Maxie berdiri di puncak Gunung Chimney. Dipandanginya hamparan suasana alam di depannya. Saat sedang menikmati pemandangan itulah seekor Pokemon burung melintas di depannya, menurunkan seorang lelaki dari punggu Pokemon burung itu. Tabitha.
"Tuan Maxie, kami sudah memastikannya," kata Tabitha seraya memberi hormat pada Maxie.
Mendengar itu, Maxie hanya tersenyum kecil. Dia melihat Tabitha sekilas dan berkata, "Baiklah, kalau begitu segera persiapkan ujian!"
Scene 20: Pengumuman Ujian
Tanpa terasa sudah satu minggu lamanya aku mengenakan seragam Tim Magma. Selama satu minggu ini sudah banyak hal yang kuketahui tentang kelompok yang mengincar Groudon ini. Tabitha, sang admin Tim Magma itulah yang mengajariku banyak hal. Mulai dari perlengkapan Tim Magma, peraturan-peraturan dasar Tim Magma, hingga teknik-teknik pertarungan.
Selama melatihku itu, Tabitha melihat aku punya kemauan belajar yang tinggi. Dia menilai kemampuanku berkembang jauh. Membuat Tabitha yakin untuk menjadikanku seorang grunt. Grunt adalah tingkatan paling bawah dalam organisasi Tim Magma. Istilah grunt sama dengan prajurit paling rendah, yang maju paling depan dalam pertarungan. Yeah, hanya menjadi seorang grunt dengan seragam merah berani ini saja sudah membuatku merasa sangat senang.
”Kamu luar biasa, Lunar. Padahal kamu baru satu minggu disini,” puji Tabitha seusai memberikanku pelatihan teknik bertarung. ”Kupikir dirimu layak untuk mengikuti ujian elite grunt,” sambungnya.
”Elite Grunt? Apa itu?” tanyaku tak mengerti.
”Rencananya kami akan membentuk sebuah regu elit yang terdiri dari para grunt berbakat yang dianggap layak. Tingkatannya berada di atas grunt, dengan sebutan elite grunt,” jelas Tabitha.
”Ah, yang benar saja Kak Tabitha. Aku kan baru satu minggu bergabung dengan kalian. Mana mungkin aku bisa langsung menduduki peringkat itu? Lagipula kau tahu sendiri kan kalau grunt-grunt yang lain...”
Aku berhenti bicara. Perlakuan para grunt padaku selama seminggu ini kembali terngiang di kepalaku. Ya, rupanya masih banyak grunt yang belum bisa menerimaku bergabung di Tim Magma. Mereka menganggap aku tidak layak bergabung dengan Tim Magma karena aku kalah dalam pertarunganku melawan Brodie waktu itu. Grunt-grunt itu, sampai sekarang masih sering memandangku dengan sinis bila bertemu pandang.
”Kamu memikirkan sikap para grunt padamu ya?” tanya Tabitha seolah membaca pikiranku.
”Ah, tidak kok... Aku hanya....”
”Sudahlah Lunar, jangan kamu pikirkan itu. Aku yakin kamu lebih baik dari mereka. Melihat bakatmu dan juga keinginanmu, aku yakin kamu bisa menjadi grunt yang hebat,” kata Tabitha memandang penuh arti. Dia lalu menepuk pundakku memberi motivasi. ”Melalui ujian elite grunt nanti, kamu bisa menunjukkan hal itu pada mereka.”
”Ta... tapi Kak Tabi...”
Tabitha langsung berjalan meninggalkanku sebelum aku sempat melanjutkan ucapanku. Dia sempat berbalik dan tersenyum misterius padaku. ”Lunar, kedatanganmu di gunung ini bukan tanpa alasan. Percayalah itu,” ujarnya lirih. Dia lalu berjalan dan lenyap dari pandanganku. Membuatku memikirkan ucapannya tadi. Kedatanganku bukan tanpa alasan?
*
Suasana Arena Magma tampak ramai. Tabitha tampak berdiri di tengah lingkaran arena yang dikelilingi lahar panas membara. Hari ini dia akan mengumumkan nama-nama grunt yang terpilih untuk mengikuti ujian elite grunt. Para grunt yang berdiri berkerumun di sekeliling arena tampak menantikan dengan tak sabar. Sementara aku juga ada dalam kerumunan itu. Maksudku ada di barisan belakang. Ingin rasanya menerobos kerumunan dan maju ke barisan depan untuk melihat dengan jelas Tabitha yang berdiri disana. Tapi apa daya, para grunt tampak berjubel tak karuan. Membuatku tak bisa menembusnya. Aku tak punya pilihan kecuali duduk di sebuah bongkahan tanah yang agak tinggi tak jauh dari arena. Dari sana aku bisa melihat tengah arena dengan cukup jelas.
Perlahan, Maxie sang pemimpin Tim Magma berjalan ke tengah arena dengan didampingi Courtney, admin Tim Magma selain Tabitha. Kedatangan mereka berdua disambut riuh suara kerumunan grunt Tim Magma. Kini keduanya telah berdiri di tengah arena bersama dengan Tabitha. Umm... tunggu dulu. Dimana Flame? Bukannya selama ini dia selalu mendampingi Maxie?
Ah, itu dia. Mataku menjelajah arena dan melihat Flame berada di barisan depan. Melihat kehadirannya membuatku bersemangat. Ingin rasanya aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Tapi langsung saja kuurungkan niatku itu ketika kulihat siapa yang berdiri di sampingnya. Itu Brodie. Apa yang akan dikatakan lelaku itu bila aku mendatangi Flame?
”Baiklah semuanya!” terdengar suara lantang Tabitha mencoba menenangkan kerumunan yang mulai ramai. Tampaknya pengumuman peserta ujian elite grunt akan segera dimulai. ”Saya akan menyampaikan nama-nama Grunt yang terpilih untuk mengikuti ujian elite grunt. Bersama dengan regunya masing-masing,” sambung Tabitha. Seketika suara riuh-rendah di kerumunan mulai lenyap. Mereka semua mulai memperhatikan dengan serius apa yang akan dikatakan oleh Tabitha. Tabitha yang melihat kerumunan mulai tenang lalu tersenyum.
”Bagi grunt yang namanya disebut, harap maju ke depan arena,” kata Tabitha membuka pengumumannya. ”Baiklah, segera saya mulai membacakan para peserta ujian elite grunt berikut rekan regunya. Regu pertama! Anggota pertama yaitu Casey. Anggota kedua di regu pertama yaitu Jones. Anggota ketiga di regu pertama yaitu...”
Tabitha membacakan satu persatu nama grunt yang terpilih mengikuti ujian elite grunt. Beberapa grunt yang dipanggilnya keluar dari kerumunan dan maju ke tengah arena. Tabitha terus saja melanjutkan pengumumannya dengan disambut hiruk-pikuk saat nama-nama itu disebutkan. Aku sendiri tak terlalu memperhatikan nama-nama yang dipanggil Tabitha. Aku memang ingin terpilih dalam ujian elite grunt itu, tapi mengingat kekalahanku dari Brodie membuat aku tak terlalu mengharapkannya lagi. Mana mungkin aku terpilih untuk mengikuti ujian tersebut? Ucapan Tabitha waktu itu pasti hanya untuk membesarkan hatiku saja.
”.....kini giliran regu terakhir...” ujar Tabitha mengagetkanku. Tak terasa pengumuman telah mencapai regu terakhir. Kulihat di arena telah tampak beberapa grunt berdiri dengan membentuk kelompok yang terdiri dari tiga orang. Ada sembilan regu yang telah terbentuk disana, menyisakan regu terakhir, regu kesepuluh. Aku penasaran siapa tiga orang grunt terakhir yang akan maju menjadi anggota regu kesepuluh.
”Anggota regu nomor sepuluh adalah....” Tabitha berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “.....Clown, silakan maju ke depan arena.”
Clown? Nama apa itu? Baru kudengar ada seseorang bernama Clown. Yang kalau diartikan yaitu badut. Mungkinkah itu nama samarannya? Iya, pasti itu bukan nama asli. Kulihat seseorang keluar dari kerumunan grunt dan berjalan ke arena. Awalnya, lelaki berambut pirang itu tampak seperti gruntbiasa. Tapi setelah kuamati dengan seksama, ada yang tak biasa di wajahnya. Sebuah bekas luka di pipi kanannya.
”Anggota kedua regu kesepuluh....” Tabitha melanjutkan mengumumkan setelah Clown maju ke arena, ”......adalah Flame!”
Apa? Jadi Flame juga ikut serta dalam ujian elite grunt? Bukankah ujian khusus hanya diperuntukkan bagi anggota setingkat grunt? Apakah Flame adalah anggota setingkat grunt juga? Aku tak percaya, karena kulihat selama ini dia sangat dekat dengan Maxie. Kupikir peringkatnya lebih tinggi dari grunt. Ya mungkin setara elite grunt. Ternyata... Ya aku tak heran bila dia dekat dengan Maxie. Dia kan keponakan Maxie. Hmm, jadi Flame itu masih setingkat denganku ya...
Flame berdiri dari tempat duduknya dan melangkah keluar barisan menuju ke arena. Berbeda ketika pertama kali aku melihatnya, kali ini Flame menggenakan seragam Tim Magma seperti kebanyakan Grunt lainnya. Benar, dia memang masih setingkat grunt, namun akan segera menjadi anggota elit bila berhasil lulus ujian ini. Aku jadi iri. Andai aku ikut terpilih di antara orang-orang yang berdiri di atas arena itu.
”Dan untuk menutup pembentukan regu, maka anggota regu sepuluh yang terakhir adalah......” sepertinya Tabitha akan mengumumkan grunt terakhir yang akan mengikuti ujian. Tapi apa peduliku? Aku akan tetap menjadi seorang grunt biasa di Tim Magma. Aku ini memang payah. Tapi demi Groudon, aku tak boleh menyerah. Meski hanya grunt biasa, aku yakin aku bisa untuk...
Tiba-tiba saja aku tersadar dari lamunanku. Entah kenapa kini seluruh mata di Arena Magma menatap ke arahku, yang tengah duduk di bongkahan tanah tinggi di belakang mereka. Suasana menjadi sangat hening. Hei, ada apa ini? Kenapa mereka semua memandang kepadaku? Apa tidak cukup ejekan untukku karena telah kalah dari Brodie waktu itu?
”Lunar....” kudengar Tabitha memanggilku. Tabitha memanggilku? Aku pun menoleh ke arahnya dan kulihat dia meneruskan perkataannya. ”Lunar, sampai kapan kamu akan tetap duduk disitu?” tanyanya. Aku tak mengerti dengan apa yang dimaksudkan Tabitha. Melihat sikapku yang tampak seperti orang bingung, Tabitha terlihat kesal. ”Lunar, kamu mau mengikuti ujian elite grunt tidak? Kamu adalah anggota terakhir regu sepuluh!”
Apa? Apa aku tak salah dengar? Jadi saat aku melamun tadi, Tabitha menyebutkan namaku sebagai grunt terakhir yang terpilih untuk mengikuti ujian khusus? Aku benar-benar tak percaya ini. Aku pun berdiri dari tempat duduk dengan sangat gugup. Perlahan aku melangkah berjalan ke arena, menerobos kerumunan dengan kaki gemetar. Dan tak lama kudengar riuh suara dari kerumunan di sekelilingkua. Anggota-anggota yang lain tampak bertepuk tangan tatkala aku berada di tengah arena. Mereka tidak mengejekku. Mereka bertepuk tangan takjub dengan pandangan yang menyenangkan. Aku tak percaya ini, aku benar-benar tak percaya!
Selama melatihku itu, Tabitha melihat aku punya kemauan belajar yang tinggi. Dia menilai kemampuanku berkembang jauh. Membuat Tabitha yakin untuk menjadikanku seorang grunt. Grunt adalah tingkatan paling bawah dalam organisasi Tim Magma. Istilah grunt sama dengan prajurit paling rendah, yang maju paling depan dalam pertarungan. Yeah, hanya menjadi seorang grunt dengan seragam merah berani ini saja sudah membuatku merasa sangat senang.
”Kamu luar biasa, Lunar. Padahal kamu baru satu minggu disini,” puji Tabitha seusai memberikanku pelatihan teknik bertarung. ”Kupikir dirimu layak untuk mengikuti ujian elite grunt,” sambungnya.
”Elite Grunt? Apa itu?” tanyaku tak mengerti.
”Rencananya kami akan membentuk sebuah regu elit yang terdiri dari para grunt berbakat yang dianggap layak. Tingkatannya berada di atas grunt, dengan sebutan elite grunt,” jelas Tabitha.
”Ah, yang benar saja Kak Tabitha. Aku kan baru satu minggu bergabung dengan kalian. Mana mungkin aku bisa langsung menduduki peringkat itu? Lagipula kau tahu sendiri kan kalau grunt-grunt yang lain...”
