Sebuah gua misterius disinyalir telah muncul di rute 103, dan Maxie menduga kalau gua tersebut adalah gua Terra. Karena itulah aku dan Flame kemudian ditugaskan untuk menyelidikinya. Hanya saja ada satu hal yang berubah bila dibandingkan dengan tugas kami sebelum ini. Ini adalah tugas pertama kami berdua setelah kepergian Volta. Walaupun pada akhirnya terbongkar siapa dia sebenarnya, namun kami pasti akan sangat merindukan saat-saat bersamanya dulu.
Aku dan Flame dalam perjalanan menuju gua yang dimaksudkan saat kami melihat beberapa orang berseragam Tim Aqua tampak bergerak di atas bukit. Kami tak tahu apa yang mereka lakukan, namun demi menghindari konfrontasi, kami memutuskan untuk mencegah kontak langsung dengan mereka. Bagaimanapun sebisa mungkin tidak berhadapan dengan Tim Aqua demi kebaikan bersama.
Kami pun berjalan agak cepat dengan sedikit mengendap-endap. Saat ini perhatian kami memang hanya boleh terfokus pada tugas, tidak dengan hal-hal lainnya. Walaupun aku cukup penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh Tim Aqua.
Setelah berjalan cukup lama dari tempat pendaratan helikopter kami, kami akhirnya melihat sebuah gua yang berada cukup terpencil dan tersembunyi dari pandangan orang. Gua itu berada di tepi sebuah teluk yang menjorok masuk ke tengah daratan Hoenn yang memisahkan tiga kota Hoenn, yaitu kota Slateport, Oldale, dan Mauville. Setidaknya, itulah yang kulihat pada peta. Terus terang saja aku belum begitu mengenal dengan baik wilayah Hoenn sebelumnya dan baru setelah aku bergabung dengan Tim Magma aku bepergian ke beberapa tempat di region ini.
”Lunar, kita menemukan gua itu,” ujar Flame sambil menunjuk sebuah gua di depannya.
”Iya, aku juga melihatnya kok,” sahutku datar. Pikiranku masih terganggu dengan kehadiran Tim Aqua tadi. ”Sebaiknya kita cepat masuk dan memeriksanya sebelum Tim Aqua memergoki kita. Aku tidak mau kejadian di gua dasar laut terjadi lagi.”
”Beres,” jawab Flame sambil mengacungkan ibu jarinya. ”Untuk itu,” dia lalu mengeluarkan PokeBall dari dalam sakunya dan melemparkannya, muncullah Flareon, ”temanku ini akan sangat membantu. Seharusnya kita mendengarkan keresahan Flareon saat berada di gua dasar laut dulu.”
Flame benar. Saat kami berada di gua dasar laut, Flareon bertingkah aneh dan seperti merasakan sesuatu di belakang kami. Andai saja waktu itu kami menghiraukannya...
”Kalau begitu untuk menerangi gua,” sahutku tak mau kalah. Kukeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya. Ninjask, Pokemon tercepat yang pernah ada itu pun muncul. ”Ninjask, aku mohon bantuannya.”
Kami kemudian mulai memasuki gua itu. Cahaya yang masuk ke gua itu tidak cukup terang memang, namun kami masih bisa melihat dengan cukup jelas sehingga tak perlu menggunakan Flash milik Ninjask.
Selama menyusuri gua, beberapa ekor Zubat, Pokemon berbentuk kelelawar menyerang kami. Namun hal itu bukan masalah berarti untuk Flareon dan juga Ninjask.
”Sejauh mata memandang, yang ada hanya Zubat,” komentarku kemudian. ”Apa benar disini ada Groudon?”
”Untuk pertanyaan itulah kita menyelidikinya,” jawab Flame. ”Gua Terra adalah gua yang misterius, yang konon lokasinya bisa berpindah-pindah tempat. Kalau gua ini memang benar gua Terra, maka tujuan kita akan segera tercapai.”
Aku dan Flame terus menyusuri gua tersebut. Beberapa bebatuan yang mengkilat membantu penerangan kami. Bebatuan itu terlihat indah. Aku baru saja hendak mendekati bebatuan itu saat tiba-tiba muncul sebuah ombak besar yang bergerak ke arah kami berdua.
”Flame, awas!” teriakku sambil mendorong tubuh Flame. Ombak itu pun luput dan terpecah menghantam dinding gua. Dengan segera lantai gua digenangi oleh air.
”Ombak?” kata Flame memandang air ada di tanah. ”Mana mungkin...”
”Siapa disitu?!” teriakku mencari ke segala arah. Tak ada jawaban, yang ada justru sebuah ombak yang kembali meluncur ke arah kami. Cakupan ombak itu cukup lebar sehingga membuat kami kesulitan menghindar. Kami mungkin bisa menghindar, namun Flareon milik Flame terlambat menghindari ombak itu hingga tersapu menghantam dinding gua. Flareon pun pingsan.
“Flareon!” jerit Flame mendekati Pokemonnya yang pingsan itu tanpa menyadari sebuah bola es besar bergerak siap menghantamnya.
”Flame!!!”
Scene 101: Pengkhianat yang Lain
”Flame!!!” Aku berteriak keras seraya bergerak cepat mendorong tubuh Flame. Bola es itu pun gagal mengenai Flame, namun berhasil mengenai tubuhku. Seketika itu juga aku merasakan sakit di dadaku serta perasaan dingin yang menyengat. Aku pun terjatuh ke tanah.
”Lunar!” Flame langsung bangkit menghampiriku. ”Lunar, kamu tidak apa-apa?”
”Bola es tadi... dingin sekali,” jawabku sambil meringis kesakitan.
Raut wajah Flame berubah marah. Dia lalu melihat ke seluruh penjuru gua. Dilihatnya seekor Pokemon biru bertubuh bulat dengan perut berwarna putih.
“Spheal?” ujarnya terkejut. “Tak mungkin Spheal ada di tempat seperti ini.”
”Kamu memang benar,” tiba-tiba terdengar sebuah suara dari sudut gua. Sesosok tubuh tampak berjalan terpincang-pincang ke arah Flame dan Lunar. ”Spheal memang hanya ditemukan di gua lepas pantai. Spheal ini adalah milikku.”
”Siapa kamu sebenarnya?” tanya Flame menyadari kehadiran sosok itu.
Sosok itu semakin mendekat dan kini terlihat dengan jelas oleh Flame dan Lunar. Sosok itu adalah seorang perempuan berseragam grunt Tim Aqua. Rambut wanita itu berwarna biru kehijau-hijauan.
”Tim Aqua?” ujarku menyadari sosok itu.
”Kamu kan... Melon?” Flame ternganga melihat grunt Tim Aqua tersebut.
”Iya, aku Melona Bluesea, senang bertemu denganmu lagi, Flame,” jawab grunt Tim Aqua yang tak lain adalah Melon itu.
”Flame, apa kau mengenalnya?” tanyaku heran mengetahui Flame mengenal wanita itu.
Flame mengangguk. “Iya, aku mengenalnya. Namanya Melona Bluesea, biasa dipanggil Melon. Dia yang membantuku melarikan diri saat diculik oleh Tim Aqua.”
”Melon minta maaf Flame. Melon pikir kalian adalah Tim Aqua yang sedang mengejar Melon,” sesal Melon.
”Tidak apa-apa, wajar bagimu berpikir begitu,” balas Flame. Dia lalu melihat ke kaki Melon yang terpincang. ”Kamu terluka? Sebenarnya apa yang terjadi?”
”Melon mengkhianati Tim Aqua, dan sekarang mereka mengejar Melon.”
