Helikopter yang kutumpangi bersama Clown dan Flame bergerak cepat. Ucapan Tabitha yang mengatakan Gunung Chimney dikepung para ranger, membuat kami dilanda panik dan khawatir.
Scene 47: Menjatuhkan Ranger
Setelah mendengar kabar gunung Chimney dikepung oleh ranger, Clown mulai meningkatkan kecepatan helikopter. Akhirnya helikopter kami telah memasuki wilayah Gunung Chimney. Kami kemudian mendarat di tanah lapang yang berada cukup jauh dari gunung Chimney untuk menerima perintah terbaru.
”Tabitha, laporkan kondisi disana.,” ujar Clown pada Tabitha melalui Magmavon.
”Ada empat kelompok ranger yang mengepung gunung. Mereka berada di empat penjuru mata angin. Kelompok yang berada di selatan kini sudah ada di depan pintu masuk kita, mencoba masuk ke dalam markas,” urai Tabitha panjang lebar melalui Magmavon.
”Apa yang harus kami lakukan sekarang?” tanyaku kehabisan akal.
”Sepertinya mustahil untuk melumpuhkan keempat kelompok tersebut. Memang masing-masing-masing kelompok hanya beranggotakan lima orang dengan total semuanya dua puluh orang,” jawab Tabitha. ”Lagipula keberadaan kita di Gunung Chimney telah diketahui, percuma menghabiskan energi untuk menghadapi mereka semua. Ditambah lagi sebisa mungkin kita menghindari konfrontasi dengan ranger. Yang harus kita lakukan saat ini hanyalah melarikan diri.”
“Lalu?”
”Begini, saat ini kita semua terkepung dan tak dapat melarikan diri. Bagaimanapun kita tak boleh tertangkap oleh ranger. Selain pintu utama di sebelah selatan, kita juga punya pintu darurat di sebelah utara. Yang perlu kalian lakukan adalah melumpuhkan kelima ranger yang ada disana sehingga kami bisa membuka pintu utara.”
”Baik, laksanakan!”
Setelah mendengar perintah dari Tabitha, kami segera berkumpul untuk menyusun rencana melumpuhkan lima ranger yang ada di utara. Setelah melalui perundingan yang alot, kami akhirnya memiliki sebuah rencana. Kami kembali menerbangkan helikopter dan bergerak menuju pintu utara seperti yang dimaksudkan oleh Tabitha.
-----------
Kami mendarat di sebuah tempat yang cukup baik untuk bersembunyi. Dari balik semak-semak, kami melihat lima ranger yang dimaksud oleh Tabitha. Kesemuanya memakai rompi merah khas ranger yang membuat kami yakin mereka adalah ranger. Kelima orang tersebut tampaknya sedang bersiaga dan tak mengetahui keberadaan pintu darurat. Baiklah, rencana segera dilaksanakan!
Aku mengenakan tudung seragamku dan langsung keluar menghadapi kelima ranger tersebut. Terus terang saja, aku takut berhadapan dengan hukum secara langsung seperti ini - apalagi kalau aku ingat ayahku adalah seorang ranger - , tetapi aku tak punya cara lain untuk menyelamatkan Maxie dan semua anggota Tim Magma. Bagaimanapun hal ini terjadi karena kesalahan kami.
Aku segera keluar dari semak-semak. Kelima ranger tampak terkejut melihatku keluar dari semak-semak. Mereka langsung berniat menangkapku, tetapi aku lebih cepat untuk melakukan serangan.
”Ninjask, Flash!” Ninjask yang sudah bersiap di belakangku mengeluarkan sinar putih yang menyilaukan mata. Ranger terkejut dan segera buta sementara waktu. Dan sekarang giliran Clown beraksi.
”Electabuzz, Thunder Wave!” Clown segera keluar menyusulku bersama Electabuzz miliknya. Electabuzz mengeluarkan gelombang petir andalannya ke arah lima ranger tersebut. Kelima ranger itu pun jatuh berlutut di tanah. Mereka semua terkena status Paralyzed.
”Berhasil!” sorakku. Tapi terlalu awal untuk merasa senang karena tiba-tiba beberapa ekor Pokemon berbentuk kupu-kupu menerjang ke arahku. Mereka adalah Dustox!
”Awas!” teriak Clown memperingatkanku. Terlambat, aku telah terkepung oleh gerombolan Dustox yang kuduga dibawa para ranger itu.
”Flareon, Flamethrower!” Flame muncul dengan cepat dan segera memerintahkan Flareon melakukan serangan. Flareon menyemburkan api yang cukup besar yang langsung menjatuhkan gerombolan Dustox tersebut. ”Clown, cepat bereskan mereka!” perintah Flame menunjuk ke arah ranger.
Clown melemparkan pokeball dengan cepat dan Abra pun muncul. ”Abra, bawa mereka ke tempat kita tadi!” Abra melakukan teleport dengan cepat dan kini berada di antara ranger yang tak bisa bergerak. Kelima ranger terkejut menyadari keberadaan Abra. Abra memegang tubuh kelima ranger tersebut dan melakukan teleport. Kelima ranger itupun lenyap bersama Abra.
”Berhasil!” sorakku lagi. Entah kenapa dari tadi aku bersorak girang terus, mungkin karena aku gugup menghadapi lima ranger tersebut.
”Tabitha, ranger kelompok utara sudah kami singkirkan. Pintu darurat bisa dibuka sekarang,” lapor Clown setelah Abra datang kembali.
”Bagus, pintu akan kami buka dan kalian segera masuk ke dalam. Kita semua akan meninggalkan gunung Chimney menggunakan enam pesawat Magma,” jawab Tabitha. Tak lama kemudian dinding gunung bergetar keras dan terbuka. Pintu darurat telah terbuka.
”Cepat, kita harus segera masuk ke dalam!”
Kami bertiga berlari memasuki pintu tersebut. Tapi tiba-tiba saja kakiku terjerat oleh sesuatu dan aku pun terjatuh ke tanah.
”Lunar!” Clown dan Flame terkejut.
Aku menoleh melihat kakiku. Rupanya seutas tali panjang membelit kaki kananku dan membuatku terjatuh.
”Kalian pikir kalian bisa kabur?” terdengar suara lelaki di seberang. Lelaki dengan rompi merah khas ranger.....
”Tabitha, laporkan kondisi disana.,” ujar Clown pada Tabitha melalui Magmavon.
”Ada empat kelompok ranger yang mengepung gunung. Mereka berada di empat penjuru mata angin. Kelompok yang berada di selatan kini sudah ada di depan pintu masuk kita, mencoba masuk ke dalam markas,” urai Tabitha panjang lebar melalui Magmavon.
”Apa yang harus kami lakukan sekarang?” tanyaku kehabisan akal.
”Sepertinya mustahil untuk melumpuhkan keempat kelompok tersebut. Memang masing-masing-masing kelompok hanya beranggotakan lima orang dengan total semuanya dua puluh orang,” jawab Tabitha. ”Lagipula keberadaan kita di Gunung Chimney telah diketahui, percuma menghabiskan energi untuk menghadapi mereka semua. Ditambah lagi sebisa mungkin kita menghindari konfrontasi dengan ranger. Yang harus kita lakukan saat ini hanyalah melarikan diri.”
“Lalu?”
”Begini, saat ini kita semua terkepung dan tak dapat melarikan diri. Bagaimanapun kita tak boleh tertangkap oleh ranger. Selain pintu utama di sebelah selatan, kita juga punya pintu darurat di sebelah utara. Yang perlu kalian lakukan adalah melumpuhkan kelima ranger yang ada disana sehingga kami bisa membuka pintu utara.”
”Baik, laksanakan!”
Setelah mendengar perintah dari Tabitha, kami segera berkumpul untuk menyusun rencana melumpuhkan lima ranger yang ada di utara. Setelah melalui perundingan yang alot, kami akhirnya memiliki sebuah rencana. Kami kembali menerbangkan helikopter dan bergerak menuju pintu utara seperti yang dimaksudkan oleh Tabitha.
-----------
Kami mendarat di sebuah tempat yang cukup baik untuk bersembunyi. Dari balik semak-semak, kami melihat lima ranger yang dimaksud oleh Tabitha. Kesemuanya memakai rompi merah khas ranger yang membuat kami yakin mereka adalah ranger. Kelima orang tersebut tampaknya sedang bersiaga dan tak mengetahui keberadaan pintu darurat. Baiklah, rencana segera dilaksanakan!
Aku mengenakan tudung seragamku dan langsung keluar menghadapi kelima ranger tersebut. Terus terang saja, aku takut berhadapan dengan hukum secara langsung seperti ini - apalagi kalau aku ingat ayahku adalah seorang ranger - , tetapi aku tak punya cara lain untuk menyelamatkan Maxie dan semua anggota Tim Magma. Bagaimanapun hal ini terjadi karena kesalahan kami.
Aku segera keluar dari semak-semak. Kelima ranger tampak terkejut melihatku keluar dari semak-semak. Mereka langsung berniat menangkapku, tetapi aku lebih cepat untuk melakukan serangan.