Aku berhenti bicara. Perlakuan para grunt padaku selama seminggu ini kembali terngiang di kepalaku. Ya, rupanya masih banyak grunt yang belum bisa menerimaku bergabung di Tim Magma. Mereka menganggap aku tidak layak bergabung dengan Tim Magma karena aku kalah dalam pertarunganku melawan Brodie waktu itu. Grunt-grunt itu, sampai sekarang masih sering memandangku dengan sinis bila bertemu pandang.
”Kamu memikirkan sikap para grunt padamu ya?” tanya Tabitha seolah membaca pikiranku.
”Ah, tidak kok... Aku hanya....”
”Sudahlah Lunar, jangan kamu pikirkan itu. Aku yakin kamu lebih baik dari mereka. Melihat bakatmu dan juga keinginanmu, aku yakin kamu bisa menjadi grunt yang hebat,” kata Tabitha memandang penuh arti. Dia lalu menepuk pundakku memberi motivasi. ”Melalui ujian elite grunt nanti, kamu bisa menunjukkan hal itu pada mereka.”
”Ta... tapi Kak Tabi...”
Tabitha langsung berjalan meninggalkanku sebelum aku sempat melanjutkan ucapanku. Dia sempat berbalik dan tersenyum misterius padaku. ”Lunar, kedatanganmu di gunung ini bukan tanpa alasan. Percayalah itu,” ujarnya lirih. Dia lalu berjalan dan lenyap dari pandanganku. Membuatku memikirkan ucapannya tadi. Kedatanganku bukan tanpa alasan?
*
Suasana Arena Magma tampak ramai. Tabitha tampak berdiri di tengah lingkaran arena yang dikelilingi lahar panas membara. Hari ini dia akan mengumumkan nama-nama grunt yang terpilih untuk mengikuti ujian elite grunt. Para grunt yang berdiri berkerumun di sekeliling arena tampak menantikan dengan tak sabar. Sementara aku juga ada dalam kerumunan itu. Maksudku ada di barisan belakang. Ingin rasanya menerobos kerumunan dan maju ke barisan depan untuk melihat dengan jelas Tabitha yang berdiri disana. Tapi apa daya, para grunt tampak berjubel tak karuan. Membuatku tak bisa menembusnya. Aku tak punya pilihan kecuali duduk di sebuah bongkahan tanah yang agak tinggi tak jauh dari arena. Dari sana aku bisa melihat tengah arena dengan cukup jelas.
Perlahan, Maxie sang pemimpin Tim Magma berjalan ke tengah arena dengan didampingi Courtney, admin Tim Magma selain Tabitha. Kedatangan mereka berdua disambut riuh suara kerumunan grunt Tim Magma. Kini keduanya telah berdiri di tengah arena bersama dengan Tabitha. Umm... tunggu dulu. Dimana Flame? Bukannya selama ini dia selalu mendampingi Maxie?
Ah, itu dia. Mataku menjelajah arena dan melihat Flame berada di barisan depan. Melihat kehadirannya membuatku bersemangat. Ingin rasanya aku beranjak dari tempat dudukku dan berjalan menghampirinya. Tapi langsung saja kuurungkan niatku itu ketika kulihat siapa yang berdiri di sampingnya. Itu Brodie. Apa yang akan dikatakan lelaku itu bila aku mendatangi Flame?
”Baiklah semuanya!” terdengar suara lantang Tabitha mencoba menenangkan kerumunan yang mulai ramai. Tampaknya pengumuman peserta ujian elite grunt akan segera dimulai. ”Saya akan menyampaikan nama-nama Grunt yang terpilih untuk mengikuti ujian elite grunt. Bersama dengan regunya masing-masing,” sambung Tabitha. Seketika suara riuh-rendah di kerumunan mulai lenyap. Mereka semua mulai memperhatikan dengan serius apa yang akan dikatakan oleh Tabitha. Tabitha yang melihat kerumunan mulai tenang lalu tersenyum.
”Bagi grunt yang namanya disebut, harap maju ke depan arena,” kata Tabitha membuka pengumumannya. ”Baiklah, segera saya mulai membacakan para peserta ujian elite grunt berikut rekan regunya. Regu pertama! Anggota pertama yaitu Casey. Anggota kedua di regu pertama yaitu Jones. Anggota ketiga di regu pertama yaitu...”
Tabitha membacakan satu persatu nama grunt yang terpilih mengikuti ujian elite grunt. Beberapa grunt yang dipanggilnya keluar dari kerumunan dan maju ke tengah arena. Tabitha terus saja melanjutkan pengumumannya dengan disambut hiruk-pikuk saat nama-nama itu disebutkan. Aku sendiri tak terlalu memperhatikan nama-nama yang dipanggil Tabitha. Aku memang ingin terpilih dalam ujian elite grunt itu, tapi mengingat kekalahanku dari Brodie membuat aku tak terlalu mengharapkannya lagi. Mana mungkin aku terpilih untuk mengikuti ujian tersebut? Ucapan Tabitha waktu itu pasti hanya untuk membesarkan hatiku saja.
”.....kini giliran regu terakhir...” ujar Tabitha mengagetkanku. Tak terasa pengumuman telah mencapai regu terakhir. Kulihat di arena telah tampak beberapa grunt berdiri dengan membentuk kelompok yang terdiri dari tiga orang. Ada sembilan regu yang telah terbentuk disana, menyisakan regu terakhir, regu kesepuluh. Aku penasaran siapa tiga orang grunt terakhir yang akan maju menjadi anggota regu kesepuluh.
”Anggota regu nomor sepuluh adalah....” Tabitha berhenti sejenak, lalu melanjutkan, “.....Clown, silakan maju ke depan arena.”
Clown? Nama apa itu? Baru kudengar ada seseorang bernama Clown. Yang kalau diartikan yaitu badut. Mungkinkah itu nama samarannya? Iya, pasti itu bukan nama asli. Kulihat seseorang keluar dari kerumunan grunt dan berjalan ke arena. Awalnya, lelaki berambut pirang itu tampak seperti gruntbiasa. Tapi setelah kuamati dengan seksama, ada yang tak biasa di wajahnya. Sebuah bekas luka di pipi kanannya.
”Anggota kedua regu kesepuluh....” Tabitha melanjutkan mengumumkan setelah Clown maju ke arena, ”......adalah Flame!”
Apa? Jadi Flame juga ikut serta dalam ujian elite grunt? Bukankah ujian khusus hanya diperuntukkan bagi anggota setingkat grunt? Apakah Flame adalah anggota setingkat grunt juga? Aku tak percaya, karena kulihat selama ini dia sangat dekat dengan Maxie. Kupikir peringkatnya lebih tinggi dari grunt. Ya mungkin setara elite grunt. Ternyata... Ya aku tak heran bila dia dekat dengan Maxie. Dia kan keponakan Maxie. Hmm, jadi Flame itu masih setingkat denganku ya...
Flame berdiri dari tempat duduknya dan melangkah keluar barisan menuju ke arena. Berbeda ketika pertama kali aku melihatnya, kali ini Flame menggenakan seragam Tim Magma seperti kebanyakan Grunt lainnya. Benar, dia memang masih setingkat grunt, namun akan segera menjadi anggota elit bila berhasil lulus ujian ini. Aku jadi iri. Andai aku ikut terpilih di antara orang-orang yang berdiri di atas arena itu.
”Dan untuk menutup pembentukan regu, maka anggota regu sepuluh yang terakhir adalah......” sepertinya Tabitha akan mengumumkan grunt terakhir yang akan mengikuti ujian. Tapi apa peduliku? Aku akan tetap menjadi seorang grunt biasa di Tim Magma. Aku ini memang payah. Tapi demi Groudon, aku tak boleh menyerah. Meski hanya grunt biasa, aku yakin aku bisa untuk...
Tiba-tiba saja aku tersadar dari lamunanku. Entah kenapa kini seluruh mata di Arena Magma menatap ke arahku, yang tengah duduk di bongkahan tanah tinggi di belakang mereka. Suasana menjadi sangat hening. Hei, ada apa ini? Kenapa mereka semua memandang kepadaku? Apa tidak cukup ejekan untukku karena telah kalah dari Brodie waktu itu?
”Lunar....” kudengar Tabitha memanggilku. Tabitha memanggilku? Aku pun menoleh ke arahnya dan kulihat dia meneruskan perkataannya. ”Lunar, sampai kapan kamu akan tetap duduk disitu?” tanyanya. Aku tak mengerti dengan apa yang dimaksudkan Tabitha. Melihat sikapku yang tampak seperti orang bingung, Tabitha terlihat kesal. ”Lunar, kamu mau mengikuti ujian elite grunt tidak? Kamu adalah anggota terakhir regu sepuluh!”
Apa? Apa aku tak salah dengar? Jadi saat aku melamun tadi, Tabitha menyebutkan namaku sebagai grunt terakhir yang terpilih untuk mengikuti ujian khusus? Aku benar-benar tak percaya ini. Aku pun berdiri dari tempat duduk dengan sangat gugup. Perlahan aku melangkah berjalan ke arena, menerobos kerumunan dengan kaki gemetar. Dan tak lama kudengar riuh suara dari kerumunan di sekelilingkua. Anggota-anggota yang lain tampak bertepuk tangan tatkala aku berada di tengah arena. Mereka tidak mengejekku. Mereka bertepuk tangan takjub dengan pandangan yang menyenangkan. Aku tak percaya ini, aku benar-benar tak percaya!
Scene 21: Pertarungan Perkenalan
Aku berada di sebuah ruangan cukup sempit di bagian dalam Gunung Chimney. Selain aku, Flame dan lelaki pirang bernama Clown ada di dalamnya.
”Jadi kamu yang namanya Lunar?” tanya Clown padaku. Setelah pengumuman, semua Grunt yang akan mengikuti ujian ditempatkan di sebuah ruangan khusus untuk inisiasi regu masing-masing. Oleh Tabitha kami diberi kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain mengingat kami akan bekerja sebagai tim dalam ujian elite grunt nanti.
”I...iya,” jawabku tergagap. Aku memang selalu gagap bila berbicara dengan orang yang baru kukenal. Aku bahkan masih tergagap bila berbicara dengan kakakku. Ngomong-omong soal kakakku, bagaimana kabarnya sekarang ya? Apakah dia akan marah bila mengetahui aku telah bergabung dengan Tim Magma? Memang semenjak aku bergabung dengan Tim Magma aku tak pernah lagi menghubungi kakakku. PokeNav, alat komunikasi milikku sendiri telah disita saat aku tertangkap dulu.
”Tak kusangka orang lemah sepertimu bisa masuk ke dalam ujian ini,” ujar Clown terkesan meremehkan. ”Melawan Brodie saja kamu kalah.”
Sudah kuduga aku akan mendengar lagi ejekan seperti itu lagi. Sesuatu yang amat kubenci.
”Clown, bisakah kau bekerjasama?” tiba-tiba Flame mengeluarkan suara. ”Mungkin Lunar telah kalah dalam pertarungan waktu itu. Tapi bukan berarti kau bisa menghakiminya terus-menerus. Paman Maxie sendiri telah menerimanya sebagai anggota tim. Kenapa kau belum bisa menerimanya?”
Aku benar-benar tak menyangka dengan pembelaan Flame. Memang semenjak aku tertangkap, hanya dialah yang selalu membelaku. Apa cuma dia saja grunt baik hati di dalam Tim Magma?
”Flame, kenapa sih kau bela dia? Dia itu cuma anggota baru yang payah. Sedangkan aku adalah anggota yang lebih lama bergabung Tim Magma. Lunar itu cuma seorang penyusup yang kini menjadi bagian dari kita. Dia itu.....”
”Cukup Clown!” entah kenapa tiba-tiba aku menyela perkataannya. ”Bila kau tak bisa menerimaku itu urusanmu. Tapi bagaimanapun kita telah terpilih dalam satu regu. Kita harus bekerjasama. Tak maukah kau terpilih sebagai regu elit?”
”Aku tak bekerjasama dengan penyusup sepertimu!” Clown tampak emosi. ”Kau tak pantas terpilih sebagai elite grunt. Akulah yang pantas!”
”Oh, ya? Jadi sekarang apa maumu?” tantangku marah. Aku benar-benar tak tahu mengapa tiba-tiba aku bisa menjadi seberani ini. Apa mungkin aku telah terbawa emosi?
Clown menyeringai mendengar pertanyaanku. Dia lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dari sakunya. ”Ini yang aku mau, pertarungan Pokemon!”
”Kau berani menjual, pantang bagiku untuk tidak membeli!” jawabku lantang sembari mengeluarkan PokeBall dari sakuku.
”Hei! Kalian berdua hentikan!” Flame tampak panik. ”Kita berada disini untuk saling mengenal dan bekerjasama, bukan untuk saling berkelahi!”
”Flame, kau diam saja. Bagiku, hanya inilah satu-satunya cara untuk mengenalnya. Melalui pertarungan Pokemon!” sanggah Clown sambil menatapku tajam. Aku balas menatapnya dengan tajam pula.
