Flame tampak berdiri berdiri di tengah lingkaran api. Dia tampak bingung mesti berjalan kemana. Hingga kemudian, dilihatnya seekor Pokemon merah berjambul di hadapannya. Raut wajahnya berubah senang saat melihat Pokemon tersebut. Dia lalu berjalan pelan mendekati Pokemon itu hendak memeluknya. Namun, tingga sejengkal saja dia memeluk Pokemon itu, tiba-tiba api muncul di depannya dan rasa panas mendera seluruh tubuhnya.
"HAH!!!"
Flame terbangun di atas tempat tidurnya dengan nafas terengah-engah. Keringat dingin tampak membasahi tubuhnya. Ternyata apa yang dialaminya tadi hanya mimpi. Namun, mimpi tersebut segera membayanginya. Bayangan Pokemon yang hadir dalam mimpinya, segera saja kembali terkenang.
"Maafkan aku... Eevee..." bisiknya lirih.
Scene 33: Kesedihan Flame
Aku sedang di berada di ruangan penelitian Butler di markas Tim Magma Gunung Chimney. Butler adalah seorang ilmuwan anggota Tim Magma. Pakaiannya mungkin terkesan parlente, tapi dia orang yang baik. Saat ini dia tengah mengamati penelitian Sammon dan tampaknya tertarik dengan batu yang kami dapatkan di Mauville.
”Kalian mendapatkan barang yang bagus,” puji Butler padaku dan Clown. ”Ini adalah salah satu cara yang bisa kita lakukan.”
”Memangnya apa itu?” tanya Clown ingin tahu.
”Batu ini adalah batu fosil Groudon. Aku yakin kita bisa membangkitkan Groudon menggunakan batu ini. Hanya saja untuk membangkitkannya dibutuhkan tenaga yang sangat besar. Tapi itu bukan masalah, kita pasti akan bisa segera menemukan sumber energi itu,” jelas Butler panjang lebar. ”Aku harus berterima kasih pada kalian. Sepertinya Maxie tak salah memilih kalian sebagai regu elit.”
”Ah, itu sudah tugas kami sebagai anggota tim,” sahutku merendah.
”Oh, ya. Ngomomg-ngomong dimana Flame? Kenapa aku tidak melihatnya?” tanya Butler kemudian.
”Flame?” aku terkejut. Oh, iya! Semenjak kedatangan kami di gunung Chimney, Flame langsung berpisah dengan aku dan Clown. Kira-kira dia kemana ya?
”Lalu bagaimana kalau penelitian ini gagal?” tanya Clown mengalihkan pembicaraan kembali ke fosil tersebut. Sepertinya dia benar-benar tertarik dengan proses pembangkitan Groudon.
”Oh, itu. Tentu saja ini cuma salah satu caranya. Kamu tahu kan kenapa kita membangun markas di dalam Gunung Chimney?” tanya Butler kemudian. Dia lalu menjawabnya sendiri, “Itu karena kami percaya Groudon tertidur di dalam gunung ini. Sehingga bila suatu saat dia terbangun, kami bisa dengan mudah menangkapnya. Lalu juga....” Butler terus menjelaskan panjang lebar dan Clown masih terus mendengarkan. Namun aku sudah tidak tertarik lagi.
“Clown, aku mencari Flame dulu ya?” pamit pada Clown. Dia hanya memberi isyarat membolehkanku dengan tangan sementara perhatiannya masih tertuju pada Butler. Aku pun segera meninggalkan ruangan Butler dan mencari Flame.
----------------
Mungkin Flame ada di kantin, pikirku mulai mencari. Aku pun melangkah menuju kantin. Disana banyak grunt yang sedang menikmati makanan mereka, tapi tak kulihat ada Flame disana.
”Hei Lunar, kalian berhasil ya?” sapa Darko alias saat melihatku. Tampak dia sedang duduk di tempat duduk kantin bersama Casey dan Jones. ”Aku iri nih...”
”Darko, kau lihat Flame tidak?” tanyaku padanya.
”Flame? Maaf tapi aku tak melihatnya,” jawab Darko. ”Apa kalian berdua melihatnya?” tanya Darko pada Casey dan Jones. Kedua rekan M itu hanya menggeleng tidak tahu.
”Oke, terima kasih.” Aku pun berbalik dan saat itu kulihat Tabitha baru saja masuk ke dalam kantin. Mungkin Tabitha tahu, batinku. ”Kak Tabitha, tahu dimana Flame?”
Tabitha tampak berpikir kemudian menjawab, ”Aku sih belum bertemu dengannya hari ini. Tapi coba kamu cari di danau lava. Mungkin dia ada disana.”
“Danau lava?” tanyaku tak mengerti.
”Iya, danau Lava yang terletak di dekat pintu masuk arena Magma. Biasanya dia suka menyendiri disana,” terang Tabitha.
”Terima kasih Kak Tabitha.” Aku menyunggingkan seulas senyum terima kasih dan melangkah ke tempat yang dimaksud. Kulihat ada sebuah danau kecil yang penuh dengan lava mendidih. Di tepinya tampak seorang grunt tengah duduk termenung. Kukenali dia sebagai Flame.
”Flame?” panggilku memastikan. Yang kusapa menoleh dan ternyata dia memang Flame. ”Aku mencarimu kemana-mana dan Tabitha bilang kau ada disini. Sedang apa kau?”
”Oh, kau Lunar rupanya. Tidak, aku hanya sedang ingin sendiri saja,” jawab Flame sekenanya.
”Ingin sendiri? Kenapa?” tanyaku tak mengerti. ”Kau sedang sedih? Tapi kenapa kau bersedih sedangkan tugas pertama kita telah berhasil kita lakukan dengan baik.”
”Bukan itu Lunar.”
”Apa kehadiranku mengganggumu?” tanyaku kemudian. ”Kalau kehadiranku disini mengganggumu, aku akan meninggalkanmu sendiri disini.”
Aku berbalik dan hendak meninggalkan Flame. Namun, saat itu Flame mencegahku. ”Tidak Lunar, kamu tidak menggangguku,” serunya. Aku kemudian mengurungkan niatku dan duduk di samping keponakan Maxie itu.
”Kalau boleh tahu, apa yang telah membuatmu risau Flame?” aku memberanikan diri bertanya.
”Tentu kau boleh tahu, kita ini kan teman,” sahut Flame. Dia lalu mengeluarkan sebuah potret dari dalam saku seragamnya dan menunjukkannya kepadaku. Dalam potret itu terlihat gadis kecil yang kutebak sebagai Flame sedang memeluk seekor Pokemon kecil. Aku belum pernah melihat Pokemon seperti yang ada pada potret itu.
”Kalian mendapatkan barang yang bagus,” puji Butler padaku dan Clown. ”Ini adalah salah satu cara yang bisa kita lakukan.”
”Memangnya apa itu?” tanya Clown ingin tahu.