”Ninjask, Flash!” Ninjask yang sudah bersiap di belakangku mengeluarkan sinar putih yang menyilaukan mata. Ranger terkejut dan segera buta sementara waktu. Dan sekarang giliran Clown beraksi.
”Electabuzz, Thunder Wave!” Clown segera keluar menyusulku bersama Electabuzz miliknya. Electabuzz mengeluarkan gelombang petir andalannya ke arah lima ranger tersebut. Kelima ranger itu pun jatuh berlutut di tanah. Mereka semua terkena status Paralyzed.
”Berhasil!” sorakku. Tapi terlalu awal untuk merasa senang karena tiba-tiba beberapa ekor Pokemon berbentuk kupu-kupu menerjang ke arahku. Mereka adalah Dustox!
”Awas!” teriak Clown memperingatkanku. Terlambat, aku telah terkepung oleh gerombolan Dustox yang kuduga dibawa para ranger itu.
”Flareon, Flamethrower!” Flame muncul dengan cepat dan segera memerintahkan Flareon melakukan serangan. Flareon menyemburkan api yang cukup besar yang langsung menjatuhkan gerombolan Dustox tersebut. ”Clown, cepat bereskan mereka!” perintah Flame menunjuk ke arah ranger.
Clown melemparkan pokeball dengan cepat dan Abra pun muncul. ”Abra, bawa mereka ke tempat kita tadi!” Abra melakukan teleport dengan cepat dan kini berada di antara ranger yang tak bisa bergerak. Kelima ranger terkejut menyadari keberadaan Abra. Abra memegang tubuh kelima ranger tersebut dan melakukan teleport. Kelima ranger itupun lenyap bersama Abra.
”Berhasil!” sorakku lagi. Entah kenapa dari tadi aku bersorak girang terus, mungkin karena aku gugup menghadapi lima ranger tersebut.
”Tabitha, ranger kelompok utara sudah kami singkirkan. Pintu darurat bisa dibuka sekarang,” lapor Clown setelah Abra datang kembali.
”Bagus, pintu akan kami buka dan kalian segera masuk ke dalam. Kita semua akan meninggalkan gunung Chimney menggunakan enam pesawat Magma,” jawab Tabitha. Tak lama kemudian dinding gunung bergetar keras dan terbuka. Pintu darurat telah terbuka.
”Cepat, kita harus segera masuk ke dalam!”
Kami bertiga berlari memasuki pintu tersebut. Tapi tiba-tiba saja kakiku terjerat oleh sesuatu dan aku pun terjatuh ke tanah.
”Lunar!” Clown dan Flame terkejut.
Aku menoleh melihat kakiku. Rupanya seutas tali panjang membelit kaki kananku dan membuatku terjatuh.
”Kalian pikir kalian bisa kabur?” terdengar suara lelaki di seberang. Lelaki dengan rompi merah khas ranger.....
Scene 48: Mystery guy
”Si...siapa kamu?” tanyaku tergagap melihat sosok berpakaian ranger di depanku. Dia bersama seekor Pokemon berbentuk anjing berwarna hitam bertanduk di sampingnya. Rupanya dia membelit kakiku dengan tali panjang sehingga membuatku aku terjatuh.
”Aku, Guy....tapi para ranger memanggilku Mystery Guy. Jadi panggil aku begitu juga,” kata sosok itu memperkenalkan dirinya.
”Mys...Mystery Guy?”
”Kurang ajar!” umpat Clown. ”Kukira kalian hanya berlima saja. Rupanya masih ada satu cecurut pengganggu!”
Lelaki bernama Guy tersenyum mendengar itu. Dia lalu berkata, ”Ya, memang hanya lima yang secara resmi ditugaskan pada sisi ini, aku tak termasuk di dalamnya.”
”Apa?” aku terkejut. Apa maksud lelaki ini?
”Aku disebut juga pemberontak, karena aku tak suka dengan peraturan ketat ranger yang mengekangku,” jelas Guy tenang.
”Maksudmu?”
”Aku disini atas kemauanku sendiri, hai Tim Magma!”
Apa? Ranger ini ada disini atas kemauannya sendiri? Apa yang dia lakukan?
“Aku telah mencari kalian cukup lama dan sekarang takkan kubiarkan kalian kabur begitu saja. Sekarang menyerahlah baik-baik!”
”Kurang ajar, kamu belum tahu siapa kami, Hah?” sentak Clown tampak emosi.
”Clown, Flame, lebih baik kalian cepat pergi, biar lelaki misterius ini aku yang menghadapinya,” ujarku kemudian. ”Aku pikir dia akan mudah kukalahkan sementara kalian membantu yang lain di dalam.”
”Tapi Lunar...” Flame terlihat cemas. ”Kita tak bisa meninggalkanmu begitu saja.”
”Aku tahu, tapi percayalah padaku, dia akan mudah kulumpuhkan,” sahutku penuh percaya diri. ”Lagipula kalau seperti ini hanya akan memperlambat gerakan kita.”
”Baiklah Lunar, kami serahkan dia padamu. Kami percaya padamu, bagaimanapun kamu adalah anggota Elite Grunt,” ujar Volta. “Flame, ayo kita pergi.” Clown kemudian berbalik dan mulai berlari ke dalam gunung.
“Baiklah...” jawab Flame lemah. “Lunar, berusahalah!” Dia melihatku sekilas dan kemudian berbalik mengikuti Clown. Kedua rekanku itu pun kini telah mengilang masuk ke dalam gunung.
”Huh, kamu berniat jadi pahlawan rupanya,” ledek Guy, ”...tapi satu orang Tim Magma saja cukup bagiku untuk membongkar kedok kelompok YNM.”
Kelompok YNM? Apa yang dimaksudkannya?
”Kamu ngomong apa sih? Kami ini Tim Magma, bukan kelompok.... apa tadi?”
”Kelompok YNM, kelompok yang telah membakar kotaku!” tiba-tiba Guy menjadi sangat bersemangat. Tampak raut kebencian di wajahnya.
”Hei, kamu salah. Kami ini Tim Magma, bukan kelompok yang kamu maksud!” sangkalku cepat. ”Kami memang mengincar Groudon, tapi kami tak pernah membakar kota demi hal itu.”
”Oh, benarkah? Bukankah huruf M dalam kelompok YNM adalah kepanjangan dari Magma?” balas Guy. ” Sudahlah, lebih baik sekarang menyerah saja!”
Guy mengeluarkan sebuah Pokeball dan melemparkannya ke udara. Dari dalam bola tersebut keluar Pokemon berbentuk kupu-kupu berwarna ungu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Kalau Beautifly dan Dustox pernah kulihat, tetapi yang satu ini baru aku lihat sekarang.
”Butterfree, Stun Powder!” Pokemon yang disebut Butterfree itu kemudian melayang ke arahku dan mengeluarkan bubuk-bubuk kecil dan langsung mengenai tubuhku. Seketika aku tak bisa bergerak. Sial!
“Jadi kau melumpuhkanku sekarang? Lalu apa yang akan kau lakukan?”
”Tentu saja menangkapmu, kalau bisa kumasukkan kau ke dalam Pokeball!”
”Kamu pikir aku ini Pokemon apa?” sahutku marah. ”Sekarang kita lihat siapa yang lebih unggul. Sandslash, kau boleh keluar sekarang, Dig!”
Dari dalam tanah di depanku keluar Sandslash. Dengan cepat dia memotong tali yang membelit kakiku, namun tentu saja aku tetap tak bisa bergerak bebas akibat Stun Powder atau bubuk pelumpuh tadi.
”Jadi kamu masih menyimpan senjata andalanmu? Kamu benar-banar misterius, mungkin kamu yang lebih pantas dipanggil Mystery Guy.”
”Tak usah banyak omong, sekarang terimalah ini! Sandslash, Slash!” Aku langsung memberikan perintah pada Sandslash. Dia langsung melompat ke arah Butterfree. Cakar Sandslash yang tajam pun merobek tubuh Butterfree. Butterfree terjatuh, Sandslash menang.
”Butterfree, kembali!” perintah Guy sambil mengarahkan pokeball ke arah Butterfree. Butterfree kemudian kembali ke dalam pokeball. ”Kamu pikir kamu menang? Pikir dua kali, karena aku masih memiliki Pokemon yang hebat. Kuperkenalkan kau pada... Houndoom!”
Sesaat setelah Guy mengatakan hal itu, Pokemon anjing hitam bertanduk yang dari tadi ada di sampingnya langsung maju ke depan sembari memamerkan gigi-gigi tajamnya.
”Aku, Guy....tapi para ranger memanggilku Mystery Guy. Jadi panggil aku begitu juga,” kata sosok itu memperkenalkan dirinya.
”Mys...Mystery Guy?”
”Kurang ajar!” umpat Clown. ”Kukira kalian hanya berlima saja. Rupanya masih ada satu cecurut pengganggu!”