Flame tampak terdiam. Dia lalu mengangkat kedua bahunya dan berkata, ”Baiklah, kalau memang ini yang terbaik bagi kalian berdua, silakan saja bertarung. Aku jadi penonton saja kalau begitu.”
Tampaknya Flame mulai kesal. Dia lalu menyingkir agak jauh dari kami berdua yang telah mengambil kuda-kuda bertarung.
”Mari kita mulai, satu lawan satu. Keluarlah, Electabuzz!”
Clown melempar Pokeballnya dan dari dalamnya keluar Pokemon berwarna kuning dengan motif bergaris hitam yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ukuran tubuhnya hampir sama dengan Sandslash milikku.
”Kalau begitu aku juga, keluarlah Sandslash!”
Aku tak mau kalah. Kulemparkan pokeball dan Pokemon pertamaku segera keluar dari dalamnya.
”Electabuzz, Quick Attack!” perintah Clown. Electabuzz lalu berlari dengan cepat dan menghantam Sandslash dengan kerasnya. Sandslash jatuh ke tanah.
”Sandslash, balas dia! Gunakan Slash!” perintahku.
Sandslash bengkit dan melompat seraya menghunus cakarnya yang tajam. Dan cakar itu berhasil menyayat Electabuzz. Electabuzz kesakitan.
”Electabuzz, Brick Break!”
Electabuzz kembali menyerang. Kali ini Pokemon yang kuduga bertipe Electric itu melayangkan pukulan ke kepala Sandslash. Pukulan itu mengenai kepala Sandslash sehingga Sandslash kembali terjatuh. Sandslash mencoba bangkit, namun tampaknya dia kesulitan berdiri.
”Sandslash, bangkitlah!” seruku. Sandslash berhasil berdiri, namun tampaknya dia tak bisa bergerak. Kulihat ada kilatan-kilatan berwarna kekuningan di sekitar tubuhnya.
”Ke... kenapa?” tanyaku heran.
”Hahaha, tak tahukah kau kalau Pokemonmu itu dalam status paralyz atau lumpuh karena bersentuhan dengan Electabuzz tadi? Brick Break tidak hanya meyakiti Pokemonmu, tapi juga mengaktifkan ability Static,” ujar Clown mencemooh.
Ability Static? Abiliy Pokemon yang bisa membuat siapapun yang bersentuhan dengan Pokemon itu akan terkena paralyz.
”Biarpun Pokemonmu adalah Pokemon Ground, namun ability static Pokemon tipe Electric masih berpengaruh padanya. Asal kau tahu, ability Electabuzz milikku adalah static!” terang Clown dengan pongahnya. ”Sekarang sudah sangat jelas kalau kau tak layak menjadi elite grunt!”
Sial! Apa yang harus aku lakukan? Masa’ aku harus kalah untuk yang kedua kalinya secara beruntun? Apa memang benar kata Clown kalau aku tak layak menjadi elite grunt?
”Jadi kamu yang namanya Lunar?” tanya Clown padaku. Setelah pengumuman, semua Grunt yang akan mengikuti ujian ditempatkan di sebuah ruangan khusus untuk inisiasi regu masing-masing. Oleh Tabitha kami diberi kesempatan untuk saling mengenal satu sama lain mengingat kami akan bekerja sebagai tim dalam ujian elite grunt nanti.
”I...iya,” jawabku tergagap. Aku memang selalu gagap bila berbicara dengan orang yang baru kukenal. Aku bahkan masih tergagap bila berbicara dengan kakakku. Ngomong-omong soal kakakku, bagaimana kabarnya sekarang ya? Apakah dia akan marah bila mengetahui aku telah bergabung dengan Tim Magma? Memang semenjak aku bergabung dengan Tim Magma aku tak pernah lagi menghubungi kakakku. PokeNav, alat komunikasi milikku sendiri telah disita saat aku tertangkap dulu.
”Tak kusangka orang lemah sepertimu bisa masuk ke dalam ujian ini,” ujar Clown terkesan meremehkan. ”Melawan Brodie saja kamu kalah.”
Sudah kuduga aku akan mendengar lagi ejekan seperti itu lagi. Sesuatu yang amat kubenci.
”Clown, bisakah kau bekerjasama?” tiba-tiba Flame mengeluarkan suara. ”Mungkin Lunar telah kalah dalam pertarungan waktu itu. Tapi bukan berarti kau bisa menghakiminya terus-menerus. Paman Maxie sendiri telah menerimanya sebagai anggota tim. Kenapa kau belum bisa menerimanya?”
Aku benar-benar tak menyangka dengan pembelaan Flame. Memang semenjak aku tertangkap, hanya dialah yang selalu membelaku. Apa cuma dia saja grunt baik hati di dalam Tim Magma?
”Flame, kenapa sih kau bela dia? Dia itu cuma anggota baru yang payah. Sedangkan aku adalah anggota yang lebih lama bergabung Tim Magma. Lunar itu cuma seorang penyusup yang kini menjadi bagian dari kita. Dia itu.....”
”Cukup Clown!” entah kenapa tiba-tiba aku menyela perkataannya. ”Bila kau tak bisa menerimaku itu urusanmu. Tapi bagaimanapun kita telah terpilih dalam satu regu. Kita harus bekerjasama. Tak maukah kau terpilih sebagai regu elit?”
”Aku tak bekerjasama dengan penyusup sepertimu!” Clown tampak emosi. ”Kau tak pantas terpilih sebagai elite grunt. Akulah yang pantas!”
”Oh, ya? Jadi sekarang apa maumu?” tantangku marah. Aku benar-benar tak tahu mengapa tiba-tiba aku bisa menjadi seberani ini. Apa mungkin aku telah terbawa emosi?
Clown menyeringai mendengar pertanyaanku. Dia lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dari sakunya. ”Ini yang aku mau, pertarungan Pokemon!”
”Kau berani menjual, pantang bagiku untuk tidak membeli!” jawabku lantang sembari mengeluarkan PokeBall dari sakuku.
”Hei! Kalian berdua hentikan!” Flame tampak panik. ”Kita berada disini untuk saling mengenal dan bekerjasama, bukan untuk saling berkelahi!”
”Flame, kau diam saja. Bagiku, hanya inilah satu-satunya cara untuk mengenalnya. Melalui pertarungan Pokemon!” sanggah Clown sambil menatapku tajam. Aku balas menatapnya dengan tajam pula.
Flame tampak terdiam. Dia lalu mengangkat kedua bahunya dan berkata, ”Baiklah, kalau memang ini yang terbaik bagi kalian berdua, silakan saja bertarung. Aku jadi penonton saja kalau begitu.”
Tampaknya Flame mulai kesal. Dia lalu menyingkir agak jauh dari kami berdua yang telah mengambil kuda-kuda bertarung.
”Mari kita mulai, satu lawan satu. Keluarlah, Electabuzz!”
Clown melempar Pokeballnya dan dari dalamnya keluar Pokemon berwarna kuning dengan motif bergaris hitam yang belum pernah kulihat sebelumnya. Ukuran tubuhnya hampir sama dengan Sandslash milikku.
”Kalau begitu aku juga, keluarlah Sandslash!”
Aku tak mau kalah. Kulemparkan pokeball dan Pokemon pertamaku segera keluar dari dalamnya.
”Electabuzz, Quick Attack!” perintah Clown. Electabuzz lalu berlari dengan cepat dan menghantam Sandslash dengan kerasnya. Sandslash jatuh ke tanah.
”Sandslash, balas dia! Gunakan Slash!” perintahku.
Sandslash bengkit dan melompat seraya menghunus cakarnya yang tajam. Dan cakar itu berhasil menyayat Electabuzz. Electabuzz kesakitan.
”Electabuzz, Brick Break!”
Electabuzz kembali menyerang. Kali ini Pokemon yang kuduga bertipe Electric itu melayangkan pukulan ke kepala Sandslash. Pukulan itu mengenai kepala Sandslash sehingga Sandslash kembali terjatuh. Sandslash mencoba bangkit, namun tampaknya dia kesulitan berdiri.
”Sandslash, bangkitlah!” seruku. Sandslash berhasil berdiri, namun tampaknya dia tak bisa bergerak. Kulihat ada kilatan-kilatan berwarna kekuningan di sekitar tubuhnya.
”Ke... kenapa?” tanyaku heran.
”Hahaha, tak tahukah kau kalau Pokemonmu itu dalam status paralyz atau lumpuh karena bersentuhan dengan Electabuzz tadi? Brick Break tidak hanya meyakiti Pokemonmu, tapi juga mengaktifkan ability Static,” ujar Clown mencemooh.
Ability Static? Abiliy Pokemon yang bisa membuat siapapun yang bersentuhan dengan Pokemon itu akan terkena paralyz.
”Biarpun Pokemonmu adalah Pokemon Ground, namun ability static Pokemon tipe Electric masih berpengaruh padanya. Asal kau tahu, ability Electabuzz milikku adalah static!” terang Clown dengan pongahnya. ”Sekarang sudah sangat jelas kalau kau tak layak menjadi elite grunt!”
Sial! Apa yang harus aku lakukan? Masa’ aku harus kalah untuk yang kedua kalinya secara beruntun? Apa memang benar kata Clown kalau aku tak layak menjadi elite grunt?
Scene 22: Serangan Rahasia Sandslash
”Baiklah, sekarang saatnya aku menyudahi pertarungan yang sebenarnya tak perlu ini,” ujar Clown tampak meyakinkan. ”Electabuzz, Quick Attack!”
Electabuzz berlari kencang dan menghantam Sandslash untuk keduakalinya. Sandslash terjatuh dengan kerasnya.
Sial! Aku harus berpikir cepat. Saat ini Sandslash sedang terkena status paralyz. Percuma saja kalau aku mengandalkan situasi dimana Sandslash bisa bergerak. Paralyz membuat terkadang Pokemon kita tidak bisa bergerak. Karena peluangnya kecil dan juga itu akan memberi kesempatan Electabuzz untuk terus menyeragnya. Ayo Lunar, berpikirlah!
Oh, ya.... Aku ingat sekarang!
”Sandslash, terima ini!”
Kulemparkan sebuah botol spray ke arah Sandslash. Spray itu jatuh dan samping Sandslash dan pecah. Dari dalamnya keluar serbuk dan gas yang menyelimuti Sandslash. Dan tiba-tiba Sandslash dapat bangkit kembali.
”Apa? Apa yang kau lemparkan itu?” tanya Clown terperangah.
”Itu Paryz Heal, obat penyembuh status lumpuh. Dengan obat itu, Sandslash tidak lagi dalam status lumpuh,” jawabku menjelaskan. Untunglah aku ingat pernah membeli obat status lumpuh itu di toko Pokemon yang ada di kota Lavaridge waktu itu.
Clown terkejut, namun tiba-tiba dia terkekeh. ”Baiklah, sepertinya pertarungan makin seru. Sepertinya kau tak bisa kuremehkan. Electabuzz, Brick Break!” Electabuzz melompat dan melayangkan pukulan petirnya. Namun, pukulannya tak mengenai apapun. ”Apa? Dimana dia?” tanya Clown terkejut ketika Sandslash tak ada di tempatnya.
Aku tersenyum penuh kemenangan. ”Maaf Clown, tapi sekarang giliranku! Sandslash, keluarlah sekarang! DIG!”
Mendengar perintahku, tiba-tiba dari dalam tanah di bawah Electabuzz muncul Sandslash yang langsung menghantam Elcetabuzz dari bawah. Electabuzz terlempar cukup jauh. ”Sandslash, sekarang gunakan Slash!”
Sandslash menyongsong Electabuzz yang tengah tergeletak dengan cepat dan mengibaskan tangannya yang memiliki cakar sangat tajam. Serangan sayatan pun mendarat dengan sangat baik.
”Apa yang telah kau lakukan?” lagi-lagi Clown tampak terkejut.
”Itu Dig, atau jurus menggali. Kulakukan dengan cepat sebelum Brick Break mengenai Sandslash. Sandslash dengan sepat menggali tanah dan masuk ke dalam tanah. Saat Electabuzz tak menyadarinya, Sandslash pun keluar dari dalam tanah dan menghantam Pokemonmu!” jelasku tampak girang. Dig adalah serangan yang baru dipelajari oleh Sandslash dari TM pemberian Pak Donald. Serangan ini pun untuk pertama kalinya kugunakan pada pertarungan ini. Tak kusangka efeknya begitu bagus.
”Sialan!” umpat Clown marah. ”Tapi aku belum kalah Lunar! Electabuzz, bangkit serangan Brick Break!”
Electabuzz bangkit dan menyerang Sandslash dengan pukulan bertubi-tubi. Sandslash tampak kewalahan dan kesakitan menghadapi serangan itu. Tak kusangka semangat pertarungan Clown begitu besar. Kalau seperti ini aku harus bisa bertahan.
