Seorang grunt tengah menulis di sebuah meja. Tampaknya menulis sebuah puisi. Setelah puisi itu selesai, dia lalu menuliskan tanggal dan namanya pada bagian bawah. Nama yang ditulisnya yaitu... Volta Lebasque.
Scene 40: Teka-Teki Perasaan
Aku tersudut di dinding gunung sementara tiga orang grunt mengepungku. Mereka seperti ingin membunuhku.
”Apa mau kalian?” tanyaku kemudian.
”Sebenarnya aku yang menyuruh mereka, Lunar...” salah seorang grunt maju ke depanku, membuka tudungnya dan kemudian....membuka wajahnya?
Bukan... bukan membuka wajahnya... itu Brodie! Dia menyamar menjadi seorang grunt.
”Brodie? Apa maumu?” tanyaku terkejut.
”Mauku? Aku mau menghajarmu!” jawab Brodie kasar. ”Sudah dari dulu aku kesal padamu, maka sekarang aku akan melampiaskannya biar aku puas!”
”Hei, sebenarnya apa salahku padamu?” tanyakuku benar-benar tak mengerti dengan yang dibicarakan Brodie. ”Kenapa kau bisa kesal denganku?”
”Pura-pura nanya lagi?” sahut Brodie sambil tertawa, diikuti dua grunt yang dari tadi bersamanya. ”Baiklah, sepertinya aku perlu mengingatkannya kembali,” lanjutnya. ”Pertama, kamu membuatku terancam bahaya karena membuntutiku waktu itu. Kedua, kamu masuk ke dalam Tim Magma padahal kalah saat melawanku. Dan sekarang, kamu mau merebut Flame dariku. Bagaimana aku tidak kesal?”
”Merebut Flame katamu?” tanyaku heran. ”Siapa yang merebut Flame? Dan... apa hubungannya denganmu?”
Brodie mendekatiku, memegang daguku kasar. Mau tak mau kepalaku pun mendongak ke atas karenanya. ”Flame itu milikku, jadi takkan kubiarkan siapapun mendekati apalagi merebutnya. Kamu paham itu?”
”Hei, apa kau menyukai Flame.... aku...aku tak tahu itu.... tapi....tapi aku dan Flame satu tim di Elite Grunt, mana mungkin kami tak berdekatan,” kataku berusaha membela diri. Aku baru tahu kalau Brodie menyukai Flame. Apa benar Brodie adalah kekasih Flame? Tapi kenapa Flame tidak pernah cerita kalau dia sudah punya kekasih?
”Kamu pikir aku tidak tahu apa? Kulihat kamu dan Flame begitu akrab... itu apa coba? Kau juga menyukai Flame bukan?” todong Brodie. ”Sebenarnya hubunganmu dengan Flame itu sebatas rekan tim atau lebih sih?”
”Ju...jur...” aku tergagap, apalagi saat ini Brodie memojokkanku seperti ingin menghajarku. ”Aku dan Flame cuma teman saja, tidak lebih...”
”Bohong!” bentak Brodie. ”Takkan kumaafkan orang yang merebut Flame dariku. Sekarang kamu akan merasakan nikmatnya bogem mentahku!”
Aku ketakutan, Brodie akan memukulku. Dia telah mengepalkan tangannya dan mengambil posisi untuk memukulku. Tangannya telah melayang menuju wajahku saat tiba-tiba....
”Hentikan sikap konyolmu ini Brodie!” terdengar suara keras Flame di belakang Brodie. Pukulan Brodie pun terhenti di udara. ”Apa yang mau kau lakukan dengan Lunar?”
Melihat keberadaan Flame, Brodie terlihat bingung. Kedua grunt yang tadi bersamanya mengepungku sekarang sudah tak tampak. Sepertinya mereka berdua pergi saat menyadari kedatangan Flame.
”Flame? Sejak kapan kamu....”
Plak! Perkataan Brodie terputus saat Flame mendadak menampar pipinya.
”Kau keterlaluan Brodie, kau keterlaluan!” Flame marah besar. Matanya memancarkan sinar kebencian. ”Kau tahu apa yang kau lakukan?”
”Flame, aku hanya....”
”Brodie, aku tegaskan.... aku hanya menganggapmu sebagai kakak, tidak lebih. Aku menganggapmu sebagai kakak sebagaimana aku lakukan pada Tabitha. Tapi kenapa kau selalu meminta lebih dari itu?”
”Flame, aku...”
”Sudahlah, aku tak ada waktu untuk basa-basimu,” lagi-lagi Flame memotong perkataan Brodie. ”Aku kesini bukan untuk mendengarkan penjelasanmu. Aku kesini untuk mencari Lunar. Kudengar dia ada disini.” Flame melihat ke arahku dan memegang tangan kananku. ”Lunar, kemana saja kau? Kita ada tugas yang harus dikerjakan. Ayo cepat ikut aku!”
Flame menarikku meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi dia menoleh ke arah Brodie dan memandangnya sinis. ”Bayangkan kalau Maxie tahu anggota elitnya babak belur dan tidak bisa menjalankan tugas karena ulahmu.” Brodie hanya bisa menatap lemah mendengarnya.
---------------------------------------
Flame terus menarikku sampai di ruangan Tabitha. Kulihat di dalam ruangan telah menunggu Tabitha dan Clown.
”Lunar, kamu kemana saja sih?” tanya Clown saat melihatku.
”Lunar, maaf mengganggu urusanmu. Tapi kita ada sesuatu yang harus dikerjakan,” sambut Tabitha.
”Ah, iya. Maaf aku terlambat,” sahutku berbasa-basi. Aku masih belum bisa berpikir jernih setelah perselisihan dengan Brodie tadi.
”Dia tidak akan terlambat kalau Brodie bisa menjaga sikapnya,” kata Flame kemudian.
”Brodie? Ada apa dengan dia?” tanya Tabitha.
”Sudahlah, tak usah dibahas. Bukankah kita ada tugas yang harus dikerjakan?”
”Apa mau kalian?” tanyaku kemudian.
”Sebenarnya aku yang menyuruh mereka, Lunar...” salah seorang grunt maju ke depanku, membuka tudungnya dan kemudian....membuka wajahnya?
Bukan... bukan membuka wajahnya... itu Brodie! Dia menyamar menjadi seorang grunt.
”Brodie? Apa maumu?” tanyaku terkejut.
”Mauku? Aku mau menghajarmu!” jawab Brodie kasar. ”Sudah dari dulu aku kesal padamu, maka sekarang aku akan melampiaskannya biar aku puas!”
”Hei, sebenarnya apa salahku padamu?” tanyakuku benar-benar tak mengerti dengan yang dibicarakan Brodie. ”Kenapa kau bisa kesal denganku?”
”Pura-pura nanya lagi?” sahut Brodie sambil tertawa, diikuti dua grunt yang dari tadi bersamanya. ”Baiklah, sepertinya aku perlu mengingatkannya kembali,” lanjutnya. ”Pertama, kamu membuatku terancam bahaya karena membuntutiku waktu itu. Kedua, kamu masuk ke dalam Tim Magma padahal kalah saat melawanku. Dan sekarang, kamu mau merebut Flame dariku. Bagaimana aku tidak kesal?”
”Merebut Flame katamu?” tanyaku heran. ”Siapa yang merebut Flame? Dan... apa hubungannya denganmu?”
Brodie mendekatiku, memegang daguku kasar. Mau tak mau kepalaku pun mendongak ke atas karenanya. ”Flame itu milikku, jadi takkan kubiarkan siapapun mendekati apalagi merebutnya. Kamu paham itu?”
”Hei, apa kau menyukai Flame.... aku...aku tak tahu itu.... tapi....tapi aku dan Flame satu tim di Elite Grunt, mana mungkin kami tak berdekatan,” kataku berusaha membela diri. Aku baru tahu kalau Brodie menyukai Flame. Apa benar Brodie adalah kekasih Flame? Tapi kenapa Flame tidak pernah cerita kalau dia sudah punya kekasih?
”Kamu pikir aku tidak tahu apa? Kulihat kamu dan Flame begitu akrab... itu apa coba? Kau juga menyukai Flame bukan?” todong Brodie. ”Sebenarnya hubunganmu dengan Flame itu sebatas rekan tim atau lebih sih?”
”Ju...jur...” aku tergagap, apalagi saat ini Brodie memojokkanku seperti ingin menghajarku. ”Aku dan Flame cuma teman saja, tidak lebih...”
”Bohong!” bentak Brodie. ”Takkan kumaafkan orang yang merebut Flame dariku. Sekarang kamu akan merasakan nikmatnya bogem mentahku!”
Aku ketakutan, Brodie akan memukulku. Dia telah mengepalkan tangannya dan mengambil posisi untuk memukulku. Tangannya telah melayang menuju wajahku saat tiba-tiba....
”Hentikan sikap konyolmu ini Brodie!” terdengar suara keras Flame di belakang Brodie. Pukulan Brodie pun terhenti di udara. ”Apa yang mau kau lakukan dengan Lunar?”
Melihat keberadaan Flame, Brodie terlihat bingung. Kedua grunt yang tadi bersamanya mengepungku sekarang sudah tak tampak. Sepertinya mereka berdua pergi saat menyadari kedatangan Flame.
”Flame? Sejak kapan kamu....”
Plak! Perkataan Brodie terputus saat Flame mendadak menampar pipinya.
”Kau keterlaluan Brodie, kau keterlaluan!” Flame marah besar. Matanya memancarkan sinar kebencian. ”Kau tahu apa yang kau lakukan?”
”Flame, aku hanya....”
”Brodie, aku tegaskan.... aku hanya menganggapmu sebagai kakak, tidak lebih. Aku menganggapmu sebagai kakak sebagaimana aku lakukan pada Tabitha. Tapi kenapa kau selalu meminta lebih dari itu?”
”Flame, aku...”
”Sudahlah, aku tak ada waktu untuk basa-basimu,” lagi-lagi Flame memotong perkataan Brodie. ”Aku kesini bukan untuk mendengarkan penjelasanmu. Aku kesini untuk mencari Lunar. Kudengar dia ada disini.” Flame melihat ke arahku dan memegang tangan kananku. ”Lunar, kemana saja kau? Kita ada tugas yang harus dikerjakan. Ayo cepat ikut aku!”
Flame menarikku meninggalkan tempat itu. Sebelum pergi dia menoleh ke arah Brodie dan memandangnya sinis. ”Bayangkan kalau Maxie tahu anggota elitnya babak belur dan tidak bisa menjalankan tugas karena ulahmu.” Brodie hanya bisa menatap lemah mendengarnya.
---------------------------------------
Flame terus menarikku sampai di ruangan Tabitha. Kulihat di dalam ruangan telah menunggu Tabitha dan Clown.
”Lunar, kamu kemana saja sih?” tanya Clown saat melihatku.
”Lunar, maaf mengganggu urusanmu. Tapi kita ada sesuatu yang harus dikerjakan,” sambut Tabitha.
”Ah, iya. Maaf aku terlambat,” sahutku berbasa-basi. Aku masih belum bisa berpikir jernih setelah perselisihan dengan Brodie tadi.
”Dia tidak akan terlambat kalau Brodie bisa menjaga sikapnya,” kata Flame kemudian.
”Brodie? Ada apa dengan dia?” tanya Tabitha.
”Sudahlah, tak usah dibahas. Bukankah kita ada tugas yang harus dikerjakan?”
Scene 41: Sikap Aneh Clown
Tabitha berdiri membelakangi papan tulis. Sementara aku, Flame, dan Clown telah siap mendengarkan apa yang akan dia katakan.
”Ini misi kalian selanjutnya,” kata Tabitha membuka forum. ”Misi ini cukup penting, karena menyangkut keberadaan kita di gunung Chimney. Maxie sendiri mendadak mengatakan hal ini.”
Tabitha menyalakan proyektor slide dan muncullah gambar sekelompok orang berpakaian serba hitam dengan topi ala mafia di papan tulis. Seorang lelaki pendek tampak berdiri paling depan. Aku menduga lelaki itu adalah pemimpin mereka.
”Apa?” Clown tampak terkejut saat melihat gambar tersebut.
”Ada apa Clown? Apa kau mengenal mereka?” tanya Tabitha heran dengan keterkejutan Clown.
”Tidak, aku hanya terkejut melihat mereka berpakaian seperti mafia,” jawab Clown gugup. Entah mengapa aku melihat ada yang disembunyikan olehnya.