Lelaki bernama Guy tersenyum mendengar itu. Dia lalu berkata, ”Ya, memang hanya lima yang secara resmi ditugaskan pada sisi ini, aku tak termasuk di dalamnya.”
”Apa?” aku terkejut. Apa maksud lelaki ini?
”Aku disebut juga pemberontak, karena aku tak suka dengan peraturan ketat ranger yang mengekangku,” jelas Guy tenang.
”Maksudmu?”
”Aku disini atas kemauanku sendiri, hai Tim Magma!”
Apa? Ranger ini ada disini atas kemauannya sendiri? Apa yang dia lakukan?
“Aku telah mencari kalian cukup lama dan sekarang takkan kubiarkan kalian kabur begitu saja. Sekarang menyerahlah baik-baik!”
”Kurang ajar, kamu belum tahu siapa kami, Hah?” sentak Clown tampak emosi.
”Clown, Flame, lebih baik kalian cepat pergi, biar lelaki misterius ini aku yang menghadapinya,” ujarku kemudian. ”Aku pikir dia akan mudah kukalahkan sementara kalian membantu yang lain di dalam.”
”Tapi Lunar...” Flame terlihat cemas. ”Kita tak bisa meninggalkanmu begitu saja.”
”Aku tahu, tapi percayalah padaku, dia akan mudah kulumpuhkan,” sahutku penuh percaya diri. ”Lagipula kalau seperti ini hanya akan memperlambat gerakan kita.”
”Baiklah Lunar, kami serahkan dia padamu. Kami percaya padamu, bagaimanapun kamu adalah anggota Elite Grunt,” ujar Volta. “Flame, ayo kita pergi.” Clown kemudian berbalik dan mulai berlari ke dalam gunung.
“Baiklah...” jawab Flame lemah. “Lunar, berusahalah!” Dia melihatku sekilas dan kemudian berbalik mengikuti Clown. Kedua rekanku itu pun kini telah mengilang masuk ke dalam gunung.
”Huh, kamu berniat jadi pahlawan rupanya,” ledek Guy, ”...tapi satu orang Tim Magma saja cukup bagiku untuk membongkar kedok kelompok YNM.”
Kelompok YNM? Apa yang dimaksudkannya?
”Kamu ngomong apa sih? Kami ini Tim Magma, bukan kelompok.... apa tadi?”
”Kelompok YNM, kelompok yang telah membakar kotaku!” tiba-tiba Guy menjadi sangat bersemangat. Tampak raut kebencian di wajahnya.
”Hei, kamu salah. Kami ini Tim Magma, bukan kelompok yang kamu maksud!” sangkalku cepat. ”Kami memang mengincar Groudon, tapi kami tak pernah membakar kota demi hal itu.”
”Oh, benarkah? Bukankah huruf M dalam kelompok YNM adalah kepanjangan dari Magma?” balas Guy. ” Sudahlah, lebih baik sekarang menyerah saja!”
Guy mengeluarkan sebuah Pokeball dan melemparkannya ke udara. Dari dalam bola tersebut keluar Pokemon berbentuk kupu-kupu berwarna ungu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Kalau Beautifly dan Dustox pernah kulihat, tetapi yang satu ini baru aku lihat sekarang.
”Butterfree, Stun Powder!” Pokemon yang disebut Butterfree itu kemudian melayang ke arahku dan mengeluarkan bubuk-bubuk kecil dan langsung mengenai tubuhku. Seketika aku tak bisa bergerak. Sial!
“Jadi kau melumpuhkanku sekarang? Lalu apa yang akan kau lakukan?”
”Tentu saja menangkapmu, kalau bisa kumasukkan kau ke dalam Pokeball!”
”Kamu pikir aku ini Pokemon apa?” sahutku marah. ”Sekarang kita lihat siapa yang lebih unggul. Sandslash, kau boleh keluar sekarang, Dig!”
Dari dalam tanah di depanku keluar Sandslash. Dengan cepat dia memotong tali yang membelit kakiku, namun tentu saja aku tetap tak bisa bergerak bebas akibat Stun Powder atau bubuk pelumpuh tadi.
”Jadi kamu masih menyimpan senjata andalanmu? Kamu benar-banar misterius, mungkin kamu yang lebih pantas dipanggil Mystery Guy.”
”Tak usah banyak omong, sekarang terimalah ini! Sandslash, Slash!” Aku langsung memberikan perintah pada Sandslash. Dia langsung melompat ke arah Butterfree. Cakar Sandslash yang tajam pun merobek tubuh Butterfree. Butterfree terjatuh, Sandslash menang.
”Butterfree, kembali!” perintah Guy sambil mengarahkan pokeball ke arah Butterfree. Butterfree kemudian kembali ke dalam pokeball. ”Kamu pikir kamu menang? Pikir dua kali, karena aku masih memiliki Pokemon yang hebat. Kuperkenalkan kau pada... Houndoom!”
Sesaat setelah Guy mengatakan hal itu, Pokemon anjing hitam bertanduk yang dari tadi ada di sampingnya langsung maju ke depan sembari memamerkan gigi-gigi tajamnya.
Scene 49: Ada Apa dengan Houndoom?
Houndoom? Pokemon apa itu? Sanggupkah Sandslash mengalahkannya?
“Aku tidak takut, Sandslash milikku akan mengalahkannya cepat,” tantangku menyembunyikan rasa takut.
”Oh, ya? Kalau begitu terimalah ini! Houndoom, Bite!” Perintah Guy. Tapi Houndoom tak bergerak. Pokemon itu tetap pada posisinya. “Houndoom, kamu kenapa? Cepat serang Pokemon itu!”
“Aha...tampaknya Pokemonmu itu tidak menurut padamu. Kasihan sekali,” ejekku.
“Diam kamu, dia ini Pokemon andalanku, tahu tidak!” bentak Guy. “Houndoom, ayo cepat serang dia! Buktikan kalau kamu memang andalan Mystery Guy!”
Meskipun begitu, Houndoom tetap diam tak bergerak. Aku heran dengan Houndoom tersebut. Kenapa dia tak menyerang Sandslash? Kenapa dia tidak menuruti perintah pelatihnya?
”Houndoom, kamu ini kenapa?” tanya Guy mulai panik. ”Apa kamu sakit?”
Houndoom tak menjawab, dia hanya terdiam sembari memamerkan gigi-gigi tajamnya yang putih berkilat. Aku iri dengan Pokemon itu, tampaknya dia rajin menyikat giginya hingga bisa seputih itu.
”Kalau begitu biar aku saja yang mulai, Sandslash gunakan Slash!” aku bosan menunggu musuhku tak jua menyerang sehingga kuputuskan untuk mengambil inisiatif serangan.
Sandslash berlari menyongsong Houndoom dan menyabetkan cakarnya yang tajam. Houndoom terjatuh terkena serangan itu. Dia mengerang kesakitan.
”Bagus! Rupanya Pokemonkulah yang lebih penurut,” seruku menyombongkan diri.
”Ke...kenapa?” Guy tampak kebingungan. ”Houndoom, cepat bangun dan balas serangannya dengan Bite.”
Houndoom memang kesakitan, tapi tampaknya Pokemon itu tak berniat menyerang balik. Pokemon itu justru sekarang berbaring bermalas-malasan, tapi masih saja memamerkan gigi-gigi tajamnya yang putih bersih. Huh, aku jadi semakin iri pada Pokemon itu.
”Terimalah kekalahanmu dan pergilah cepat, aku bahkan sudah menang tanpa bertarung.”
”Tidak bisa begitu, aku harus menyelesaikan pertarungan ini!” Guy bersikeras. ”Houndoom balas dengan semburan api sekarang!” Lagi-lagi Houndoom tak bergeming dan tetap berbaring malas dengan gigi putihnya.
”Guy, aku tak mau bercanda dalam pertarungan Pokemon. Itu berarti kamu tidak menghargaiku, kamu mempermainakanku!” kini aku marah. Aku memang paling benci bila ada seseorang yang tidak serius dalam pertarungan Pokemon.
”Tapi...”
“Aku takkan menyerang Pokemonmu sebelum Pokemonmu menyerang Pokemonku. Karena kulihat Pokemonmu tak berminat dalam pertarungan ini. Lebih baik kamu pergi tinggalkan kami atau aku akan menjatuhkan Pokemonmu sekarang juga!”
Guy terdiam. Dia tampak berpikir sebelum akhirnya berjalan mendekati Houndoom miliknya. Dia membungkuk dan membelai kepala Houndoom lembut.
”Dar, ada apa denganmu?” tanyanya pada Houndoom miliknya. Sepertinya Dar adalah nama yang diberikan Guy pada Houndoom tersebut. Beberapa orang memang menamai Pokemon mereka. Mungkin nanti aku akan menyusul. ”Apa kamu sedang tak ingin bertarung? Kenapa? Bukankah kamu sangat bersemangat saat kita berangkat tadi?” Houndoom tak menjawab namun kini menjilati wajah Guy pelan. Guy terdiam dan kemudian tersenyum. “Tak apa-apa Dar...tak apa-apa...kalaupun kamu tak mau membantuku kali ini, aku tahu kamu pasti punya alasan.”