Sandslash tersudut. Dia tak bisa bergerak. Rupanya kemampuan static Electabuzz kembali membuatnya berada dalam status paralyz. Sial! Aku sudah tidak memiliki Paryz Heal lagi!
”Hahahaha!” Clown tertawa gembira. ”Lihat siapa yang tertawa sekarang....itu aku!” Mendengar itu aku hanya terdiam sambil tersenyum kecut. Clown memang hebat, pantas saja dia terpilih mengikuti ujian ini.
Melihat kondisi Sandslash yang tak berkutik, Clown kembali memerintahkan Electabuzz untuk menyerang Sandslash secara bertubi-tubi. Kalau begini terus aku bisa kalah. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah tak punya strategi lagi selain mengharapkan efek serangan rahasia Sandslash mulai bereaksi.
Sandslash sudah kehabisan tenaga. Sepertinya satu kali serangan Electabuzz akan membuatnya pingsan. Dan Clown menyadari hal itu.
”Electabuzz, sudahi sekarang juga! Quick Attack!” Electabuzz berlari kencang ke arah Sandslash, siap untuk menghantamnya untuk yang terakhir kali. Namun ketika hampir mencapai Sandslash, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Electabuzz tampak kesakitan. Muka dan tubuhnya membiru. Tiba-tiba saja dia terjatuh dan pingsan.
”Electabuzz? Kenapa?” Clown terperangah melihat Pokemonnya jatuh pingsan dengan tiba-tiba. Kini saatnya aku yang tertawa.
”Pokemonmu itu terkena serangan Poison Sting atau sengat beracun dari Sandslash,” ujarku.
”Sengat beracun? Tapi kapan dia melakukannya?” tanya Clown tak percaya.
”Tadi, saat Sandslash menggunakan Slash. Sandslash telah melumuri cakarnya dengan racun dengan Poison Sting, sehingga merasuk ke tubuh Electabuzz. Tak kusangka efeknya akan terlambat seperti ini. Tapi itu bagus, kau tak menyangka kalau aku yang akan menang bukan?”
Clown tersenyum kecut mendengar penjelasanku. Dia mengembalikan Electabuzz ke dalam pokeball dan kemudian melangkah mendekatiku. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Aku serta merta menjawab uluran tangan itu dengan menjabat tangannya erat. Flame yang melihat kami berjabat tangan pun kini tersenyum.
”Kau memang hebat Lunar. Itulah mengapa kau terpilih untuk masuk ke regu ini. Maafkan aku karena telah meremehkanmu,” ujar Clown kemudian. ”Mulai sekarang kita akan bekerjasama sebagai satu tim untuk memenangkan ujian elite grunt ini. Bagaimana?”
Aku mengangguk. ”Tentu, aku pun sangat ingin bekerjasama denganmu memenangkan ujian ini. Kau adalah seorang petarung yang memiliki semangat juang tinggi,” jawabku mengiyakan.
”Hei...hei...!” tiba-tiba Flame muncul di antara kami berdua. ”Apa kalian telah melupakan aku?” tanya Flame dengan raut wajah masam. ”Memang sudah takdirnya wanita untuk dilupakan...” sambungnya pasrah.
”Tentu tidak Flame!” sahut Clown cepat. ”Kami sangat membutuhkanmu....sebagai pemanis perjalanan kita. Karena kau memang berwajah manis...iya kan Lunar?”
Pletak! Flame langsung menjitak kepala Clown. Membuat Clown meringis pelan.
”Jangan mulai rayuan gombalnya deh!” sentak Flame.
Kami bertiga pun langsung tertawa bersama mendengarnya.
”Oh iya, karena sekarang kita sudah berada di satu regu, tentunya regu kita ini mesti punya nama. Namanya jangan hanya regu sepuluh saja,” celetuk Clown kemudian.
”Hmm... Clown benar. Regu kita memang membutuhkan nama. Tapi apa ya nama yang tepat buat regu kita?” tanya Flame dengan ekspresi tampak berpikir. Lama berpikir, dia lalu melirik ke arahku. ”Oh, Lunar... mungkin kamu punya ide untuk nama regu kita ini?” tanyanya padaku.
”Nama regu? Err...” aku langsung ikut bepikir. Segera saja terlintas sebuah nama di benakku. ”Bagaimana kalau regu Ground. Sepertinya itu nama yang bagus,” usulku.
”Ground? Kenapa Ground?” tanya Clown.
”Ya karena Groudon yang kita cari bertipe Ground. Dan lagi, tujuan kita mencari Groudon adalah untuk memperluas daratan. Bagaimana menurut kalian?”
”Regu Ground ya... Kedengarannya bagus,” sahut Flame.
”Kau setuju Flame? Kalau begitu aku juga setuju!” seru Clown. ”Dengan begini Regu Ground... resmi dibentuk!”
Electabuzz berlari kencang dan menghantam Sandslash untuk keduakalinya. Sandslash terjatuh dengan kerasnya.
Sial! Aku harus berpikir cepat. Saat ini Sandslash sedang terkena status paralyz. Percuma saja kalau aku mengandalkan situasi dimana Sandslash bisa bergerak. Paralyz membuat terkadang Pokemon kita tidak bisa bergerak. Karena peluangnya kecil dan juga itu akan memberi kesempatan Electabuzz untuk terus menyeragnya. Ayo Lunar, berpikirlah!
Oh, ya.... Aku ingat sekarang!
”Sandslash, terima ini!”
Kulemparkan sebuah botol spray ke arah Sandslash. Spray itu jatuh dan samping Sandslash dan pecah. Dari dalamnya keluar serbuk dan gas yang menyelimuti Sandslash. Dan tiba-tiba Sandslash dapat bangkit kembali.
”Apa? Apa yang kau lemparkan itu?” tanya Clown terperangah.
”Itu Paryz Heal, obat penyembuh status lumpuh. Dengan obat itu, Sandslash tidak lagi dalam status lumpuh,” jawabku menjelaskan. Untunglah aku ingat pernah membeli obat status lumpuh itu di toko Pokemon yang ada di kota Lavaridge waktu itu.
Clown terkejut, namun tiba-tiba dia terkekeh. ”Baiklah, sepertinya pertarungan makin seru. Sepertinya kau tak bisa kuremehkan. Electabuzz, Brick Break!” Electabuzz melompat dan melayangkan pukulan petirnya. Namun, pukulannya tak mengenai apapun. ”Apa? Dimana dia?” tanya Clown terkejut ketika Sandslash tak ada di tempatnya.
Aku tersenyum penuh kemenangan. ”Maaf Clown, tapi sekarang giliranku! Sandslash, keluarlah sekarang! DIG!”
Mendengar perintahku, tiba-tiba dari dalam tanah di bawah Electabuzz muncul Sandslash yang langsung menghantam Elcetabuzz dari bawah. Electabuzz terlempar cukup jauh. ”Sandslash, sekarang gunakan Slash!”
Sandslash menyongsong Electabuzz yang tengah tergeletak dengan cepat dan mengibaskan tangannya yang memiliki cakar sangat tajam. Serangan sayatan pun mendarat dengan sangat baik.
”Apa yang telah kau lakukan?” lagi-lagi Clown tampak terkejut.
”Itu Dig, atau jurus menggali. Kulakukan dengan cepat sebelum Brick Break mengenai Sandslash. Sandslash dengan sepat menggali tanah dan masuk ke dalam tanah. Saat Electabuzz tak menyadarinya, Sandslash pun keluar dari dalam tanah dan menghantam Pokemonmu!” jelasku tampak girang. Dig adalah serangan yang baru dipelajari oleh Sandslash dari TM pemberian Pak Donald. Serangan ini pun untuk pertama kalinya kugunakan pada pertarungan ini. Tak kusangka efeknya begitu bagus.
”Sialan!” umpat Clown marah. ”Tapi aku belum kalah Lunar! Electabuzz, bangkit serangan Brick Break!”
Electabuzz bangkit dan menyerang Sandslash dengan pukulan bertubi-tubi. Sandslash tampak kewalahan dan kesakitan menghadapi serangan itu. Tak kusangka semangat pertarungan Clown begitu besar. Kalau seperti ini aku harus bisa bertahan.
Sandslash tersudut. Dia tak bisa bergerak. Rupanya kemampuan static Electabuzz kembali membuatnya berada dalam status paralyz. Sial! Aku sudah tidak memiliki Paryz Heal lagi!
”Hahahaha!” Clown tertawa gembira. ”Lihat siapa yang tertawa sekarang....itu aku!” Mendengar itu aku hanya terdiam sambil tersenyum kecut. Clown memang hebat, pantas saja dia terpilih mengikuti ujian ini.
Melihat kondisi Sandslash yang tak berkutik, Clown kembali memerintahkan Electabuzz untuk menyerang Sandslash secara bertubi-tubi. Kalau begini terus aku bisa kalah. Tapi mau bagaimana lagi? Aku sudah tak punya strategi lagi selain mengharapkan efek serangan rahasia Sandslash mulai bereaksi.
Sandslash sudah kehabisan tenaga. Sepertinya satu kali serangan Electabuzz akan membuatnya pingsan. Dan Clown menyadari hal itu.
”Electabuzz, sudahi sekarang juga! Quick Attack!” Electabuzz berlari kencang ke arah Sandslash, siap untuk menghantamnya untuk yang terakhir kali. Namun ketika hampir mencapai Sandslash, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Electabuzz tampak kesakitan. Muka dan tubuhnya membiru. Tiba-tiba saja dia terjatuh dan pingsan.
”Electabuzz? Kenapa?” Clown terperangah melihat Pokemonnya jatuh pingsan dengan tiba-tiba. Kini saatnya aku yang tertawa.
”Pokemonmu itu terkena serangan Poison Sting atau sengat beracun dari Sandslash,” ujarku.
”Sengat beracun? Tapi kapan dia melakukannya?” tanya Clown tak percaya.
”Tadi, saat Sandslash menggunakan Slash. Sandslash telah melumuri cakarnya dengan racun dengan Poison Sting, sehingga merasuk ke tubuh Electabuzz. Tak kusangka efeknya akan terlambat seperti ini. Tapi itu bagus, kau tak menyangka kalau aku yang akan menang bukan?”
Clown tersenyum kecut mendengar penjelasanku. Dia mengembalikan Electabuzz ke dalam pokeball dan kemudian melangkah mendekatiku. Tiba-tiba dia mengulurkan tangannya hendak menjabat tanganku. Aku serta merta menjawab uluran tangan itu dengan menjabat tangannya erat. Flame yang melihat kami berjabat tangan pun kini tersenyum.
”Kau memang hebat Lunar. Itulah mengapa kau terpilih untuk masuk ke regu ini. Maafkan aku karena telah meremehkanmu,” ujar Clown kemudian. ”Mulai sekarang kita akan bekerjasama sebagai satu tim untuk memenangkan ujian elite grunt ini. Bagaimana?”
Aku mengangguk. ”Tentu, aku pun sangat ingin bekerjasama denganmu memenangkan ujian ini. Kau adalah seorang petarung yang memiliki semangat juang tinggi,” jawabku mengiyakan.
”Hei...hei...!” tiba-tiba Flame muncul di antara kami berdua. ”Apa kalian telah melupakan aku?” tanya Flame dengan raut wajah masam. ”Memang sudah takdirnya wanita untuk dilupakan...” sambungnya pasrah.
”Tentu tidak Flame!” sahut Clown cepat. ”Kami sangat membutuhkanmu....sebagai pemanis perjalanan kita. Karena kau memang berwajah manis...iya kan Lunar?”
Pletak! Flame langsung menjitak kepala Clown. Membuat Clown meringis pelan.
”Jangan mulai rayuan gombalnya deh!” sentak Flame.
Kami bertiga pun langsung tertawa bersama mendengarnya.
”Oh iya, karena sekarang kita sudah berada di satu regu, tentunya regu kita ini mesti punya nama. Namanya jangan hanya regu sepuluh saja,” celetuk Clown kemudian.
”Hmm... Clown benar. Regu kita memang membutuhkan nama. Tapi apa ya nama yang tepat buat regu kita?” tanya Flame dengan ekspresi tampak berpikir. Lama berpikir, dia lalu melirik ke arahku. ”Oh, Lunar... mungkin kamu punya ide untuk nama regu kita ini?” tanyanya padaku.
”Nama regu? Err...” aku langsung ikut bepikir. Segera saja terlintas sebuah nama di benakku. ”Bagaimana kalau regu Ground. Sepertinya itu nama yang bagus,” usulku.
”Ground? Kenapa Ground?” tanya Clown.
”Ya karena Groudon yang kita cari bertipe Ground. Dan lagi, tujuan kita mencari Groudon adalah untuk memperluas daratan. Bagaimana menurut kalian?”
”Regu Ground ya... Kedengarannya bagus,” sahut Flame.
”Kau setuju Flame? Kalau begitu aku juga setuju!” seru Clown. ”Dengan begini Regu Ground... resmi dibentuk!”