”Oke, kalau begitu langsung saja aku jelaskan. Mereka adalah kelompok mafia yang berasal dari region Johto. Mereka sering disebut dengan nama Paci, kelompok mafia yang memiliki pengaruh kuat di Johto. Diduga mereka masih memiliki hubungan dengan Sararoium, pemimpin keluarga Lebasque yang terkenal itu,” jelas Tabitha panjang lebar.
”Keluarga Allejandro adalah salah satu dari tujuh keluarga yang berperan penting di masa lalu,” celetuk Flame.
”Benar sekali Flame,” sahut Tabitha. ”Tapi saat ini kita tidak akan membahas hal itu. Yang akan kita bahas adalah rencana kedatangan kelompok Paci ke Hoenn, tepatnya di kota Lilycove. Mereka akan datang melakukan pertemuan rahasia di hotel Cove Lily minggu ini. Kabarnya mereka akan bertemu dengan mata-mata ranger.”
”Mafia bertemu dengan ranger?” tanyaku heran.
”Sebenarnya Lunar, kelompok Paci ini dikenal dekat dengan ranger dan ranger tertipu dengan penampilan mereka yang berlindung dibalik keluarga Lebasque. Ranger tidak tahu kalau mereka adalah mafia. Ranger hanya tahu kalau mereka adalah pebisnis yang melintasi berbagai provinsi.”
”Lalu apa hubungannya dengan kita?”
”Kelompok Paci akan membuka bisnisnya di Hoenn. Mereka seperti parasit dan hendak membuka sebuah usaha di gunung Chimney yang menjadi markas kita. Entah apa yang akan mereka lakukan, apakah akan membangun resort, pemandian air panas, atau apapun itu. Tentu saja keberadaan mereka membahayakan markas kita ini. Gawatnya, mereka telah mengetahui keberadaan markas ini dan akan mengatakannya pada ranger pada pertemuan di kota Lilycove nanti. Kemungkinan mereka akan meminta bantuan pada ranger untuk menyingkirkan kita dari gunung ini.”
”Dan tugas kami adalah mencegah pertemuan itu berlangsung, begitu?” tebak Clown.
”Kamu memang selalu cerdas Clown. Perkiraanmu benar,” jawab Tabitha. ”Kalian harus bisa mencegah kelompok Paci bertemu dengan ranger. Karena kalau mereka bertemu, maka kita harus meninggalkan markas yang telah kita bangun dengan susah payah ini. Kalian mengerti?” Kami bertiga mengangguk menjawab pertanyaan Tabitha. Tabitha tersenyum simpul dan meneruskan, ”Lelaki pendek ini bernama Nanta, Nanta Paciolo. Dia adalah pemimpin dari kelompok Paci. Kalau kalian berhasil melumpuhkannya, maka akan mudah bagi kalian untuk menggagalkan pertemuan itu.”
”Baik, akan kami laksanakan!” jawabku mantap.
”Tentu bukan perkara sulit bagi Elite Grunt, Regu Ground,” sambung Flame.
Clown terdiam. Dia tak bereaksi apapun, membuat kami berdua heran.
”Clown, kau tidak apa-apa?” tanyaku kemudian.
”Ah, iya. Kita bertiga pasti bisa menuntaskan misi ini dengan baik,” ujar Clown tiba-tiba. Benar-benar misterius, pikirku. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh Clown.
”Baiklah, tampaknya kalian sudah tahu garis besar misi ini. Kalian akan aku berikan rincian jelasnya nanti dan besok kalian akan berangkat. Kuharap kalian bisa mengulang keberhasilan sebelumnya,” kata Tabitha menutup forum. Dia lalu membagikan sebuah kertas kepada kami bertiga dan setelah itu kami bertiga keluar dari ruangan tersebut.
-------------------------
”Misi ini sangat riskan ya?” komentarku setelah keluar dari ruangan Tabitha.
”Iya, itu benar. Tapi kita akan berusaha untuk menyelesaikannya,” sahut Flame. ”Iya kan Clown?” yang disapa tak menyahut. Clown hanya diam saja sambil menatap kertas yang dibagikan oleh Tabitha. ”Clown?”
”Ah, iya. Tentu saja,” sahut Clown terkejut. ”Tentu kita bisa.”
”Heran, sebenarnya apa yang terjadi denganmu hari ini Clown? Kulihat kau sangat aneh hari ini,” Flame tampak heran. ”Apa kau salah makan?”
”Ah, tidak. Hanya agak kurang enak badan,” jawab Clown. ”Sudahlah, aku mau makan dulu. Lapar nih...” Clown kemudian berlari pergi meninggalkan kami berdua.
”Clown benar-benar aneh hari ini, kamu menyadarinya bukan?” tanya Flame.
Aku mengangguk. ”Ya, dia aneh semenjak Tabitha menjukkan gambar kelompok Paci.”
”Lunar, maafkan sikap Brodie tadi ya?” Flame tiba-tiba mengalihkan pembicaraan, menyinggung kejadian sebelum ini. ”Aku tak menyangka dia bisa bertindak seperti.”
”Ah, sudahlah. Aku sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu disini,” jawabku merendah. ”Tapi apa benar dia itu kekasihmu?” tanyaku penasaran.
”Bukan. Dia bukan kekasihku. Dia memang pernah menyatakan perasaannya kepadaku, tapi aku hanya menganggapnya sebagai kakak, tidak lebih. Tak kusangka dia masih mengharapkan menjadi kekasihku. Aku benar-benar malu kepadamu.”
”Sudahlah Flame, tak ada yang perlu kau sesali. Lebih baik sekarang kita pikirkan rencana untuk misi baru kita ini,” hiburku.
”Kamu benar. Ayo kita susul Clown di kantin, rupanya aku juga sudah lapar....”
Aku tersenyum. Aku senang mengetahui kalau Flame belum memiliki kekasih. Tapi, kenapa aku justru senang ya?
”Ini misi kalian selanjutnya,” kata Tabitha membuka forum. ”Misi ini cukup penting, karena menyangkut keberadaan kita di gunung Chimney. Maxie sendiri mendadak mengatakan hal ini.”
Tabitha menyalakan proyektor slide dan muncullah gambar sekelompok orang berpakaian serba hitam dengan topi ala mafia di papan tulis. Seorang lelaki pendek tampak berdiri paling depan. Aku menduga lelaki itu adalah pemimpin mereka.
”Apa?” Clown tampak terkejut saat melihat gambar tersebut.
”Ada apa Clown? Apa kau mengenal mereka?” tanya Tabitha heran dengan keterkejutan Clown.
”Tidak, aku hanya terkejut melihat mereka berpakaian seperti mafia,” jawab Clown gugup. Entah mengapa aku melihat ada yang disembunyikan olehnya.
”Oke, kalau begitu langsung saja aku jelaskan. Mereka adalah kelompok mafia yang berasal dari region Johto. Mereka sering disebut dengan nama Paci, kelompok mafia yang memiliki pengaruh kuat di Johto. Diduga mereka masih memiliki hubungan dengan Sararoium, pemimpin keluarga Lebasque yang terkenal itu,” jelas Tabitha panjang lebar.
”Keluarga Allejandro adalah salah satu dari tujuh keluarga yang berperan penting di masa lalu,” celetuk Flame.
”Benar sekali Flame,” sahut Tabitha. ”Tapi saat ini kita tidak akan membahas hal itu. Yang akan kita bahas adalah rencana kedatangan kelompok Paci ke Hoenn, tepatnya di kota Lilycove. Mereka akan datang melakukan pertemuan rahasia di hotel Cove Lily minggu ini. Kabarnya mereka akan bertemu dengan mata-mata ranger.”
”Mafia bertemu dengan ranger?” tanyaku heran.
”Sebenarnya Lunar, kelompok Paci ini dikenal dekat dengan ranger dan ranger tertipu dengan penampilan mereka yang berlindung dibalik keluarga Lebasque. Ranger tidak tahu kalau mereka adalah mafia. Ranger hanya tahu kalau mereka adalah pebisnis yang melintasi berbagai provinsi.”
”Lalu apa hubungannya dengan kita?”
”Kelompok Paci akan membuka bisnisnya di Hoenn. Mereka seperti parasit dan hendak membuka sebuah usaha di gunung Chimney yang menjadi markas kita. Entah apa yang akan mereka lakukan, apakah akan membangun resort, pemandian air panas, atau apapun itu. Tentu saja keberadaan mereka membahayakan markas kita ini. Gawatnya, mereka telah mengetahui keberadaan markas ini dan akan mengatakannya pada ranger pada pertemuan di kota Lilycove nanti. Kemungkinan mereka akan meminta bantuan pada ranger untuk menyingkirkan kita dari gunung ini.”
”Dan tugas kami adalah mencegah pertemuan itu berlangsung, begitu?” tebak Clown.
”Kamu memang selalu cerdas Clown. Perkiraanmu benar,” jawab Tabitha. ”Kalian harus bisa mencegah kelompok Paci bertemu dengan ranger. Karena kalau mereka bertemu, maka kita harus meninggalkan markas yang telah kita bangun dengan susah payah ini. Kalian mengerti?” Kami bertiga mengangguk menjawab pertanyaan Tabitha. Tabitha tersenyum simpul dan meneruskan, ”Lelaki pendek ini bernama Nanta, Nanta Paciolo. Dia adalah pemimpin dari kelompok Paci. Kalau kalian berhasil melumpuhkannya, maka akan mudah bagi kalian untuk menggagalkan pertemuan itu.”
”Baik, akan kami laksanakan!” jawabku mantap.
”Tentu bukan perkara sulit bagi Elite Grunt, Regu Ground,” sambung Flame.
Clown terdiam. Dia tak bereaksi apapun, membuat kami berdua heran.
”Clown, kau tidak apa-apa?” tanyaku kemudian.
”Ah, iya. Kita bertiga pasti bisa menuntaskan misi ini dengan baik,” ujar Clown tiba-tiba. Benar-benar misterius, pikirku. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan oleh Clown.
”Baiklah, tampaknya kalian sudah tahu garis besar misi ini. Kalian akan aku berikan rincian jelasnya nanti dan besok kalian akan berangkat. Kuharap kalian bisa mengulang keberhasilan sebelumnya,” kata Tabitha menutup forum. Dia lalu membagikan sebuah kertas kepada kami bertiga dan setelah itu kami bertiga keluar dari ruangan tersebut.
-------------------------
”Misi ini sangat riskan ya?” komentarku setelah keluar dari ruangan Tabitha.
”Iya, itu benar. Tapi kita akan berusaha untuk menyelesaikannya,” sahut Flame. ”Iya kan Clown?” yang disapa tak menyahut. Clown hanya diam saja sambil menatap kertas yang dibagikan oleh Tabitha. ”Clown?”
”Ah, iya. Tentu saja,” sahut Clown terkejut. ”Tentu kita bisa.”
”Heran, sebenarnya apa yang terjadi denganmu hari ini Clown? Kulihat kau sangat aneh hari ini,” Flame tampak heran. ”Apa kau salah makan?”
”Ah, tidak. Hanya agak kurang enak badan,” jawab Clown. ”Sudahlah, aku mau makan dulu. Lapar nih...” Clown kemudian berlari pergi meninggalkan kami berdua.
”Clown benar-benar aneh hari ini, kamu menyadarinya bukan?” tanya Flame.
Aku mengangguk. ”Ya, dia aneh semenjak Tabitha menjukkan gambar kelompok Paci.”
”Lunar, maafkan sikap Brodie tadi ya?” Flame tiba-tiba mengalihkan pembicaraan, menyinggung kejadian sebelum ini. ”Aku tak menyangka dia bisa bertindak seperti.”
”Ah, sudahlah. Aku sudah terbiasa dengan perlakuan seperti itu disini,” jawabku merendah. ”Tapi apa benar dia itu kekasihmu?” tanyaku penasaran.
”Bukan. Dia bukan kekasihku. Dia memang pernah menyatakan perasaannya kepadaku, tapi aku hanya menganggapnya sebagai kakak, tidak lebih. Tak kusangka dia masih mengharapkan menjadi kekasihku. Aku benar-benar malu kepadamu.”
”Sudahlah Flame, tak ada yang perlu kau sesali. Lebih baik sekarang kita pikirkan rencana untuk misi baru kita ini,” hiburku.
”Kamu benar. Ayo kita susul Clown di kantin, rupanya aku juga sudah lapar....”
Aku tersenyum. Aku senang mengetahui kalau Flame belum memiliki kekasih. Tapi, kenapa aku justru senang ya?