“Tampaknya kamu sangat akrab dengannya,” aku ikut bicara. ”Kulihat Houndoom itu sangat menyayangimu, tapi kenapa dia tak mau menuruti perintahmu?”
“Itulah...aku jadi heran,” jawab Guy. “Lho? Kok kita jadi ngobrol akrab gini sih?”
Aku tersenyum. “Mau bagaimana lagi? Kamu lihat sendiri kan, Pokemonmu tak mau menurutimu bertarung. Itu berarti pertarungan tak bisa dilanjutkan. Kamu tak bisa memaksanya.”
“Ya, Houndoom milikku ini memiliki insting tajam bila berhadapan dengan orang jahat. Dia bahkan tak segan-segan untuk menyerang siapapun yang dianggap jahat,” tutur Guy. ”Bukankah kalian ini... mungkin kamu saja... adalah orang jahat? Tapi kenapa Houndoom tak mau menyerangmu? Harusnya kamu sudah kutangkap sekarang... aku benar-benar tak mengerti....”
”Guy, jahat dan baik itu relatif... aku sendiri tak pernah merasa menjadi seorang penjahat walaupun aku tergabung dengan Tim Magma. Memang Tim Magma dikenal sebagai tim penjahat yang berniat membangunkan Groudon dengan menggunakan cara-cara yang melawan hukum. Tapi aku tak pernah bertindak lebih dari itu. Ini adalah obsesi, dan terkadang demi tujuan mulia, kita bisa saja mengabaikan segalanya. Tujuan kami adalah memperluas dataran Hoenn agar bisa tercipta kedamaian, bukankah itu tujuan mulia?” celotehku panjang. ”Aku tak tahu apakah yang aku lakukan bersama Tim Magma adalah kejahatan. Tapi bagiku kejahatan itu relatif.... dan bagiku yang aku lakukan sekarang bukanlah sebuah kejahatan...”
”Tapi kalian merugikan orang lain, apa itu bukan kejahatan?”
”Ya, mungkin...” jawabku. Bayangan serangan atas Sammon tiba-tiba muncul di kepalaku. Bagaimanapun seranganku waktu itu merugikannya. ”Tapi sejauh ini kupikir masih bisa diterima akal sehat.... entahlah, mungkin suatu hari nanti aku akan berubah pikiran dan keluar dari Tim Magma, entahlah.... kusadari kalau saat ini aku tengah dalam perjalanan mencari jati diriku yang sebenarnya....”
Aku terdiam usai mengatakannya. Entah mengapa aku kini sadar bahwa saat ini memang belum menemukan jati diriku, tujuan yang sebenarnya. Selama ini yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya bisa memperluas dataran Hoenn dengan bantuan Groudon. Tapi setelah itu apa? Bagaimana bila ternyata aku tak pernah bisa bertemu dengan Groudon? Bagaimana bila memperluas dataran Hoenn hanyalah sebatas impian yang tak bisa direalisasikan? Aku benar-benar tak tahu. Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah kenapa aku baru memikirkannya sekarang?
“Aku tidak takut, Sandslash milikku akan mengalahkannya cepat,” tantangku menyembunyikan rasa takut.
”Oh, ya? Kalau begitu terimalah ini! Houndoom, Bite!” Perintah Guy. Tapi Houndoom tak bergerak. Pokemon itu tetap pada posisinya. “Houndoom, kamu kenapa? Cepat serang Pokemon itu!”
“Aha...tampaknya Pokemonmu itu tidak menurut padamu. Kasihan sekali,” ejekku.
“Diam kamu, dia ini Pokemon andalanku, tahu tidak!” bentak Guy. “Houndoom, ayo cepat serang dia! Buktikan kalau kamu memang andalan Mystery Guy!”
Meskipun begitu, Houndoom tetap diam tak bergerak. Aku heran dengan Houndoom tersebut. Kenapa dia tak menyerang Sandslash? Kenapa dia tidak menuruti perintah pelatihnya?
”Houndoom, kamu ini kenapa?” tanya Guy mulai panik. ”Apa kamu sakit?”
Houndoom tak menjawab, dia hanya terdiam sembari memamerkan gigi-gigi tajamnya yang putih berkilat. Aku iri dengan Pokemon itu, tampaknya dia rajin menyikat giginya hingga bisa seputih itu.
”Kalau begitu biar aku saja yang mulai, Sandslash gunakan Slash!” aku bosan menunggu musuhku tak jua menyerang sehingga kuputuskan untuk mengambil inisiatif serangan.
Sandslash berlari menyongsong Houndoom dan menyabetkan cakarnya yang tajam. Houndoom terjatuh terkena serangan itu. Dia mengerang kesakitan.
”Bagus! Rupanya Pokemonkulah yang lebih penurut,” seruku menyombongkan diri.
”Ke...kenapa?” Guy tampak kebingungan. ”Houndoom, cepat bangun dan balas serangannya dengan Bite.”
Houndoom memang kesakitan, tapi tampaknya Pokemon itu tak berniat menyerang balik. Pokemon itu justru sekarang berbaring bermalas-malasan, tapi masih saja memamerkan gigi-gigi tajamnya yang putih bersih. Huh, aku jadi semakin iri pada Pokemon itu.
”Terimalah kekalahanmu dan pergilah cepat, aku bahkan sudah menang tanpa bertarung.”
”Tidak bisa begitu, aku harus menyelesaikan pertarungan ini!” Guy bersikeras. ”Houndoom balas dengan semburan api sekarang!” Lagi-lagi Houndoom tak bergeming dan tetap berbaring malas dengan gigi putihnya.
”Guy, aku tak mau bercanda dalam pertarungan Pokemon. Itu berarti kamu tidak menghargaiku, kamu mempermainakanku!” kini aku marah. Aku memang paling benci bila ada seseorang yang tidak serius dalam pertarungan Pokemon.
”Tapi...”
“Aku takkan menyerang Pokemonmu sebelum Pokemonmu menyerang Pokemonku. Karena kulihat Pokemonmu tak berminat dalam pertarungan ini. Lebih baik kamu pergi tinggalkan kami atau aku akan menjatuhkan Pokemonmu sekarang juga!”
Guy terdiam. Dia tampak berpikir sebelum akhirnya berjalan mendekati Houndoom miliknya. Dia membungkuk dan membelai kepala Houndoom lembut.
”Dar, ada apa denganmu?” tanyanya pada Houndoom miliknya. Sepertinya Dar adalah nama yang diberikan Guy pada Houndoom tersebut. Beberapa orang memang menamai Pokemon mereka. Mungkin nanti aku akan menyusul. ”Apa kamu sedang tak ingin bertarung? Kenapa? Bukankah kamu sangat bersemangat saat kita berangkat tadi?” Houndoom tak menjawab namun kini menjilati wajah Guy pelan. Guy terdiam dan kemudian tersenyum. “Tak apa-apa Dar...tak apa-apa...kalaupun kamu tak mau membantuku kali ini, aku tahu kamu pasti punya alasan.”
“Tampaknya kamu sangat akrab dengannya,” aku ikut bicara. ”Kulihat Houndoom itu sangat menyayangimu, tapi kenapa dia tak mau menuruti perintahmu?”
“Itulah...aku jadi heran,” jawab Guy. “Lho? Kok kita jadi ngobrol akrab gini sih?”
Aku tersenyum. “Mau bagaimana lagi? Kamu lihat sendiri kan, Pokemonmu tak mau menurutimu bertarung. Itu berarti pertarungan tak bisa dilanjutkan. Kamu tak bisa memaksanya.”
“Ya, Houndoom milikku ini memiliki insting tajam bila berhadapan dengan orang jahat. Dia bahkan tak segan-segan untuk menyerang siapapun yang dianggap jahat,” tutur Guy. ”Bukankah kalian ini... mungkin kamu saja... adalah orang jahat? Tapi kenapa Houndoom tak mau menyerangmu? Harusnya kamu sudah kutangkap sekarang... aku benar-benar tak mengerti....”
”Guy, jahat dan baik itu relatif... aku sendiri tak pernah merasa menjadi seorang penjahat walaupun aku tergabung dengan Tim Magma. Memang Tim Magma dikenal sebagai tim penjahat yang berniat membangunkan Groudon dengan menggunakan cara-cara yang melawan hukum. Tapi aku tak pernah bertindak lebih dari itu. Ini adalah obsesi, dan terkadang demi tujuan mulia, kita bisa saja mengabaikan segalanya. Tujuan kami adalah memperluas dataran Hoenn agar bisa tercipta kedamaian, bukankah itu tujuan mulia?” celotehku panjang. ”Aku tak tahu apakah yang aku lakukan bersama Tim Magma adalah kejahatan. Tapi bagiku kejahatan itu relatif.... dan bagiku yang aku lakukan sekarang bukanlah sebuah kejahatan...”
”Tapi kalian merugikan orang lain, apa itu bukan kejahatan?”