Scene 23: Ujian Dimulai!
Hari ujian elite grunt pun tiba. Sepuluh regu peserta telah berkumpul di arena arena magma. Kami semua berbaris di tengah arena sementara Tabitha berdiri di depan kami memberikan pengarahan terakhir.
”Baiklah, kalian semua akan mengikuti ujian elite grunt. Yang harus kalian lakukan adalah merebut bola merah dari regu lain. Siapa yang berhasil mengumpulkan bola merah paling banyak, dialah yang akan terpilih sebagai regu elit dan semua anggotanya akan langsung diangkat menjadi elite grunt. Sementara regu yang telah kehilangan bola merah akan langsung gugur dalam ujian ini. Kalian mengerti?”
”Mengerti!” jawab semua grunt yang bakal mengikuti ujian elite grunt. Termasuk aku, Flame, dan Clown.
Tabitha tersenyum dan memberikan bola merah pada masing-masing regu. ”Baiklah, kita mulai ujiannya! Keluarlah Abra!”
Tabitha melemparkan sepuluh PokeBall ke depan masing-masing regu. Abra, Pokemon mirip rubah namun bertubuh seperti manusia kecil muncul terduduk di depan masing-masing regu.
”Kalian lihat, di depan kalian sekarang masing-masing sudah ada Abra,” kata Tabitha menjelaskan. ”Yang perlu kalian lakukan adalah memegang kepala Abra secara bersamaan. Abra akan membawa kalian ke tempat ujian, dan kalian harus bisa bertahan sampai semua bola merah terakhir. Bagaimana? Kalian sudah siap?”
”SIAP!” jawab para peserta ujian serentak.
Tabitha tersenyum. ”Baiklah silakan kalian memegang kepala Abra masing-masing,” katanya mempersilakan.
Aku melihat Abra dengan pandangan ragu. Begitu pula dengan Flame. Pokemon ini memiliki jurus teleport, yang bisa membawa trainernya pergi ke tempat yang diinginkan. Tapi pada ujian kali ini, Abra akan membawa kami kemana?
”Kenapa kalian lama sekali? Lihatlah yang lain, mereka sudah hilang,” seloroh Clown tiba-tiba yang langsung membuyarkan lamunanku.
Benar saja yang dikatakan Clown. Satu persatu regu lenyap begitu saja dari pandangan kami ketika mereka semua menyentuh kepala Abra. Mereka berteleportasi dengan jurus teleport Abra, entah membawa kemana.
”Sudahlah, kita tidak mau ketinggalan kan,” sentak Clown seraya menarik tanganku dan Flame bersamaan. Membuat tanganku dan Flame menyentuh kepala Abra dengan terpaksa.
”Hei, Clown... jangan semba...”
”Baiklah, kita mulai untuk pergi!” Clown meletakkan tangannya di kepala Abra dan seketika kami ikut lenyap dari arena magma.
*
Kami muncul di sebuah ruangan penuh lorong, dengan danau lahar tampak terlihat di kanan dan kiri kami. Sepertinya kami masih berada di dalam Gunung Chimney. Atau mungkin, kami tengah berada di jantung pusat Gunung Chimney. Mengingat hawanya terasa sangat panas dengan lahar yang tak henti-hentinya meletup-letup mengerikan.
”Aku belum pernah kesini, tak kusangka Tim Magma memiliki tempat rahasia seperti ini,” komentar Clown. ”Kita harus berhati-hati,” ujarnya padaku dan Flame.
Kami mulai mengendap-endap mencari keberadaan regu lain. Rencana kami, kami akan langsung menyergap regu lain begitu kami menemukan keberadaan mereka. Tapi cukup lama kami mencari, belum satupun regu lain yang kami temukan.
“Tempat ini luas sekali, sepertinya kita tidak kemana-mana,” ujar Clown mengeluh.
”Iya, disini sangat panas lagi,” sahutku sembil menyeka keringat di dahi. Tempat ini memang benar-benar panas layaknya sauna.
”Sepertinya Tabitha sengaja menguji kita dengan membuat kita seperti sedang direbus. Mungkin dia menguji ketahanan tubuh kita,” celetuk Flame yang tampak kegerahan. Kulihat tubuhnya berkeringat cukup banyak.
”Namanya juga ujian, yang penting jangan sampai kita dikalahkan oleh rasa panas ini hingga dengan mudah kita diserang oleh regu lain,” jawab Clown seolah-olah menjadi pemimpin. Tapi kuakui dia memang cocok menjadi pemimpin.
”Tolong.....panas....”
Tiba-tiba suara rintihan minta tolong mengagetkan kami. Suara tersebut berasal dari kejauhan. Flame yang mendengarnya langsung bergidik ketakutan.
”Apa itu suara hantu penunggu gunung ini?” tanyanya takut.
”Setahuku gunung yang ada hantunya itu cuma gunung Pyre,” jawab Clown sangat tenang. Gunung Pyre adalah gunung tempat dikuburnya Pokemon-Pokemon yang telah meninggal. Sering disebut juga gunung kuburan.
Clown lalu memberikan isyarat untuk mengikuti arah suara itu dengan mengendap-endap. ”Bisa saja itu jebakan musuh,” katanya. ”Sebelum mereka berhasil menjebak kita, kita harus menjebak mereka terlebih dulu.”
Seperti perintah Clown, kami pun mulai mengendap-endap mencari asal suara. Rupanya suara itu berasal dari regu nomor kedua. Tampak tiga orang anggota regu kedua terbaring di atas tanah yang keras di samping sungai lahar yang panas. Mereka tampaknya kelelahan dan tak berdaya.
”Kalian tunggu disini, biar aku yang melihatnya,” perintah Clown. Dia berjalan mendekati ketiga grunt yang tampak terkapar itu. Setelah yakin dengan situasi disana, dia lalu memberi isyarat pada aku dan Flame untuk mendekat. ”Mereka benar-benar payah,” katanya saat kami telah sampai di samping tiga grunt regu kedua tersebut. ”Tampaknya mereka tidak tahan dengan hawa panas dari tempat ini hingga mereka mungkin mengalami dehidrasi.”
”Pantas saja, tempat ini memang sangat panas,” celetuk Flame. ”Kita juga sebaiknya jangan berlama-lama disini kalau kita tidak mau seperti mereka.”
”Tentu, tapi kita ambil dulu bola merah dari mereka,” sahut Clown seraya mengambil bola merah yang dipegang oleh salah satu grunt regu kedua. ”Bagus, kita berhasil mendapatkan satu. Tinggal dua lagi. Ayo kita pergi!”
”Tapi bagaimana dengan mereka bertiga? Apa kita tinggalkan mereka begitu saja disini?” tanyaku melihat tiga grunt regu kedua yang semuanya kini sudah pingsan.
”Dalam ujian ini mereka adalah musuh kita. Kita tak usah memikirkan mereka,” sanggah Clown.
”Tapi Lunar benar, Clown,” potong Flame. ”Kita tidak boleh membiarkan mereka sekarat disini. Mereka bisa mati.”
”Flame, kapan sih kau tak membela Lunar?” sungut Clown tampak kesal. ”Nanti akan ada tim penolong yang membawa mereka ke atas.”
”Mereka akan segera mati sementara menunggu tim penolong,” ujar Flame kukuh.
”Baiklah, kalau itu maumu.” Clown lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya ke arah regu kedua yang sudah pingsan. Dari pokeball itu keluar Abra. Rupanya Clown juga memiliki seekor Abra.
”Abra, bawa mereka ke atas. Setelah itu kembalilah kesini,” perintah Clown pada Abra. Abra mengangguk lalu memegang ketiga grunt anggota regu nomor dua tersebut dan dalam sekejap lenyap. Beberapa detik kemudian Abra muncul kembali di depan kami sementara anggota regu nomor kedua sudah tak ada lagi bersamanya. Clown pun mengembailkan Abra ke dalam PokeBall. ”Kalian puas sekarang?” tanya Clown melihat ke arahku dan Flame.
Flame manggangguk mantap. ”Ya, sangat puas...”
”Baiklah, kalian semua akan mengikuti ujian elite grunt. Yang harus kalian lakukan adalah merebut bola merah dari regu lain. Siapa yang berhasil mengumpulkan bola merah paling banyak, dialah yang akan terpilih sebagai regu elit dan semua anggotanya akan langsung diangkat menjadi elite grunt. Sementara regu yang telah kehilangan bola merah akan langsung gugur dalam ujian ini. Kalian mengerti?”
”Mengerti!” jawab semua grunt yang bakal mengikuti ujian elite grunt. Termasuk aku, Flame, dan Clown.
Tabitha tersenyum dan memberikan bola merah pada masing-masing regu. ”Baiklah, kita mulai ujiannya! Keluarlah Abra!”
Tabitha melemparkan sepuluh PokeBall ke depan masing-masing regu. Abra, Pokemon mirip rubah namun bertubuh seperti manusia kecil muncul terduduk di depan masing-masing regu.
”Kalian lihat, di depan kalian sekarang masing-masing sudah ada Abra,” kata Tabitha menjelaskan. ”Yang perlu kalian lakukan adalah memegang kepala Abra secara bersamaan. Abra akan membawa kalian ke tempat ujian, dan kalian harus bisa bertahan sampai semua bola merah terakhir. Bagaimana? Kalian sudah siap?”
”SIAP!” jawab para peserta ujian serentak.
Tabitha tersenyum. ”Baiklah silakan kalian memegang kepala Abra masing-masing,” katanya mempersilakan.
Aku melihat Abra dengan pandangan ragu. Begitu pula dengan Flame. Pokemon ini memiliki jurus teleport, yang bisa membawa trainernya pergi ke tempat yang diinginkan. Tapi pada ujian kali ini, Abra akan membawa kami kemana?
”Kenapa kalian lama sekali? Lihatlah yang lain, mereka sudah hilang,” seloroh Clown tiba-tiba yang langsung membuyarkan lamunanku.
Benar saja yang dikatakan Clown. Satu persatu regu lenyap begitu saja dari pandangan kami ketika mereka semua menyentuh kepala Abra. Mereka berteleportasi dengan jurus teleport Abra, entah membawa kemana.
”Sudahlah, kita tidak mau ketinggalan kan,” sentak Clown seraya menarik tanganku dan Flame bersamaan. Membuat tanganku dan Flame menyentuh kepala Abra dengan terpaksa.
”Hei, Clown... jangan semba...”
”Baiklah, kita mulai untuk pergi!” Clown meletakkan tangannya di kepala Abra dan seketika kami ikut lenyap dari arena magma.
*
Kami muncul di sebuah ruangan penuh lorong, dengan danau lahar tampak terlihat di kanan dan kiri kami. Sepertinya kami masih berada di dalam Gunung Chimney. Atau mungkin, kami tengah berada di jantung pusat Gunung Chimney. Mengingat hawanya terasa sangat panas dengan lahar yang tak henti-hentinya meletup-letup mengerikan.
”Aku belum pernah kesini, tak kusangka Tim Magma memiliki tempat rahasia seperti ini,” komentar Clown. ”Kita harus berhati-hati,” ujarnya padaku dan Flame.
Kami mulai mengendap-endap mencari keberadaan regu lain. Rencana kami, kami akan langsung menyergap regu lain begitu kami menemukan keberadaan mereka. Tapi cukup lama kami mencari, belum satupun regu lain yang kami temukan.
“Tempat ini luas sekali, sepertinya kita tidak kemana-mana,” ujar Clown mengeluh.
”Iya, disini sangat panas lagi,” sahutku sembil menyeka keringat di dahi. Tempat ini memang benar-benar panas layaknya sauna.
”Sepertinya Tabitha sengaja menguji kita dengan membuat kita seperti sedang direbus. Mungkin dia menguji ketahanan tubuh kita,” celetuk Flame yang tampak kegerahan. Kulihat tubuhnya berkeringat cukup banyak.
”Namanya juga ujian, yang penting jangan sampai kita dikalahkan oleh rasa panas ini hingga dengan mudah kita diserang oleh regu lain,” jawab Clown seolah-olah menjadi pemimpin. Tapi kuakui dia memang cocok menjadi pemimpin.
”Tolong.....panas....”
Tiba-tiba suara rintihan minta tolong mengagetkan kami. Suara tersebut berasal dari kejauhan. Flame yang mendengarnya langsung bergidik ketakutan.
”Apa itu suara hantu penunggu gunung ini?” tanyanya takut.
”Setahuku gunung yang ada hantunya itu cuma gunung Pyre,” jawab Clown sangat tenang. Gunung Pyre adalah gunung tempat dikuburnya Pokemon-Pokemon yang telah meninggal. Sering disebut juga gunung kuburan.
Clown lalu memberikan isyarat untuk mengikuti arah suara itu dengan mengendap-endap. ”Bisa saja itu jebakan musuh,” katanya. ”Sebelum mereka berhasil menjebak kita, kita harus menjebak mereka terlebih dulu.”