”Kamu sangat bernyali ya? Begitu berani mengkhianati Tim Aqua,” ujarku berkomentar. Rasa dingin dan sakit di dadaku berangsur menghilang. ”Kudengar mereka tak segan-segan menggunakan kekerasan,” sambungku.”Oh iya, namaku Lunar.”
”Senang bertemu denganmu Lunar. Flame sempat bercerita tentangmu,” sahut Melon dengan wajah sumringah. “Terima kasih sudah mempertemukan Flame dengan Flareon.”
“Aku yang mestinya beterima kasih karena kamu sudah mengembalikan Flame kepada kami,” balasku merendah. “Ngomong-omong sedang apa kamu di sini?”
“Saat ini Melon sedang melarikan diri dari kejaran rekan-rekan Melon. Sepertinya mereka marah besar,” jawab Melon.
”Memangnya apa yang telah kamu lakukan sehingga mereka patut marah besar?” tanyaku penasaran.
Melon lalu mengeluarkan sebuah bola berwarna biru yang berkilat. Bola itu mirip dengan Red Orb dicuri oleh Volta. Apakah itu... jangan-jangan...
”Blue Orb!” Flame tersentak kaget. ”Kamu mengambil Blue Orb?”
Melon mengangguk. ”Segera setelah Melon mendengar Tim Aqua berhasil mendapatkan Red Orb, Melon langsung bergerak untuk mencuri bola ini. Dengan begitu akan sulit bagi Tim Aqua untuk mendapatkan Kyogre.”
”Kamu ini... sebenarnya siapa?” tanyaku makin tak mengerti. ”Kenapa bisa kamu, anggota Tim Aqua tidak menginginkan untuk mendapatkan Kyogre?”
Melon tersenyum mendengar perkataanku. Dia lalu berkata, ”Dari awal Melon memang tak tertarik untuk menangkap Kyogre. Bukan itu tujuan Melon bergabung dengan Tim Aqua.”
”Lalu?”
”Tujuan Melon bergabung dengan Tim Aqua adalah...” dia meneruskan, wajahnya berubah penuh kebencian, ”.... adalah untuk bisa menghancurkan mereka, sebagaimana yang mereka lakukan saat menghancurkan kota Melon!”
”Lunar!” Flame langsung bangkit menghampiriku. ”Lunar, kamu tidak apa-apa?”
”Bola es tadi... dingin sekali,” jawabku sambil meringis kesakitan.
Raut wajah Flame berubah marah. Dia lalu melihat ke seluruh penjuru gua. Dilihatnya seekor Pokemon biru bertubuh bulat dengan perut berwarna putih.
“Spheal?” ujarnya terkejut. “Tak mungkin Spheal ada di tempat seperti ini.”
”Kamu memang benar,” tiba-tiba terdengar sebuah suara dari sudut gua. Sesosok tubuh tampak berjalan terpincang-pincang ke arah Flame dan Lunar. ”Spheal memang hanya ditemukan di gua lepas pantai. Spheal ini adalah milikku.”
”Siapa kamu sebenarnya?” tanya Flame menyadari kehadiran sosok itu.
Sosok itu semakin mendekat dan kini terlihat dengan jelas oleh Flame dan Lunar. Sosok itu adalah seorang perempuan berseragam grunt Tim Aqua. Rambut wanita itu berwarna biru kehijau-hijauan.
”Tim Aqua?” ujarku menyadari sosok itu.
”Kamu kan... Melon?” Flame ternganga melihat grunt Tim Aqua tersebut.
”Iya, aku Melona Bluesea, senang bertemu denganmu lagi, Flame,” jawab grunt Tim Aqua yang tak lain adalah Melon itu.
”Flame, apa kau mengenalnya?” tanyaku heran mengetahui Flame mengenal wanita itu.
Flame mengangguk. “Iya, aku mengenalnya. Namanya Melona Bluesea, biasa dipanggil Melon. Dia yang membantuku melarikan diri saat diculik oleh Tim Aqua.”
”Melon minta maaf Flame. Melon pikir kalian adalah Tim Aqua yang sedang mengejar Melon,” sesal Melon.
”Tidak apa-apa, wajar bagimu berpikir begitu,” balas Flame. Dia lalu melihat ke kaki Melon yang terpincang. ”Kamu terluka? Sebenarnya apa yang terjadi?”
”Melon mengkhianati Tim Aqua, dan sekarang mereka mengejar Melon.”
”Kamu sangat bernyali ya? Begitu berani mengkhianati Tim Aqua,” ujarku berkomentar. Rasa dingin dan sakit di dadaku berangsur menghilang. ”Kudengar mereka tak segan-segan menggunakan kekerasan,” sambungku.”Oh iya, namaku Lunar.”
”Senang bertemu denganmu Lunar. Flame sempat bercerita tentangmu,” sahut Melon dengan wajah sumringah. “Terima kasih sudah mempertemukan Flame dengan Flareon.”
“Aku yang mestinya beterima kasih karena kamu sudah mengembalikan Flame kepada kami,” balasku merendah. “Ngomong-omong sedang apa kamu di sini?”
“Saat ini Melon sedang melarikan diri dari kejaran rekan-rekan Melon. Sepertinya mereka marah besar,” jawab Melon.
”Memangnya apa yang telah kamu lakukan sehingga mereka patut marah besar?” tanyaku penasaran.
Melon lalu mengeluarkan sebuah bola berwarna biru yang berkilat. Bola itu mirip dengan Red Orb dicuri oleh Volta. Apakah itu... jangan-jangan...
”Blue Orb!” Flame tersentak kaget. ”Kamu mengambil Blue Orb?”
Melon mengangguk. ”Segera setelah Melon mendengar Tim Aqua berhasil mendapatkan Red Orb, Melon langsung bergerak untuk mencuri bola ini. Dengan begitu akan sulit bagi Tim Aqua untuk mendapatkan Kyogre.”
”Kamu ini... sebenarnya siapa?” tanyaku makin tak mengerti. ”Kenapa bisa kamu, anggota Tim Aqua tidak menginginkan untuk mendapatkan Kyogre?”
Melon tersenyum mendengar perkataanku. Dia lalu berkata, ”Dari awal Melon memang tak tertarik untuk menangkap Kyogre. Bukan itu tujuan Melon bergabung dengan Tim Aqua.”
”Lalu?”
”Tujuan Melon bergabung dengan Tim Aqua adalah...” dia meneruskan, wajahnya berubah penuh kebencian, ”.... adalah untuk bisa menghancurkan mereka, sebagaimana yang mereka lakukan saat menghancurkan kota Melon!”
Scene 102: Kisah Melon
”Tujuan Melon bergabung dengan Tim Aqua adalah...” Melon meneruskan, wajahnya berubah penuh kebencian, ”.... adalah untuk bisa menghancurkan mereka, sebagaimana yang mereka lakukan saat menghancurkan kota Melon!”
Aku menghela nafas. Tak kusangka gadis seperti dia menyimpan kebencian seperti itu. ”Sudahlah, kamu berurusan dengan hal yang salah,” ujarku bersimpati. ”Setelah ini lebih baik kamu kembali ke kotamu.”
”Memang itu yang akan Melon lakukan,” jawab Melon, ”tapi itupun kalau Melon berhasil keluar dan menyelamatkan diri dari kejaran mereka.”
”Kamu akan berhasil,” sahut Flame. ”Kami akan membantumu.”
”Terima kasih,” Melon mengangguk. ”Melon sudah cukup puas sekarang. Melon telah menghancurkan kapal selam mereka, Melon pikir mereka tidak akan bisa menyerang Tim Magma dengan kapal itu. Mereka harusnya membayangkan betapa menderitanya kami akibat ulah mereka.”
”Jadi kamu mau membalas dendam?” tukasku.