”Ya, mungkin...” jawabku. Bayangan serangan atas Sammon tiba-tiba muncul di kepalaku. Bagaimanapun seranganku waktu itu merugikannya. ”Tapi sejauh ini kupikir masih bisa diterima akal sehat.... entahlah, mungkin suatu hari nanti aku akan berubah pikiran dan keluar dari Tim Magma, entahlah.... kusadari kalau saat ini aku tengah dalam perjalanan mencari jati diriku yang sebenarnya....”
Aku terdiam usai mengatakannya. Entah mengapa aku kini sadar bahwa saat ini memang belum menemukan jati diriku, tujuan yang sebenarnya. Selama ini yang aku pikirkan adalah bagaimana caranya bisa memperluas dataran Hoenn dengan bantuan Groudon. Tapi setelah itu apa? Bagaimana bila ternyata aku tak pernah bisa bertemu dengan Groudon? Bagaimana bila memperluas dataran Hoenn hanyalah sebatas impian yang tak bisa direalisasikan? Aku benar-benar tak tahu. Tapi bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah kenapa aku baru memikirkannya sekarang?
Scene 50: Pencari Kelompok YNM
Aku dan Guy terdiam lama. Guy kemudian melangkah mendekatiku dan menjatuhkan sesuatu di depanku. Itu adalah obat anti status lumpuh merek Paryz Heal-ton!
”Ke...kenapa? Kenapa kau memberikanku benda ini?” tanyaku tak mengerti.
”Aku takkan menangkapmu, paling tidak untuk hari ini,” jawab Guy. ”Perilaku Houndoom menunjukkan kalau kamu bukan orang jahat, jadi aku tak punya alasan untuk menangkapmu.”
”Kamu percaya begitu saja dengan Pokemonmu? Kamu ini aneh.”
”Houndoom telah bersamaku semenjak aku memulai perjalanan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Selama itu aku telah mempercayainya dan dia juga telah mempercayaiku. Bisa dibilang kami ini sudah bersahabat. Walaupun aku merasa masih ada sesuatu yang dirahasiakan olehnya,” jelas Guy.
Aku terkesima mendengar penuturan Guy. Dia bisa begitu percaya pada Pokemonnya, benar-benar seorang pelatih Pokemon yang hebat.
”Kuharap kamu tak menyesal dengan keputusanmu itu,” sahutku. Aku mengambil obat anti status lumpuh atau Paryz Heal di depanku dan menyemprotkannya ke tubuhku. Kini aku bisa bergerak dengan leluasa lagi. Aku pun bangkit berdiri.
”Tapi.... siapa namamu?”
”Lunar, panggil saja seperti itu,” jawabku.
”Ya, Lynar,” sambung Guy. ”Aku butuh informasi darimu, kalau kamu tak keberatan mengatakannya.”
Mendengar itu aku terdiam. Aku terlalu cepat menilai orang. Bisa saja Guy hanya berpura-pura dan setelah mendapatkan informasi dariku, dia akan menangkapku. Aku harus tetap berhati-hati.
”Ya, apa yang ingin kau tanyakan?” tanyaku kemudian.
”Lunar, seperti yang sudah aku katakan tadi, aku mencurigai kalau Tim Magma adalah bagian dari kelompok YNM, sebuah kelompok yang telah membakar kota Floaroma saat aku masih kecil dulu. Aku menduga huruf M dalam kelompok YNM memiliki arti Magma, yaitu Tim Magma. Yang ingin kutanyakan adalah, apakah Tim Magma termasuk dalam kelompok YNM?”
Hmm, rupanya pertanyaan itu. Aku terdiam sejenak, berpikir, lantas menjawab.
”Guy, selama aku bergabung dengan Tim Magma, yang kukenal hanyalah Tim Magma dan misinya membangkitkan Groudon. Serta visi menciptakan perdamaian di Region Hoenn. Aku tak pernah mendengar nama kelompok yang kamu ceritakan itu sama sekali. Memangnya kelompok apa sebenarnya itu?”
”Aku sendiri juga kurang begitu tahu mengenai kelompok ini. Yang aku tahu, keberadaan kelompok ini selalu menimbulkan masalah dan kerusakan lingkungan,” jawab Guy. ”Saat aku kecil, kelompok ini datang ke kotaku, kota Floaroma dan membakar kota. Sejak itulah aku bertekad untuk menangkap mereka.”
”Kota Floaroma?” aku makin penasaran. ”Aku belum pernah mendengar kota itu sebelumnya, apakah kota itu ada di Hoenn?”
”Tidak, kota itu ada di Region Sinnoh. Kota Floaroma adalah kota yang penuh dengan kebun bunga indah. Karena itulah takkan kubiarkan siapapun merusak keindahan itu.”
”Maaf Guy, tapi setahuku kami tak pernah keluar dari provinsi Hoenn. Tim Magma percaya Groudon ada tertidur di suatu tempat di Hoenn, dan mungkin itu di gunung ini. Lagipula keberadaan Groudon adalah legenda Hoenn. Apakah legenda Groudon juga ada di Sinnoh?” ujarku mencoba menganalisis pernyataan Guy.
”Tidak, kami tak memiliki legenda itu. Kami bahkan tak mengenal Groudon,” jawab Guy tegas. ”Legenda yang kami percaya adalah keberadaan Pokemon ilusi penunggu danau serta Pokemon yang menguasai ruang dan waktu.”
Pokemon yang menguasai ruang dan waktu? Menarik sekali, batinku..
”Kalau begitu mungkin kamu salah. Tim Magma sama sekali tak berhubungan dengan kelompok yang kau sebutkan tadi,” simpulku.
”Ya, mungkin kamu benar. Dari data yang aku teliti, Tim Magma hanya tertarik pada aktivitas vulkanis dan geologis, jauh dari apa yang dilakukan kelompok YNM yang cenderung merusak lingkungan. Tapi bukan berarti Tim Magma tak merusak lingkungan. Lagipula kami tak pernah melihat keberadaan Tim Magma di Sinnoh,” ungkap Guy. ”Baiklah, sepertinya penyelidikanku selama ini salah. Dan memang benar tak ada hubungan antara Tim Magma dengan kelompok YNM. Padahal aku telah mempertaruhkan jabatanku sebagai ranger demi penyelidikan ini.”
”Maksudmu?”
”Ya, demi penyelidikan ini aku mangkir dari tugasku dan kini aku sedang menjalani detensi. Kamu tahu, wilayah tugasku di kota Floaroma, Sinnoh, bukan disini. Keberadaanku disini hanyalah untuk menangkap salah satu dari kalian begitu aku mendengar akan ada penangkapan besar ini.”
Begitu ya? Pantas saja.....
”Ke...kenapa? Kenapa kau memberikanku benda ini?” tanyaku tak mengerti.
”Aku takkan menangkapmu, paling tidak untuk hari ini,” jawab Guy. ”Perilaku Houndoom menunjukkan kalau kamu bukan orang jahat, jadi aku tak punya alasan untuk menangkapmu.”
”Kamu percaya begitu saja dengan Pokemonmu? Kamu ini aneh.”
”Houndoom telah bersamaku semenjak aku memulai perjalanan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan. Selama itu aku telah mempercayainya dan dia juga telah mempercayaiku. Bisa dibilang kami ini sudah bersahabat. Walaupun aku merasa masih ada sesuatu yang dirahasiakan olehnya,” jelas Guy.
Aku terkesima mendengar penuturan Guy. Dia bisa begitu percaya pada Pokemonnya, benar-benar seorang pelatih Pokemon yang hebat.
”Kuharap kamu tak menyesal dengan keputusanmu itu,” sahutku. Aku mengambil obat anti status lumpuh atau Paryz Heal di depanku dan menyemprotkannya ke tubuhku. Kini aku bisa bergerak dengan leluasa lagi. Aku pun bangkit berdiri.
”Tapi.... siapa namamu?”
”Lunar, panggil saja seperti itu,” jawabku.
”Ya, Lynar,” sambung Guy. ”Aku butuh informasi darimu, kalau kamu tak keberatan mengatakannya.”
Mendengar itu aku terdiam. Aku terlalu cepat menilai orang. Bisa saja Guy hanya berpura-pura dan setelah mendapatkan informasi dariku, dia akan menangkapku. Aku harus tetap berhati-hati.
”Ya, apa yang ingin kau tanyakan?” tanyaku kemudian.
”Lunar, seperti yang sudah aku katakan tadi, aku mencurigai kalau Tim Magma adalah bagian dari kelompok YNM, sebuah kelompok yang telah membakar kota Floaroma saat aku masih kecil dulu. Aku menduga huruf M dalam kelompok YNM memiliki arti Magma, yaitu Tim Magma. Yang ingin kutanyakan adalah, apakah Tim Magma termasuk dalam kelompok YNM?”
Hmm, rupanya pertanyaan itu. Aku terdiam sejenak, berpikir, lantas menjawab.