Seperti perintah Clown, kami pun mulai mengendap-endap mencari asal suara. Rupanya suara itu berasal dari regu nomor kedua. Tampak tiga orang anggota regu kedua terbaring di atas tanah yang keras di samping sungai lahar yang panas. Mereka tampaknya kelelahan dan tak berdaya.
”Kalian tunggu disini, biar aku yang melihatnya,” perintah Clown. Dia berjalan mendekati ketiga grunt yang tampak terkapar itu. Setelah yakin dengan situasi disana, dia lalu memberi isyarat pada aku dan Flame untuk mendekat. ”Mereka benar-benar payah,” katanya saat kami telah sampai di samping tiga grunt regu kedua tersebut. ”Tampaknya mereka tidak tahan dengan hawa panas dari tempat ini hingga mereka mungkin mengalami dehidrasi.”
”Pantas saja, tempat ini memang sangat panas,” celetuk Flame. ”Kita juga sebaiknya jangan berlama-lama disini kalau kita tidak mau seperti mereka.”
”Tentu, tapi kita ambil dulu bola merah dari mereka,” sahut Clown seraya mengambil bola merah yang dipegang oleh salah satu grunt regu kedua. ”Bagus, kita berhasil mendapatkan satu. Tinggal dua lagi. Ayo kita pergi!”
”Tapi bagaimana dengan mereka bertiga? Apa kita tinggalkan mereka begitu saja disini?” tanyaku melihat tiga grunt regu kedua yang semuanya kini sudah pingsan.
”Dalam ujian ini mereka adalah musuh kita. Kita tak usah memikirkan mereka,” sanggah Clown.
”Tapi Lunar benar, Clown,” potong Flame. ”Kita tidak boleh membiarkan mereka sekarat disini. Mereka bisa mati.”
”Flame, kapan sih kau tak membela Lunar?” sungut Clown tampak kesal. ”Nanti akan ada tim penolong yang membawa mereka ke atas.”
”Mereka akan segera mati sementara menunggu tim penolong,” ujar Flame kukuh.
”Baiklah, kalau itu maumu.” Clown lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya ke arah regu kedua yang sudah pingsan. Dari pokeball itu keluar Abra. Rupanya Clown juga memiliki seekor Abra.
”Abra, bawa mereka ke atas. Setelah itu kembalilah kesini,” perintah Clown pada Abra. Abra mengangguk lalu memegang ketiga grunt anggota regu nomor dua tersebut dan dalam sekejap lenyap. Beberapa detik kemudian Abra muncul kembali di depan kami sementara anggota regu nomor kedua sudah tak ada lagi bersamanya. Clown pun mengembailkan Abra ke dalam PokeBall. ”Kalian puas sekarang?” tanya Clown melihat ke arahku dan Flame.
Flame manggangguk mantap. ”Ya, sangat puas...”
Bab ini disponsori oleh....
Scene 24: Konfrontasi dengan Regu Monster
Kami melangkah perlahan di antara sungai lahar yang semakin lama semakin memanggang kami. Panasnya lebih panas dari sumber air panas di kota Lavaridge! Kami harus segera cepat merebut bola merah dari tangan regu lain sebelum kami terpanggang hidup-hidup di dakam gunung ini.
Tapi rupanya di dalam perjalanan, kami tidak perlu bersusah payah merebut bola merah dari regu lain. Pasalnya, regu nomor dua bukanlah satu-satunya regu yang kami temui terkapar tak berdaya karena panasnya lahar. Ada dua regu lain yaitu regu nomor enam dan nomor sembilan yang juga kami temukan terkapar di atas tanah. Membuat kami dengan mudah mendapat tiga bola merah. Jumlah itu menjadi empat ketika kami bertemu regu nomor empat dan pertarungan tak terelakkan terjadi. Tapi baik Electabuzz milik Clown dan Sandslash milikku berhasil mengalahkan Pokemon mereka dengan mudah. Bila dijumlahkan dengan bola merah milik kami, maka bola merah yang telah kami kumpulkan ada lima buah.
“Huh, ternyata mudah sekali merebut bola-bola merah ini. Selanjutnya tinggal lima bola merah lagi. Kalau kita berhasil merebut semuanya, kita akan lulus menjadi elite ground,” ujar Clown bersemangat.
”Tapi tak bisakah kita beristirahat sebentar Clown? Lihatlah Flame, dia nampak sangat kelelahan,” sahutku sambil menunjuk ke arah Flame.
”Kita harus cepat bergerak, atau keadaan Flame lebih buruk dari ini,” jawab Clown tegas. Memang benar kata Clown, berdiam diri saja akan membuat kami bernasib seperti regu-regu lainnya. Kami memang harus bergerak. Tapi aku merasa kasihan pada Flame. Dia terlihat sangat kelelahan walaupun tampaknya dia memaksakan diri. Aku tahu, Flame pasti tak ingin mengecewakan regu kami.
”Berhenti!” tiba-tiba saja Clown berteriak keras. Aku dan Flame pun langsung berhenti bergerak. ”Aku merasakan kehadiran musuh disini,” lanjutnya. Kudengar dari Flame kalau indera Clown cukup tajam untuk mendeteksi keberadaan musuh. ”Keluar kamu kalau berani! Jangan hanya bisa main sembunyi!” Clown berteriak ke segala penjuru arah seolah mencari keberadaan musuh.
”Hahahaha!” tiba-tiba muncul tiga orang grunt dari balik bebatuan. Seorang grunt dengan ikat kepala merah di kepala yang kutaksir lebih muda dariku tertawa. Tampaknya dialah pemimpin dari regu itu. ”Penciumanmu hebat juga Clown. Seperti seekor Mightyena saja,” sindir grunt tersebut.
Clown tersenyum kecut. ”Rupanya kau Darko. Tampaknya kalian berada di atas angin ya sehingga bisa tertawa keras seperti ini.”
”Bukannya kami sombong, tapi kami telah mengalahkan empat regu dengan mudah. Dan kini tinggal tersisa regu kalian saja,” jawab grunt yang tak lain adalah Darko, anak laki-laki yang kulihat. ”Tapi kukira kalian bukanlah lawan yang sulit, mengingat kulihat ada pecundang Lunar dalam regu kalian. Aku heran kenapa dia bisa mengalahkan Jiken waktu itu. Apa itu konspirasi?”
”Jaga bicaramu!” sergahku kasar menyadari Darko tengah mengejekku. ”Kita lihat siapa yang pecundang!”
”Oke, kalau itu mau kalian,” jawab Darko sombong. ”Casey dan Jones, kurasa mereka adalah bagian kalian,” ujar Darko pada kedua anggota regunya. ”Mereka mudah dikalahkan kok. Kita ini regu nomor satu, Regu Monster, regu yang paling hebat dari regu-regu lainnya.”
Dua anggota regu Darko yang dipanggil Casey dan Jones kemudian maju. Masing-masing mereka melemparkan PokeBall ke udara.
”Keluarlah Numel!” teriak Casey. Kemudian keluarlah Pokemon berbentuk unta kecil, pra-evolusi dari Camerupt.
”Keluarlah Poochyena!” teriak Jones. Kemudian keluarlah Pokemon yang pernah mengejarku di rute 117 dulu.
Clown menyeringai misterius melihat Pokemon yang dikeluarkan kedua grunt tersebut. ”Lunar, kuserahkan Numel padamu, biar aku yang menghadapi Poochyena,” katanya.
”Baik,” jawabku. ”Keluarlah Ninjask!”
Aku kembali mengeluarkan Ninjask, Pokemon pemberian Jiken setelah sebelumnya Ninjask kalah dalam pertarungan melawan Brodie di Arena Magma. Kali ini Ninjask tidak bekerjasama dengan Sandslash, sehingga aku berharap Ninjask bisa membantu.
”Keluarlah Electabuzz!” Clown melemparkan pokeball dan kemudian muncullah Pokemon andalannya, Electabuzz. ”Electabuzz maju! Serang Poochyena dengan ThunderPunch!” Clown tampak bersemangat sekali. Semangat pertarungannya inilah yang aku suka.
Electabuzz melangkah cepat ke arah Poochyena dan langsung menghantamkan pukulan mautnya pada Poochyena. Poochyena pun terjatuh.
Aku pun tak mau kalah. ”Ninjask, gunakan Aerial Ace!” perintahku pada Ninjask. Ninjask dengan cepat meluncur ke arah Numel dan menghantam Numel. Poros udara atau Aerial Ace memang tidak pernah meleset. Numel segera saja terjatuh.
“Numel, Ember!” perintah Casey melihat serangan Ninjask tadi. Numel bangkit dan menembakkan serbuk api ke arah Ninjask. Namun serangan itu meleset. Kcepatan Ninjask memang mengagumkan. Apalagi yang melatihnya adalah Jiken sebelum diberikan kepadaku.
”Ninjask, Shadow Ball!” aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan cepat Ninjask melemparkan bola hitam ke arah Numel. Numel jatuh dan pingsan.
Casey tampak geram lalu mengembalikan Numel ke dalam pokeball sementara Clown berhasil mengalahkan Poochyena milik Jones.
”Hahahaha....kalian berdua memang tim yang hebat,” puji Darko setelah mengetahui kedua rekannya berhasil kami kalahkan. ”Tapi kalian tidak melupakan aku bukan?” Darko menyeringai. ”Aku, Darko Monsta, atau biasa dipanggil Darko, akan mengalahkan kalian dan merebut bola merah itu!”
Tapi rupanya di dalam perjalanan, kami tidak perlu bersusah payah merebut bola merah dari regu lain. Pasalnya, regu nomor dua bukanlah satu-satunya regu yang kami temui terkapar tak berdaya karena panasnya lahar. Ada dua regu lain yaitu regu nomor enam dan nomor sembilan yang juga kami temukan terkapar di atas tanah. Membuat kami dengan mudah mendapat tiga bola merah. Jumlah itu menjadi empat ketika kami bertemu regu nomor empat dan pertarungan tak terelakkan terjadi. Tapi baik Electabuzz milik Clown dan Sandslash milikku berhasil mengalahkan Pokemon mereka dengan mudah. Bila dijumlahkan dengan bola merah milik kami, maka bola merah yang telah kami kumpulkan ada lima buah.
“Huh, ternyata mudah sekali merebut bola-bola merah ini. Selanjutnya tinggal lima bola merah lagi. Kalau kita berhasil merebut semuanya, kita akan lulus menjadi elite ground,” ujar Clown bersemangat.
”Tapi tak bisakah kita beristirahat sebentar Clown? Lihatlah Flame, dia nampak sangat kelelahan,” sahutku sambil menunjuk ke arah Flame.
”Kita harus cepat bergerak, atau keadaan Flame lebih buruk dari ini,” jawab Clown tegas. Memang benar kata Clown, berdiam diri saja akan membuat kami bernasib seperti regu-regu lainnya. Kami memang harus bergerak. Tapi aku merasa kasihan pada Flame. Dia terlihat sangat kelelahan walaupun tampaknya dia memaksakan diri. Aku tahu, Flame pasti tak ingin mengecewakan regu kami.
”Berhenti!” tiba-tiba saja Clown berteriak keras. Aku dan Flame pun langsung berhenti bergerak. ”Aku merasakan kehadiran musuh disini,” lanjutnya. Kudengar dari Flame kalau indera Clown cukup tajam untuk mendeteksi keberadaan musuh. ”Keluar kamu kalau berani! Jangan hanya bisa main sembunyi!” Clown berteriak ke segala penjuru arah seolah mencari keberadaan musuh.
”Hahahaha!” tiba-tiba muncul tiga orang grunt dari balik bebatuan. Seorang grunt dengan ikat kepala merah di kepala yang kutaksir lebih muda dariku tertawa. Tampaknya dialah pemimpin dari regu itu. ”Penciumanmu hebat juga Clown. Seperti seekor Mightyena saja,” sindir grunt tersebut.
Clown tersenyum kecut. ”Rupanya kau Darko. Tampaknya kalian berada di atas angin ya sehingga bisa tertawa keras seperti ini.”
”Bukannya kami sombong, tapi kami telah mengalahkan empat regu dengan mudah. Dan kini tinggal tersisa regu kalian saja,” jawab grunt yang tak lain adalah Darko, anak laki-laki yang kulihat. ”Tapi kukira kalian bukanlah lawan yang sulit, mengingat kulihat ada pecundang Lunar dalam regu kalian. Aku heran kenapa dia bisa mengalahkan Jiken waktu itu. Apa itu konspirasi?”
”Jaga bicaramu!” sergahku kasar menyadari Darko tengah mengejekku. ”Kita lihat siapa yang pecundang!”
”Oke, kalau itu mau kalian,” jawab Darko sombong. ”Casey dan Jones, kurasa mereka adalah bagian kalian,” ujar Darko pada kedua anggota regunya. ”Mereka mudah dikalahkan kok. Kita ini regu nomor satu, Regu Monster, regu yang paling hebat dari regu-regu lainnya.”