”Melon tak melakukan hal ini sebagai dendam,” Melon menyahut. ”Apa yang Melon lakukan sekarang adalah usaha Melon untuk menghentikan kejahatan mereka, agar tak ada lagi yang bernasib sama dengan kami, warga kota Pasifidlog.”
”Kamu berasal dari Pasifidlog?” sentakku terkejut. Melon mengangguk. ”Itu adalah kota yang ingin aku kunjungi sejak aku masih kecil. Ayahku banyak bercerita mengenai kota itu.”
”Oh ya? Mungkin kamu bisa mampir ke rumah Melon lain kali. Akan sangat senang bagi Melon jika... ugh...” tiba-tiba Melon merintih. Tubuhnya bergetar, lalu kemudian terjatuh ke tanah.
”Melon!” teriak Flame kaget. Dia langsung mendekati teman barunya itu. ”Kamu tidak apa-apa?”
”Melon... tidak apa-apa,” jawab Melon sambil merintih. ”Melon hanya... sedikit terluka.”
Flame lalu menggulung celana panjang grunt yang dipakai oleh Melon sampai sebatas lutut. Terlihat jelas sebuah luka yang terbalut seadanya dengan kain biru di betis kanan Melon. Darah tampak menetes perlahan.
”Lukamu harus segera diobati.” Flame membuka kain yang membalut luka itu. Dilihatnya luka itu dengan seksama. ”Ini luka yang cukup serius. Kita harus segera membawamu keluar dari sini. Aku heran kenapa kamu bisa bertahan cukup lama.”
”Ini berkat Spheal,” jawab Melon melirik ke arah Pokemon bertubuh bulat di depannya. ”Melon memerintahkannya untuk membekukan luka Melon, itu cukup membantu dan membuat Melon bisa bertahan sejauh ini.”
Aku melihat ke arah Pokemon yang berwajah imut itu. Wajahnya benar-benar menggemaskan! Aku terkejut saat Spheal itu melihat ke arahku dan memperhatikanku dengan seksama, sepertinya tertarik denganku. Dan lebih terkejut lagi saat tiba-tiba Pokemon es itu menggelindingkan tubuhnya ke arahku.
”Sepertinya dia menyukaimu,” kata Melon melihat tingkah Pokemonnya itu. ”Dia itu pemberian Shelly, saat Melon baru bergabung dengan Tim Aqua. Melon tak menyangka Spheal akan sangat membantu Melon saat ini.”
Aku lalu menggendong Spheal. Pokemon itu tampak senang dan kemudian menjulurkan lidahnya, menjilat wajahku. Sirip ekornya bergerak-gerak dan sesekali mulutnya juga bergerak seperti mengunyah, menimbulkan suara yang mirip dengan suara tepukan tangan.
”Ih...” aku merasa jijik saat Spheal menjilat wajahku. Flame dan Melon yang melihatnya langsung terkikik.
”Wajahmu mungkin mirip dengan makanan manis,” canda Flame. Dia telah selesai membalut kembali luka Melon. “Jadi Spheal suka menjilatimu.”
“Makanan manis? Yang benar saja...” bantahku cepat. ”Setahuku yang berwajah manis itu hanya dirimu Flame,” godaku asal.
”Benarkah?” wajah Flame langsung bersemu merah. ”Ah, kamu merayu. Kamu pasti ada maunya.”
Melon tersenyum melihat tingkah kami. ”Kalian pasti ada hubungan khusus. Kalian terlihat sangat akrab, membuat Melon iri.”
”Hubungan khusus? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Jangan menyangka yang macam-macam ya! Kami ini cuma teman biasa kok,” sanggah Flame masih dengan wajah memerah. Dia lalu memandang ke arahku. ”Iya kan Lunar?”
”Ho-Oh!” anggukku. ”Kami memang terbiasa seperti ini. Kami sahabat yang baik, sejak kami bertiga....” perkataanku terhenti. Aku langsung teringat pada seseorang. Kepalaku pun menunduk dengan sendirinya. Flame ikut menunduk. Sepertinya dia tahu apa yang aku rasakan.
”Kenapa kalian? Apa ada sesuatu yang mengganggu?” Melon tampak bingung dengan perubahan sikap kami berdua.
”Tidak ada apa-apa, kami hanya teringat seseorang,” jawabku pelan. ”Oh ya, kamu bilang Tim Aqua berencana menyerang kami dengan kapal selam itu? Benarkah?” aku langsung mengalihkan pembicaraan.
Melon mengangguk. ”Benar, tapi kalian tak perlu khawatir, kapal selam itu mungkin sudah rusak parah atau bahkan karam. Melon pikir mereka akan mencari cara baru untuk merebut Kyogre dari tangan kalian.”
Baru saja aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Melon perihal tindakannya merusak kapal Tim Aqua, terdengar suara ribut di luar gua.
”Ssst! Ada yang datang...” bisik Flame sambil menempelkan telunjuknya di bibir.
”Itu pasti mereka, pasti Mickey dan yang lain. Mereka datang untuk menangkap Melon,” terka Melon. ”Melon minta maaf karena telah membawa kalian pada...”
”Tak ada yang perlu dimaafkan,” potongku. ”Apa kamu lupa kalau masih memiliki... Pokemon yang lucu ini?”
Aku menghela nafas. Tak kusangka gadis seperti dia menyimpan kebencian seperti itu. ”Sudahlah, kamu berurusan dengan hal yang salah,” ujarku bersimpati. ”Setelah ini lebih baik kamu kembali ke kotamu.”
”Memang itu yang akan Melon lakukan,” jawab Melon, ”tapi itupun kalau Melon berhasil keluar dan menyelamatkan diri dari kejaran mereka.”
”Kamu akan berhasil,” sahut Flame. ”Kami akan membantumu.”
”Terima kasih,” Melon mengangguk. ”Melon sudah cukup puas sekarang. Melon telah menghancurkan kapal selam mereka, Melon pikir mereka tidak akan bisa menyerang Tim Magma dengan kapal itu. Mereka harusnya membayangkan betapa menderitanya kami akibat ulah mereka.”
”Jadi kamu mau membalas dendam?” tukasku.
”Melon tak melakukan hal ini sebagai dendam,” Melon menyahut. ”Apa yang Melon lakukan sekarang adalah usaha Melon untuk menghentikan kejahatan mereka, agar tak ada lagi yang bernasib sama dengan kami, warga kota Pasifidlog.”
”Kamu berasal dari Pasifidlog?” sentakku terkejut. Melon mengangguk. ”Itu adalah kota yang ingin aku kunjungi sejak aku masih kecil. Ayahku banyak bercerita mengenai kota itu.”
”Oh ya? Mungkin kamu bisa mampir ke rumah Melon lain kali. Akan sangat senang bagi Melon jika... ugh...” tiba-tiba Melon merintih. Tubuhnya bergetar, lalu kemudian terjatuh ke tanah.
”Melon!” teriak Flame kaget. Dia langsung mendekati teman barunya itu. ”Kamu tidak apa-apa?”
”Melon... tidak apa-apa,” jawab Melon sambil merintih. ”Melon hanya... sedikit terluka.”
Flame lalu menggulung celana panjang grunt yang dipakai oleh Melon sampai sebatas lutut. Terlihat jelas sebuah luka yang terbalut seadanya dengan kain biru di betis kanan Melon. Darah tampak menetes perlahan.
”Lukamu harus segera diobati.” Flame membuka kain yang membalut luka itu. Dilihatnya luka itu dengan seksama. ”Ini luka yang cukup serius. Kita harus segera membawamu keluar dari sini. Aku heran kenapa kamu bisa bertahan cukup lama.”
”Ini berkat Spheal,” jawab Melon melirik ke arah Pokemon bertubuh bulat di depannya. ”Melon memerintahkannya untuk membekukan luka Melon, itu cukup membantu dan membuat Melon bisa bertahan sejauh ini.”