”Batu ini adalah batu fosil Groudon. Aku yakin kita bisa membangkitkan Groudon menggunakan batu ini. Hanya saja untuk membangkitkannya dibutuhkan tenaga yang sangat besar. Tapi itu bukan masalah, kita pasti akan bisa segera menemukan sumber energi itu,” jelas Butler panjang lebar. ”Aku harus berterima kasih pada kalian. Sepertinya Maxie tak salah memilih kalian sebagai regu elit.”
”Ah, itu sudah tugas kami sebagai anggota tim,” sahutku merendah.
”Oh, ya. Ngomomg-ngomong dimana Flame? Kenapa aku tidak melihatnya?” tanya Butler kemudian.
”Flame?” aku terkejut. Oh, iya! Semenjak kedatangan kami di gunung Chimney, Flame langsung berpisah dengan aku dan Clown. Kira-kira dia kemana ya?
”Lalu bagaimana kalau penelitian ini gagal?” tanya Clown mengalihkan pembicaraan kembali ke fosil tersebut. Sepertinya dia benar-benar tertarik dengan proses pembangkitan Groudon.
”Oh, itu. Tentu saja ini cuma salah satu caranya. Kamu tahu kan kenapa kita membangun markas di dalam Gunung Chimney?” tanya Butler kemudian. Dia lalu menjawabnya sendiri, “Itu karena kami percaya Groudon tertidur di dalam gunung ini. Sehingga bila suatu saat dia terbangun, kami bisa dengan mudah menangkapnya. Lalu juga....” Butler terus menjelaskan panjang lebar dan Clown masih terus mendengarkan. Namun aku sudah tidak tertarik lagi.
“Clown, aku mencari Flame dulu ya?” pamit pada Clown. Dia hanya memberi isyarat membolehkanku dengan tangan sementara perhatiannya masih tertuju pada Butler. Aku pun segera meninggalkan ruangan Butler dan mencari Flame.
----------------
Mungkin Flame ada di kantin, pikirku mulai mencari. Aku pun melangkah menuju kantin. Disana banyak grunt yang sedang menikmati makanan mereka, tapi tak kulihat ada Flame disana.
”Hei Lunar, kalian berhasil ya?” sapa Darko alias saat melihatku. Tampak dia sedang duduk di tempat duduk kantin bersama Casey dan Jones. ”Aku iri nih...”
”Darko, kau lihat Flame tidak?” tanyaku padanya.
”Flame? Maaf tapi aku tak melihatnya,” jawab Darko. ”Apa kalian berdua melihatnya?” tanya Darko pada Casey dan Jones. Kedua rekan M itu hanya menggeleng tidak tahu.
”Oke, terima kasih.” Aku pun berbalik dan saat itu kulihat Tabitha baru saja masuk ke dalam kantin. Mungkin Tabitha tahu, batinku. ”Kak Tabitha, tahu dimana Flame?”
Tabitha tampak berpikir kemudian menjawab, ”Aku sih belum bertemu dengannya hari ini. Tapi coba kamu cari di danau lava. Mungkin dia ada disana.”
“Danau lava?” tanyaku tak mengerti.
”Iya, danau Lava yang terletak di dekat pintu masuk arena Magma. Biasanya dia suka menyendiri disana,” terang Tabitha.
”Terima kasih Kak Tabitha.” Aku menyunggingkan seulas senyum terima kasih dan melangkah ke tempat yang dimaksud. Kulihat ada sebuah danau kecil yang penuh dengan lava mendidih. Di tepinya tampak seorang grunt tengah duduk termenung. Kukenali dia sebagai Flame.
”Flame?” panggilku memastikan. Yang kusapa menoleh dan ternyata dia memang Flame. ”Aku mencarimu kemana-mana dan Tabitha bilang kau ada disini. Sedang apa kau?”
”Oh, kau Lunar rupanya. Tidak, aku hanya sedang ingin sendiri saja,” jawab Flame sekenanya.
”Ingin sendiri? Kenapa?” tanyaku tak mengerti. ”Kau sedang sedih? Tapi kenapa kau bersedih sedangkan tugas pertama kita telah berhasil kita lakukan dengan baik.”
”Bukan itu Lunar.”
”Apa kehadiranku mengganggumu?” tanyaku kemudian. ”Kalau kehadiranku disini mengganggumu, aku akan meninggalkanmu sendiri disini.”
Aku berbalik dan hendak meninggalkan Flame. Namun, saat itu Flame mencegahku. ”Tidak Lunar, kamu tidak menggangguku,” serunya. Aku kemudian mengurungkan niatku dan duduk di samping keponakan Maxie itu.
”Kalau boleh tahu, apa yang telah membuatmu risau Flame?” aku memberanikan diri bertanya.
”Tentu kau boleh tahu, kita ini kan teman,” sahut Flame. Dia lalu mengeluarkan sebuah potret dari dalam saku seragamnya dan menunjukkannya kepadaku. Dalam potret itu terlihat gadis kecil yang kutebak sebagai Flame sedang memeluk seekor Pokemon kecil. Aku belum pernah melihat Pokemon seperti yang ada pada potret itu.
Scene 34: Eevee yang Hilang
”Pokemon apa itu?” tanyaku.
”Ini Eevee, Pokemon pertamaku,” jawab Flame menjelaskan. ”Kami sering bermain bersama dulu saat masih kecil. Dia adalah teman yang sangat baik.”
”Lalu dimana dia sekarang?” tanyaku penasaran.
”Itulah yang membuatku sedih,” lanjutnya. ”Suatu hari aku mendapatkan Fire Stone dan berniat merubah Eevee menjadi Flareon menggunakan batu tersebut. Aku melihat Eevee tampak ketakutan saat akan kusentuhkan batu api padanya. Namun aku tetap menyentuhkan batu itu karena aku ingin Eevee kecilku menjadi Flareon.”
”Lalu?” aku mulai tertarik.
”Setelah Eevee kecilku berubah menjadi Flareon, tingkah lakunya langsung berubah. Dia menjadi sangat agresif dan sangat liar. Dia menyerang seluruh kota dengan serangan apinya hingga terjadi kebakaran besar di pulau Cinnabar. Banyak warga hendak melumpuhkannya namun mereka justru jadi korban. Maka Blaine, kakekku yang juga ilmuwan di pulau Cinnabar memanggil pasukan penangkap Pokemon. Pasukan penangkap Pokemon berhasil menangkap Flareon dan membawanya ke penjara Pokemon jahat yang ada di Pulau Hitam.”
”Pulau Hitam?” tanyaku.
Flame mengangguk. ”Iya, pulau Hitam, pulau yang dikenal dengan pulau kegelapan. Pulau ini terletak di gugusan kepulauan Poinesia, sebuah region yang terletak jauh dari Hoenn. Disana ada penjara Pokemon, tempat setiap Pokemon yang bertingkah jahat dan membuat kerusakan dikurung.”