Dua anggota regu Darko yang dipanggil Casey dan Jones kemudian maju. Masing-masing mereka melemparkan PokeBall ke udara.
”Keluarlah Numel!” teriak Casey. Kemudian keluarlah Pokemon berbentuk unta kecil, pra-evolusi dari Camerupt.
”Keluarlah Poochyena!” teriak Jones. Kemudian keluarlah Pokemon yang pernah mengejarku di rute 117 dulu.
Clown menyeringai misterius melihat Pokemon yang dikeluarkan kedua grunt tersebut. ”Lunar, kuserahkan Numel padamu, biar aku yang menghadapi Poochyena,” katanya.
”Baik,” jawabku. ”Keluarlah Ninjask!”
Aku kembali mengeluarkan Ninjask, Pokemon pemberian Jiken setelah sebelumnya Ninjask kalah dalam pertarungan melawan Brodie di Arena Magma. Kali ini Ninjask tidak bekerjasama dengan Sandslash, sehingga aku berharap Ninjask bisa membantu.
”Keluarlah Electabuzz!” Clown melemparkan pokeball dan kemudian muncullah Pokemon andalannya, Electabuzz. ”Electabuzz maju! Serang Poochyena dengan ThunderPunch!” Clown tampak bersemangat sekali. Semangat pertarungannya inilah yang aku suka.
Electabuzz melangkah cepat ke arah Poochyena dan langsung menghantamkan pukulan mautnya pada Poochyena. Poochyena pun terjatuh.
Aku pun tak mau kalah. ”Ninjask, gunakan Aerial Ace!” perintahku pada Ninjask. Ninjask dengan cepat meluncur ke arah Numel dan menghantam Numel. Poros udara atau Aerial Ace memang tidak pernah meleset. Numel segera saja terjatuh.
“Numel, Ember!” perintah Casey melihat serangan Ninjask tadi. Numel bangkit dan menembakkan serbuk api ke arah Ninjask. Namun serangan itu meleset. Kcepatan Ninjask memang mengagumkan. Apalagi yang melatihnya adalah Jiken sebelum diberikan kepadaku.
”Ninjask, Shadow Ball!” aku tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan cepat Ninjask melemparkan bola hitam ke arah Numel. Numel jatuh dan pingsan.
Casey tampak geram lalu mengembalikan Numel ke dalam pokeball sementara Clown berhasil mengalahkan Poochyena milik Jones.
”Hahahaha....kalian berdua memang tim yang hebat,” puji Darko setelah mengetahui kedua rekannya berhasil kami kalahkan. ”Tapi kalian tidak melupakan aku bukan?” Darko menyeringai. ”Aku, Darko Monsta, atau biasa dipanggil Darko, akan mengalahkan kalian dan merebut bola merah itu!”
Scene 25: Kabutops Sang Penentu
”Keluarlah Kabutops!” Darko melemparkan pokeball dan dari dalamnya keluar Pokemon dengan tubuh seperti manusia, berwarna coklat dengan kedua tangan bersabit. Di punggung Pokemon tersebut tampak sisik-sisik yang tajam. Sama seperti Electabuzz milik Clown, aku juga belum pernah melihat Pokemon ini.
”Kabutops?” tanyaku terkejut.
”Kabutops adalah Pokemon purba yang hidup ribuan tahun yang lalu. Aku beruntung bisa menemukan fosilnya dan membangkitkannya,” jawab Darko.
Fosil? Apakah Kabutops adalah Pokemon yang dibangkitkan dari Pokemon fosil? Kalau benar demikian, apakah fosil yang kudapat dari Steven bila dibangkitkan akan menjadi Kabutops?
”Kabutops atau Pokemon apapun bukan tandingan bagi kami,” sahut Clown penuh percaya diri.
”Baiklah, kalau begitu aku tantang kalian berdua untuk menghadapi Kabutops ini!” tantang Darko.
”Siapa takut, majulah Electabuzz! ThunderPunch!” Clown begitu bersemangat dan langsung memerintahkan Electabuzz-nya untuk menyerang. Electabuzz melakukan serangan yang sama seperti sebelumnya kepada Kabutops. Serangan itu mengenai tubuh bagian depan Kabutops, namun Kabutops tampak bertahan. ”Apa?” Clown tak percaya dengan yang dia lihat.
”Hahaha... Kabutops memiliki ability battle armor yang melindungi tubuhnya dari serangan-serangan yang efektif. Kau harus berpikir dua kali untuk melakukan serangan physical,” ujar Darko menjawab keterkejutan Clown. ”Sekarang giliranku. Kabutops, X-Scissor!” Kabutops bergerak menyerang Electabuzz dengan menggerakan kedua lengan bersabitnya bertubi-tubi ke arah Electabuzz. Electabuzz tampak kewalahan menghindari serangan itu sehingga beberapa serangan berhasil mengenainya. Electabuzz terluka.
Aku tak tinggal diam melihat hal itu. ”Ninjask, Shadow Ball!” perintahku. Ninjask kembali mengeluarkan bola hitam. Serangan itu berhasil mengenai Kabutops. Kabutops tampak terkejut dan kesakitan akibat serangan itu. Namun tiba-tiba dia mengeluarkan water gun atau tembakan air yang langsung mengenai Ninjask. Ninjask terjatuh. ”Wa... Water Gun?” aku tak percaya dengan yang kulihat, tapi Kabutops benar-benar menggunakan Water Gun.
”Kenapa? Kau terkejut?” tanya Darko antusias. ”Selain bertipe Rock, Kabutops juga bertipe Water. Sehingga dia bisa menggunakan serangan bertipe Water,” jelas Darko. Entah mengapa sepertinya dia sangat bangga terhadap Pokemonnya itu. Wajar sih, siapa sih yang nggak bangga kalau Pokemonnya kuat? ”Baiklah Kabutops, habisi Ninjask sekarang! Rock Slide!” Kabutops melemparkan bebatuan di sekelilingnya yang langsung menghujani tubuh Ninjask yang baru saja bangkit. Ninjask tak sempat menghindari serangan itu dan akhirnya terkapar pingsan.
”Ninjask, kembalilah!” perintahku mengembalikan Ninjask ke dalam pokeball.
Sial! Aku tak menyangka Kabutops sekuat itu. Apakah Pokemon purba yang berasal dari Pokemon fosil memang selalu kuat? Kalau memang begitu, aku penasaran dengan fosil milikku yang sekarang dibawa oleh Steven. Itupun kalau dia benar-benar menepati janjinya.
”Kabutops, sekarang Rock Slide pada Electabuzz!” Kabutops meluncurkan bebatuan ke arah Electabuzz. Bebatuan yang cukup banyak berhasil menghantam Electabuzz walaupun Electabuzz tampak masih bertahan.
“Electabuzz, Quick Attack!” perintah Clown. Electabuzz berlari cepat dan menghantam tubuh Kabutops. Namun lagi-lagi Kabutops masih bertahan tak bergeming.
“Apa kau lupa dengan kemampuan Battle Armor milik Kabutops?” ledek Darko. ”Kalau kau pintar, kau takkan menggunakan serangan fisik yang sama.”
Clown tampak putus asa. Sepertinya serangan fisik adalah spesialisasi dari Electabuzz. Sehingga tatkala serangan itu tak mempan pada musuhnya, Clown tampak kehabisan akal. Kini memang hanya Clown dengan Electabuzz-nya yang bertahan. Aku sengaja tak mengeluarkan Sandslash milikku karena aku tahu kalau Kabutops bertipe Water. Percuma saja bila Kabutops menyerang Sandslash dengan Water Gun, maka Sandslash akan dengan cepat terkalahkan. Sandslash adalah Pokemon bertipe Ground sehingga lemah terhadap serangan bertipe Water.
Tipe Water? Bukankah tipe Water lemah terhadap tipe Electric? Sedangkan Electabuzz adalah Pokemon bertipe Electric. Hmm, aku punya rencana....
”Kabutops?” tanyaku terkejut.
”Kabutops adalah Pokemon purba yang hidup ribuan tahun yang lalu. Aku beruntung bisa menemukan fosilnya dan membangkitkannya,” jawab Darko.
Fosil? Apakah Kabutops adalah Pokemon yang dibangkitkan dari Pokemon fosil? Kalau benar demikian, apakah fosil yang kudapat dari Steven bila dibangkitkan akan menjadi Kabutops?
”Kabutops atau Pokemon apapun bukan tandingan bagi kami,” sahut Clown penuh percaya diri.
”Baiklah, kalau begitu aku tantang kalian berdua untuk menghadapi Kabutops ini!” tantang Darko.
”Siapa takut, majulah Electabuzz! ThunderPunch!” Clown begitu bersemangat dan langsung memerintahkan Electabuzz-nya untuk menyerang. Electabuzz melakukan serangan yang sama seperti sebelumnya kepada Kabutops. Serangan itu mengenai tubuh bagian depan Kabutops, namun Kabutops tampak bertahan. ”Apa?” Clown tak percaya dengan yang dia lihat.
”Hahaha... Kabutops memiliki ability battle armor yang melindungi tubuhnya dari serangan-serangan yang efektif. Kau harus berpikir dua kali untuk melakukan serangan physical,” ujar Darko menjawab keterkejutan Clown. ”Sekarang giliranku. Kabutops, X-Scissor!” Kabutops bergerak menyerang Electabuzz dengan menggerakan kedua lengan bersabitnya bertubi-tubi ke arah Electabuzz. Electabuzz tampak kewalahan menghindari serangan itu sehingga beberapa serangan berhasil mengenainya. Electabuzz terluka.
Aku tak tinggal diam melihat hal itu. ”Ninjask, Shadow Ball!” perintahku. Ninjask kembali mengeluarkan bola hitam. Serangan itu berhasil mengenai Kabutops. Kabutops tampak terkejut dan kesakitan akibat serangan itu. Namun tiba-tiba dia mengeluarkan water gun atau tembakan air yang langsung mengenai Ninjask. Ninjask terjatuh. ”Wa... Water Gun?” aku tak percaya dengan yang kulihat, tapi Kabutops benar-benar menggunakan Water Gun.
”Kenapa? Kau terkejut?” tanya Darko antusias. ”Selain bertipe Rock, Kabutops juga bertipe Water. Sehingga dia bisa menggunakan serangan bertipe Water,” jelas Darko. Entah mengapa sepertinya dia sangat bangga terhadap Pokemonnya itu. Wajar sih, siapa sih yang nggak bangga kalau Pokemonnya kuat? ”Baiklah Kabutops, habisi Ninjask sekarang! Rock Slide!” Kabutops melemparkan bebatuan di sekelilingnya yang langsung menghujani tubuh Ninjask yang baru saja bangkit. Ninjask tak sempat menghindari serangan itu dan akhirnya terkapar pingsan.
”Ninjask, kembalilah!” perintahku mengembalikan Ninjask ke dalam pokeball.
Sial! Aku tak menyangka Kabutops sekuat itu. Apakah Pokemon purba yang berasal dari Pokemon fosil memang selalu kuat? Kalau memang begitu, aku penasaran dengan fosil milikku yang sekarang dibawa oleh Steven. Itupun kalau dia benar-benar menepati janjinya.
”Kabutops, sekarang Rock Slide pada Electabuzz!” Kabutops meluncurkan bebatuan ke arah Electabuzz. Bebatuan yang cukup banyak berhasil menghantam Electabuzz walaupun Electabuzz tampak masih bertahan.
“Electabuzz, Quick Attack!” perintah Clown. Electabuzz berlari cepat dan menghantam tubuh Kabutops. Namun lagi-lagi Kabutops masih bertahan tak bergeming.
“Apa kau lupa dengan kemampuan Battle Armor milik Kabutops?” ledek Darko. ”Kalau kau pintar, kau takkan menggunakan serangan fisik yang sama.”
Clown tampak putus asa. Sepertinya serangan fisik adalah spesialisasi dari Electabuzz. Sehingga tatkala serangan itu tak mempan pada musuhnya, Clown tampak kehabisan akal. Kini memang hanya Clown dengan Electabuzz-nya yang bertahan. Aku sengaja tak mengeluarkan Sandslash milikku karena aku tahu kalau Kabutops bertipe Water. Percuma saja bila Kabutops menyerang Sandslash dengan Water Gun, maka Sandslash akan dengan cepat terkalahkan. Sandslash adalah Pokemon bertipe Ground sehingga lemah terhadap serangan bertipe Water.
Tipe Water? Bukankah tipe Water lemah terhadap tipe Electric? Sedangkan Electabuzz adalah Pokemon bertipe Electric. Hmm, aku punya rencana....
Scene 26: Flame Mengambil Alih
”Keluarlah Sandslash!” aku melemparkan Pokeball dan Pokemon pertamaku kemudian muncul di arena pertarungan.
”Apa kau bodoh Lunar? Sandslashmu takkan mampu!” Clown terkejut melihatku mengeluarkan Sandslash. ”Dia akan sekarat dengan sangat mudah!”