Aku melihat ke arah Pokemon yang berwajah imut itu. Wajahnya benar-benar menggemaskan! Aku terkejut saat Spheal itu melihat ke arahku dan memperhatikanku dengan seksama, sepertinya tertarik denganku. Dan lebih terkejut lagi saat tiba-tiba Pokemon es itu menggelindingkan tubuhnya ke arahku.
”Sepertinya dia menyukaimu,” kata Melon melihat tingkah Pokemonnya itu. ”Dia itu pemberian Shelly, saat Melon baru bergabung dengan Tim Aqua. Melon tak menyangka Spheal akan sangat membantu Melon saat ini.”
Aku lalu menggendong Spheal. Pokemon itu tampak senang dan kemudian menjulurkan lidahnya, menjilat wajahku. Sirip ekornya bergerak-gerak dan sesekali mulutnya juga bergerak seperti mengunyah, menimbulkan suara yang mirip dengan suara tepukan tangan.
”Ih...” aku merasa jijik saat Spheal menjilat wajahku. Flame dan Melon yang melihatnya langsung terkikik.
”Wajahmu mungkin mirip dengan makanan manis,” canda Flame. Dia telah selesai membalut kembali luka Melon. “Jadi Spheal suka menjilatimu.”
“Makanan manis? Yang benar saja...” bantahku cepat. ”Setahuku yang berwajah manis itu hanya dirimu Flame,” godaku asal.
”Benarkah?” wajah Flame langsung bersemu merah. ”Ah, kamu merayu. Kamu pasti ada maunya.”
Melon tersenyum melihat tingkah kami. ”Kalian pasti ada hubungan khusus. Kalian terlihat sangat akrab, membuat Melon iri.”
”Hubungan khusus? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Jangan menyangka yang macam-macam ya! Kami ini cuma teman biasa kok,” sanggah Flame masih dengan wajah memerah. Dia lalu memandang ke arahku. ”Iya kan Lunar?”
”Ho-Oh!” anggukku. ”Kami memang terbiasa seperti ini. Kami sahabat yang baik, sejak kami bertiga....” perkataanku terhenti. Aku langsung teringat pada seseorang. Kepalaku pun menunduk dengan sendirinya. Flame ikut menunduk. Sepertinya dia tahu apa yang aku rasakan.
”Kenapa kalian? Apa ada sesuatu yang mengganggu?” Melon tampak bingung dengan perubahan sikap kami berdua.
”Tidak ada apa-apa, kami hanya teringat seseorang,” jawabku pelan. ”Oh ya, kamu bilang Tim Aqua berencana menyerang kami dengan kapal selam itu? Benarkah?” aku langsung mengalihkan pembicaraan.
Melon mengangguk. ”Benar, tapi kalian tak perlu khawatir, kapal selam itu mungkin sudah rusak parah atau bahkan karam. Melon pikir mereka akan mencari cara baru untuk merebut Kyogre dari tangan kalian.”
Baru saja aku ingin mengucapkan terima kasih kepada Melon perihal tindakannya merusak kapal Tim Aqua, terdengar suara ribut di luar gua.
”Ssst! Ada yang datang...” bisik Flame sambil menempelkan telunjuknya di bibir.
”Itu pasti mereka, pasti Mickey dan yang lain. Mereka datang untuk menangkap Melon,” terka Melon. ”Melon minta maaf karena telah membawa kalian pada...”
”Tak ada yang perlu dimaafkan,” potongku. ”Apa kamu lupa kalau masih memiliki... Pokemon yang lucu ini?”
Scene 103: Berbuat Curang
Tiga orang grunt berseragam Tim Aqua berdiri di depan sebuah gua. Salah satunya adalah Mickey. Mereka memandangi gua tersebut dengan ragu-ragu.
”Mungkin dia disini,” ujar salah seorang dari mereka.
”Kamu benar, tak ada salahnya kita masuk dan mencari,” sahut Mickey. ”Bagaimanapun Blue Orb itu lebih berharga. Melon juga pasti takkan lari jauh, kita berhasil melukainya tadi.”
Ketiganya pun masuk perlahan ke dalam gua. Mereka menjelajah gua dengan hati-hati. Kira-kira setelah agak jauh, tiba-tiba sebuah sinar menyilaukan muncul.
”Starmie, Protect!” teriak Mickey cepat. Sinar itu pun luput darinya, namun mengenai dua orang grunt di belakangnya. Mickey menengok ke belakang dan mendapati dua rekannya tampak kebingungan dan linglung. Salah satunya menabrak tembok gua hingga pingsan sementara yang lainnya jatuh begitu saja. ”Confuse Ray? Siapa yang melakukan ini!”
”Apa perlu aku memperkenalkan diri?” tiba-tiba Flame muncul. Di samping kepalanya tampak seekor Crobat yang terbang melayang.
Mickey terkejut mendapati kemunculan Flame. Tampaknya dia tak percaya bertemu Flame di gua ini. ”Kamu lagi! Memangnya belum puas kamu kukalahkan waktu itu?” seru Mickey melihat penyerangnya.
”Tentu aku tidak puas kalau kalah, karena itu saat ini aku akan membalaskan kekalahanku itu,” jawab Flame angkuh. Kedua tangannya disilangkan di depan tubuh dengan pandangan menantang.
”Baiklah, aku akan meladeni dengan cepat, karena saat ini aku tidak ada waktu untuk bermain-main,” ujar Mickey tersenyum jahat. ”Matilah kamu! Starmie, Ice Beam!”
Starmie mengeluarkan sinar putih nan dingin ke arah Crobat. Crobat berhasil menghindar sehingga sinar itu mengenai dinding gua dan membekukannya.
”Crobat, Bite!” Flame balas memberi perintah. Crobat lalu bergerak cepat ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” Mickey kembali memberi perintah. Starmie kembali membentuk perisai perlindungan membuat serangan Crobat menjadi sia-sia.
”Protect ya? Beraninya pakai Protect… kayak cewek!” ledek Flame kesal.
”Haha... memang itulah ciri khasku, nona manis!” sahut Mickey angkuh. Namun keangkuhannya itu tak bertahan lama ketika…
”Kalau begitu perkenalkan ciri khasku, Sandslash... DIG!” teriakku tiba-tiba.
Mendadak tanah di bawah Starmie bergetar disusul kemudian muncul Sandslash dari bawahnya langsung menghantam Starmie. Starmie terlempar jatuh. Aku pun muncul di hadapan Mickey.
”Apa? Kalian curang!” Mickey tampak marah. ”Kalau berani satu lawan satu!”
”Kita ini kan sama-sama penjahat, memangnya kenapa kalau berbuat curang?” sanggah Flame.
”Sial! Baiklah, kalau itu mau kalian, Starmie-ku saja cukup menjatuhkan dua Pokemon kalian itu. Starmie, Ice Beam!”
”Sandslash, Dig!”
”Crobat, Bite!”
Secara bersamaan Sandslash dan Crobat bergerak ke arah Starmie. Keduanya sama-sama menyerang Pokemon milik Mickey tersebut. Namun Starmie juga mengeluarkan tembakan es. Sandslash dan Crobat memang terkena tembakan es, namun sebelum itu mereka masih sempat menjatuhkan serangan. Sandslash terjatuh, Crobat terjatuh, dan Starmie pun terjatuh. Ketiga Pokemon tersebut pingsan dan tak dapat melanjutkan pertarungan.
”Tanpa Pokemon pun aku masih bisa bertahan,” kata Mickey sambil memasukkan Starmie ke dalam Pokeball. Aku dan Flame pun melakukan hal yang sama pada Pokemon kami. ”Terus terang saja, aku sedang tidak tertarik berurusan dengan kalian, Tim Magma!”