”Guy, selama aku bergabung dengan Tim Magma, yang kukenal hanyalah Tim Magma dan misinya membangkitkan Groudon. Serta visi menciptakan perdamaian di Region Hoenn. Aku tak pernah mendengar nama kelompok yang kamu ceritakan itu sama sekali. Memangnya kelompok apa sebenarnya itu?”
”Aku sendiri juga kurang begitu tahu mengenai kelompok ini. Yang aku tahu, keberadaan kelompok ini selalu menimbulkan masalah dan kerusakan lingkungan,” jawab Guy. ”Saat aku kecil, kelompok ini datang ke kotaku, kota Floaroma dan membakar kota. Sejak itulah aku bertekad untuk menangkap mereka.”
”Kota Floaroma?” aku makin penasaran. ”Aku belum pernah mendengar kota itu sebelumnya, apakah kota itu ada di Hoenn?”
”Tidak, kota itu ada di Region Sinnoh. Kota Floaroma adalah kota yang penuh dengan kebun bunga indah. Karena itulah takkan kubiarkan siapapun merusak keindahan itu.”
”Maaf Guy, tapi setahuku kami tak pernah keluar dari provinsi Hoenn. Tim Magma percaya Groudon ada tertidur di suatu tempat di Hoenn, dan mungkin itu di gunung ini. Lagipula keberadaan Groudon adalah legenda Hoenn. Apakah legenda Groudon juga ada di Sinnoh?” ujarku mencoba menganalisis pernyataan Guy.
”Tidak, kami tak memiliki legenda itu. Kami bahkan tak mengenal Groudon,” jawab Guy tegas. ”Legenda yang kami percaya adalah keberadaan Pokemon ilusi penunggu danau serta Pokemon yang menguasai ruang dan waktu.”
Pokemon yang menguasai ruang dan waktu? Menarik sekali, batinku..
”Kalau begitu mungkin kamu salah. Tim Magma sama sekali tak berhubungan dengan kelompok yang kau sebutkan tadi,” simpulku.
”Ya, mungkin kamu benar. Dari data yang aku teliti, Tim Magma hanya tertarik pada aktivitas vulkanis dan geologis, jauh dari apa yang dilakukan kelompok YNM yang cenderung merusak lingkungan. Tapi bukan berarti Tim Magma tak merusak lingkungan. Lagipula kami tak pernah melihat keberadaan Tim Magma di Sinnoh,” ungkap Guy. ”Baiklah, sepertinya penyelidikanku selama ini salah. Dan memang benar tak ada hubungan antara Tim Magma dengan kelompok YNM. Padahal aku telah mempertaruhkan jabatanku sebagai ranger demi penyelidikan ini.”
”Maksudmu?”
”Ya, demi penyelidikan ini aku mangkir dari tugasku dan kini aku sedang menjalani detensi. Kamu tahu, wilayah tugasku di kota Floaroma, Sinnoh, bukan disini. Keberadaanku disini hanyalah untuk menangkap salah satu dari kalian begitu aku mendengar akan ada penangkapan besar ini.”
Begitu ya? Pantas saja.....
Scene 51: Selamat Tinggal Gunung Chimney
”Lunar, maaf telah merepotkanmu. Sekarang kamu bisa bergabung dengan kedua temanmu tadi. Aku akan segera pergi dari sini,” ujar Guy kemudian.
”Apa kamu bercanda? Kamu tidak mau menangkapku?” tanyaku heran. Guy menggeleng. ”Apa kamu tak mau membantu rekan-rekanmu di ranger untuk menangkap kami?” tanyaku lagi. Lagi-lagi Guy menggeleng.
”Lunar, seperti yang aku katakan tadi, aku sedang menjalani detensi. Saat ini aku tidak sedang menjalankan tugasku sebagai ranger. Lagipula ini bukan wilayah tugasku. Jadi walaupun ranger sedang berusaha menangkap kalian, aku akan pura-pura tidak tahu,” jawab Guy pelan.
”Kalau begitu aku patut berterima kasih padamu, Guy. Mungkin kita bisa berteman...”
Guy tersenyum. ”Ya, mungkin. Aku juga harus berterima kasih padamu. Aku senang bisa bertemu denganmu, paling tidak yang kutemui adalah seseorang yang bisa diajak bicara baik-baik.” Guy berbalik, melihat ke jam tangannya kemudian menoleh ke arahku. ”Lunar, aku harus pergi. Senang bisa berkenalan denganmu. Semoga kamu berhasil menciptakan perdamaian sebagaimana yang kamu cita-citakan. Semoga cara yang kau gunakan adalah cara yang benar dan tidak merugikan orang lain.”
”Ya, kamu juga. Semoga kamu berhasil menangkap kelompok perusak lingkungan itu. Dan semoga kamu tak terkena detensi lagi,” balasku.
Guy tersenyum. Dia lalu melihat ke arah Houndoom. ”Dar, ayo kita pergi. Kamu tidak mau menyakiti lelaki itu bukan?” Houndoom mengangguk. Pokemon memiliki ekor menyerupai anak panah itu kemudian berlari ke dalam hutan. ”Hei, tunggu aku!” teriak Guy. Dia pun berlari mengejar Houndoom. Namun sebelum dia hilang di antara semak-semak hutan, dia menoleh padaku dan tersenyum. Aku pun tersenyum membalasnya.
Ada-ada saja, batinku. Sekarang masalah sudah terselesaikan dan saatnya aku kembali pada regu G. Aku pun segera masuk ke gunung Chimney.
-----------------------
Suasana aula Arena Magma begitu riuh. Semua grunt telah berkumpul di tengah lapangan dan sepertinya akan segera pergi keluar gunung. Maxie tampak berdiri di depan mereka semua sementara Tabitha dan Courtney di belakangnya. Aku pun langsung berbaur dengan kerumunan grunt dan mencari-cari Clown dan Flame. Tak butuh waktu lama untuk bisa menemukan mereka berdua.
”Lunar, kamu baik-baik saja?” tanya Flame melihat kedatanganku.
”Aku baik, ranger itu sudah kubereskan,” jawabku.
”Baguslah,” sahut Clown.
”Apa yang terjadi disini Flame?” tanyaku cepat.
”Paman Maxie mengumpulkan semua anggota Tim Magma disini untuk mempersiapkan kepergian dari gunung ini,” jawab Flame. ”Lebih baik kamu diam dan dengarkan apa yang dikatakan Paman.”
Aku menuruti ucapan Flame, diam dan mulai menyimak ucapan Maxie.
------------------------
”Saudara-saudaraku semua. Kita akan segera pergi meninggalkan markas tercinta ini. Tapi jangan khawatir, kita akan kembali lagi ke markas ini untuk membangunkan Groudon apabila keadaan telah aman,” ucap Maxie memberikan instruksi. ”Kita terpaksa meninggalkan markas yang telah kita bangun susah payah ini karena keadaan bahaya dan hanya itulah satu-satunya cara untuk bisa tetap memenuhi misi kita.” Maxie terlihat sangat tenang. Dia benar-benar penuh kharisma. ”Untuk itu, kita akan menggunakan enam buah helikopter untuk pergi dari sini. Helikopter-helikopter tersebut sudah siap sekarang. Aku ingin kalian semua mengikutiku ke hanggar dengan tenang. Dengan ini evakuasi dimulai!”
Segera setelah mengatakan hal itu Maxie berbalik membelakangi kerumuman diikuti oleh Tabitha dan Courtney. Ketiganya lantas mulai berjalan. Kerumunan grunt pun mulai mengikuti Maxie berjalan menuju hanggar yang ada di dekat kawah gunung Chimney.
---------------------------------------
Kami tiba di hanggar yang dimaksud dan kulihat ada enam helikopter pengangkut berukuran besar yang telah bersiap untuk terbang. Ukuran helikopter itu cukup besar sehingga mampu menampung sepuluh sampai lima belas orang tiap helikopter. Helikopter pengangkut ini seperti helikopter yang biasa dipakai tentara untuk membawa pasukan tempur. Bagian dalamnya cukup luas yang memungkinkan kami untuk bisa berdiri di dalamnya. Masing-masing helikopter itu telah diisi oleh pilot, menandakan keberangkatan telah dipersiapkan.
Setelah Maxie memasuki helikopter utama. kami semua pun memasuki masing-masing helikopter satu-persatu. Butuh waktu agak lama bagi kami untuk mempersiapkan evakuasi ini dikarenakan banyak data-data penelitian an bukti-bukti yang harus dibawa serta.
Perlahan tapi pasti, enam helikopter terbang melayang ke angkasa. Tim Magma pun akhirnya pergi dari gunung Chimney....
”Apa kamu bercanda? Kamu tidak mau menangkapku?” tanyaku heran. Guy menggeleng. ”Apa kamu tak mau membantu rekan-rekanmu di ranger untuk menangkap kami?” tanyaku lagi. Lagi-lagi Guy menggeleng.
”Lunar, seperti yang aku katakan tadi, aku sedang menjalani detensi. Saat ini aku tidak sedang menjalankan tugasku sebagai ranger. Lagipula ini bukan wilayah tugasku. Jadi walaupun ranger sedang berusaha menangkap kalian, aku akan pura-pura tidak tahu,” jawab Guy pelan.