Aku tersenyum mendengar perkataan Clown. ”Tenang saja Clown, aku punya rencana.”
”Rencana?” sela Darko. ”Aha! Aku tahu rencana apa itu. Itu pasti rencana yang akan membuat kalian kalah lebih cepat!” seru Darko tertawa keras.
Aku tak peduli dengan semua ejekan Darko. Dengan cepat aku memerintahkan Sandslash untuk menyerang. ”Sandslash, Slash!” Sandslash melompat tinggi dan berniat menyayat tubuh Kabutops. Aku tahu ini adalah serangan yang sia-sia mengingat ability battle armor yang dimiliki oleh Kabutops. Tapi aku punya rencana.
”Jangan biarkan itu terjadi Kabutops! Serangan Aqua Jet!” perintah Darko. Kabutops lalu menembakkan air dari mulutnya yang langsung menyelubungi tubuhnya. Dia lalu meluncur deras ke arah Sandslash. Sandslash terkena serangan itu dan terjatuh. ”Habisi dia Kabutops! Terus gunakan Aqua Jet!” Mengetahui Sandslash tak berdaya, Kabutops terus-menerus menyerangnya dengan Aqua Jet. Darko benar-benar mengerikan, tapi sekarang giliranku untuk melakukan rencana.
”Clown, serang Kabutops sekarang! Kau tahu apa yang harus kau lakukan!” teriakku pada Clown.
Clown terkejut mendengar perintahku. Dia tampak berpikir sejenak, namun dengan cepat dia mengerti maksud perkataanku. ”Electabuzz, maju dan gunakan ThunderShock!” perintahnya. Electabuzz langsung maju dan mengeluarkan sengatan listrik yang dengan cepat mengalir melalui selubung air yang menyelimuti Kabutops. Kabutops pun dengan cepat tersengat listrik dan tampak kesakitan. Pokemon purba itu pun terjatuh.
”Apa?” Darko tampak tak percaya dengan apa yang dia lihat.
”Kau lihat Darko? Itulah yang aku sebut rencana,” ujarku sombong.
”Dan itu yang kusebut sebagai kerja sama tim,” tambah Clown. Dia menoleh padaku dan mengacungkan jempol. ”Baiklah, akan kuakhiri ini Darko. Electabuzz, lawanmu sudah tak berdaya, gunakan ThunderPunch!” Electabuzz langsung menghampiri Kabutops dan melayangkan pukulan petir. Kabutops pun pingsan.
”Sialan! Kabutops, kembali!” Darko tampak kesal dengan kekalahannya. ”Kabutops mungkin kalah, tapi aku masih punya Pokemon lain. Keluarlah.....”
”Tidak secepat itu Darko.” Belum sempat Darko melemparkan PokeBallnya, tiba-tiba Flame muncul di tengah-tengahku dan Clown. Dengan seekor Crobat terbang berputar di samping bahunya. ”Ujian ini sudah selesai.”
”Apa katamu? Ujian ini sudah selesai? Kalian kan belum berhasil merebut bola merah dari kami,” sahut Darko tampak marah. Tapi kemudian dia terkejut saat melihat Flame memainkan lima bola merah di tangannya. ”Kenapa....kenapa bola merah itu ada padamu?”
Aku dan Clown ikut terkejut saat melihat Flame menunjukkan lima bola merah di tangannya.
”Flame, sejak kapan kau....”
”Coba kalian lihat kesana!” Flame menunjuk ke belakang M. Tampak Casey dan Jones seperti orang mabuk. Mereka terbaring di tanah dengan kepala tampak pusing.
”Casey...Jones?” Darko terperangah melihat kedua rekannya tak sadarkan diri.
Flame tersenyum penuh kemenangan. ”Saat kalian tengah asyik bertarung, aku menggunakan Crobat untuk membuat Casey dan Jones pusing dengan Supersonic. Setelah itu, dengan mudah aku merebut lima bola merah yang ada pada mereka. Bagaimana M, ujian sudah selesai bukan? Kamilah regu dengan bola merah terbanyak dan bila sebuah regu berhasil mengumpulkan semua bola merah, maka ujian ini telah selesai. Kamilah yang terpilih menjadi elite grunt Tim Magma!”
Darko tampak tak berdaya mendengar penjelasan Flame. Dia lalu jatuh berlutut di atas tanah. ”Aku....aku telah gagal....aku telah gagal dalam ujian ini,” ujarnya sedih. ”Aku tak percaya ini.”
”Flame, tak kusangka kau begitu cerdik,” puji Clown pada Flame. ”Aku tak percaya kau membuat kita lulus ujian ini.”
Flame tersenyum mendengar pujian Clown. ”Tidak Clown. Ini bukan hanya usahaku belaka. Kalian juga ikut berperan. Ini adalah kerja sama tim. Kalau kalian tidak bertarung melawan Darko, aku takkan sempat merebut bola merah ini.”
”Flame, kau hebat!” aku masih saja tak percaya dengan apa yang diperbuat Flame. Bagaimana tidak? Ini kan artinya kami bertiga lulus menjadi elite grunt! Dalam kegiranganku tadi aku langsung memeluk Flame. Flame yang terkejut dengan pelukanku langsung mendorong tubuhku kasar.
”Jangan mengambil kesempatan lagi ya!” tudingnya cepat.
”Ah, maaf....” sahutku tak enak.
Kami bertiga lalu mengulurkan tangan kanan ke depan dan saling menyentuhkan telapak tangan kanan kami.
”Untuk elite grunt Tim Magma... Regu Ground,” ujar Clown.
”Ya, untuk regu Ground!” sahutku bersemangat.
”Untuk persahabatan kita,” sambung Flame.
Kami bertiga menurunkan tangan bersama-sama lalu mengangkatnya tinggi ke atas. ”Hidup regu Ground!” sorak kami bersama-sama.
*
Sementara itu tanpa sepengetahuan kami, Maxie dan Tabitha mengamati kami dari sebuah ruangan. Rupanya setiap sudut lokasi ujian telah dipasang kamera mini untuk melihat berlangsungnya ujian.
”Tabitha, bagaimana menurutmu? Apakah mereka layak menjadi regu elit kita?” tanya Maxie pada Tabitha.
Tabitha mengangguk. ”Ya, aku yakin mereka akan sangat membantu.”
Mendengar itu Maxie lalu tersenyum misterius. ”Dengan begini rencana kita pasti akan berhasil......”
”Apa kau bodoh Lunar? Sandslashmu takkan mampu!” Clown terkejut melihatku mengeluarkan Sandslash. ”Dia akan sekarat dengan sangat mudah!”
Aku tersenyum mendengar perkataan Clown. ”Tenang saja Clown, aku punya rencana.”
”Rencana?” sela Darko. ”Aha! Aku tahu rencana apa itu. Itu pasti rencana yang akan membuat kalian kalah lebih cepat!” seru Darko tertawa keras.
Aku tak peduli dengan semua ejekan Darko. Dengan cepat aku memerintahkan Sandslash untuk menyerang. ”Sandslash, Slash!” Sandslash melompat tinggi dan berniat menyayat tubuh Kabutops. Aku tahu ini adalah serangan yang sia-sia mengingat ability battle armor yang dimiliki oleh Kabutops. Tapi aku punya rencana.
”Jangan biarkan itu terjadi Kabutops! Serangan Aqua Jet!” perintah Darko. Kabutops lalu menembakkan air dari mulutnya yang langsung menyelubungi tubuhnya. Dia lalu meluncur deras ke arah Sandslash. Sandslash terkena serangan itu dan terjatuh. ”Habisi dia Kabutops! Terus gunakan Aqua Jet!” Mengetahui Sandslash tak berdaya, Kabutops terus-menerus menyerangnya dengan Aqua Jet. Darko benar-benar mengerikan, tapi sekarang giliranku untuk melakukan rencana.
”Clown, serang Kabutops sekarang! Kau tahu apa yang harus kau lakukan!” teriakku pada Clown.
Clown terkejut mendengar perintahku. Dia tampak berpikir sejenak, namun dengan cepat dia mengerti maksud perkataanku. ”Electabuzz, maju dan gunakan ThunderShock!” perintahnya. Electabuzz langsung maju dan mengeluarkan sengatan listrik yang dengan cepat mengalir melalui selubung air yang menyelimuti Kabutops. Kabutops pun dengan cepat tersengat listrik dan tampak kesakitan. Pokemon purba itu pun terjatuh.
”Apa?” Darko tampak tak percaya dengan apa yang dia lihat.
”Kau lihat Darko? Itulah yang aku sebut rencana,” ujarku sombong.
”Dan itu yang kusebut sebagai kerja sama tim,” tambah Clown. Dia menoleh padaku dan mengacungkan jempol. ”Baiklah, akan kuakhiri ini Darko. Electabuzz, lawanmu sudah tak berdaya, gunakan ThunderPunch!” Electabuzz langsung menghampiri Kabutops dan melayangkan pukulan petir. Kabutops pun pingsan.
”Sialan! Kabutops, kembali!” Darko tampak kesal dengan kekalahannya. ”Kabutops mungkin kalah, tapi aku masih punya Pokemon lain. Keluarlah.....”
”Tidak secepat itu Darko.” Belum sempat Darko melemparkan PokeBallnya, tiba-tiba Flame muncul di tengah-tengahku dan Clown. Dengan seekor Crobat terbang berputar di samping bahunya. ”Ujian ini sudah selesai.”
”Apa katamu? Ujian ini sudah selesai? Kalian kan belum berhasil merebut bola merah dari kami,” sahut Darko tampak marah. Tapi kemudian dia terkejut saat melihat Flame memainkan lima bola merah di tangannya. ”Kenapa....kenapa bola merah itu ada padamu?”
Aku dan Clown ikut terkejut saat melihat Flame menunjukkan lima bola merah di tangannya.
”Flame, sejak kapan kau....”
”Coba kalian lihat kesana!” Flame menunjuk ke belakang M. Tampak Casey dan Jones seperti orang mabuk. Mereka terbaring di tanah dengan kepala tampak pusing.
”Casey...Jones?” Darko terperangah melihat kedua rekannya tak sadarkan diri.
Flame tersenyum penuh kemenangan. ”Saat kalian tengah asyik bertarung, aku menggunakan Crobat untuk membuat Casey dan Jones pusing dengan Supersonic. Setelah itu, dengan mudah aku merebut lima bola merah yang ada pada mereka. Bagaimana M, ujian sudah selesai bukan? Kamilah regu dengan bola merah terbanyak dan bila sebuah regu berhasil mengumpulkan semua bola merah, maka ujian ini telah selesai. Kamilah yang terpilih menjadi elite grunt Tim Magma!”
Darko tampak tak berdaya mendengar penjelasan Flame. Dia lalu jatuh berlutut di atas tanah. ”Aku....aku telah gagal....aku telah gagal dalam ujian ini,” ujarnya sedih. ”Aku tak percaya ini.”
”Flame, tak kusangka kau begitu cerdik,” puji Clown pada Flame. ”Aku tak percaya kau membuat kita lulus ujian ini.”
Flame tersenyum mendengar pujian Clown. ”Tidak Clown. Ini bukan hanya usahaku belaka. Kalian juga ikut berperan. Ini adalah kerja sama tim. Kalau kalian tidak bertarung melawan Darko, aku takkan sempat merebut bola merah ini.”
”Flame, kau hebat!” aku masih saja tak percaya dengan apa yang diperbuat Flame. Bagaimana tidak? Ini kan artinya kami bertiga lulus menjadi elite grunt! Dalam kegiranganku tadi aku langsung memeluk Flame. Flame yang terkejut dengan pelukanku langsung mendorong tubuhku kasar.
”Jangan mengambil kesempatan lagi ya!” tudingnya cepat.
”Ah, maaf....” sahutku tak enak.
Kami bertiga lalu mengulurkan tangan kanan ke depan dan saling menyentuhkan telapak tangan kanan kami.
”Untuk elite grunt Tim Magma... Regu Ground,” ujar Clown.
”Ya, untuk regu Ground!” sahutku bersemangat.
”Untuk persahabatan kita,” sambung Flame.
Kami bertiga menurunkan tangan bersama-sama lalu mengangkatnya tinggi ke atas. ”Hidup regu Ground!” sorak kami bersama-sama.
*
Sementara itu tanpa sepengetahuan kami, Maxie dan Tabitha mengamati kami dari sebuah ruangan. Rupanya setiap sudut lokasi ujian telah dipasang kamera mini untuk melihat berlangsungnya ujian.
”Tabitha, bagaimana menurutmu? Apakah mereka layak menjadi regu elit kita?” tanya Maxie pada Tabitha.
Tabitha mengangguk. ”Ya, aku yakin mereka akan sangat membantu.”
Mendengar itu Maxie lalu tersenyum misterius. ”Dengan begini rencana kita pasti akan berhasil......”