Flame berhenti bicara, dia lalu menatap potret di tangannya dengan sedih. ”Ini semua salahku....ini semua salahku yang memaksanya berubah menjadi Flareon. Harusnya aku tahu kalau dia tidak mau berubah menjadi Flareon. Harusnya aku tahu....pelatih macam apa aku ini....” Flame mulai menitikkan air mata. Dia menangis pelan, dan itu membuatku ikut sedih.
”Apa kau ingin membebaskannya dari penjara itu?” tanyaku berusaha mencairkan suasana.
”Mustahil,” jawab Flame sambil menyeka air matanya. ”Walaupun aku berhasil membebaskannya, tetapi dia pasti sudah tidak mengenaliku dan akan menyerangku. Aku melihat betapa dia sangat marah padaku saat petugas penangkap Pokemon memasukkannya ke dalam kerangkeng baja. Dia sangat membenciku....”
”Tapi kau tak pernah membencinya bukan?” aku mencoba memberinya kekuatan. Dia mengangguk kecil menjawab pertanyaanku. ”Kalau begitu kita akan pergi kesana.”
Flame tersentak kaget mendengar ucapanku. ”Apa kau serius? Apa kita bisa?” tanyanya tak percaya.
”Ya, bila dengan melihatnya dan mengetahui keadaannya akan membuatmu bahagia,” jawabku menyimpulkan. ”Karena biarpun dia membencimu sekarang, tapi yang terpenting kau tak pernah membencinya.”
Flame tampak tercengang mendengar kalimatku. Dia kemudian menyeka air matanya sampai habis. Dan tanpa kuduga tiba-tiba dia memelukku erat.
”Lunar, terima kasih... terima kasih kau mau mendengarkan kesedihanku... terima kasih kau mau membantuku,” ujarnya pelan.
”Sudah...tidak apa-apa....kita ini kan teman,” jawabku salah tingkah. Aku belum pernah dipeluk wanita sebelum ini.
Flame melepaskan pelukannya dan menatap wajahku. ”Lunar, mari kita selamatkan Flareon. Kalaupun dia tidak mau ikut bersamaku, paling tidak aku akan lega bila tahu bagaimana keadaannya sekarang.”
Aku mengangguk. Kami berdua kemudian meninggalkan danau lava yang panas itu dan berjalan menemui Tabitha.
----------------------------------------------
Aku menjelaskan secara singkat tujuan kami pada Tabitha. Admin Tim Magma tersebut bisa memahaminya walaupun dia ragu dengan kami berdua.
”Pulau Hitam adalah tempat berbahaya. Dahulu disana ada sebuah proyek gagal yang telah memakan banyak korban. Konon disana tersimpan kekuatan besar yang sangat berbahaya,” ujar Tabitha setelah mendengar niat kami.
”Proyek yang gagal?” tanya Flame penasaran.
Tabitha mengangguk. ”Ya, sebuah proyek yang disebut proyek Terminal X. Aku sendiri kurang begitu tahu dengan proyek misterius ini. Tapi semenjak kecelakaan besar itu, Pulau Hitam menjadi ditakuti dan tak berpenghuni. Oleh karena itulah disana dibangun penjara Pokemon dan dianggap sangat aman untuk Pokemon di sana.”
”Pulau seperti itu pasti bagi Flareon pasti...”
”Kami janji kami akan baik-baik saja,” aku berkata cepat ke Tabitha, menyela ucapan Flame. Aku berusaha meyakinkan Tabitha agar membolehkan kami pergi.
”Ya, aku percaya,” sahut Tabitha. ”Kalian telah berhasil pada tugas pertama, maka aku tak ada alasan untuk tidak membolehkan kalian pergi. Lagipula ini semua demi Flame bukan? Flame adalah keponakan Maxie, jadi tentu saja aku menyetujuinya. Tetapi....”
”Tapi apa?” tanyaku penasaran.
”Tetapi kamu harus berjanji untuk menjaga Flame dengan sangat baik. Dia adalah keluarga Maxie, maka aku tidak bisa menerima bila Flame dalam bahaya.”
”Tenang Tabitha, aku bisa menjaga diri kok,” Flame ikut bicara. ”Lagipula aku kan elite grunt.”
”Tapi kamu ini wanita, ingat itu...” potong Tabitha. Dia tampak menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan. ”Baiklah, kalian bisa berangkat kapanpun kalian mau. Mungkin sekarang saat yang tepat karena saat ini kalian sedang tidak ada tugas. Bagaimana?”
”Baik, semakin cepat semakin lebih baik,” jawabku mantap.
”Ini Eevee, Pokemon pertamaku,” jawab Flame menjelaskan. ”Kami sering bermain bersama dulu saat masih kecil. Dia adalah teman yang sangat baik.”
”Lalu dimana dia sekarang?” tanyaku penasaran.
”Itulah yang membuatku sedih,” lanjutnya. ”Suatu hari aku mendapatkan Fire Stone dan berniat merubah Eevee menjadi Flareon menggunakan batu tersebut. Aku melihat Eevee tampak ketakutan saat akan kusentuhkan batu api padanya. Namun aku tetap menyentuhkan batu itu karena aku ingin Eevee kecilku menjadi Flareon.”
”Lalu?” aku mulai tertarik.
”Setelah Eevee kecilku berubah menjadi Flareon, tingkah lakunya langsung berubah. Dia menjadi sangat agresif dan sangat liar. Dia menyerang seluruh kota dengan serangan apinya hingga terjadi kebakaran besar di pulau Cinnabar. Banyak warga hendak melumpuhkannya namun mereka justru jadi korban. Maka Blaine, kakekku yang juga ilmuwan di pulau Cinnabar memanggil pasukan penangkap Pokemon. Pasukan penangkap Pokemon berhasil menangkap Flareon dan membawanya ke penjara Pokemon jahat yang ada di Pulau Hitam.”
”Pulau Hitam?” tanyaku.
Flame mengangguk. ”Iya, pulau Hitam, pulau yang dikenal dengan pulau kegelapan. Pulau ini terletak di gugusan kepulauan Poinesia, sebuah region yang terletak jauh dari Hoenn. Disana ada penjara Pokemon, tempat setiap Pokemon yang bertingkah jahat dan membuat kerusakan dikurung.”
Flame berhenti bicara, dia lalu menatap potret di tangannya dengan sedih. ”Ini semua salahku....ini semua salahku yang memaksanya berubah menjadi Flareon. Harusnya aku tahu kalau dia tidak mau berubah menjadi Flareon. Harusnya aku tahu....pelatih macam apa aku ini....” Flame mulai menitikkan air mata. Dia menangis pelan, dan itu membuatku ikut sedih.
”Apa kau ingin membebaskannya dari penjara itu?” tanyaku berusaha mencairkan suasana.
”Mustahil,” jawab Flame sambil menyeka air matanya. ”Walaupun aku berhasil membebaskannya, tetapi dia pasti sudah tidak mengenaliku dan akan menyerangku. Aku melihat betapa dia sangat marah padaku saat petugas penangkap Pokemon memasukkannya ke dalam kerangkeng baja. Dia sangat membenciku....”