”Kalau begitu aku patut berterima kasih padamu, Guy. Mungkin kita bisa berteman...”
Guy tersenyum. ”Ya, mungkin. Aku juga harus berterima kasih padamu. Aku senang bisa bertemu denganmu, paling tidak yang kutemui adalah seseorang yang bisa diajak bicara baik-baik.” Guy berbalik, melihat ke jam tangannya kemudian menoleh ke arahku. ”Lunar, aku harus pergi. Senang bisa berkenalan denganmu. Semoga kamu berhasil menciptakan perdamaian sebagaimana yang kamu cita-citakan. Semoga cara yang kau gunakan adalah cara yang benar dan tidak merugikan orang lain.”
”Ya, kamu juga. Semoga kamu berhasil menangkap kelompok perusak lingkungan itu. Dan semoga kamu tak terkena detensi lagi,” balasku.
Guy tersenyum. Dia lalu melihat ke arah Houndoom. ”Dar, ayo kita pergi. Kamu tidak mau menyakiti lelaki itu bukan?” Houndoom mengangguk. Pokemon memiliki ekor menyerupai anak panah itu kemudian berlari ke dalam hutan. ”Hei, tunggu aku!” teriak Guy. Dia pun berlari mengejar Houndoom. Namun sebelum dia hilang di antara semak-semak hutan, dia menoleh padaku dan tersenyum. Aku pun tersenyum membalasnya.
Ada-ada saja, batinku. Sekarang masalah sudah terselesaikan dan saatnya aku kembali pada regu G. Aku pun segera masuk ke gunung Chimney.
-----------------------
Suasana aula Arena Magma begitu riuh. Semua grunt telah berkumpul di tengah lapangan dan sepertinya akan segera pergi keluar gunung. Maxie tampak berdiri di depan mereka semua sementara Tabitha dan Courtney di belakangnya. Aku pun langsung berbaur dengan kerumunan grunt dan mencari-cari Clown dan Flame. Tak butuh waktu lama untuk bisa menemukan mereka berdua.
”Lunar, kamu baik-baik saja?” tanya Flame melihat kedatanganku.
”Aku baik, ranger itu sudah kubereskan,” jawabku.
”Baguslah,” sahut Clown.
”Apa yang terjadi disini Flame?” tanyaku cepat.
”Paman Maxie mengumpulkan semua anggota Tim Magma disini untuk mempersiapkan kepergian dari gunung ini,” jawab Flame. ”Lebih baik kamu diam dan dengarkan apa yang dikatakan Paman.”
Aku menuruti ucapan Flame, diam dan mulai menyimak ucapan Maxie.
------------------------
”Saudara-saudaraku semua. Kita akan segera pergi meninggalkan markas tercinta ini. Tapi jangan khawatir, kita akan kembali lagi ke markas ini untuk membangunkan Groudon apabila keadaan telah aman,” ucap Maxie memberikan instruksi. ”Kita terpaksa meninggalkan markas yang telah kita bangun susah payah ini karena keadaan bahaya dan hanya itulah satu-satunya cara untuk bisa tetap memenuhi misi kita.” Maxie terlihat sangat tenang. Dia benar-benar penuh kharisma. ”Untuk itu, kita akan menggunakan enam buah helikopter untuk pergi dari sini. Helikopter-helikopter tersebut sudah siap sekarang. Aku ingin kalian semua mengikutiku ke hanggar dengan tenang. Dengan ini evakuasi dimulai!”
Segera setelah mengatakan hal itu Maxie berbalik membelakangi kerumuman diikuti oleh Tabitha dan Courtney. Ketiganya lantas mulai berjalan. Kerumunan grunt pun mulai mengikuti Maxie berjalan menuju hanggar yang ada di dekat kawah gunung Chimney.
---------------------------------------
Kami tiba di hanggar yang dimaksud dan kulihat ada enam helikopter pengangkut berukuran besar yang telah bersiap untuk terbang. Ukuran helikopter itu cukup besar sehingga mampu menampung sepuluh sampai lima belas orang tiap helikopter. Helikopter pengangkut ini seperti helikopter yang biasa dipakai tentara untuk membawa pasukan tempur. Bagian dalamnya cukup luas yang memungkinkan kami untuk bisa berdiri di dalamnya. Masing-masing helikopter itu telah diisi oleh pilot, menandakan keberangkatan telah dipersiapkan.
Setelah Maxie memasuki helikopter utama. kami semua pun memasuki masing-masing helikopter satu-persatu. Butuh waktu agak lama bagi kami untuk mempersiapkan evakuasi ini dikarenakan banyak data-data penelitian an bukti-bukti yang harus dibawa serta.
Perlahan tapi pasti, enam helikopter terbang melayang ke angkasa. Tim Magma pun akhirnya pergi dari gunung Chimney....
Scene 52: Gunung Chimney Tinggal Kenangan
Helikopter pengangkut terus terbang melayang meninggalkan gunung Chimney. Dari dalam helikopter, kami semua memandang ke bawah, melihat gunung Chimney yang selama ini telah menjadi markas kami.
”Akhirnya kita harus meninggalkan gunung ini,” gumam Flame menatap jauh gunung Chimney dengan sedih. ”Banyak kenangan yang telah tercipta di gunung ini...”
”Ya, kau benar Flame,” sahutku. ”Disanalah aku pertama kali bertemu dengan kalian. Disanalah aku bertarung di Arena Magma untuk bisa bergabung dengan kalian.”
”Sudahlah, kalian tak perlu sedih,” Clown ikut bicara. ”Maxie bilang kita akan kembali lagi ke gunung ini jika keadaan telah aman, jadi jangan khawatir. Lagipula siapa yang mau berlama-lama tinggal di dalam gunung yang pengap dan sangat panas itu lagi?”
Aku dan Flame terdiam. Memang benar kata Clown, gunung Chimney memang sangat panas dan tidak baik bagi kesehatan kami semua bila terus-menerus berada disana. Tetapi...
”Kau tahu Clown,” Flame menoleh. ”Aku bahkan tak pernah merasakan pengap dan panas selama berada disana, padahal seharusnya aku telah merasakannya.”
”Oh ya?”
Flame menggangguk. ”Ya, karena persahabatan di antara kita semua telah mendinginkan panasnya Gunung Chimney. Semua kebersamaan kita selama ini, kenangan-kenangan itu, adalah angin semilir yang menyejukkan tubuhku. Itu saja cukup untuk memadamkan lahar gunung Chimney, aku pikir.”
Aku dan Clown tersenyum mendengarnya. Flame ikut tersenyum seraya memandang wajah kami berdua. Dia lalu merangkul pundak kami berdua. ”Aku harap kebersamaan ini takkan pernah berakhir,” ujarnya.
”Ya, aku dan Clown berharap seperti itu juga,” sahutku. Clown hanya tersenyum mendengarnya.
”Maaf mengganggu,” tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakang kami. Kami bertiga menoleh. Rupanya Brodie. Apa yang akan dia lakukan?
”Ya?”
”Flame, aku kesini mau meminta maaf atas kelakuan kasarku waktu itu,” kata Brodie mengutarakan keinginannya. ”Aku tahu tak seharusnya aku bersikap jahat pada Lunar. Dan aku tahu bahwa hubungan kita berdua hanyalah sebatas rekan, tak pernah lebih.” Brodie terdiam. Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah Flame. ”Maukah kamu memaafkanku, Flame?”
Flame terdiam. Dia lalu tersenyum kecil dan tiba-tiba memeluk Brodie. Brodie terkejut. Aku pun ikut terkejut sementara Clown menyikut pinggangku.
”Aku senang kau telah menyadari kekeliruanmu Brodie,” ujar Flame. Dia lalu melepaskan pelukannya. ”Tentu saja aku memaafkanmu. Dalam keadaan seperti ini tak ada gunanya kita berselisih. Hal itu hanya akan menghambat tujuan awal kita semua. Bagaimanapun kita semua adalah rekan dan bersama-sama kita akan memperluas dataran Hoenn.”
”Terima kasih Flame, kamu memang baik hati.”
”Eh...eh.... jangan lupa untuk meminta maaf pada Lunar karena kau telah berbuat kasar padanya,” sergah Flame cepat.
”Ya, tentu saja.” Brodie kemudian menoleh ke arahku dan mengulurkan tangannya. Aku lalu menjabat tangan Brodie. Brodie mempererat jabatan tangan itu dan tampaknya dia mencengkeram tangaku hingga aku kesakitan. Tapi aku tahan rasa sakit itu agar tak merusak suasana ini. ”Lunar, maafkan aku. Mulai sekarang kita akan berteman dan bersaing secara sehat.”
”I...iya....” jawabku menahan sakit akibat cengkeraman tangan itu.
”Bersaing? Apa maksudmu?” tanya Flame tak mengerti. Brodie diam tak menjawab. Dia tersenyum, melepaskan jabatan tangannya, dan berbalik menjauhi kami. ”Aku benar-benar heran dengan sikapnya,” celoteh Flame sepeninggal Brodie. ”Dia itu misterius.”