Scene 42: Kedatangan Kelompok Paci
”Jadi ini motel Cove Lily?” tanyaku kagum melihat bangunan tinggi di depanku.
Aku, Flame, dan Clown, kami bertiga sekarang telah berada di kota Lilycove tepatnya di depan motel Cove Lily yang terkenal itu. Konon motel ini sering dikunjungi oleh pasangan yang tengah dimabuk cinta. Dan mitosnya, barang siapa pasangan yang menginap di motel ini, hubungan mereka akan langgeng. Tapi bagiku mitos itu hanya akal-akalan pihak pengelola motel agar motel ini laris dikunjungi pasangan baik muda-mudi, suami-istri, hingga kakek-nenek.
”Hei Lunar, jangan membuat kita malu dong,” tegur Flame melihat kekagumanku.
”Ah, maaf,” jawabku sambil menoleh pada Flame. Dia tampak cantik dengan baju kasual yang dikenakannya saat ini. Memang kami bertiga tidak memakai seragam Tim Magma seperti biasanya. Sebagai gantinya kami memakai pakaian kasual sehari-hari sebagai penyamaran.
”Sudahlah, biarkan saja si Lunar yang udik itu. Kita sekarang harus segera memesan tempat disini atau kita bisa kehabisan tempat,” gerutu Clown. Dia kemudian masuk ke dalam motel diikuti kami berdua.
-------------
Kami kemudian memesan dua buah kamar, satu kamar untukku dan Clown sementara kamar lainnya untuk Flame. Ya, inilah repotnya kalau ada wanita dalam regu. Pengeluaran yang mestinya untuk satu kamar pun membengak menjadi dua kamar. Maklum, wanita memiliki privasi mereka sendiri. Untungnya kedua kamar ini berdekatan sehingga kami mudah untuk berkoordinasi.
”Baiklah, begini rencananya,” ujar Clown membuka briefing. Aku dan Flame pun mendengarkan dengan sangat antusias. Rencana yang bagus.
Sesuai rencana, aku dan Clown mengamati kedatangan kelompok Paci dari jendela kamar kami. Kebetulan kamar kami menghadap langsung ke arah pelabuhan Lilycove. Dengan begitu kami bisa langsung mengetahui siapa saja yang baru berlabuh di pelabuhan. Tentu saja kami memakai teropong. Sementara itu, Flame...
BRAK! Pintu kamar kami terbuka dengan kasar. Kami berdua menoleh dan tampak Flame berdiri di depan pintu dengan pakaian cosplay yang mirip dengan Flareon.
”Cuma sekali ini saja, jangan minta aku memakai pakaian konyol ini lagi,” protes Flame. Tampaknya dia tidak suka dengan kostum Flareon tersebut. Tapi Flareon yang ikut bersamanya sepertinya suka.
”Ayolah Flame, ini demi tugas kita,” hibur Clown. Tapi aku tahu, itu tidak bisa menghibur. Aku baru saja berniat menimplai ketika sesuatu di pelabuhan menarik perhatianku.
”Hei, hei!” teriakku melihat sosok yang baru keluar dari pelabuhan. ”Mereka itu kelompok Paci bukan?”
Mendengar itu Clown dan Flame langsung mendekatiku, mengamati dari jendela. Mereka berdua Setelah beberapa detik memperhatikan, kami yakin orang-orang itu adalah kelompok Paci. Ada empat orang, semuanya berpakaian serba hitam. Di antara keempat orang tersebut tampak lelaki bertubuh pendek yang kami tahu adalah pemimpin mereka...sekaligus target rencana kami.
”Nanta Paciolo terlihat,” sentak Clown memecahkan keheningan di antara kami. ”Flame, ambil posisimu dan lakukan tugasmu. Kita butuh tahu di kamar mana mereka akan menginap dan lokasi pertemuan mereka.”
”Iya...iya....” jawab Flame tak bersemangat. Sepertinya dia benci dengan rencana ini. Dalam rencana ini, Flame menyamar sebagai wanita penjaja balon. Flame akan berusaha keras mengikuti kelompok Paci untuk memperoleh informasi. Dan tentunya, dia harus memakai kostum Flareon sebagai samaran.
”Kalau wanita, pasti akan lebih menarik perhatian. Itu takkan terjadi padamu atau padaku,” itulah alasan Clown. ”Lagipula Flame itukan cantik. Apa kamu juga berpikiran demikian Lunar?”
”Ah, iya,” jawabku datar. Flame memang cantik...ah, bukan...dia itu...manis.
Kami berdua terus mengamati kelompok Paci yang berjalan menuju motel Cove Lily sementara Flame telah bersiap di pintu masuk hotel. Untunglah pengelola motel mengizinkan Flame menjual balon bersama Flareon.
”Mereka berempat sudah masuk ke dalam motel, sekarang giliran Flame bekerja.”
”Kuharap dia mendapat banyak informasi seperti yang dibutuhkan oleh rencana ini,” harapku.
”Tentu saja, lagipula Flame itu kan cantik. Apa kau juga berpikiran demikian Lunar?”
”Clown, mau sampai kapan kau menanyakan hal itu? Kau sudah mengatakan hal itu sebanyak empat kali dan lima dengan yang barusan. Apa maksudmu mengatakannya? Apa kau menyukai Flame?” tanyaku jengah mendengar perkataan yang diulang-ulang itu.
”Menyukainya? Hahaha...” Clown tertawa mendengar pertanyaanku. Tentu saja membuatku heran. Clown kini menatapku tajam. ”Bukankah kamu yang meyukainya, Lunar? Jangan berbohong padaku...”
Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Kini Clown menatapku dengan nakal. Tampaknya dia ingin aku menjawab pertanyaannya itu. ”Benar demikian bukan Lunar?”
”Kau ini....bisakah kau tidak membicarakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tugas ini? Aku takut ini berpengaruh pada tugas kita ini,” jawabku berusaha menghindar dari pertanyaan itu.
”Oh, ya? Pengaruh pada tugas, atau pengaruh pada dirimu?” Clown menatapku dengan sorotan mata yang aneh.
”Aku...aku... hanya menganggapnya sebagai teman...” jawabku seadanya, berharap Clown melupakan pertanyaan bodohnya itu.
”Ayolah...semuanya terlihat jelas di matamu tuh....” goda Clown lagi.
”Clown hentikan!” bentakku. ”Kita ini sedang bertugas!”
Clown terdiam. Dia lalu berjalan mengambil air minum kemudian duduk di sofa. Dia menghabiskan airnya dalam dua kali teguk. ”Oke, kita berpikir tentang tugas. Pantas kamu tidak terlihat begitu santai. Tapi aku tahu bagaimana perasaanmu sebenarnya.”
Aku terdiam tak menjawab sambil berpura-pura mengamati suasana kota Lilycove menggunakan teropong. Ah, semudah itukah Clown membaca perasaanku pada Flame? Tapi benarkah perasaan ini tak lebih dari sekedar rekan? Adakah yang lain? Atau memang Clown benar?
Aku, Flame, dan Clown, kami bertiga sekarang telah berada di kota Lilycove tepatnya di depan motel Cove Lily yang terkenal itu. Konon motel ini sering dikunjungi oleh pasangan yang tengah dimabuk cinta. Dan mitosnya, barang siapa pasangan yang menginap di motel ini, hubungan mereka akan langgeng. Tapi bagiku mitos itu hanya akal-akalan pihak pengelola motel agar motel ini laris dikunjungi pasangan baik muda-mudi, suami-istri, hingga kakek-nenek.
”Hei Lunar, jangan membuat kita malu dong,” tegur Flame melihat kekagumanku.
”Ah, maaf,” jawabku sambil menoleh pada Flame. Dia tampak cantik dengan baju kasual yang dikenakannya saat ini. Memang kami bertiga tidak memakai seragam Tim Magma seperti biasanya. Sebagai gantinya kami memakai pakaian kasual sehari-hari sebagai penyamaran.
”Sudahlah, biarkan saja si Lunar yang udik itu. Kita sekarang harus segera memesan tempat disini atau kita bisa kehabisan tempat,” gerutu Clown. Dia kemudian masuk ke dalam motel diikuti kami berdua.
-------------
Kami kemudian memesan dua buah kamar, satu kamar untukku dan Clown sementara kamar lainnya untuk Flame. Ya, inilah repotnya kalau ada wanita dalam regu. Pengeluaran yang mestinya untuk satu kamar pun membengak menjadi dua kamar. Maklum, wanita memiliki privasi mereka sendiri. Untungnya kedua kamar ini berdekatan sehingga kami mudah untuk berkoordinasi.
”Baiklah, begini rencananya,” ujar Clown membuka briefing. Aku dan Flame pun mendengarkan dengan sangat antusias. Rencana yang bagus.
Sesuai rencana, aku dan Clown mengamati kedatangan kelompok Paci dari jendela kamar kami. Kebetulan kamar kami menghadap langsung ke arah pelabuhan Lilycove. Dengan begitu kami bisa langsung mengetahui siapa saja yang baru berlabuh di pelabuhan. Tentu saja kami memakai teropong. Sementara itu, Flame...
BRAK! Pintu kamar kami terbuka dengan kasar. Kami berdua menoleh dan tampak Flame berdiri di depan pintu dengan pakaian cosplay yang mirip dengan Flareon.
”Cuma sekali ini saja, jangan minta aku memakai pakaian konyol ini lagi,” protes Flame. Tampaknya dia tidak suka dengan kostum Flareon tersebut. Tapi Flareon yang ikut bersamanya sepertinya suka.
”Ayolah Flame, ini demi tugas kita,” hibur Clown. Tapi aku tahu, itu tidak bisa menghibur. Aku baru saja berniat menimplai ketika sesuatu di pelabuhan menarik perhatianku.
”Hei, hei!” teriakku melihat sosok yang baru keluar dari pelabuhan. ”Mereka itu kelompok Paci bukan?”
Mendengar itu Clown dan Flame langsung mendekatiku, mengamati dari jendela. Mereka berdua Setelah beberapa detik memperhatikan, kami yakin orang-orang itu adalah kelompok Paci. Ada empat orang, semuanya berpakaian serba hitam. Di antara keempat orang tersebut tampak lelaki bertubuh pendek yang kami tahu adalah pemimpin mereka...sekaligus target rencana kami.
”Nanta Paciolo terlihat,” sentak Clown memecahkan keheningan di antara kami. ”Flame, ambil posisimu dan lakukan tugasmu. Kita butuh tahu di kamar mana mereka akan menginap dan lokasi pertemuan mereka.”
”Iya...iya....” jawab Flame tak bersemangat. Sepertinya dia benci dengan rencana ini. Dalam rencana ini, Flame menyamar sebagai wanita penjaja balon. Flame akan berusaha keras mengikuti kelompok Paci untuk memperoleh informasi. Dan tentunya, dia harus memakai kostum Flareon sebagai samaran.
”Kalau wanita, pasti akan lebih menarik perhatian. Itu takkan terjadi padamu atau padaku,” itulah alasan Clown. ”Lagipula Flame itukan cantik. Apa kamu juga berpikiran demikian Lunar?”
”Ah, iya,” jawabku datar. Flame memang cantik...ah, bukan...dia itu...manis.
Kami berdua terus mengamati kelompok Paci yang berjalan menuju motel Cove Lily sementara Flame telah bersiap di pintu masuk hotel. Untunglah pengelola motel mengizinkan Flame menjual balon bersama Flareon.
”Mereka berempat sudah masuk ke dalam motel, sekarang giliran Flame bekerja.”
”Kuharap dia mendapat banyak informasi seperti yang dibutuhkan oleh rencana ini,” harapku.
”Tentu saja, lagipula Flame itu kan cantik. Apa kau juga berpikiran demikian Lunar?”
”Clown, mau sampai kapan kau menanyakan hal itu? Kau sudah mengatakan hal itu sebanyak empat kali dan lima dengan yang barusan. Apa maksudmu mengatakannya? Apa kau menyukai Flame?” tanyaku jengah mendengar perkataan yang diulang-ulang itu.
”Menyukainya? Hahaha...” Clown tertawa mendengar pertanyaanku. Tentu saja membuatku heran. Clown kini menatapku tajam. ”Bukankah kamu yang meyukainya, Lunar? Jangan berbohong padaku...”
Aku terkejut dengan pertanyaan itu. Kini Clown menatapku dengan nakal. Tampaknya dia ingin aku menjawab pertanyaannya itu. ”Benar demikian bukan Lunar?”