”Tapi kau tak pernah membencinya bukan?” aku mencoba memberinya kekuatan. Dia mengangguk kecil menjawab pertanyaanku. ”Kalau begitu kita akan pergi kesana.”
Flame tersentak kaget mendengar ucapanku. ”Apa kau serius? Apa kita bisa?” tanyanya tak percaya.
”Ya, bila dengan melihatnya dan mengetahui keadaannya akan membuatmu bahagia,” jawabku menyimpulkan. ”Karena biarpun dia membencimu sekarang, tapi yang terpenting kau tak pernah membencinya.”
Flame tampak tercengang mendengar kalimatku. Dia kemudian menyeka air matanya sampai habis. Dan tanpa kuduga tiba-tiba dia memelukku erat.
”Lunar, terima kasih... terima kasih kau mau mendengarkan kesedihanku... terima kasih kau mau membantuku,” ujarnya pelan.
”Sudah...tidak apa-apa....kita ini kan teman,” jawabku salah tingkah. Aku belum pernah dipeluk wanita sebelum ini.
Flame melepaskan pelukannya dan menatap wajahku. ”Lunar, mari kita selamatkan Flareon. Kalaupun dia tidak mau ikut bersamaku, paling tidak aku akan lega bila tahu bagaimana keadaannya sekarang.”
Aku mengangguk. Kami berdua kemudian meninggalkan danau lava yang panas itu dan berjalan menemui Tabitha.
----------------------------------------------
Aku menjelaskan secara singkat tujuan kami pada Tabitha. Admin Tim Magma tersebut bisa memahaminya walaupun dia ragu dengan kami berdua.
”Pulau Hitam adalah tempat berbahaya. Dahulu disana ada sebuah proyek gagal yang telah memakan banyak korban. Konon disana tersimpan kekuatan besar yang sangat berbahaya,” ujar Tabitha setelah mendengar niat kami.
”Proyek yang gagal?” tanya Flame penasaran.
Tabitha mengangguk. ”Ya, sebuah proyek yang disebut proyek Terminal X. Aku sendiri kurang begitu tahu dengan proyek misterius ini. Tapi semenjak kecelakaan besar itu, Pulau Hitam menjadi ditakuti dan tak berpenghuni. Oleh karena itulah disana dibangun penjara Pokemon dan dianggap sangat aman untuk Pokemon di sana.”
”Pulau seperti itu pasti bagi Flareon pasti...”
”Kami janji kami akan baik-baik saja,” aku berkata cepat ke Tabitha, menyela ucapan Flame. Aku berusaha meyakinkan Tabitha agar membolehkan kami pergi.
”Ya, aku percaya,” sahut Tabitha. ”Kalian telah berhasil pada tugas pertama, maka aku tak ada alasan untuk tidak membolehkan kalian pergi. Lagipula ini semua demi Flame bukan? Flame adalah keponakan Maxie, jadi tentu saja aku menyetujuinya. Tetapi....”
”Tapi apa?” tanyaku penasaran.
”Tetapi kamu harus berjanji untuk menjaga Flame dengan sangat baik. Dia adalah keluarga Maxie, maka aku tidak bisa menerima bila Flame dalam bahaya.”
”Tenang Tabitha, aku bisa menjaga diri kok,” Flame ikut bicara. ”Lagipula aku kan elite grunt.”
”Tapi kamu ini wanita, ingat itu...” potong Tabitha. Dia tampak menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan. ”Baiklah, kalian bisa berangkat kapanpun kalian mau. Mungkin sekarang saat yang tepat karena saat ini kalian sedang tidak ada tugas. Bagaimana?”
”Baik, semakin cepat semakin lebih baik,” jawabku mantap.
Scene 35: Berangkat ke Pulau Hitam
Aku dan Flame telah mempersiapkan semua peralatan yang sekiranya diperlukan dalam misi penyelamatan ini. Setelah semuanya dirasa lengkap, kami pun segera menuju helikopter yang sama yang kami naiki dalam tugas pertama. Saat masuk ke dalam helikopter itulah kami terkejut karena Clown telah duduk di kursi pilot.
”Kalian pikir kalian bisa meninggalkanku begitu saja?” sapa Clown dingin menyambut kedatangan kami berdua. ”Aku takkan membiarkan kalian asyik bermesraan sementara aku terbakar karena panas di gunung ini.”
Flame tersenyum. ”Terima kasih Clown, terima kasih kau mau ikut bersama kami,” ucapnya ramah.
Clown balas menyunggingkan senyum. ”Tentu saja, takkan ada Elite Grunt tanpaku. Karena ini adalah misimu, maka izinkan aku mengantarkanmu kesana,” sahut Clown. ”Tenang saja, aku akan menjadi pilot yang baik.”
Helikopter kami pun mulai lepas landas meninggalkan gunung Chimney. Perlahan, kami meluncur ke Pulau Hitam.
----------------------------------------------
Setelah perjalanan lama melintasi lautan luas yang sangat membosankan, akhirnya kami melihat sebuah pulau yang tampak seperti diselimuti awan hitam pekat. Pantas saja bila pulau itu dijuluki sebagai Pulau Hitam. Selain itu entah mengapa aku merasakan aura yang sangat tidak menyenangkan dari pulau ini. Sepertinya sesuatu yang sangat menyedihkan pernah terjadi di pulau yang terbilang cukup besar ini.
”Berdasarkan peta yang diberikan Tabitha, kita telah sampai di atas Pulau Hitam. Apa kalian telah siap untuk turun?” tanya Clown menoleh ke arah kami.
”Tentu, sekarang atau tidak sama sekali,” jawabku lantang. Tapi terus terang saja, aku sebenarnya kurang yakin juga untuk turun. Aura di pulau ini sangat mengerikan, membuatku agak ketakutan. Namun masa’ aku akan mundur saat sudah sampai disini? Dan lagi, apa kata Flame bila aku menyerah sebelum bertarung? Padahal akulah yang mengusulkan perjalanan ini. Bagaimanapun aku tak punya pilihan, aku memang harus turun. Toh aku punya dua Pokemon untuk melindungi diri dari hal-hal yang tak aku inginkan.
”Kau siap Flame?” tanya Clown pada Flame. Flame mengangguk kecil. Clown tersenyum lalu melanjutkan, ”Baiklah, masing-masing ambil peta penjara ini. Peta penjara ini dibuat oleh seseorang bernama Bluesea saat dia membuat peta pulau ini. Nah, penjara ini hanya dijaga oleh dua orang penjaga di depan. Kedua penjaga ini akan berpatroli sesekali. Kurang jelas juga mengenai profil dua orang penjaga ini. Tetapi sebisa mungkin jauhi mereka. Hindari konfrontasi dengan mereka walaupun aku tahu kita ini adalah regu elit.”
Aku dan Flame mengangguk seraya menerima peta yang diberikan oleh Clown. ”Kau tak ikut turun?” tanyaku pada Clown.