”Ah, sudahlah... jangan kamu pikirkan lelaki menyedihkan itu,” sahut Clown. ”Sekarang yang harus kita pikirkan adalah kemarahan Tabitha karena kita telah gagal dalam misi menghentikan Nanta.”
”Kita tidak gagal, tapi ini di luar dugaan,” jawab Flame. ”Kita sudah berhasil meringkus Nanta, tapi kita tak menduga kalau anak buah Nanta akan berbuat seperti itu.”
”Ya, Flame benar,” belaku. ”Kita telah berhasil membungkam Nanta, tetapi kita tak menduga kalau sebelumnya Nanta telah memerintahkan anak buahnya untuk membocorkan rahasia kita bila dia dalam bahaya.”
Clown terdiam. Dia memandang jauh ke luar jendela helikopter. ”Semoga Nanta mengatakan hal yang benar tentang hal ini...”
------------------------
Sementara itu di hotel Cove Lily.
“Nanta, terima kasih banyak atas bantuanmu,” ujar seseorang dalam videophone. “Kami memang gagal menangkap Tim Magma, tapi paling tidak kami berhasil mencegah aksi mereka dan mempersempit ruang gerak mereka.”
“Tak perlu berterima kasih padaku, Tuan Ranger,” jawab Nanta. ”Justru aku yang harus berterima kasih kepada kalian, karena atas bantuan kalian kami bisa meneruskan rencana kami atas Gunung Chimney.”
“Nanta, semoga rencanamu bermanfaat bagi banyak orang. Terima kasih dan sampai jumpa.”
”Sampai jumpa lagi, senang berbisnis dengan kalian.”
Klik. Nanta kemudian mematikan videophone-nya. Dia lalu melangkah pelan ke jendela hotel sembari memandang hamparan lautan luas di seberang sana.
”Volta...” bisiknya pelan. ”Kamu pikir aku akan membiarkanmu menang begitu saja? Kamu salah bila berpikir seperti itu. Bagaimanapun, akulah yang akan selalu menang dalam pertarungan keluarga ini.... benar begitu bukan, Pachi?”
”Pachi!” jawab seekor Pokemon menyerupai tupai yang tiba-tiba muncul dan melompat ke pundak Nanta..
Nanta membelai Pokemon berwarna putih biru tersebut dengan lembut. Dia kemudian berkata, ”Maafkan aku Volta, tapi aku memang sengaja melanggar perjanjian kita....”
”Akhirnya kita harus meninggalkan gunung ini,” gumam Flame menatap jauh gunung Chimney dengan sedih. ”Banyak kenangan yang telah tercipta di gunung ini...”
”Ya, kau benar Flame,” sahutku. ”Disanalah aku pertama kali bertemu dengan kalian. Disanalah aku bertarung di Arena Magma untuk bisa bergabung dengan kalian.”
”Sudahlah, kalian tak perlu sedih,” Clown ikut bicara. ”Maxie bilang kita akan kembali lagi ke gunung ini jika keadaan telah aman, jadi jangan khawatir. Lagipula siapa yang mau berlama-lama tinggal di dalam gunung yang pengap dan sangat panas itu lagi?”
Aku dan Flame terdiam. Memang benar kata Clown, gunung Chimney memang sangat panas dan tidak baik bagi kesehatan kami semua bila terus-menerus berada disana. Tetapi...
”Kau tahu Clown,” Flame menoleh. ”Aku bahkan tak pernah merasakan pengap dan panas selama berada disana, padahal seharusnya aku telah merasakannya.”
”Oh ya?”
Flame menggangguk. ”Ya, karena persahabatan di antara kita semua telah mendinginkan panasnya Gunung Chimney. Semua kebersamaan kita selama ini, kenangan-kenangan itu, adalah angin semilir yang menyejukkan tubuhku. Itu saja cukup untuk memadamkan lahar gunung Chimney, aku pikir.”
Aku dan Clown tersenyum mendengarnya. Flame ikut tersenyum seraya memandang wajah kami berdua. Dia lalu merangkul pundak kami berdua. ”Aku harap kebersamaan ini takkan pernah berakhir,” ujarnya.
”Ya, aku dan Clown berharap seperti itu juga,” sahutku. Clown hanya tersenyum mendengarnya.
”Maaf mengganggu,” tiba-tiba terdengar suara seseorang di belakang kami. Kami bertiga menoleh. Rupanya Brodie. Apa yang akan dia lakukan?
”Ya?”
”Flame, aku kesini mau meminta maaf atas kelakuan kasarku waktu itu,” kata Brodie mengutarakan keinginannya. ”Aku tahu tak seharusnya aku bersikap jahat pada Lunar. Dan aku tahu bahwa hubungan kita berdua hanyalah sebatas rekan, tak pernah lebih.” Brodie terdiam. Dia lalu mengulurkan tangannya ke arah Flame. ”Maukah kamu memaafkanku, Flame?”
Flame terdiam. Dia lalu tersenyum kecil dan tiba-tiba memeluk Brodie. Brodie terkejut. Aku pun ikut terkejut sementara Clown menyikut pinggangku.
”Aku senang kau telah menyadari kekeliruanmu Brodie,” ujar Flame. Dia lalu melepaskan pelukannya. ”Tentu saja aku memaafkanmu. Dalam keadaan seperti ini tak ada gunanya kita berselisih. Hal itu hanya akan menghambat tujuan awal kita semua. Bagaimanapun kita semua adalah rekan dan bersama-sama kita akan memperluas dataran Hoenn.”
”Terima kasih Flame, kamu memang baik hati.”
”Eh...eh.... jangan lupa untuk meminta maaf pada Lunar karena kau telah berbuat kasar padanya,” sergah Flame cepat.
”Ya, tentu saja.” Brodie kemudian menoleh ke arahku dan mengulurkan tangannya. Aku lalu menjabat tangan Brodie. Brodie mempererat jabatan tangan itu dan tampaknya dia mencengkeram tangaku hingga aku kesakitan. Tapi aku tahan rasa sakit itu agar tak merusak suasana ini. ”Lunar, maafkan aku. Mulai sekarang kita akan berteman dan bersaing secara sehat.”
”I...iya....” jawabku menahan sakit akibat cengkeraman tangan itu.
”Bersaing? Apa maksudmu?” tanya Flame tak mengerti. Brodie diam tak menjawab. Dia tersenyum, melepaskan jabatan tangannya, dan berbalik menjauhi kami. ”Aku benar-benar heran dengan sikapnya,” celoteh Flame sepeninggal Brodie. ”Dia itu misterius.”
”Ah, sudahlah... jangan kamu pikirkan lelaki menyedihkan itu,” sahut Clown. ”Sekarang yang harus kita pikirkan adalah kemarahan Tabitha karena kita telah gagal dalam misi menghentikan Nanta.”
”Kita tidak gagal, tapi ini di luar dugaan,” jawab Flame. ”Kita sudah berhasil meringkus Nanta, tapi kita tak menduga kalau anak buah Nanta akan berbuat seperti itu.”
”Ya, Flame benar,” belaku. ”Kita telah berhasil membungkam Nanta, tetapi kita tak menduga kalau sebelumnya Nanta telah memerintahkan anak buahnya untuk membocorkan rahasia kita bila dia dalam bahaya.”
Clown terdiam. Dia memandang jauh ke luar jendela helikopter. ”Semoga Nanta mengatakan hal yang benar tentang hal ini...”
------------------------
Sementara itu di hotel Cove Lily.
“Nanta, terima kasih banyak atas bantuanmu,” ujar seseorang dalam videophone. “Kami memang gagal menangkap Tim Magma, tapi paling tidak kami berhasil mencegah aksi mereka dan mempersempit ruang gerak mereka.”
“Tak perlu berterima kasih padaku, Tuan Ranger,” jawab Nanta. ”Justru aku yang harus berterima kasih kepada kalian, karena atas bantuan kalian kami bisa meneruskan rencana kami atas Gunung Chimney.”
“Nanta, semoga rencanamu bermanfaat bagi banyak orang. Terima kasih dan sampai jumpa.”
”Sampai jumpa lagi, senang berbisnis dengan kalian.”
Klik. Nanta kemudian mematikan videophone-nya. Dia lalu melangkah pelan ke jendela hotel sembari memandang hamparan lautan luas di seberang sana.
”Volta...” bisiknya pelan. ”Kamu pikir aku akan membiarkanmu menang begitu saja? Kamu salah bila berpikir seperti itu. Bagaimanapun, akulah yang akan selalu menang dalam pertarungan keluarga ini.... benar begitu bukan, Pachi?”
”Pachi!” jawab seekor Pokemon menyerupai tupai yang tiba-tiba muncul dan melompat ke pundak Nanta..
Nanta membelai Pokemon berwarna putih biru tersebut dengan lembut. Dia kemudian berkata, ”Maafkan aku Volta, tapi aku memang sengaja melanggar perjanjian kita....”