”Kau ini....bisakah kau tidak membicarakan hal-hal yang tidak berhubungan dengan tugas ini? Aku takut ini berpengaruh pada tugas kita ini,” jawabku berusaha menghindar dari pertanyaan itu.
”Oh, ya? Pengaruh pada tugas, atau pengaruh pada dirimu?” Clown menatapku dengan sorotan mata yang aneh.
”Aku...aku... hanya menganggapnya sebagai teman...” jawabku seadanya, berharap Clown melupakan pertanyaan bodohnya itu.
”Ayolah...semuanya terlihat jelas di matamu tuh....” goda Clown lagi.
”Clown hentikan!” bentakku. ”Kita ini sedang bertugas!”
Clown terdiam. Dia lalu berjalan mengambil air minum kemudian duduk di sofa. Dia menghabiskan airnya dalam dua kali teguk. ”Oke, kita berpikir tentang tugas. Pantas kamu tidak terlihat begitu santai. Tapi aku tahu bagaimana perasaanmu sebenarnya.”
Aku terdiam tak menjawab sambil berpura-pura mengamati suasana kota Lilycove menggunakan teropong. Ah, semudah itukah Clown membaca perasaanku pada Flame? Tapi benarkah perasaan ini tak lebih dari sekedar rekan? Adakah yang lain? Atau memang Clown benar?
Scene 43: Meringkus Bos Mafia
”Hei, aku berhasil!” tiba-tiba Flame masuk ke kamar kami. Wajahnya tampak senang.
”Tutup dulu pintunya sebelum berbicara,” sentak Clown merasa terganggu. ”Kamu bisa membahayakan kita semua.”
”Maaf, tapi aku benar-benar tak menyangka kalau rencana ini bisa berhasil, Clown,” sahut Flame. Dia lalu duduk bersama kami.
”Oke, apa yang kamu dapatkan?” tanya Clown kemudian.
”Aku telah mengikuti mereka dengan berusaha menjual balon-balon bodoh ini,” jawab Flame seraya menunjuk balon-balon berwarna-warni yang dibawanya. ”Mereka cukup dingin dan sempat membentakku. Katanya, ’buat apa balon-balon konyol ini?’. Walaupun dalam hati aku setuju dengan perkataan itu karena buat apa mafia membeli balon? Lalu mereka...”
”Langsung saja ke intinya,” potong Clown tak sabar.
”Ini juga mau ke intinya,” sahut Flame kesal karena perkataannya dipotong. ”Ya, saat aku terus berusaha membujuk mereka untuk membeli balon-balon ini, aku tak sengaja...walaupun sebenarnya sengaja untuk mendengarkan percakapan mereka, tentunya setelah mengetahui kamar mereka dari lobi hotel. Kelompok Paci menginap di dua kamar yang berbeda. Kamar nomor 13 dan 14. Pemimpin mereka, lelaki yang mata keranjang, Nanta Paciolo menginap di kamar nomor 13 bersama seseorang yang bernama Verda...”
”Turf?” sambungku memotong, menjadikannya terdengar menjadi nama kotaku.
”Lunar, bisa tidak kamu tak memotong ucapanku selagi aku bicara? Aku cukup kesal dengan pakaian Clown itu.... maksudku bukan Clown teman kita ini,” lagi-lagi Flame kesal karena perkataannya dipotong. ”Hei Clown, siapa namamu sebenarnya? Katakan pada kami biar tak rancu antara penggunaan kata Clown dengan nama konyolmu itu.” Flame melihat ke arah Clown, tampak kesal dengan nama rekannya itu.
”Hei, hei... kami butuh informasi, bukan saran bodohmu itu,” kini Clown yang tampak kesal.
”Baiklah, aku lanjutkan....” Flame tampaknya sudah menguasai emosinya. ”Aku menguping pembicaraan mereka dan mereka akan bertemu dengan seorang ranger nanti malam di lobi.”
”Kalau begitu kita harus segera bertindak cepat.” Clown bangkit dari duduknya. ”Lunar, persiapkan Pokemonmu, kita akan mulai meringkus Nanta Paciolo...dan memaksanya bungkam!”
”Ya, kita hajar lelaki mata keranjang itu!” sahut Flame penuh semangat. Matanya tampak berapi-api saat mengatakan hal itu.
”Memangnya apa yang dia lakukan padamu sampai kau terlihat begitu bernafsu membunuhnya?” tanyaku pada Flame.
”Lelaki itu mengamati tubuhku terus dari tadi. Ih, jijik sekali rasanya aku membayangkannya. Ingin rasanya kutonjok muka mesumnya itu! Untunglah Flareon sempat menggigit kakinya saat dia hendak memegangku!” jawab Flame marah. Aku terkikik mendengarnya. Flareon benar-benar Pokemon yang pintar kalau begitu.
-------------
Setelah menyiapkan semua perlengkapan, kami bertiga segera keluar kamar. Aku dan Clown bertugas menyerbu masuk ke kamar 13 untuk meringkus Nanta Paciolo. Sementara Flame berjaga di luar kamar. Kebetulan sore itu sedang sepi sehingga sedikit pengunjung atau pengelola hotel yang lalu lalang. Bila ada pengunjung atau pengelola hotel yang lewat, Flame akan mengalihkan perhatian mereka dengan menjajakan balon. Rencana yang brilian.
Kami sudah di posisi masing-masing, tinggal menunggu aba-aba Clown untuk menyerbu masuk. Tak menunggu lama saat Clown menganggukkan kepala dua kali tanda rencana dimulai.
Clown mendobrak pintu dengan keras sementara aku langsung masuk ke dalam kamar tatkala pintu kamar telah terbuka. Tampak dua orang berpakaian hitam yang berada di dalam kamar terkejut dengan kehadiran kami. Aku pun dengan sigap melemparkan pokeballku.
”Keluarlah Ninjask!” Ninjask pemberian Jiken melesat cepat dari dalam pokeball. Aku tak menyia-nyiakan waktu dan langsung memberi perintah. ”Ninjask, Flash!” Seketika ruangan menjadi silau oleh cahaya putih yang dikeluarkan oleh Ninjask. Ini seperti Flash Grenade, namun aku dan Clown tak terkena imbas silau karena kami memakai kacamata khusus anti silau.
Sinar Flash membuat kedua mafia itu tak bisa bergerak karena mereka dibutakan untuk sementara waktu. Clown pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan mengeluarkan Electabuzz.
”Electabuzz, Thunder Wave!” perintah Clown cepat. Gelombang petir pun melesat dari tubuh Electabuzz ke arah target kami, Nanta Paciolo dan seorang lagi yang menurut Flame bernama Verda. Nanta Paciolo tampak tak bisa bergerak akibat efek serangan itu. Clown kemudian mengikat tangan dan menutup mata target kami dengan cepat, kemudian mengeluarkan Abra dari Pokeball. Aku pun tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Dengan cepat aku memegang tubuh Clown yang telah memegang Nanta Paciolo dan Abra. ”Teleport!”
Seketika kami melesat pergi dari dalam kamar itu.
---------------
Teleport Abra membawa kami ke sebuah tempat yang telah kami rencanakan sebelumnya untuk mengurung Nanta Paciolo. Kami berada di luar ruangan dengan semak belukar yang lebat mengelilingi kami. Dengan begini, takkan ada yang tahu keberadaan kami.
”Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan dariku?” tanya Nanta panik karena dia tak bisa bergerak dan melihat apa-apa.
”Diam kamu! Kami takkan membiarkanmu membocorkan rahasia Tim Magma!” bentakku kasar. Clown menyuruhku untuk berbicara dengan Nanta Paciolo sementara dia dari sejak kedatangan kami di tempat ini sama sekali tak mengucap sepatah kata pun.
”Ho, jadi ini ada hubungannya dengan pertemuan kami dengan ranger?” tanya Nanta.
”Ya, tepat sekali.”
Tiba-tiba Nanta tersenyum misterius. Kami baru mengerti maksud senyuman itu tatkala tiba-tiba dari belakang tubuhnya keluar Pokemon berwarna merah membara seperti api dengan variasi kuning yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pokemon itu berukuran sama dengan Sandslash dan Electabuzz. Rupanya diam-diam Nanta mengeluarkan Pokeball dari sakunya tanpa kami sadari.
“Magmar, buka ikatanku!” Nanta memerintahkan Pokemon merah itu cepat. Magmar menggunakan cakarnya untuk membuka ikatan dan penutup mata Nanta. Kejadian itu begitu cepat sehingga kami tak sempat mencegahnya.
”Kurang ajar! Kau mau melawan ya?” bentakku terlambat menyadari Nanta telah lolos dari ikatan Clown.
”Aha, kalian kira bisa melumpuhkanku begitu saja?” ejek Nanta dengan senyum mengejek. Namun senyum itu hilang saat dia melihat wajah Clown. ”Kamu.... aku sangat mengenalmu...kamu Volta bukan? Volta Lebasque?” tanya Nanta pada Clown. Clown tak menjawab. Dia diam seribu bahasa. Entah apa maksud kebisuannya itu.
Tapi apa tadi yang disebutkan Nanta Paciolo? Dia memanggil Clown dengan sebutan Volta Lebasque? Apakah.....
”Tutup dulu pintunya sebelum berbicara,” sentak Clown merasa terganggu. ”Kamu bisa membahayakan kita semua.”
”Maaf, tapi aku benar-benar tak menyangka kalau rencana ini bisa berhasil, Clown,” sahut Flame. Dia lalu duduk bersama kami.
”Oke, apa yang kamu dapatkan?” tanya Clown kemudian.
”Aku telah mengikuti mereka dengan berusaha menjual balon-balon bodoh ini,” jawab Flame seraya menunjuk balon-balon berwarna-warni yang dibawanya. ”Mereka cukup dingin dan sempat membentakku. Katanya, ’buat apa balon-balon konyol ini?’. Walaupun dalam hati aku setuju dengan perkataan itu karena buat apa mafia membeli balon? Lalu mereka...”
”Langsung saja ke intinya,” potong Clown tak sabar.
”Ini juga mau ke intinya,” sahut Flame kesal karena perkataannya dipotong. ”Ya, saat aku terus berusaha membujuk mereka untuk membeli balon-balon ini, aku tak sengaja...walaupun sebenarnya sengaja untuk mendengarkan percakapan mereka, tentunya setelah mengetahui kamar mereka dari lobi hotel. Kelompok Paci menginap di dua kamar yang berbeda. Kamar nomor 13 dan 14. Pemimpin mereka, lelaki yang mata keranjang, Nanta Paciolo menginap di kamar nomor 13 bersama seseorang yang bernama Verda...”
”Turf?” sambungku memotong, menjadikannya terdengar menjadi nama kotaku.
”Lunar, bisa tidak kamu tak memotong ucapanku selagi aku bicara? Aku cukup kesal dengan pakaian Clown itu.... maksudku bukan Clown teman kita ini,” lagi-lagi Flame kesal karena perkataannya dipotong. ”Hei Clown, siapa namamu sebenarnya? Katakan pada kami biar tak rancu antara penggunaan kata Clown dengan nama konyolmu itu.” Flame melihat ke arah Clown, tampak kesal dengan nama rekannya itu.
”Hei, hei... kami butuh informasi, bukan saran bodohmu itu,” kini Clown yang tampak kesal.
”Baiklah, aku lanjutkan....” Flame tampaknya sudah menguasai emosinya. ”Aku menguping pembicaraan mereka dan mereka akan bertemu dengan seorang ranger nanti malam di lobi.”
”Kalau begitu kita harus segera bertindak cepat.” Clown bangkit dari duduknya. ”Lunar, persiapkan Pokemonmu, kita akan mulai meringkus Nanta Paciolo...dan memaksanya bungkam!”
”Ya, kita hajar lelaki mata keranjang itu!” sahut Flame penuh semangat. Matanya tampak berapi-api saat mengatakan hal itu.
”Memangnya apa yang dia lakukan padamu sampai kau terlihat begitu bernafsu membunuhnya?” tanyaku pada Flame.
”Lelaki itu mengamati tubuhku terus dari tadi. Ih, jijik sekali rasanya aku membayangkannya. Ingin rasanya kutonjok muka mesumnya itu! Untunglah Flareon sempat menggigit kakinya saat dia hendak memegangku!” jawab Flame marah. Aku terkikik mendengarnya. Flareon benar-benar Pokemon yang pintar kalau begitu.