”Kupikir kalian mengikuti kami yang sedang menyelidiki gua ini,” sahutku. ”Apa kalian ingin menculik kami untuk tebusan Kyogre.”
”Idemu bagus, tapi kami kesini untuk mencari pengkhianat yang telah membawa kabur Blue Orb, tak ada urusan dengan kalian. Karena itu mohon jangan ganggu kami. Kami akan meladeni kalian setelah kami mendapatkan Orb itu.”
”Ho, tak kusangka ada juga pengkhianat di tempat kalian,” sahutku dengan nada mengejek. ”Inilah pembalasan bagi kalian karena telah merebut Red Orb dari kami. Bila kami kehilangan Red Orb, maka pantas bagi kalian untuk kehilangan Blue Orb!”
”Aku tak ada waktu berbincang dengan kalian,” sungut Mickey mulai kesal. ”Katakan saja kalau kalian kesal karena ternyata pengkhianat yang mencuri Red Orb itu adalah teman kalian sendiri!”
”Jangan bawa-bawa nama dia!” sentakku marah.
”Harusnya kalian tahu dari awal kalau teman kalian itu adalah keponakan dari Tuan Archie,” ledek Mickey.
”Dan harusnya kamu juga tahu kalau mantan kekasihmu adalah seorang pengkhianat!” tiba-tiba terdengar suara perempuan di belakang Mickey. Mickey menoleh dan mendapati Melon berdiri disana dengan Spheal miliknya.
”Melon!” teriak Mickey. ”Cepat kembalikan Blue Orb biru itu. Kamu tak mau mengecewakan kami bukan?”
”Melon takkan pernah menyerahkannya pada kalian,” jawab Melon.
”Melon, kenapa kamu lakukan hal ini? Kenapa kamu khianati kami? Kenapa kamu khianati aku?” cecar Mickey dengan wajah sedih. ”Apa karena Tim Magma sialan ini?”
Melon tersenyum sinis. ”Melon melakukannya bukan karena Tim Magma, Melon bahkan tak kenal mereka. Melon melakukannya agar kalian tak berbuat kerusakan lagi!”
”Berbuat kerusakan? Apa maksudmu?” Tanya Mickey tak mengerti.
”Apa kalian lupa dengan apa yang kalian lakukan pada kota Pasifidolg?” jawab Melon. ”Ah, mungkin kau lupa atau mungkin kau belum bergabung dengan Tim Aqua saat itu, tapi yang pasti Melon takkan pernah melupakannya!”
”Mungkin dia disini,” ujar salah seorang dari mereka.
”Kamu benar, tak ada salahnya kita masuk dan mencari,” sahut Mickey. ”Bagaimanapun Blue Orb itu lebih berharga. Melon juga pasti takkan lari jauh, kita berhasil melukainya tadi.”
Ketiganya pun masuk perlahan ke dalam gua. Mereka menjelajah gua dengan hati-hati. Kira-kira setelah agak jauh, tiba-tiba sebuah sinar menyilaukan muncul.
”Starmie, Protect!” teriak Mickey cepat. Sinar itu pun luput darinya, namun mengenai dua orang grunt di belakangnya. Mickey menengok ke belakang dan mendapati dua rekannya tampak kebingungan dan linglung. Salah satunya menabrak tembok gua hingga pingsan sementara yang lainnya jatuh begitu saja. ”Confuse Ray? Siapa yang melakukan ini!”
”Apa perlu aku memperkenalkan diri?” tiba-tiba Flame muncul. Di samping kepalanya tampak seekor Crobat yang terbang melayang.
Mickey terkejut mendapati kemunculan Flame. Tampaknya dia tak percaya bertemu Flame di gua ini. ”Kamu lagi! Memangnya belum puas kamu kukalahkan waktu itu?” seru Mickey melihat penyerangnya.
”Tentu aku tidak puas kalau kalah, karena itu saat ini aku akan membalaskan kekalahanku itu,” jawab Flame angkuh. Kedua tangannya disilangkan di depan tubuh dengan pandangan menantang.
”Baiklah, aku akan meladeni dengan cepat, karena saat ini aku tidak ada waktu untuk bermain-main,” ujar Mickey tersenyum jahat. ”Matilah kamu! Starmie, Ice Beam!”
Starmie mengeluarkan sinar putih nan dingin ke arah Crobat. Crobat berhasil menghindar sehingga sinar itu mengenai dinding gua dan membekukannya.
”Crobat, Bite!” Flame balas memberi perintah. Crobat lalu bergerak cepat ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” Mickey kembali memberi perintah. Starmie kembali membentuk perisai perlindungan membuat serangan Crobat menjadi sia-sia.
”Protect ya? Beraninya pakai Protect… kayak cewek!” ledek Flame kesal.
”Haha... memang itulah ciri khasku, nona manis!” sahut Mickey angkuh. Namun keangkuhannya itu tak bertahan lama ketika…
”Kalau begitu perkenalkan ciri khasku, Sandslash... DIG!” teriakku tiba-tiba.
Mendadak tanah di bawah Starmie bergetar disusul kemudian muncul Sandslash dari bawahnya langsung menghantam Starmie. Starmie terlempar jatuh. Aku pun muncul di hadapan Mickey.
”Apa? Kalian curang!” Mickey tampak marah. ”Kalau berani satu lawan satu!”
”Kita ini kan sama-sama penjahat, memangnya kenapa kalau berbuat curang?” sanggah Flame.
”Sial! Baiklah, kalau itu mau kalian, Starmie-ku saja cukup menjatuhkan dua Pokemon kalian itu. Starmie, Ice Beam!”
”Sandslash, Dig!”
”Crobat, Bite!”
Secara bersamaan Sandslash dan Crobat bergerak ke arah Starmie. Keduanya sama-sama menyerang Pokemon milik Mickey tersebut. Namun Starmie juga mengeluarkan tembakan es. Sandslash dan Crobat memang terkena tembakan es, namun sebelum itu mereka masih sempat menjatuhkan serangan. Sandslash terjatuh, Crobat terjatuh, dan Starmie pun terjatuh. Ketiga Pokemon tersebut pingsan dan tak dapat melanjutkan pertarungan.
”Tanpa Pokemon pun aku masih bisa bertahan,” kata Mickey sambil memasukkan Starmie ke dalam Pokeball. Aku dan Flame pun melakukan hal yang sama pada Pokemon kami. ”Terus terang saja, aku sedang tidak tertarik berurusan dengan kalian, Tim Magma!”
”Kupikir kalian mengikuti kami yang sedang menyelidiki gua ini,” sahutku. ”Apa kalian ingin menculik kami untuk tebusan Kyogre.”
”Idemu bagus, tapi kami kesini untuk mencari pengkhianat yang telah membawa kabur Blue Orb, tak ada urusan dengan kalian. Karena itu mohon jangan ganggu kami. Kami akan meladeni kalian setelah kami mendapatkan Orb itu.”
”Ho, tak kusangka ada juga pengkhianat di tempat kalian,” sahutku dengan nada mengejek. ”Inilah pembalasan bagi kalian karena telah merebut Red Orb dari kami. Bila kami kehilangan Red Orb, maka pantas bagi kalian untuk kehilangan Blue Orb!”
”Aku tak ada waktu berbincang dengan kalian,” sungut Mickey mulai kesal. ”Katakan saja kalau kalian kesal karena ternyata pengkhianat yang mencuri Red Orb itu adalah teman kalian sendiri!”
”Jangan bawa-bawa nama dia!” sentakku marah.
”Harusnya kalian tahu dari awal kalau teman kalian itu adalah keponakan dari Tuan Archie,” ledek Mickey.