Clown menggeleng. ”Tidak, aku tak ikut. Aku akan berjaga di udara. Terlalu beresiko bila mendaratkan helikopter di pulau ini. Lagipula bila kita semua turun, maka peluang selamat akan sangat kecil bila kita tertangkap. Aku akan mengawasi kalian dan akan turun membantu bila kalian terdesak atau dalam bahaya. Jangan lupa gunakan sinyal magma itu bila diperlukan.” Sinyal Magma adalah sebuah alat kecil yang bisa menembakkan suar cahaya ke langit untuk memberitahukan lokasi.
Aku dan Flame kembali mengangguk. ”Baik, kami turun dulu,” kataku memulai misi.
”Lunar, berhati-hatilah dan jaga Flame dengan baik. Aku tak mau sesuatu terjadi pada Flame,” ujar Clown kemudian.
Aku mengangguk mengiyakan. Aku kemudian menurunkan tali tambang dan pelan-pelan meluncur ke daratan Pulau Hitam menggunakan tali itu. Flame mengikutiku dari atas. Kini kami berdua sudah berada di pulau Hitam.
-------------------------------------------------------------
Aku mengamati pemandangan pulau itu dari dekat. Malam menjadikan kami kesulitan untuk melihat sekeliling. Ditambah lagi malam ini bulan sabit. Tapi tak masalah, kami kan membawa senter Magma, senter khusus yang terbuat dari api magma sehingga bisa membiaskan warna merah menyala sebagai penerangan. Kami pun mulai mengikuti arah menuju penjara Pokemon sesuai yang ditunjukkan oleh peta. Agar aman, kami mengeluarkan Pokemon kami dari pokeball untuk ikut berjalan bersama kami. Aku mengeluarkan Sandslash sementara Flame mengeluarkan Mightyena.
Sepanjang perjalanan kami hanya melihat semak belukar yang rimbun dan pepohonan yang tinggi menjulang. Pulau ini benar-benar sepi layaknya pulau tak berpenghuni. Bahkan kami tak melihat keberadaan Pokemon sekalipun kecuali beberapa ekor Pokemon berbentuk tikus yang sepertinya heran melihat kedatangan kami berdua. Rattata itu muncul sekilas sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam semak.
”Lunar, apa kau tak merasa takut?” tanya Flame saat kami baru memasuki hutan. Tampaknya Flame mulai ketakutan.
”Sedikit sih....” jawabku ragu. ”Apa kau takut?” aku balik bertanya. ”Kalau kau takut dan hendak menghentikan rencana ini, katakan saja. Kita akan kembali ke helikopter.”
”Tidak, kita sudah memulai dan pantang untuk berhenti sebelum selesai,” sahut Flame tampak menutupi rasa takutnya. Aku salut padanya. Biarpun dia takut, tapi dia tetap meneruskan rencana ini demi melihat Flareon, Pokemon pertamanya.
Selama perjalanan menyusuri hutan aku terus berdoa agar kami tidak disergap oleh Pokemon liar penghuni hutan, lebih-lebih Pokemon hantu. Terus terang saja, aku sangat takut akan Pokemon hantu. Aku pernah bertemu dengan Banette yang membuatku mimpi buruk saat aku kecil dulu.
”Lunar, lihat itu!” tiba-tiba Flame berteriak membuatku terkejut. “Ada cahaya!”
Aku melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Flame. Cahaya apa itu?
”Kalian pikir kalian bisa meninggalkanku begitu saja?” sapa Clown dingin menyambut kedatangan kami berdua. ”Aku takkan membiarkan kalian asyik bermesraan sementara aku terbakar karena panas di gunung ini.”
Flame tersenyum. ”Terima kasih Clown, terima kasih kau mau ikut bersama kami,” ucapnya ramah.
Clown balas menyunggingkan senyum. ”Tentu saja, takkan ada Elite Grunt tanpaku. Karena ini adalah misimu, maka izinkan aku mengantarkanmu kesana,” sahut Clown. ”Tenang saja, aku akan menjadi pilot yang baik.”
Helikopter kami pun mulai lepas landas meninggalkan gunung Chimney. Perlahan, kami meluncur ke Pulau Hitam.
----------------------------------------------
Setelah perjalanan lama melintasi lautan luas yang sangat membosankan, akhirnya kami melihat sebuah pulau yang tampak seperti diselimuti awan hitam pekat. Pantas saja bila pulau itu dijuluki sebagai Pulau Hitam. Selain itu entah mengapa aku merasakan aura yang sangat tidak menyenangkan dari pulau ini. Sepertinya sesuatu yang sangat menyedihkan pernah terjadi di pulau yang terbilang cukup besar ini.
”Berdasarkan peta yang diberikan Tabitha, kita telah sampai di atas Pulau Hitam. Apa kalian telah siap untuk turun?” tanya Clown menoleh ke arah kami.
”Tentu, sekarang atau tidak sama sekali,” jawabku lantang. Tapi terus terang saja, aku sebenarnya kurang yakin juga untuk turun. Aura di pulau ini sangat mengerikan, membuatku agak ketakutan. Namun masa’ aku akan mundur saat sudah sampai disini? Dan lagi, apa kata Flame bila aku menyerah sebelum bertarung? Padahal akulah yang mengusulkan perjalanan ini. Bagaimanapun aku tak punya pilihan, aku memang harus turun. Toh aku punya dua Pokemon untuk melindungi diri dari hal-hal yang tak aku inginkan.
”Kau siap Flame?” tanya Clown pada Flame. Flame mengangguk kecil. Clown tersenyum lalu melanjutkan, ”Baiklah, masing-masing ambil peta penjara ini. Peta penjara ini dibuat oleh seseorang bernama Bluesea saat dia membuat peta pulau ini. Nah, penjara ini hanya dijaga oleh dua orang penjaga di depan. Kedua penjaga ini akan berpatroli sesekali. Kurang jelas juga mengenai profil dua orang penjaga ini. Tetapi sebisa mungkin jauhi mereka. Hindari konfrontasi dengan mereka walaupun aku tahu kita ini adalah regu elit.”
Aku dan Flame mengangguk seraya menerima peta yang diberikan oleh Clown. ”Kau tak ikut turun?” tanyaku pada Clown.
Clown menggeleng. ”Tidak, aku tak ikut. Aku akan berjaga di udara. Terlalu beresiko bila mendaratkan helikopter di pulau ini. Lagipula bila kita semua turun, maka peluang selamat akan sangat kecil bila kita tertangkap. Aku akan mengawasi kalian dan akan turun membantu bila kalian terdesak atau dalam bahaya. Jangan lupa gunakan sinyal magma itu bila diperlukan.” Sinyal Magma adalah sebuah alat kecil yang bisa menembakkan suar cahaya ke langit untuk memberitahukan lokasi.
Aku dan Flame kembali mengangguk. ”Baik, kami turun dulu,” kataku memulai misi.