-------------
Setelah menyiapkan semua perlengkapan, kami bertiga segera keluar kamar. Aku dan Clown bertugas menyerbu masuk ke kamar 13 untuk meringkus Nanta Paciolo. Sementara Flame berjaga di luar kamar. Kebetulan sore itu sedang sepi sehingga sedikit pengunjung atau pengelola hotel yang lalu lalang. Bila ada pengunjung atau pengelola hotel yang lewat, Flame akan mengalihkan perhatian mereka dengan menjajakan balon. Rencana yang brilian.
Kami sudah di posisi masing-masing, tinggal menunggu aba-aba Clown untuk menyerbu masuk. Tak menunggu lama saat Clown menganggukkan kepala dua kali tanda rencana dimulai.
Clown mendobrak pintu dengan keras sementara aku langsung masuk ke dalam kamar tatkala pintu kamar telah terbuka. Tampak dua orang berpakaian hitam yang berada di dalam kamar terkejut dengan kehadiran kami. Aku pun dengan sigap melemparkan pokeballku.
”Keluarlah Ninjask!” Ninjask pemberian Jiken melesat cepat dari dalam pokeball. Aku tak menyia-nyiakan waktu dan langsung memberi perintah. ”Ninjask, Flash!” Seketika ruangan menjadi silau oleh cahaya putih yang dikeluarkan oleh Ninjask. Ini seperti Flash Grenade, namun aku dan Clown tak terkena imbas silau karena kami memakai kacamata khusus anti silau.
Sinar Flash membuat kedua mafia itu tak bisa bergerak karena mereka dibutakan untuk sementara waktu. Clown pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu dengan mengeluarkan Electabuzz.
”Electabuzz, Thunder Wave!” perintah Clown cepat. Gelombang petir pun melesat dari tubuh Electabuzz ke arah target kami, Nanta Paciolo dan seorang lagi yang menurut Flame bernama Verda. Nanta Paciolo tampak tak bisa bergerak akibat efek serangan itu. Clown kemudian mengikat tangan dan menutup mata target kami dengan cepat, kemudian mengeluarkan Abra dari Pokeball. Aku pun tahu apa yang harus aku lakukan selanjutnya. Dengan cepat aku memegang tubuh Clown yang telah memegang Nanta Paciolo dan Abra. ”Teleport!”
Seketika kami melesat pergi dari dalam kamar itu.
---------------
Teleport Abra membawa kami ke sebuah tempat yang telah kami rencanakan sebelumnya untuk mengurung Nanta Paciolo. Kami berada di luar ruangan dengan semak belukar yang lebat mengelilingi kami. Dengan begini, takkan ada yang tahu keberadaan kami.
”Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan dariku?” tanya Nanta panik karena dia tak bisa bergerak dan melihat apa-apa.
”Diam kamu! Kami takkan membiarkanmu membocorkan rahasia Tim Magma!” bentakku kasar. Clown menyuruhku untuk berbicara dengan Nanta Paciolo sementara dia dari sejak kedatangan kami di tempat ini sama sekali tak mengucap sepatah kata pun.
”Ho, jadi ini ada hubungannya dengan pertemuan kami dengan ranger?” tanya Nanta.
”Ya, tepat sekali.”
Tiba-tiba Nanta tersenyum misterius. Kami baru mengerti maksud senyuman itu tatkala tiba-tiba dari belakang tubuhnya keluar Pokemon berwarna merah membara seperti api dengan variasi kuning yang belum pernah kulihat sebelumnya. Pokemon itu berukuran sama dengan Sandslash dan Electabuzz. Rupanya diam-diam Nanta mengeluarkan Pokeball dari sakunya tanpa kami sadari.
“Magmar, buka ikatanku!” Nanta memerintahkan Pokemon merah itu cepat. Magmar menggunakan cakarnya untuk membuka ikatan dan penutup mata Nanta. Kejadian itu begitu cepat sehingga kami tak sempat mencegahnya.
”Kurang ajar! Kau mau melawan ya?” bentakku terlambat menyadari Nanta telah lolos dari ikatan Clown.
”Aha, kalian kira bisa melumpuhkanku begitu saja?” ejek Nanta dengan senyum mengejek. Namun senyum itu hilang saat dia melihat wajah Clown. ”Kamu.... aku sangat mengenalmu...kamu Volta bukan? Volta Lebasque?” tanya Nanta pada Clown. Clown tak menjawab. Dia diam seribu bahasa. Entah apa maksud kebisuannya itu.
Tapi apa tadi yang disebutkan Nanta Paciolo? Dia memanggil Clown dengan sebutan Volta Lebasque? Apakah.....
Scene 44: Reuni Keluarga Mafia
”Volta? Tak salah lagi... kamu Volta bukan?” Nanta Paciolo kembali mengulangi pertanyaannya sementara Clown tetap diam tak menjawab.
“Clown, kenapa kau diam saja? Apa yang dimaksud orang ini?” tanyaku heran sekaligus penasaran. Sudah aku simpan rasa penasaranku semenjak tadi.
”Oke, baiklah. Aku bicara!” akhirnya Clown mengeluarkan suara juga. ”Padahal aku sudah susah payah menutup matamu agar kamu tak mengenaliku, Nanta...”
Apa? Clown mengenal orang ini? Ada apa sebenarnya?
”Hohoho... suaramu itu khas sekali, Volta. Atau boleh kupanggil dengan nama lengkap, tuan Volta Lebasque, sang pewaris tahta Lebasque.”
Apa? Apa aku tak salah dengar dengan yang dikatakan Nanta barusan? Dia mengatakan kalau Clown adalah seseorang bernama Volta sang pewaris tahta Lebasque?
”Nanta, lupakan perselisihan kita. Aku meringkusmu seperti ini hanya untuk mencegahmu membocorkan rahasia Tim Magma kepada ranger. Kuharap kau bisa berkerja sama dengan kami,” ujar Clown, atau boleh aku sebut Volta. Sekarang aku tahu maksud dari sikap aneh Clown saat rapat tugas ini.
”Jadi kamu adalah anggota Tim Magma?” Nanta tampak terkejut. ”Tak kusangka pelarianmu membawamu sampai ke Hoenn dan bergabung dengan Tim Magma. Kudengar terakhir kau bergabung dengan Tim Rocket, dasar anak pembangkang!”
”Diam kamu! Kamu tak tahu apa-apa.”
”Kamu masih sama saja seperti dulu, kamu keras kepala... aku ingat terakhir kita bermain saat masih kecil dulu. Kakek selalu sayang padamu.”
”Bohong! Kakek tak pernah sayang padaku!”
”Oh, ya? Kalau begitu kenapa namamu ada dalam urutan pertama dalam daftar pewarisnya?”
”Apa kamu bilang? Apa kamu bercanda?”
”Aku tak pernah bercanda, Volta...”
”Tapi...”
”Bisakah kita tunda sejenak reuni keluarganya?” selaku tak tahan dengan pertengkaran keluarga tersebut. ”Bisakah kita kembali pada masalah awal kita tadi?”
”Oh, iya... soal pertemuanmu dengan ranger,” kata Clown sudah kembali ke ’jalan yang benar’ rupanya. ”Kuharap kamu tak membicarakan apapun mengenai Tim Magma. Bila kamu tetap bersikeras, kami bisa nekat.”
”Ho, kamu mengancamku?” Nanta balik menantang. ”Kami berniat membangun cable car yang akan membentang melintasi gunung Chimney. Tentu saja keberadaan kalian adalah pengganggu bagi kami. Oleh karena itu tak ada jalan lain selain meminta ranger untuk mengusir kalian dari sana.”
”Kurang ajar! Tak bisakah kalian membangun kabel-kabelan itu di tempat lain? Gunung Chimney adalah markas kami, denyut hidup kami, Tim Magma!” Clown mulai marah.
”Lalu apa yang akan kamu lakukan Volta? Kamu mau menculikku atau membunuhku? Oh, ya... kamu sudah menculikku sekarang... lalu apalagi, kamu mau membunuhku?”
Clown terdiam. Aku ikut terdiam. Aku pikir Clown lebih ahli untuk menyelesaikan masalah ini melihat kenyataan Nanta ternyata keluarga dari Clown dan di luar dugaan, Clown adalah Volta sang pewaris tahta Lebasque. Tapi ngomong-ngomong, Lebasque itu siapa ya? Kok aku seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya?
“Ho... aku lupa kalau sesama keluarga tak boleh saling membunuh... jadi... bagaimana kalau kita selesaikan dengan pertarungan Pokemon?” tawar Nanta.
“Baiklah, siapa yang menang dia yang akan memegang kendali,” sambut Clown antusias. Sepertinya dia menerima tawaran Nanta mentah-mentah tanpa menanyakannya dulu padaku. Seperti biasanya, dia terlalu percaya diri.
”Clown, apa kau yakin bisa mengalahkannya?” tanyaku ragu.
”Mau bagaimana lagi? Bagaimana pun dia itu keluargaku, hanya ini pilihan yang bisa aku lakukan.”
”Kalau begitu biar aku yang menangani hal ini, dia kan bukan siapa-siapa bagiku,” tawarku.
”Tidak! Takkan kubiarkan kamu melawannya,” tolak Clown cepat. ”Ini dendam keluarga.”
”Hei, tak ingatkah kau kalau kita tak boleh mencampuradukkan masalah keluarga dengan tugas kita?”
”Lunar, yang boleh menghadapi Nanta saat ini hanya aku, kamu tak kuizinkan!”
”Tapi Clown...”
”Biarkan dia Lunar,” tiba-tiba suara Flame memotong perkataanku. Kami menoleh dan Flame sudah bersama kami sekarang. ”Biarkan dia menyelesaikan ini dengan adil.”
”Wow, rupanya cewek cantik penjual balon itu temanmu. Temanmu itu cantik juga Volta... bodinya sip... seksi... indah sekali.... maukah kamu memperkenalkannya denganku?” Nanta memandang Flame yang masih memakai kostum Flareon penuh kagum tak berkedip. ”Tadi aku belum sempat mengajaknya berkenalan karena tiba-tiba dia pergi. Mungkin mau menemui kalian. Pantas dia bersikap manis di depan kami semua.” Nanta kemudian memandang ke arah Flame. ”Hai cewek, bisa kita lanjutkan obrolan yang sempat terputus di hotel tadi? Mungkin setelah ini kita bisa pergi makan malam bersama..... asal tahu saja, aku ini jomblo lho... ”
Flame terdiam tak menjawab. Tampaknya dia kesal mendapat perlakuan seperti itu.
”Tapi tolong jangan bawa Pokemon merahmu itu.... dia nakal, dia menggigitku tadi...” tambah Nanta.
”Tak kuizinkan kau mendekatinya, dasar mata keranjang!” bentakku kasar. Entah kenapa tiba-tiba aku bereaksi seperti itu. Clown tersenyum melihat reaksiku.
”Ini urusan kita berdua Nanta, jangan libatkan kedua temanku itu.” Clown tampak serius dengan ucapannya. Dia kemudian mengeluarkan sebuah pokeball, siap untuk bertarung. Tentu saja aku yakin dia akan menggunakan Electabuzz.
”Oke, cewek cantik itu bisa menunggu... tapi denganmu, aku tak bisa menunggu, Volta!” Nanta pun tampaknya mulai serius. ”Keluarkan Pokemonmu!”
”Keluarlah Electabuzz!”
”Aku memakai Magmarku ini!”
Nanta dan Clown telah bersiap bertarung. Nanta menggunakan Magmar yang telah membebaskannya tadi sementara Clown menggunakan Electabuzz andalannya. Pertarungan antar keluarga Volta akan segera dimulai. Siapakah yang lebih kuat? Magmar milik Nanta atau Electabuzz milik Volta alias Clown?
“Clown, kenapa kau diam saja? Apa yang dimaksud orang ini?” tanyaku heran sekaligus penasaran. Sudah aku simpan rasa penasaranku semenjak tadi.
”Oke, baiklah. Aku bicara!” akhirnya Clown mengeluarkan suara juga. ”Padahal aku sudah susah payah menutup matamu agar kamu tak mengenaliku, Nanta...”
Apa? Clown mengenal orang ini? Ada apa sebenarnya?
”Hohoho... suaramu itu khas sekali, Volta. Atau boleh kupanggil dengan nama lengkap, tuan Volta Lebasque, sang pewaris tahta Lebasque.”
Apa? Apa aku tak salah dengar dengan yang dikatakan Nanta barusan? Dia mengatakan kalau Clown adalah seseorang bernama Volta sang pewaris tahta Lebasque?