”Dan harusnya kamu juga tahu kalau mantan kekasihmu adalah seorang pengkhianat!” tiba-tiba terdengar suara perempuan di belakang Mickey. Mickey menoleh dan mendapati Melon berdiri disana dengan Spheal miliknya.
”Melon!” teriak Mickey. ”Cepat kembalikan Blue Orb biru itu. Kamu tak mau mengecewakan kami bukan?”
”Melon takkan pernah menyerahkannya pada kalian,” jawab Melon.
”Melon, kenapa kamu lakukan hal ini? Kenapa kamu khianati kami? Kenapa kamu khianati aku?” cecar Mickey dengan wajah sedih. ”Apa karena Tim Magma sialan ini?”
Melon tersenyum sinis. ”Melon melakukannya bukan karena Tim Magma, Melon bahkan tak kenal mereka. Melon melakukannya agar kalian tak berbuat kerusakan lagi!”
”Berbuat kerusakan? Apa maksudmu?” Tanya Mickey tak mengerti.
”Apa kalian lupa dengan apa yang kalian lakukan pada kota Pasifidolg?” jawab Melon. ”Ah, mungkin kau lupa atau mungkin kau belum bergabung dengan Tim Aqua saat itu, tapi yang pasti Melon takkan pernah melupakannya!”
Scene 104: Cinta itu Dingin
”Aku takkan pernah melupakannya!”
”Memangnya apa yang terjadi?” tanya Mickey tak mengerti.
”Kalian merusak kota Melon hanya untuk Kyogre! Apa Melon perlu mengulangnya lagi?” Raut wajah Melon mulai berkaca-kaca. ”Kalian... kalian membuat kami menderita!”
Mickey terdiam. Dia terkejut mendengar perkataan Melon. ”Aku tak tahu itu, dan aku memang belum bergabung dengan Tim Aqua. Maafkan aku,” ujarnya datar. Mickey lalu melangkah mendekati Melon.
”Berhenti! Jangan mendekati Melon!” bentak Melon saat Mickey mulai dekat.
”Melon, kembalikan Blue Orb biru itu,” pinta Mickey sambil menjulurkan tangan. ”Aku atas nama Tim Aqua meminta maaf padamu, karena itu kembalikan Orb itu. Itu Orb yang penting bagi kami, tanpa itu...”
”Justru itulah yang Melon inginkan!” Melon tampak mulai menitikkan air mata. Aku bisa merasakan kesedihan yang mendalam pada setiap perkataan Melon. Aku melirik ke arah Flame dan kulihat raut wajahnya ikut berubah sedih. ”Tanpa bola ini,” lanjut Melon, ”tanpa bola ini kalian tidak akan bisa mengendalikan Kyogre, dan itu berarti kalian tidak akan berbuat kerusakan lagi.”
”Melon, mengertilah...” bujuk Mickey. Wajahnya kini ikut berkaca-kaca. ”Bila kita berhasil mendapatkan Kyogre, kita akan bisa memperluas lautan, dan bila hal itu terjadi, perdamaian akan datang!”
”Perdamaian apa?” sangkal Melon. ”Perdamaian apa yang didapat melalui pengrusakan? Perdamaian macam apa yang didapatkan dengan mengorbankan perdamaian orang lain? Takkan pernah ada perdamaian seperti itu!”
”Kalau begitu Melon...” Mickey mulai putus asa. ”Kalau kau tak mau melakukannya untuk Tim Aqua, lakukanlah demi cinta kita.”
Melon tersenyum aneh. Dia tertawa kecil, kemudian tawanya berubah agak keras, namun terdengar seperti tawa yang penuh dengan kesedihan.
”Mickey sayangku...” ujarnya di sela-sela tawanya yang aneh, ”ketahuilah kalau selama ini Melon tak pernah mencintaimu! Melon hanya memanfaatkanmu untuk tujua Melon ini. Ketahuilah itu!”
”Lagipula...” lanjut Melon. ”Lagipula kita sudah putus. Kita tak punya hubungan apa-apa sekarang...”
”Melon, tegakah kamu denganku?” tanya Mickey lirih. ”Aku begitu mencintaimu, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?”
”Aku tak punya pilihan, Mickey...” jawab Melon. Tawanya lenyap, berganti dengan kemurungan. Wajahnya menunduk, dan air mata menetes jatuh ke lantai gua. ”Melon tak suka mempermainkan perasaan orang, namun Melon terpaksa melakukannya.... maafkan Melon, Mickey...”
Mickey terdiam. Air mata perlahan menetes di pipinya. Sepertinya Mickey patah hati, dan pasti perasaannya sangat terluka mendengar penuturan gadis yang dicintainya itu.
”Aku menyerah... aku tak bisa berbuat apa-apa lagi...” ujarnya kemudian dengan lirih. ”Kamu telah memilih, maka aku patut menghormatinya. Sekarang terserah apa yang akan kamu lakukan...”
”Maafkan Melon, Mickey...” Melon mengusap air matanya. Dia lalu melihat ke arah Spheal. ”Spheal, lakukan sekarang...”
Spheal menembakkan sinar putih nan dingin ke arah Mickey. Sinar itu menghempaskan Mickey, namun lelaku itu tetap berusaha berdiri. Perlahan seluruh tubuh Mickey membeku, namun tidak kepalanya.
Melon kemudian berjalan menghampiri tubuh Mickey yang membeku. Dia mendekati wajah Mickey. Mickey hanya melihatnya dengan tatapan yang sangat sedih. Aku tahu, perasaannya pasti sudah sangat hancur hingga dia tak berdaya seperti itu.
”Mickey, maafkan Melon...” bisik Melon lirih. Dia lalu mencium pipi mantan kekasihnya pelan, lalu berbalik. Sedetik kemudian sebuah sinar es kembali muncul, kali ini mengenai kepala Mickey dan membekukannya dengan sempurna.
Melon terdiam. Aku dan Flame juga terdiam. Kami berdua tak menyangka akan melihat drama yang menyedihkan itu, tapi itulah kenyataannya. Seorang penjahat, grunt Tim Aqua yang sangat garang pun bisa takluk, bisa menjadi tak berdaya hanya karena cinta. Cinta itu memang misterius, dan mungkin hal terakhir yang disadari oleh Mickey sebelum dia membeku adalah kenyataan bahwa.... cinta itu dingin.
”Memangnya apa yang terjadi?” tanya Mickey tak mengerti.
”Kalian merusak kota Melon hanya untuk Kyogre! Apa Melon perlu mengulangnya lagi?” Raut wajah Melon mulai berkaca-kaca. ”Kalian... kalian membuat kami menderita!”
Mickey terdiam. Dia terkejut mendengar perkataan Melon. ”Aku tak tahu itu, dan aku memang belum bergabung dengan Tim Aqua. Maafkan aku,” ujarnya datar. Mickey lalu melangkah mendekati Melon.
”Berhenti! Jangan mendekati Melon!” bentak Melon saat Mickey mulai dekat.
”Melon, kembalikan Blue Orb biru itu,” pinta Mickey sambil menjulurkan tangan. ”Aku atas nama Tim Aqua meminta maaf padamu, karena itu kembalikan Orb itu. Itu Orb yang penting bagi kami, tanpa itu...”
”Justru itulah yang Melon inginkan!” Melon tampak mulai menitikkan air mata. Aku bisa merasakan kesedihan yang mendalam pada setiap perkataan Melon. Aku melirik ke arah Flame dan kulihat raut wajahnya ikut berubah sedih. ”Tanpa bola ini,” lanjut Melon, ”tanpa bola ini kalian tidak akan bisa mengendalikan Kyogre, dan itu berarti kalian tidak akan berbuat kerusakan lagi.”
”Melon, mengertilah...” bujuk Mickey. Wajahnya kini ikut berkaca-kaca. ”Bila kita berhasil mendapatkan Kyogre, kita akan bisa memperluas lautan, dan bila hal itu terjadi, perdamaian akan datang!”