”Lunar, berhati-hatilah dan jaga Flame dengan baik. Aku tak mau sesuatu terjadi pada Flame,” ujar Clown kemudian.
Aku mengangguk mengiyakan. Aku kemudian menurunkan tali tambang dan pelan-pelan meluncur ke daratan Pulau Hitam menggunakan tali itu. Flame mengikutiku dari atas. Kini kami berdua sudah berada di pulau Hitam.
-------------------------------------------------------------
Aku mengamati pemandangan pulau itu dari dekat. Malam menjadikan kami kesulitan untuk melihat sekeliling. Ditambah lagi malam ini bulan sabit. Tapi tak masalah, kami kan membawa senter Magma, senter khusus yang terbuat dari api magma sehingga bisa membiaskan warna merah menyala sebagai penerangan. Kami pun mulai mengikuti arah menuju penjara Pokemon sesuai yang ditunjukkan oleh peta. Agar aman, kami mengeluarkan Pokemon kami dari pokeball untuk ikut berjalan bersama kami. Aku mengeluarkan Sandslash sementara Flame mengeluarkan Mightyena.
Sepanjang perjalanan kami hanya melihat semak belukar yang rimbun dan pepohonan yang tinggi menjulang. Pulau ini benar-benar sepi layaknya pulau tak berpenghuni. Bahkan kami tak melihat keberadaan Pokemon sekalipun kecuali beberapa ekor Pokemon berbentuk tikus yang sepertinya heran melihat kedatangan kami berdua. Rattata itu muncul sekilas sebelum akhirnya kembali masuk ke dalam semak.
”Lunar, apa kau tak merasa takut?” tanya Flame saat kami baru memasuki hutan. Tampaknya Flame mulai ketakutan.
”Sedikit sih....” jawabku ragu. ”Apa kau takut?” aku balik bertanya. ”Kalau kau takut dan hendak menghentikan rencana ini, katakan saja. Kita akan kembali ke helikopter.”
”Tidak, kita sudah memulai dan pantang untuk berhenti sebelum selesai,” sahut Flame tampak menutupi rasa takutnya. Aku salut padanya. Biarpun dia takut, tapi dia tetap meneruskan rencana ini demi melihat Flareon, Pokemon pertamanya.
Selama perjalanan menyusuri hutan aku terus berdoa agar kami tidak disergap oleh Pokemon liar penghuni hutan, lebih-lebih Pokemon hantu. Terus terang saja, aku sangat takut akan Pokemon hantu. Aku pernah bertemu dengan Banette yang membuatku mimpi buruk saat aku kecil dulu.
”Lunar, lihat itu!” tiba-tiba Flame berteriak membuatku terkejut. “Ada cahaya!”
Aku melihat ke arah yang ditunjukkan oleh Flame. Cahaya apa itu?
Scene 36: Penjara Pokemon
Rupanya cahaya itu berasal dari sebuah bangunan tua yang ada di tengah hutan. Bangunan itu tampak tak terurus, terlihat dari dinding-dindingnya yang telah retak, lumut yang menempel, serta rerumputan yang menutupi sekitar bangunan tersebut. Dan menurut peta yang diberikan Clown, bangunan itu adalah penjara Pokemon.
”Sepertinya gedung itu kosong,” celetuk Flame sambil melihat ke sekeliling bangunan tua itu dari balik semak belukar.
”Mungkin saja, tapi kata Clown, penjara Pokemon dijaga oleh dua orang penjaga yang misterius. Mereka sering berpatroli keliling penjara. Kita tidak tahu sedang berada dimana mereka sekarang,” sahutku.
”Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Aku berpikir sejenak. Sebelumnya aku sudah menyusun rencana untuk masuk ke dalam penjara itu. Tapi aku tak menyangka kalau penjara ini benar-benar mengerikan sehingga aku sendiri merasa tak yakin dengan rencanaku.
Tak lama, sesosok tubuh keluar dari dalam bangunan tua itu. Sosok itu tampak mengenakan tudung hitam. Entah mengapa aku merasakan sesuatu yang tak menyenangkan dari sosok tersebut. Apakah sosok tersebut manusia?
”Lakukan sesuai rencana,” perintahku pada Flame.
Flame mengangguk. Dia hampir saja memerintahkan Mightyena miliknya untuk menyerang penjaga itu saat tiba-tiba sosok lain keluar dari bangunan itu. Melihat itu, Flame langsung mengurungkan niatnya. ”Sekarang bagaimana?” tanyanya bingung.
”Ini bagus, kedua penjaga tersebut ada di luar. Kita akan masuk ke dalam penjara melalui sisi samping yang berbatasan langsung dengan rimbunan pepohonan. Mereka tidak akan menyadari keberadaan kita.”
Aku dan Flame kemudian mengendap-endap menuju sisi samping penjara tersebut. Penjara tersebut ternyata memiliki ukuran yang cukup besar dan cukup panjang. Kami sekarang telah berada di samping tembok penjara, namun kami bingung akan memulai darimana. Akhirnya aku pun memutuskan untuk memulai.
”Sandslash, Dig!”
Kuperintahkan Sandslash untuk menggali tanah di di depan tembok penjara itu agar menghubungkan kami dengan bagian dalam penjara. Lama Sandslash menggali di dalam tanah hingga dia kemudian muncul kembali dari dalam tanah. Sandslash memberikan isyarat kalau di dalam sana aman untuk dimasuki. Mengetahui hal itu, kami kemudian merangkak masuk melalui lubang galian yang telah dibuat oleh Sandslash. Setelah susah payah merangkak di dalam tanah, kami muncul di sebuah ruangan yang gelap dan dingin namun luas. Sepertinya kami telah masuk ke dalam penjara Pokemon.
Flame segera menyalakan senter Magmanya untuk menerangi ruangan. Dengan segera kami bisa melihat apa yang ada di dalam ruangan yang luas tersebut. Di dalam ruangan sangat banyak jeruji sel yang mengurung Pokemon. Sel-sel tersebut tampak terbuat dari bahan khusus sehingga sulit untuk dihancurkan oleh Pokemon. Kulihat beberapa Pokemon yang dikurung di dalam sel tersebut terkejut dengan kedatangan kami. Beberapa di antara mereka mengeluarkan suara-suara, menampakkan perasaan tidak suka karena terganggu oleh kedatangan kami. Aku berharap mereka tidak membuat keributan lebih dari itu sehingga kedua penjaga tidak mengetahui kedatangan kami.
”Kita harus segera mencari dimana Flareon sebelum penjaga mengetahui keberadaan kita,” bisikku pada Flame.
”Iya, aku sedang mencari,” sahut Flame pelan. Flame tampak mengarahkan senter magmanya ke setiap sel yang ditemuinya. Dia lalu memerintahkan Mightyena untuk mengendus bau Flareon.