”Nanta, lupakan perselisihan kita. Aku meringkusmu seperti ini hanya untuk mencegahmu membocorkan rahasia Tim Magma kepada ranger. Kuharap kau bisa berkerja sama dengan kami,” ujar Clown, atau boleh aku sebut Volta. Sekarang aku tahu maksud dari sikap aneh Clown saat rapat tugas ini.
”Jadi kamu adalah anggota Tim Magma?” Nanta tampak terkejut. ”Tak kusangka pelarianmu membawamu sampai ke Hoenn dan bergabung dengan Tim Magma. Kudengar terakhir kau bergabung dengan Tim Rocket, dasar anak pembangkang!”
”Diam kamu! Kamu tak tahu apa-apa.”
”Kamu masih sama saja seperti dulu, kamu keras kepala... aku ingat terakhir kita bermain saat masih kecil dulu. Kakek selalu sayang padamu.”
”Bohong! Kakek tak pernah sayang padaku!”
”Oh, ya? Kalau begitu kenapa namamu ada dalam urutan pertama dalam daftar pewarisnya?”
”Apa kamu bilang? Apa kamu bercanda?”
”Aku tak pernah bercanda, Volta...”
”Tapi...”
”Bisakah kita tunda sejenak reuni keluarganya?” selaku tak tahan dengan pertengkaran keluarga tersebut. ”Bisakah kita kembali pada masalah awal kita tadi?”
”Oh, iya... soal pertemuanmu dengan ranger,” kata Clown sudah kembali ke ’jalan yang benar’ rupanya. ”Kuharap kamu tak membicarakan apapun mengenai Tim Magma. Bila kamu tetap bersikeras, kami bisa nekat.”
”Ho, kamu mengancamku?” Nanta balik menantang. ”Kami berniat membangun cable car yang akan membentang melintasi gunung Chimney. Tentu saja keberadaan kalian adalah pengganggu bagi kami. Oleh karena itu tak ada jalan lain selain meminta ranger untuk mengusir kalian dari sana.”
”Kurang ajar! Tak bisakah kalian membangun kabel-kabelan itu di tempat lain? Gunung Chimney adalah markas kami, denyut hidup kami, Tim Magma!” Clown mulai marah.
”Lalu apa yang akan kamu lakukan Volta? Kamu mau menculikku atau membunuhku? Oh, ya... kamu sudah menculikku sekarang... lalu apalagi, kamu mau membunuhku?”
Clown terdiam. Aku ikut terdiam. Aku pikir Clown lebih ahli untuk menyelesaikan masalah ini melihat kenyataan Nanta ternyata keluarga dari Clown dan di luar dugaan, Clown adalah Volta sang pewaris tahta Lebasque. Tapi ngomong-ngomong, Lebasque itu siapa ya? Kok aku seperti pernah mendengar nama itu sebelumnya?
“Ho... aku lupa kalau sesama keluarga tak boleh saling membunuh... jadi... bagaimana kalau kita selesaikan dengan pertarungan Pokemon?” tawar Nanta.
“Baiklah, siapa yang menang dia yang akan memegang kendali,” sambut Clown antusias. Sepertinya dia menerima tawaran Nanta mentah-mentah tanpa menanyakannya dulu padaku. Seperti biasanya, dia terlalu percaya diri.
”Clown, apa kau yakin bisa mengalahkannya?” tanyaku ragu.
”Mau bagaimana lagi? Bagaimana pun dia itu keluargaku, hanya ini pilihan yang bisa aku lakukan.”
”Kalau begitu biar aku yang menangani hal ini, dia kan bukan siapa-siapa bagiku,” tawarku.
”Tidak! Takkan kubiarkan kamu melawannya,” tolak Clown cepat. ”Ini dendam keluarga.”
”Hei, tak ingatkah kau kalau kita tak boleh mencampuradukkan masalah keluarga dengan tugas kita?”
”Lunar, yang boleh menghadapi Nanta saat ini hanya aku, kamu tak kuizinkan!”
”Tapi Clown...”
”Biarkan dia Lunar,” tiba-tiba suara Flame memotong perkataanku. Kami menoleh dan Flame sudah bersama kami sekarang. ”Biarkan dia menyelesaikan ini dengan adil.”
”Wow, rupanya cewek cantik penjual balon itu temanmu. Temanmu itu cantik juga Volta... bodinya sip... seksi... indah sekali.... maukah kamu memperkenalkannya denganku?” Nanta memandang Flame yang masih memakai kostum Flareon penuh kagum tak berkedip. ”Tadi aku belum sempat mengajaknya berkenalan karena tiba-tiba dia pergi. Mungkin mau menemui kalian. Pantas dia bersikap manis di depan kami semua.” Nanta kemudian memandang ke arah Flame. ”Hai cewek, bisa kita lanjutkan obrolan yang sempat terputus di hotel tadi? Mungkin setelah ini kita bisa pergi makan malam bersama..... asal tahu saja, aku ini jomblo lho... ”
Flame terdiam tak menjawab. Tampaknya dia kesal mendapat perlakuan seperti itu.
”Tapi tolong jangan bawa Pokemon merahmu itu.... dia nakal, dia menggigitku tadi...” tambah Nanta.
”Tak kuizinkan kau mendekatinya, dasar mata keranjang!” bentakku kasar. Entah kenapa tiba-tiba aku bereaksi seperti itu. Clown tersenyum melihat reaksiku.
”Ini urusan kita berdua Nanta, jangan libatkan kedua temanku itu.” Clown tampak serius dengan ucapannya. Dia kemudian mengeluarkan sebuah pokeball, siap untuk bertarung. Tentu saja aku yakin dia akan menggunakan Electabuzz.
”Oke, cewek cantik itu bisa menunggu... tapi denganmu, aku tak bisa menunggu, Volta!” Nanta pun tampaknya mulai serius. ”Keluarkan Pokemonmu!”
”Keluarlah Electabuzz!”
”Aku memakai Magmarku ini!”
Nanta dan Clown telah bersiap bertarung. Nanta menggunakan Magmar yang telah membebaskannya tadi sementara Clown menggunakan Electabuzz andalannya. Pertarungan antar keluarga Volta akan segera dimulai. Siapakah yang lebih kuat? Magmar milik Nanta atau Electabuzz milik Volta alias Clown?
Scene 45: Pertarungan Pukulan Elemen
”Magmar, Flamethrower!” Nanta langsung memberikan perintah. Magmar menyemburkan api yang kuat ke arah Electabuzz. Electabuzz tampak kepanasan. Ternyata Nanta juga penuh semangat layaknya Clown. Mungkin sekarang hal ini wajar mengingat mereka memiliki hubungan darah.
”Electabuzz, ThunderPunch!” ganti Clown yang memberi perintah. Electabuzz yang tadi menahan lontaran api dengan kedua tangannya kemudian membuka pertahanannya dan menerjang ke arah Magmar. Sebuah pukulan telak didaratkannya pada tubuh Magmar. Magmar terjatuh, dan kini lumpuh. Static bekerja dengan baik.
”Ho, serangan andalanmu ya?”
”Sekarang kamu tak bisa berkutik lagi, Nanta,” ledek Clown.
”Jangan senang dulu Clown. Lihat itu!” Nanta menunjuk ke arah Magmar. Tiba tiba Magmar mengeluarkan buah kecil berwarna merah. Dia kemudian memakan buah tersebut dan dapat bangkit berdiri kembali.
”Itu kan...”
”Cherry Berry, buah kesukaan Pokemon yang bisa mengobati status paralyzed. Sekarang Magmarku bisa kembali bertarung,” jelas Nanta. Dia terlihat senang.
”Cherry belle, Blackberry, atau apalah nama buah itu, aku masih bisa melumpuhkannya kembali. Electabuzz, ThunderPunch!” Electabuzz kembali menerjang ke arah Magmar dengan membawa serta pukulan petirnya.
”Takkan kubiarkan, Magmar gunakan Fire Punch!” Nanta balik memberi perintah.
Pukulan api melawan pukulan petir? Tampaknya ini menarik. Aku penasaran siapa yang akan memenangkan pertarungan pukulan elemen ini.
ThunderPunch atau pukulan petir Electabuzz dan Fire Punch atau pukulan api Magmar saling bertemu. Kedua tangan kanan kedua Pokemon itu bertemu dan bertubrukan. Masing-masing tangan mengeluarkan energi dahsyat yang nampaknya saling tertahan. Kedua Pokemon itu kini beradu kekuatan pukulan elemen.
”Pukulan api ya? Kita lihat siapa yang akan jatuh...kurasa pukulan petir Electabuzz lebih unggul.”
”Oh, ya? Kupikir pukulan api Magmar yang akan menang.”
Kedua Pokemon masih bertahan sengit sembari terus mengerahkan kekuatan pukulan elemen yang tertumpu pada kedua tangan Pokemon tersebut. Keduanya berusaha menjatuhkan lawannya masing-masing.
Mungkin karena sama-sama kuat, kedua Pokemon itu kemudian sama-sama terjatuh ke tanah. Tak ada yang memenangkan pertarungan pukulan elemen tersebut. Tetapi pertarungan yang sesungguhnya masih belum selesai.
”Kita seri tampaknya,” ujar Nanta melihat Magmar miliknya terjatuh.
”Kita sama kuat rupanya,” balas Clown. ”Tapi bagaimanapun pertarungan belum selesai. Electabuzz, Brick Break!” Electabuzz melompat dan siap melakukan pukulannya. Magmar yang masih terjatuh tak bisa menghindar dan menjadi sasaran empuk serangan tersebut. Namun Magmar masih bertahan.
”Magmar, Flamethrower!” Magmar kembali mengeluarkan semburan api dari mulutnya yang mengenai Electabuzz dengan tepat. Electabuzz tampak kepanasan dan ternyata Pokemon andalan Clown itu terbakar!
”Apa?” Clown terkejut melihat Pokemonnya.
”Haha, tampaknya Pokemonmu butuh air tuh...” ledek Nanta. ”Tapi selagi kamu mencarikan dia air, aku akan membuatnya pingsan terlebih dahulu. Magmar, Fire Punch sekali lagi! Tuntaskan ini!”
Magmar berlari ke arah Electabuzz bersiap melayangkan pukulan apinya. Pukulan api telah dilayangkan dan nyaris saja mengenai tubuh Electabuzz kalau saja Electabuzz tak buru-buru menahan pukulan tersebut. Meskipun sedang terbakar, rupanya Electabuzz masih memperhatikan gerakan Magmar.
”Electabuzz, tahan dengan ThunderPunch!” perintah Clown cepat tanggap. Electabuzz kemudian merubah pertahanannya dengan menggerakkan tangannya sekuat tenaga untuk melakukan pukulan petir. Namun tenaga yang dikeluarkannya tidak terlalu kuat untuk menghempaskan pukulan api milik Magmar. Kini pertarungan pukulan elemen kembali terjadi. Siapapun yang sanggup bertahan, dialah yang akan memenangkan pertarungan ini.
”Hoho, terjadi lagi. Tapi kali ini pukulan api milik Magmar yang akan menang. Kamu lihat sendiri kan, Pokemonmu tengah kesakitan akibat terbakar?” Nanta tampak percaya diri dengan pertarungan pukulan elemen itu sekali lagi.
”Sial!” kulihat Clown tampak kehabisan akal. Benar kata Nanta, saat ini Magmarlah yang tengah memimpin dalam pertarungan pukulan elemen ini. Bila kebakaran yang menimpa Electabuzz tak segera diobati, maka Magmar bisa dengan mudah menghempaskan Electabuzz. Tapi kalaupun diobati dengan obat kebakaran atau burned heal, itu sudah terlambat. Kulihat Electabuzz telah memasuki batas kritis. Hanya ada satu cara untuk menang, kuharap Clown memikirkannya sekarang.
”Tinggal menunggu waktu saja dan akuilah kekalahanmu, Volta!”
”Tidak secepat itu, akulah yang lebih unggul!”
”Oh, ya? Kalau begitu apa yang akan kmau lakukan?” Nanta tersenyum mengejek mendengar perkataan Clown itu.
”Inilah yang akan aku lakukan! Electabuzz, isi ulang tenaga, Charge!” Mendengar perintah Clown, Electabuzz kemudian mengeluarkan kilatan listrik yang besar dari tubuhnya. Sepertinya kekuatan serangannya akan meningkat.
”Apa?” Nanta terkejut.