”Perdamaian apa?” sangkal Melon. ”Perdamaian apa yang didapat melalui pengrusakan? Perdamaian macam apa yang didapatkan dengan mengorbankan perdamaian orang lain? Takkan pernah ada perdamaian seperti itu!”
”Kalau begitu Melon...” Mickey mulai putus asa. ”Kalau kau tak mau melakukannya untuk Tim Aqua, lakukanlah demi cinta kita.”
Melon tersenyum aneh. Dia tertawa kecil, kemudian tawanya berubah agak keras, namun terdengar seperti tawa yang penuh dengan kesedihan.
”Mickey sayangku...” ujarnya di sela-sela tawanya yang aneh, ”ketahuilah kalau selama ini Melon tak pernah mencintaimu! Melon hanya memanfaatkanmu untuk tujua Melon ini. Ketahuilah itu!”
”Lagipula...” lanjut Melon. ”Lagipula kita sudah putus. Kita tak punya hubungan apa-apa sekarang...”
”Melon, tegakah kamu denganku?” tanya Mickey lirih. ”Aku begitu mencintaimu, kenapa kamu memperlakukanku seperti ini?”
”Aku tak punya pilihan, Mickey...” jawab Melon. Tawanya lenyap, berganti dengan kemurungan. Wajahnya menunduk, dan air mata menetes jatuh ke lantai gua. ”Melon tak suka mempermainkan perasaan orang, namun Melon terpaksa melakukannya.... maafkan Melon, Mickey...”
Mickey terdiam. Air mata perlahan menetes di pipinya. Sepertinya Mickey patah hati, dan pasti perasaannya sangat terluka mendengar penuturan gadis yang dicintainya itu.
”Aku menyerah... aku tak bisa berbuat apa-apa lagi...” ujarnya kemudian dengan lirih. ”Kamu telah memilih, maka aku patut menghormatinya. Sekarang terserah apa yang akan kamu lakukan...”
”Maafkan Melon, Mickey...” Melon mengusap air matanya. Dia lalu melihat ke arah Spheal. ”Spheal, lakukan sekarang...”
Spheal menembakkan sinar putih nan dingin ke arah Mickey. Sinar itu menghempaskan Mickey, namun lelaku itu tetap berusaha berdiri. Perlahan seluruh tubuh Mickey membeku, namun tidak kepalanya.
Melon kemudian berjalan menghampiri tubuh Mickey yang membeku. Dia mendekati wajah Mickey. Mickey hanya melihatnya dengan tatapan yang sangat sedih. Aku tahu, perasaannya pasti sudah sangat hancur hingga dia tak berdaya seperti itu.
”Mickey, maafkan Melon...” bisik Melon lirih. Dia lalu mencium pipi mantan kekasihnya pelan, lalu berbalik. Sedetik kemudian sebuah sinar es kembali muncul, kali ini mengenai kepala Mickey dan membekukannya dengan sempurna.
Melon terdiam. Aku dan Flame juga terdiam. Kami berdua tak menyangka akan melihat drama yang menyedihkan itu, tapi itulah kenyataannya. Seorang penjahat, grunt Tim Aqua yang sangat garang pun bisa takluk, bisa menjadi tak berdaya hanya karena cinta. Cinta itu memang misterius, dan mungkin hal terakhir yang disadari oleh Mickey sebelum dia membeku adalah kenyataan bahwa.... cinta itu dingin.
Scene 105: Teluk Perpisahan
”Ini untuk kalian,” ujar Melon sambil mengulurkan bola berwarna biru yang tak lain adalah Blue Orb itu. Kami bertiga sekarang telah berada di luar gua, di tepi teluk. ”Melon pikir bola ini akan aman di tangan kalian, sebagaimana Kyogre di tangan Tim Magma. Melon percaya Tim Magma takkan menggunakan Kyogre, maka Melon pun percaya bola ini juga takkan pernah digunakan.”
”Apa kamu serius?” tanyaku terkejut.
Melon mengangguk. ”Iya, Melon serius. Tim Aqua telah merebut Red Orb kalian, maka kalian pantas mendapatkan ini. Melon pikir setelah penculikan Flame, Tim Aqua tidak berani lagi melakukan pertukaran dengan kalian.”
Aku menerima bola yang bersinar biru itu dan memandanginya. Aku tak menyangka bisa memegang bola yang misterius itu. ”Terima kasih, Melon,” ucapku berterima kasih pada teman baru kami itu. ”Awalnya kami kesini untuk menyelidiki gua yang penuh Zubat tadi, namun tak menyangka kalau kami bisa mendapatkan bola yang sangat berharga ini.”
Melon tersenyum. ”Percayalah, hanya ada Zubat dan Zubat di gua itu, tak ada yang lain.”
”Berarti dugaan Paman Maxie tentang gua Terra itu salah besar?” tebak Flame.
”Tentu saja salah,” jawabku sambil mengangguk. ”Tapi kupikir pamanmu itu akan senang setelah mengetahui apa yang kita dapatkan ini.” Aku kemudian melihat ke arah Melon. ”Kamu sendiri bagaimana Melon? Apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Melon mengeluarkan sebuah PokeBall lalu melemparkannya ke arah laut. Tiba-tiba seekor Pokemon raksasa yang kuketahui sebagai Wailord muncul di teluk. Pokemon itu berukuran sangat besar, tak heran bila didaulat sebagai Pokemon paling besar yang pernah ada.
”Melon akan pulang ke Pasifidolg. Melon akan memulai hidup baru disana dan menjaga kota Melon itu dengan baik dari tangan-tangan orang yang hendak merusaknya,” kata Melon kemudian berhenti bicara.
Melon tersenyum dan melihat kami berdua dengan tatapan bersahabat. ”Baiklah kalau begitu, sekarang saatnya Melon pergi. Melon senang bisa bertemu dengan kalian berdua. Entah apa yang terjadi bila kalian tak datang ke gua itu. Sekarang Melon merasa sangat lega. Melon harus berterima kasih pada kalian.”
”Kamilah yang seharusnya berterima kasih,” elakku. ”Kamu telah banyak membantu kami, padahal kami ini orang asing bagimu. Kamu telah menyelamatkan Flame, kami berhutang banyak karena itu. Sekarang, kamu malah memberikan Blue Orb pada kami.”
”Itulah gunanya teman, harus saling menolong,” jawab Melon. ”Melon berharap kalian berhenti dari kegiatan kalian ini. Kalian orang baik, tak pantas melakukan hal seperti ini, menjadi bagian dari tim penjahat, itu sangat berbahaya bagi kalian.”
”Terima kasih atas nasehatnya Melon,” sahutku. ”Tapi kami punya tujuan, dan kami harus mencapainya.”
”Terserah kalian, Melon harap kalian mendapatkan yang terbaik dari yang kalian inginkan, tentunya tanpa merugikan orang lain.” Melon menatap kami berdua cukup lama. Dia lalu berkata, ”Lunar dan Flame, kalian pasangan serasi. Melon berharap bisa bertemu kalian berdua lagi. Sampai jumpa...”
Usai mengatakan itu, Melon berbalik dan berjalan mendekati Wailord yang merapat di bibir pantai. Wailord yang melihat pelatihnyanya itu datang menghampiri, langsung membuka mulutnya yang besar.
”Melon!” panggil Flame. Melon menoleh. ”Hati-hati di jalan!” lanjut Flame. ”Jaga dirimu baik-baik...”
Melon tersenyum. ”Kalian juga, jaga diri kalian baik-baik.”
Flame lalu melambai-lambaikan tangannya, ”Melon, sampai jumpa lagi! Senang bisa bertemu denganmu!”