Beberapa Pokemon di dalam sel itu bisa aku kenali sementara beberapa Pokemon lainnya belum pernah aku lihat. Seperti Pokemon yang menyerupai pohon dan memiliki kepala tiga dan Pokemon seperti badak berwarna ungu dan tubuhnya penuh dengan duri-duri yang besar. Pokemon-pokemon itu terlihat garang, namun ada juga yang terlihat sedih. Aku membayangkan bagaimana mereka bisa hidup di tempat yang sangat tidak menyenangkan seperti ini. Mereka pasti ingin hidup bebas di alam liar bersama teman-temannya. Aku lalu berpikir kalau penjara Pokemon ini adalah sebuah kejahatan terhadap Pokemon.
Flame terus mencari dengan senternya sementara aku mengikuti di belakangnya sembari berjaga-jaga. Lama Flame mencari dan semakin lama dia mencari, semakin cemas perasaanku. Aku takut kedua penjaga tersebut kembali masuk ke dalam penjara dan berpatroli keliling lorong-lorong penjara yang sempit ini.
Tiba-tiba Mightyena bereaksi. Rupanya dia mencium bau Flareon. Mengetahui hal itu Flame langsung menghampiri Mightyena. Diarahkannya senter magma ke sel tersebut dan tampak seekor Pokemon menyerupai Eevee namun yang ini memiliki bulu lebat di leher dan kepalanya serta tubuhnya berwarna merah menyala. Jadi Pokemon itu adalah Flareon?
Flame mengarahkan senternya ke papan sel tersebut dan pada papan nama itu tertulis kata Flame Evers’s Flareon. Flareon yang ada di dalam sel itu benar-benar milik Flame.
”Flareon, akhirnya aku menemukanmu,” ujar Flame lembut sembari menatap Flareon yang tertidur. Flareon itu kemudian terbangun menyadari ada orang di depannya. Dia menyeringai mengerikan dan tampaknya marah. ”Tenang Flareon, ini aku... Flame. Apa kau lupa padaku?” ujar Flame melihat reaksi Flareon.
Flareon lalu terdiam. Dia mengamati Flame dengan seksama. Tiba-tiba saja dia mengeluarkan semburan api ke arah Flame. Beruntung aku terlebih dulu menyadarinya dan langsung mendorong Flame menghindar. Kami berdua terjatuh ke lantai namun Flame langsung bangkit dan menatap Flareon tajam.
”Ini aku....Flame...temanmu dulu....apa kau lupa?” ujar Flame dengan suara bergetar. Tampaknya dia sangat sedih.
Flareon diam saja. Dia lagi-lagi menyemburkan api ke arah Flame. Aku hendak menarik tubuh Flame, tapi dia mencegah.
”Jangan cegah aku Lunar! Biarkan aku sejenak melihat wajahnya....” ujarnya getir. Tampak air matanya jatuh menetes memunculkan cahaya perak akibat terimbas cahaya senter. ”Aku ingin....aku ingin....melihat Flareon....bahkan bila aku harus terbakar karenanya....”
Aku tersentak kaget. Flame? Setulus itukah rasa sayangmu pada Flareon?
”Sepertinya gedung itu kosong,” celetuk Flame sambil melihat ke sekeliling bangunan tua itu dari balik semak belukar.
”Mungkin saja, tapi kata Clown, penjara Pokemon dijaga oleh dua orang penjaga yang misterius. Mereka sering berpatroli keliling penjara. Kita tidak tahu sedang berada dimana mereka sekarang,” sahutku.
”Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?”
Aku berpikir sejenak. Sebelumnya aku sudah menyusun rencana untuk masuk ke dalam penjara itu. Tapi aku tak menyangka kalau penjara ini benar-benar mengerikan sehingga aku sendiri merasa tak yakin dengan rencanaku.
Tak lama, sesosok tubuh keluar dari dalam bangunan tua itu. Sosok itu tampak mengenakan tudung hitam. Entah mengapa aku merasakan sesuatu yang tak menyenangkan dari sosok tersebut. Apakah sosok tersebut manusia?
”Lakukan sesuai rencana,” perintahku pada Flame.
Flame mengangguk. Dia hampir saja memerintahkan Mightyena miliknya untuk menyerang penjaga itu saat tiba-tiba sosok lain keluar dari bangunan itu. Melihat itu, Flame langsung mengurungkan niatnya. ”Sekarang bagaimana?” tanyanya bingung.
”Ini bagus, kedua penjaga tersebut ada di luar. Kita akan masuk ke dalam penjara melalui sisi samping yang berbatasan langsung dengan rimbunan pepohonan. Mereka tidak akan menyadari keberadaan kita.”
Aku dan Flame kemudian mengendap-endap menuju sisi samping penjara tersebut. Penjara tersebut ternyata memiliki ukuran yang cukup besar dan cukup panjang. Kami sekarang telah berada di samping tembok penjara, namun kami bingung akan memulai darimana. Akhirnya aku pun memutuskan untuk memulai.
”Sandslash, Dig!”
Kuperintahkan Sandslash untuk menggali tanah di di depan tembok penjara itu agar menghubungkan kami dengan bagian dalam penjara. Lama Sandslash menggali di dalam tanah hingga dia kemudian muncul kembali dari dalam tanah. Sandslash memberikan isyarat kalau di dalam sana aman untuk dimasuki. Mengetahui hal itu, kami kemudian merangkak masuk melalui lubang galian yang telah dibuat oleh Sandslash. Setelah susah payah merangkak di dalam tanah, kami muncul di sebuah ruangan yang gelap dan dingin namun luas. Sepertinya kami telah masuk ke dalam penjara Pokemon.
Flame segera menyalakan senter Magmanya untuk menerangi ruangan. Dengan segera kami bisa melihat apa yang ada di dalam ruangan yang luas tersebut. Di dalam ruangan sangat banyak jeruji sel yang mengurung Pokemon. Sel-sel tersebut tampak terbuat dari bahan khusus sehingga sulit untuk dihancurkan oleh Pokemon. Kulihat beberapa Pokemon yang dikurung di dalam sel tersebut terkejut dengan kedatangan kami. Beberapa di antara mereka mengeluarkan suara-suara, menampakkan perasaan tidak suka karena terganggu oleh kedatangan kami. Aku berharap mereka tidak membuat keributan lebih dari itu sehingga kedua penjaga tidak mengetahui kedatangan kami.
”Kita harus segera mencari dimana Flareon sebelum penjaga mengetahui keberadaan kita,” bisikku pada Flame.
”Iya, aku sedang mencari,” sahut Flame pelan. Flame tampak mengarahkan senter magmanya ke setiap sel yang ditemuinya. Dia lalu memerintahkan Mightyena untuk mengendus bau Flareon.