”Electabuzz, sekarang! ThunderPunch!” Electabuzz yang baru saja mendapat tambahan tenaga langsung menggerakkan tangannya yang bertubrukan dengan tangan Magmar cepat. Magmar kemudian terhempas dan terjatuh dengan sangat keras. Magmar pingsan.
Nanta terdiam melihat Magmar jatuh. Namun dia kemudian tersenyum. ”Kamu hebat Volta, kamu memang hebat. Aku mengaku kalah.” Nanta kemudian mengembalikan Magmar ke dalam Pokeball.
”Clown, kau berhasil! Kau menang!” sorakku senang. Ternyata Clown memikirkan cara itu juga. Tapi Clown tak menghiraukan kegembiraanku dan melangkah pelan mendekati Nanta.
”Kalau begitu tepati janjimu, jangan bocorkan markas Tim Magma pada ranger. Tentu kamu harus melupakan impianmu membangun kereta gantung itu,” ujar Clown pada Nanta.
”Itu bukan kereta gantung...itu cable car...” ralat Nanta.
”Terserah...”
Nanta tersenyum. Dia lalu mengulurkan tangan kanannya yang berisi pokeball. ”Baiklah, akan aku lakukan. Tapi kamu harus mau menerima Pokemon ini.”
”Maksudmu Magmar ini untukku?” tanya Clown memastikan.
”Ya, dia memang milikmu...”
”Jangan-jangan Magmar ini...” Clown tampak menerka-nerka.
”Ya, dia adalah Magby milikmu yang kamu titipkan pada Pokemon DayCare. Kini dia sudah berevolusi menjadi Magmar,” urai Nanta. ”Kukembalikan Pokemon ini padamu...”
”Terima kasih...” ujar Clown seraya menerima pokeball tersebut.
Nanta tersenyum dan kini melihat ke Flame. ”Nona manis, mungkin setelah ini kita bisa makan malam bersama untuk saling mendekatkan diri....” godanya.
”Ogah...” jawab Flame ketus. Nanta hanya tersenyum kecil mendengarnya.
”Lunar, Flame...” panggil Clown. ”Kita kembali ke markas sekarang. Misi sudah selesai.....”
”Electabuzz, ThunderPunch!” ganti Clown yang memberi perintah. Electabuzz yang tadi menahan lontaran api dengan kedua tangannya kemudian membuka pertahanannya dan menerjang ke arah Magmar. Sebuah pukulan telak didaratkannya pada tubuh Magmar. Magmar terjatuh, dan kini lumpuh. Static bekerja dengan baik.
”Ho, serangan andalanmu ya?”
”Sekarang kamu tak bisa berkutik lagi, Nanta,” ledek Clown.
”Jangan senang dulu Clown. Lihat itu!” Nanta menunjuk ke arah Magmar. Tiba tiba Magmar mengeluarkan buah kecil berwarna merah. Dia kemudian memakan buah tersebut dan dapat bangkit berdiri kembali.
”Itu kan...”
”Cherry Berry, buah kesukaan Pokemon yang bisa mengobati status paralyzed. Sekarang Magmarku bisa kembali bertarung,” jelas Nanta. Dia terlihat senang.
”Cherry belle, Blackberry, atau apalah nama buah itu, aku masih bisa melumpuhkannya kembali. Electabuzz, ThunderPunch!” Electabuzz kembali menerjang ke arah Magmar dengan membawa serta pukulan petirnya.
”Takkan kubiarkan, Magmar gunakan Fire Punch!” Nanta balik memberi perintah.
Pukulan api melawan pukulan petir? Tampaknya ini menarik. Aku penasaran siapa yang akan memenangkan pertarungan pukulan elemen ini.
ThunderPunch atau pukulan petir Electabuzz dan Fire Punch atau pukulan api Magmar saling bertemu. Kedua tangan kanan kedua Pokemon itu bertemu dan bertubrukan. Masing-masing tangan mengeluarkan energi dahsyat yang nampaknya saling tertahan. Kedua Pokemon itu kini beradu kekuatan pukulan elemen.
”Pukulan api ya? Kita lihat siapa yang akan jatuh...kurasa pukulan petir Electabuzz lebih unggul.”
”Oh, ya? Kupikir pukulan api Magmar yang akan menang.”
Kedua Pokemon masih bertahan sengit sembari terus mengerahkan kekuatan pukulan elemen yang tertumpu pada kedua tangan Pokemon tersebut. Keduanya berusaha menjatuhkan lawannya masing-masing.
Mungkin karena sama-sama kuat, kedua Pokemon itu kemudian sama-sama terjatuh ke tanah. Tak ada yang memenangkan pertarungan pukulan elemen tersebut. Tetapi pertarungan yang sesungguhnya masih belum selesai.
”Kita seri tampaknya,” ujar Nanta melihat Magmar miliknya terjatuh.
”Kita sama kuat rupanya,” balas Clown. ”Tapi bagaimanapun pertarungan belum selesai. Electabuzz, Brick Break!” Electabuzz melompat dan siap melakukan pukulannya. Magmar yang masih terjatuh tak bisa menghindar dan menjadi sasaran empuk serangan tersebut. Namun Magmar masih bertahan.
”Magmar, Flamethrower!” Magmar kembali mengeluarkan semburan api dari mulutnya yang mengenai Electabuzz dengan tepat. Electabuzz tampak kepanasan dan ternyata Pokemon andalan Clown itu terbakar!
”Apa?” Clown terkejut melihat Pokemonnya.
”Haha, tampaknya Pokemonmu butuh air tuh...” ledek Nanta. ”Tapi selagi kamu mencarikan dia air, aku akan membuatnya pingsan terlebih dahulu. Magmar, Fire Punch sekali lagi! Tuntaskan ini!”
Magmar berlari ke arah Electabuzz bersiap melayangkan pukulan apinya. Pukulan api telah dilayangkan dan nyaris saja mengenai tubuh Electabuzz kalau saja Electabuzz tak buru-buru menahan pukulan tersebut. Meskipun sedang terbakar, rupanya Electabuzz masih memperhatikan gerakan Magmar.
”Electabuzz, tahan dengan ThunderPunch!” perintah Clown cepat tanggap. Electabuzz kemudian merubah pertahanannya dengan menggerakkan tangannya sekuat tenaga untuk melakukan pukulan petir. Namun tenaga yang dikeluarkannya tidak terlalu kuat untuk menghempaskan pukulan api milik Magmar. Kini pertarungan pukulan elemen kembali terjadi. Siapapun yang sanggup bertahan, dialah yang akan memenangkan pertarungan ini.
”Hoho, terjadi lagi. Tapi kali ini pukulan api milik Magmar yang akan menang. Kamu lihat sendiri kan, Pokemonmu tengah kesakitan akibat terbakar?” Nanta tampak percaya diri dengan pertarungan pukulan elemen itu sekali lagi.
”Sial!” kulihat Clown tampak kehabisan akal. Benar kata Nanta, saat ini Magmarlah yang tengah memimpin dalam pertarungan pukulan elemen ini. Bila kebakaran yang menimpa Electabuzz tak segera diobati, maka Magmar bisa dengan mudah menghempaskan Electabuzz. Tapi kalaupun diobati dengan obat kebakaran atau burned heal, itu sudah terlambat. Kulihat Electabuzz telah memasuki batas kritis. Hanya ada satu cara untuk menang, kuharap Clown memikirkannya sekarang.
”Tinggal menunggu waktu saja dan akuilah kekalahanmu, Volta!”
”Tidak secepat itu, akulah yang lebih unggul!”
”Oh, ya? Kalau begitu apa yang akan kmau lakukan?” Nanta tersenyum mengejek mendengar perkataan Clown itu.
”Inilah yang akan aku lakukan! Electabuzz, isi ulang tenaga, Charge!” Mendengar perintah Clown, Electabuzz kemudian mengeluarkan kilatan listrik yang besar dari tubuhnya. Sepertinya kekuatan serangannya akan meningkat.
”Apa?” Nanta terkejut.
”Electabuzz, sekarang! ThunderPunch!” Electabuzz yang baru saja mendapat tambahan tenaga langsung menggerakkan tangannya yang bertubrukan dengan tangan Magmar cepat. Magmar kemudian terhempas dan terjatuh dengan sangat keras. Magmar pingsan.
Nanta terdiam melihat Magmar jatuh. Namun dia kemudian tersenyum. ”Kamu hebat Volta, kamu memang hebat. Aku mengaku kalah.” Nanta kemudian mengembalikan Magmar ke dalam Pokeball.
”Clown, kau berhasil! Kau menang!” sorakku senang. Ternyata Clown memikirkan cara itu juga. Tapi Clown tak menghiraukan kegembiraanku dan melangkah pelan mendekati Nanta.
”Kalau begitu tepati janjimu, jangan bocorkan markas Tim Magma pada ranger. Tentu kamu harus melupakan impianmu membangun kereta gantung itu,” ujar Clown pada Nanta.
”Itu bukan kereta gantung...itu cable car...” ralat Nanta.
”Terserah...”
Nanta tersenyum. Dia lalu mengulurkan tangan kanannya yang berisi pokeball. ”Baiklah, akan aku lakukan. Tapi kamu harus mau menerima Pokemon ini.”
”Maksudmu Magmar ini untukku?” tanya Clown memastikan.
”Ya, dia memang milikmu...”
”Jangan-jangan Magmar ini...” Clown tampak menerka-nerka.
”Ya, dia adalah Magby milikmu yang kamu titipkan pada Pokemon DayCare. Kini dia sudah berevolusi menjadi Magmar,” urai Nanta. ”Kukembalikan Pokemon ini padamu...”
”Terima kasih...” ujar Clown seraya menerima pokeball tersebut.
Nanta tersenyum dan kini melihat ke Flame. ”Nona manis, mungkin setelah ini kita bisa makan malam bersama untuk saling mendekatkan diri....” godanya.
”Ogah...” jawab Flame ketus. Nanta hanya tersenyum kecil mendengarnya.
”Lunar, Flame...” panggil Clown. ”Kita kembali ke markas sekarang. Misi sudah selesai.....”
Scene 46: Rahasia Clown
Setelah kemenangan Clown tersebut, kami bertiga memutuskan untuk kembali ke gunung Chimney dengan helikopter yang sebelumnya kami gunakan untuk pergi ke kota Lilycove. Kota ini terlihat begitu indah dilihat dari atas helikopter. Sayang aku belum sempat berkeliling kota.
”Clown, ada hal yang ingin aku tanyakan,” kataku membuka pembicaraan sementara dia menyetir helikopter di sebelahku.
”Tanyakan saja.”
”Apa kau yakin Nanta takkan mengatakan markas kita pada ranger?” tanyaku.
”Aku yakin. Kami ini keluarga, kami menghormati janji yang sudah kami buat. Aku yakin Nanta takkan mengingkari janjinya.”
”Berarti itu masih belum pasti...”
”Apa maksudmu?” kini ganti Clown balik bertanya.
”Mungkin saja Nanta tak mengatakan markas kita, tapi bagaimana dengan ketiga anak buahnya?” aku mulai menjelaskan dugaanku. ”Bisa saja mereka panik saat kita menculik Nanta dan kemudian menghubungi ranger serta mengatakan markas kita pada ranger. Bagaimana kalau begitu?”
”Kenapa kamu berpikiran buruk seperti itu Lunar? Kalau aku bilang misi selesai, ya berarti memang sudah selesai,” sahut Clown mengernyitkan dahi. ”Lagipula Nanta adalah pemimpin dari kelompok Paci, hanya dia yang berhak memutuskan langkah yang harus diambil. Ketiga anak buahnya hanya mengikuti instruksi saja, tidak lebih.”
”Baiklah, kalau kau bisa percaya diri seperti itu... aku ikut denganmu,” sahutku mengalah. ”Kalau begitu aku...eh, tidak... kami berdua, aku dan Flame berhutang sebuah cerita padamu.”
”Cerita? Cerita apa?” tanya Clown tak mengerti.
”Kau pewaris keluarga LEbasque bukan?” tanyaku langsung ke inti masalah.
Clown tersenyum mendengar pertanyaanku dan tampaknya dia sudah mengerti. ”Jadi itu cerita yang ingin kalian berdua dengar?”
”Ya, aku sangat ingin,” Flame ikut bersuara. ”Bagaimana keluarga mafia dari Johto bisa bergabung dengan Tim Magma dan meninggalkan warisannya.”