Melon kemudian berbalik menatap Wailordnya dan melangkah masuk ke dalam mulut Wailord yang besar. Wailord menutup mulutnya dan berbalik, mulai bergerak di lautan, dan berenang meninggalkan kami berdua.
*
Di sebuah rumah terapung di Pasifidlog.
Siang itu Melon tengah membersihkan teras rumah saat neneknya memanggilnya. Melon kemudian meletakkan sapu dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat neneknya duduk santai menonton televisi.
”Ada apa Nek?” tanya Melon setibanya di ruang keluarga.
”Coba kamu lihat berita di televisi ini,” jawab sang Nenek.
Melon kemudian melihat ke arah televisi. Rupanya televisi sedang menayangkan acara berita kriminal Patroli. Melon pun menyimaknya dengan seksama.
”Pihak kepolisian telah menangkap tiga orang anggota Tim Aqua di depan gua di rute 103,” ujar pembaca berita di televisi. ”Yang mengherankan adalah, keduanya ditemukan dalam keadaan tangan terikat, seorang lagi dalam keadaan membeku. Entah siapa yang menangkap mereka, namun kepolisian menyatakan ada seseorang yang menghubungi polisi dan memberitahukan lokasi ketiga penjahat tersebut. Siapakah pahlawan itu?”
”Kamu lihat Nak, kejahatan akan menemukan jalannya sendiri,” komentar sang Nenek. ”Dendam hanya akan melahirkan dendam yang baru. Itulah kenapa nenek selalu melarangmu untuk membalas perlakuan mereka pada kota ini. Nenek senang akhirnya kau pulang juga setelah menjadi pelatih Pokemon.”
Melon terdiam. Diamatinya wajah salah satu anggota Tim Aqua yang ditayangkan di televisi, wajah seseorang yang pernah dilukainya.
”Mickey...” batinnya kemudian. ”Aku mencintaimu, dan inilah caraku menunjukkan rasa cintaku terhadapmu....maafkan aku....”
”Apa kamu serius?” tanyaku terkejut.
Melon mengangguk. ”Iya, Melon serius. Tim Aqua telah merebut Red Orb kalian, maka kalian pantas mendapatkan ini. Melon pikir setelah penculikan Flame, Tim Aqua tidak berani lagi melakukan pertukaran dengan kalian.”
Aku menerima bola yang bersinar biru itu dan memandanginya. Aku tak menyangka bisa memegang bola yang misterius itu. ”Terima kasih, Melon,” ucapku berterima kasih pada teman baru kami itu. ”Awalnya kami kesini untuk menyelidiki gua yang penuh Zubat tadi, namun tak menyangka kalau kami bisa mendapatkan bola yang sangat berharga ini.”
Melon tersenyum. ”Percayalah, hanya ada Zubat dan Zubat di gua itu, tak ada yang lain.”
”Berarti dugaan Paman Maxie tentang gua Terra itu salah besar?” tebak Flame.
”Tentu saja salah,” jawabku sambil mengangguk. ”Tapi kupikir pamanmu itu akan senang setelah mengetahui apa yang kita dapatkan ini.” Aku kemudian melihat ke arah Melon. ”Kamu sendiri bagaimana Melon? Apa yang akan kau lakukan setelah ini?”
Melon mengeluarkan sebuah PokeBall lalu melemparkannya ke arah laut. Tiba-tiba seekor Pokemon raksasa yang kuketahui sebagai Wailord muncul di teluk. Pokemon itu berukuran sangat besar, tak heran bila didaulat sebagai Pokemon paling besar yang pernah ada.
”Melon akan pulang ke Pasifidolg. Melon akan memulai hidup baru disana dan menjaga kota Melon itu dengan baik dari tangan-tangan orang yang hendak merusaknya,” kata Melon kemudian berhenti bicara.
Melon tersenyum dan melihat kami berdua dengan tatapan bersahabat. ”Baiklah kalau begitu, sekarang saatnya Melon pergi. Melon senang bisa bertemu dengan kalian berdua. Entah apa yang terjadi bila kalian tak datang ke gua itu. Sekarang Melon merasa sangat lega. Melon harus berterima kasih pada kalian.”
”Kamilah yang seharusnya berterima kasih,” elakku. ”Kamu telah banyak membantu kami, padahal kami ini orang asing bagimu. Kamu telah menyelamatkan Flame, kami berhutang banyak karena itu. Sekarang, kamu malah memberikan Blue Orb pada kami.”
”Itulah gunanya teman, harus saling menolong,” jawab Melon. ”Melon berharap kalian berhenti dari kegiatan kalian ini. Kalian orang baik, tak pantas melakukan hal seperti ini, menjadi bagian dari tim penjahat, itu sangat berbahaya bagi kalian.”
”Terima kasih atas nasehatnya Melon,” sahutku. ”Tapi kami punya tujuan, dan kami harus mencapainya.”
”Terserah kalian, Melon harap kalian mendapatkan yang terbaik dari yang kalian inginkan, tentunya tanpa merugikan orang lain.” Melon menatap kami berdua cukup lama. Dia lalu berkata, ”Lunar dan Flame, kalian pasangan serasi. Melon berharap bisa bertemu kalian berdua lagi. Sampai jumpa...”
Usai mengatakan itu, Melon berbalik dan berjalan mendekati Wailord yang merapat di bibir pantai. Wailord yang melihat pelatihnyanya itu datang menghampiri, langsung membuka mulutnya yang besar.
”Melon!” panggil Flame. Melon menoleh. ”Hati-hati di jalan!” lanjut Flame. ”Jaga dirimu baik-baik...”
Melon tersenyum. ”Kalian juga, jaga diri kalian baik-baik.”
Flame lalu melambai-lambaikan tangannya, ”Melon, sampai jumpa lagi! Senang bisa bertemu denganmu!”
Melon kemudian berbalik menatap Wailordnya dan melangkah masuk ke dalam mulut Wailord yang besar. Wailord menutup mulutnya dan berbalik, mulai bergerak di lautan, dan berenang meninggalkan kami berdua.
*
Di sebuah rumah terapung di Pasifidlog.
Siang itu Melon tengah membersihkan teras rumah saat neneknya memanggilnya. Melon kemudian meletakkan sapu dan berjalan menuju ruang keluarga, tempat neneknya duduk santai menonton televisi.
”Ada apa Nek?” tanya Melon setibanya di ruang keluarga.
”Coba kamu lihat berita di televisi ini,” jawab sang Nenek.
Melon kemudian melihat ke arah televisi. Rupanya televisi sedang menayangkan acara berita kriminal Patroli. Melon pun menyimaknya dengan seksama.
”Pihak kepolisian telah menangkap tiga orang anggota Tim Aqua di depan gua di rute 103,” ujar pembaca berita di televisi. ”Yang mengherankan adalah, keduanya ditemukan dalam keadaan tangan terikat, seorang lagi dalam keadaan membeku. Entah siapa yang menangkap mereka, namun kepolisian menyatakan ada seseorang yang menghubungi polisi dan memberitahukan lokasi ketiga penjahat tersebut. Siapakah pahlawan itu?”
”Kamu lihat Nak, kejahatan akan menemukan jalannya sendiri,” komentar sang Nenek. ”Dendam hanya akan melahirkan dendam yang baru. Itulah kenapa nenek selalu melarangmu untuk membalas perlakuan mereka pada kota ini. Nenek senang akhirnya kau pulang juga setelah menjadi pelatih Pokemon.”
Melon terdiam. Diamatinya wajah salah satu anggota Tim Aqua yang ditayangkan di televisi, wajah seseorang yang pernah dilukainya.
”Mickey...” batinnya kemudian. ”Aku mencintaimu, dan inilah caraku menunjukkan rasa cintaku terhadapmu....maafkan aku....”