”Baiklah, itu cerita yang panjang sekali. Aku memang berasal dari keluarga Lebasque, keluarga mafia terkenal dari Johto. Namaku Volta Lebasque....”
“Huff, akhirnya kami tahu juga nama aslimu. Dengan begini kami bisa memanggilmu dengan leluasa tanpa makna ganda dari kata Clown,” sela Flame.
”Ya, dan andai di tanganmu ada Death Note kamu bisa menuliskan namaku di atasnya dan aku mati, begitu?” sahut Clown tampak kesal. ”Takkan kubiarkan kalian memanggil nama asliku di dalam Tim Magma. Kalian hanya boleh memanggil nama asliku bila kalian tidak sedang bersama anggota Tim Magma lainnya. Saat ini hanya kalian berdua sajalah yang mengetahui nama asliku. Kuharap kalian tak mengatakannya pada siapapun.”
”Memangnya kenapa?” tanyaku heran.
”Kalian pasti sudah tahu alasannya.”
”Oke, kami akan tetap memanggilmu Clown, karena hanya panggilan itu yang membuatmu terlihat bodoh,” ejek Flame. ”Sekarang lanjutkan ceritamu. Kau punya tahta, tapi kenapa kau pergi meninggalkan rumahmu seperti yang dikatakan oleh lelaki kurang ajar itu?”
”Sebenarnya....” raut wajah Clown berubah sedih saat mengatakan hal itu. ”Sebenarnya aku tidak pergi.... sebenarnya aku diusir...”
”Diusir?” aku dan Flame terhenyak mendengar ucapan Clown. ”Kenapa?”
”Perebutan tahta, itulah.... kalian pasti tahu kan?”
Aku terdiam, Flame ikut terdiam. Kini aku mengerti apa yang membuat Clown pergi dari rumah dan bergabung dengan Tim Magma. Rupanya di dalam keluarga mafia pun ada perebutan warisan... eh, aku salah... hal tersebut pastilah ada.
”Tapi kata lelaki kurang ajar itu kaulah pewaris Lebasque, lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Flame berapi-api. Aku merasa geli sendiri mendengar Flame menggunakan kata ’lelaki kurang ajar’ untuk menggambarkan Nanta.
”Kalau soal itu aku tak tahu, tapi bisa saja Nanta berbohong untuk membujukku kembali. Jelas-jelas saat ini dialah yang memegang semua bisnis keluarga Lebasque. Dia mungkin hanya ingin memanfaatkanku.”
”Paling tidak, kau mendapatkan Pokemonmu kembali,” hiburku.
”Ya, tak kusangka Magbyku sudah berbuah menjadi Magmar. Dengan begini kurasa aku takkan mudah terkalahkan lagi...”
Oh, ya? Kuharap suatu hari nanti aku akan kembali bertarung denganmu Clown dan akan kubuktikan kalau aku lebih kuat darimu. Pada pertarungan pertama denganku pun kau jelas-jelas telah kalah telak, padahal kau yang menantangku.
Clown telah selesai bercerita, tetapi masih ada satu hal yang mengganggu pikiranku.
”Oh, ya Clown....mengenai hal itu...”
”Apa?”
”Kau pernah...” aku hendak meneruskan kalimatku saat tiba-tiba Magmavon, alat komunikasi yang kami gunakan untuk berhubungan dengan sesama anggota lainnya berbunyi. Aku pun segera mengangkatnya.
”Batalkan misi! Segera kembali ke markas!” terdengar suara panik di sebenrang sana. Itu suara Tabitha! Tapi ada apa?
”Ada apa Tabitha?” tanyaku penasaran.
“Gunung Chimney....telah dikepung oleh ranger!”
Apa? Gunung Chimney dikepung oleh ranger? Seketika kami bertiga yang mendengarnya tersentak kaget.
”Ti...tidak mungkin....! Apa Nanta telah...” Clown tampak panik. ”Ini karena kamu selalu berpikiran yang tidak-tidak, Lunar!” tudingnya padaku.
”Hei, kenapa kau salahkan aku? Aku hanya menduga saja...” belaku tak terima dengan tuduhan bodoh seperti itu.
Tiba-tiba Magmavon milik Clown berbunyi. Sebenarnya benda itu sama seperti Pokenav, hanya saja fungsinya telah dirubah sedikit dan dimodifikasi.
Clown melihat nomor sang penelepon dan kemudian mengangkatnya. ”Apa kamu mengingkari janjimu Nanta?” tanya Clown tampak marah. Rupanya Nantalah yang menghubungi Magmavon milik Clown.
”Maaf Volta, aku tak bermaksud mengingkari janji... tapi anak buahku yang bernama Verda yang menghubungi ranger setelah kalian menculikku. Aku lupa kalau aku berpesan padanya untuk menghubungi ranger dan mengatakan semua hal yang akan kami bicarakan, bila aku tertangkap atau diculik oleh musuh. Aku tak tahu kalau....”
Tut! Clown langsung menutup sambungan telepon Magmavonnya tanpa memberikan kesempatan pada Nanta untuk melanjutkan perkataannya. Sepertinya dia sangat marah. Dia kemudian mengendalikan helikopter dengan kecepatan tinggi.
”Lunar...” ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi, ”....lain kali tak kuizinkan kau memikirkan hal seperti itu lagi....”
”Clown, ada hal yang ingin aku tanyakan,” kataku membuka pembicaraan sementara dia menyetir helikopter di sebelahku.
”Tanyakan saja.”
”Apa kau yakin Nanta takkan mengatakan markas kita pada ranger?” tanyaku.
”Aku yakin. Kami ini keluarga, kami menghormati janji yang sudah kami buat. Aku yakin Nanta takkan mengingkari janjinya.”
”Berarti itu masih belum pasti...”
”Apa maksudmu?” kini ganti Clown balik bertanya.
”Mungkin saja Nanta tak mengatakan markas kita, tapi bagaimana dengan ketiga anak buahnya?” aku mulai menjelaskan dugaanku. ”Bisa saja mereka panik saat kita menculik Nanta dan kemudian menghubungi ranger serta mengatakan markas kita pada ranger. Bagaimana kalau begitu?”
”Kenapa kamu berpikiran buruk seperti itu Lunar? Kalau aku bilang misi selesai, ya berarti memang sudah selesai,” sahut Clown mengernyitkan dahi. ”Lagipula Nanta adalah pemimpin dari kelompok Paci, hanya dia yang berhak memutuskan langkah yang harus diambil. Ketiga anak buahnya hanya mengikuti instruksi saja, tidak lebih.”
”Baiklah, kalau kau bisa percaya diri seperti itu... aku ikut denganmu,” sahutku mengalah. ”Kalau begitu aku...eh, tidak... kami berdua, aku dan Flame berhutang sebuah cerita padamu.”
”Cerita? Cerita apa?” tanya Clown tak mengerti.
”Kau pewaris keluarga LEbasque bukan?” tanyaku langsung ke inti masalah.
Clown tersenyum mendengar pertanyaanku dan tampaknya dia sudah mengerti. ”Jadi itu cerita yang ingin kalian berdua dengar?”
”Ya, aku sangat ingin,” Flame ikut bersuara. ”Bagaimana keluarga mafia dari Johto bisa bergabung dengan Tim Magma dan meninggalkan warisannya.”
”Baiklah, itu cerita yang panjang sekali. Aku memang berasal dari keluarga Lebasque, keluarga mafia terkenal dari Johto. Namaku Volta Lebasque....”
“Huff, akhirnya kami tahu juga nama aslimu. Dengan begini kami bisa memanggilmu dengan leluasa tanpa makna ganda dari kata Clown,” sela Flame.
”Ya, dan andai di tanganmu ada Death Note kamu bisa menuliskan namaku di atasnya dan aku mati, begitu?” sahut Clown tampak kesal. ”Takkan kubiarkan kalian memanggil nama asliku di dalam Tim Magma. Kalian hanya boleh memanggil nama asliku bila kalian tidak sedang bersama anggota Tim Magma lainnya. Saat ini hanya kalian berdua sajalah yang mengetahui nama asliku. Kuharap kalian tak mengatakannya pada siapapun.”
”Memangnya kenapa?” tanyaku heran.
”Kalian pasti sudah tahu alasannya.”
”Oke, kami akan tetap memanggilmu Clown, karena hanya panggilan itu yang membuatmu terlihat bodoh,” ejek Flame. ”Sekarang lanjutkan ceritamu. Kau punya tahta, tapi kenapa kau pergi meninggalkan rumahmu seperti yang dikatakan oleh lelaki kurang ajar itu?”
”Sebenarnya....” raut wajah Clown berubah sedih saat mengatakan hal itu. ”Sebenarnya aku tidak pergi.... sebenarnya aku diusir...”
”Diusir?” aku dan Flame terhenyak mendengar ucapan Clown. ”Kenapa?”
”Perebutan tahta, itulah.... kalian pasti tahu kan?”
Aku terdiam, Flame ikut terdiam. Kini aku mengerti apa yang membuat Clown pergi dari rumah dan bergabung dengan Tim Magma. Rupanya di dalam keluarga mafia pun ada perebutan warisan... eh, aku salah... hal tersebut pastilah ada.
”Tapi kata lelaki kurang ajar itu kaulah pewaris Lebasque, lalu apa yang akan kau lakukan?” tanya Flame berapi-api. Aku merasa geli sendiri mendengar Flame menggunakan kata ’lelaki kurang ajar’ untuk menggambarkan Nanta.
”Kalau soal itu aku tak tahu, tapi bisa saja Nanta berbohong untuk membujukku kembali. Jelas-jelas saat ini dialah yang memegang semua bisnis keluarga Lebasque. Dia mungkin hanya ingin memanfaatkanku.”
”Paling tidak, kau mendapatkan Pokemonmu kembali,” hiburku.
”Ya, tak kusangka Magbyku sudah berbuah menjadi Magmar. Dengan begini kurasa aku takkan mudah terkalahkan lagi...”
Oh, ya? Kuharap suatu hari nanti aku akan kembali bertarung denganmu Clown dan akan kubuktikan kalau aku lebih kuat darimu. Pada pertarungan pertama denganku pun kau jelas-jelas telah kalah telak, padahal kau yang menantangku.
Clown telah selesai bercerita, tetapi masih ada satu hal yang mengganggu pikiranku.
”Oh, ya Clown....mengenai hal itu...”
”Apa?”
”Kau pernah...” aku hendak meneruskan kalimatku saat tiba-tiba Magmavon, alat komunikasi yang kami gunakan untuk berhubungan dengan sesama anggota lainnya berbunyi. Aku pun segera mengangkatnya.
”Batalkan misi! Segera kembali ke markas!” terdengar suara panik di sebenrang sana. Itu suara Tabitha! Tapi ada apa?
”Ada apa Tabitha?” tanyaku penasaran.
“Gunung Chimney....telah dikepung oleh ranger!”
Apa? Gunung Chimney dikepung oleh ranger? Seketika kami bertiga yang mendengarnya tersentak kaget.
”Ti...tidak mungkin....! Apa Nanta telah...” Clown tampak panik. ”Ini karena kamu selalu berpikiran yang tidak-tidak, Lunar!” tudingnya padaku.
”Hei, kenapa kau salahkan aku? Aku hanya menduga saja...” belaku tak terima dengan tuduhan bodoh seperti itu.
Tiba-tiba Magmavon milik Clown berbunyi. Sebenarnya benda itu sama seperti Pokenav, hanya saja fungsinya telah dirubah sedikit dan dimodifikasi.
Clown melihat nomor sang penelepon dan kemudian mengangkatnya. ”Apa kamu mengingkari janjimu Nanta?” tanya Clown tampak marah. Rupanya Nantalah yang menghubungi Magmavon milik Clown.
”Maaf Volta, aku tak bermaksud mengingkari janji... tapi anak buahku yang bernama Verda yang menghubungi ranger setelah kalian menculikku. Aku lupa kalau aku berpesan padanya untuk menghubungi ranger dan mengatakan semua hal yang akan kami bicarakan, bila aku tertangkap atau diculik oleh musuh. Aku tak tahu kalau....”
Tut! Clown langsung menutup sambungan telepon Magmavonnya tanpa memberikan kesempatan pada Nanta untuk melanjutkan perkataannya. Sepertinya dia sangat marah. Dia kemudian mengendalikan helikopter dengan kecepatan tinggi.
”Lunar...” ujarnya tanpa mengalihkan pandangannya dari kemudi, ”....lain kali tak kuizinkan kau memikirkan hal seperti itu lagi....”