Beberapa Pokemon di dalam sel itu bisa aku kenali sementara beberapa Pokemon lainnya belum pernah aku lihat. Seperti Pokemon yang menyerupai pohon dan memiliki kepala tiga dan Pokemon seperti badak berwarna ungu dan tubuhnya penuh dengan duri-duri yang besar. Pokemon-pokemon itu terlihat garang, namun ada juga yang terlihat sedih. Aku membayangkan bagaimana mereka bisa hidup di tempat yang sangat tidak menyenangkan seperti ini. Mereka pasti ingin hidup bebas di alam liar bersama teman-temannya. Aku lalu berpikir kalau penjara Pokemon ini adalah sebuah kejahatan terhadap Pokemon.
Flame terus mencari dengan senternya sementara aku mengikuti di belakangnya sembari berjaga-jaga. Lama Flame mencari dan semakin lama dia mencari, semakin cemas perasaanku. Aku takut kedua penjaga tersebut kembali masuk ke dalam penjara dan berpatroli keliling lorong-lorong penjara yang sempit ini.
Tiba-tiba Mightyena bereaksi. Rupanya dia mencium bau Flareon. Mengetahui hal itu Flame langsung menghampiri Mightyena. Diarahkannya senter magma ke sel tersebut dan tampak seekor Pokemon menyerupai Eevee namun yang ini memiliki bulu lebat di leher dan kepalanya serta tubuhnya berwarna merah menyala. Jadi Pokemon itu adalah Flareon?
Flame mengarahkan senternya ke papan sel tersebut dan pada papan nama itu tertulis kata Flame Evers’s Flareon. Flareon yang ada di dalam sel itu benar-benar milik Flame.
”Flareon, akhirnya aku menemukanmu,” ujar Flame lembut sembari menatap Flareon yang tertidur. Flareon itu kemudian terbangun menyadari ada orang di depannya. Dia menyeringai mengerikan dan tampaknya marah. ”Tenang Flareon, ini aku... Flame. Apa kau lupa padaku?” ujar Flame melihat reaksi Flareon.
Flareon lalu terdiam. Dia mengamati Flame dengan seksama. Tiba-tiba saja dia mengeluarkan semburan api ke arah Flame. Beruntung aku terlebih dulu menyadarinya dan langsung mendorong Flame menghindar. Kami berdua terjatuh ke lantai namun Flame langsung bangkit dan menatap Flareon tajam.
”Ini aku....Flame...temanmu dulu....apa kau lupa?” ujar Flame dengan suara bergetar. Tampaknya dia sangat sedih.
Flareon diam saja. Dia lagi-lagi menyemburkan api ke arah Flame. Aku hendak menarik tubuh Flame, tapi dia mencegah.
”Jangan cegah aku Lunar! Biarkan aku sejenak melihat wajahnya....” ujarnya getir. Tampak air matanya jatuh menetes memunculkan cahaya perak akibat terimbas cahaya senter. ”Aku ingin....aku ingin....melihat Flareon....bahkan bila aku harus terbakar karenanya....”
Aku tersentak kaget. Flame? Setulus itukah rasa sayangmu pada Flareon?
Scene 37: Kenangan yang Membakar
Kedua tangan Flame tetap memegang erat jeruji sel yang mengurung Flareon. Dia masih manatap Flareon dengan pandangan yang sedih. Flareon tampaknya heran dengan apa yang dilakukan oleh Flame.
Secara tiba-tiba Flareon kembali menyemburkan api ke arah Flame. Semburan api itu berhenti tepat di depan wajah Flame, menyisakan hawa panas yang menyakitkan. Flame tampak menahan panas tersebut. “Bakar aku....bakar aku bila itu bisa membuatmu lega...” lagi-lagi Flame meracau. ”Bakar aku bila itu satu-satunya jalan agar kamu memaafkanku....”
Flareon tak mengindahkan ucapan Flame. Pokemon api murni itu tetap saja menyemburkan api di dalam selnya dan berhenti di tepat di wajah Flame. Wajarnya Flame akan merasa kepanasan akibat paparan api tersebut, namun Flame tetap bersikeras bertahan dan menahan rasa panas itu.
”Flame, kumohon hentikan,” bujukku tak tahan. ”Bila dia memang sudah tak mengenalimu, biarkan saja. Paling tidak kau sudah melihatnya bukan?”
”Tidak Lunar...tidak....” sahut Flame lemah. ”Ini semua salahku sehingga dia masuk ke dalam penjara yang menyedihkan ini.... ini semua salahku! Dan hanya inilah caraku untuk menebusnya....”
Flareon terus menyemburkan api yang panas di depan wajah Flame. Flame yang tak kuat lagi menahan panas kemudian terjatuh. Dia terjatuh berlutut dengan kedua tangannya masih mencengkeram jeruji sel. Flame belum mau menyerah. Flareon yang melihatnya menjadi iba. Tiba-tiba semua kenangan bersama Flame muncul kembali dalam ingatan Flareon tersebut. Pokemon api tersebut kemudian menghentikan semburannya. Secara perlahan Flareon berjalan mendekati Flame yang telah lemas. Aku terkejut melihatnya.
Flareon lalu mencium pipi Flame melalui celah jeruji. Flame yang hampir tak sadarkan diri karena sengatan panas pun terkejut. Kepalanya yang tertunduk ke lantai perlahan dia tegakkan. Dia tersenyum, sebuah senyuman kebahagiaan yang tulus.
”Jadi kamu masih mengingat aku? Jadi kau mau memaafkan aku?” ujar Flame lemah. ”Syukurlah.....Cuma itu yang aku inginkan saat ini...”
”Flame, kini biarkan aku yang mengambil alih,” selaku kemudian. Aku lalu mengeluarkan Magbomb, sebuah benda kecil seukuran telepon genggam dari sakuku dan menempelkannya pada parameter pengendali sel Flareon. Kutekan pelan benda itu dan kemudian benda itu meledak dengan ledakan kecil membuat sistem penguncian sel menjadi terbuka. Jeruji sel itu pun kini terbuka membuat Flareon keluar dari dalamnya dan langsung menempel pada tubuh Flame. Flame begitu bahagia. Dia langsung memeluk Flareon dengan erat, begitu pula Flareon. Persahabatan mereka sepertinya telah pulih kembali.
”Flareon, maafkan aku ya?” tanya Flame berkaca-kaca. ”Mulai sekarang kita berteman kembali ya?” Hilang sudah kesedihan yang tadi membayangi wajahnya. Kini Flame bisa tersenyum bahagia. Aku yang melihatnya ikut senang sekaligus terharu. Tak terasa aku pun ikut menitikkan air mata.
”Maaf mengganggu reuni kalian berdua, tetapi kita harus segera pergi dari tempat ini sebelum....” baru saja aku akan melanjutkan perkataanku saat muncul sesosok tubuh berada di depan kami berdua. Penjaga penjara!
”Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan disini?” penjaga tersebut tampak marah. Entah mengapa aku seperti tak bisa melihat wajahnya yang tertutup tudung hitam. Padahal wajahku saja masih terlihat saat aku memakai seragam Tim Magma dengan tudung merah bertanduk itu.
”Flame, lari sekarang!” teriakku sambil berlari. Flame kemudian berlari menyusulku.
”Mau lari kemana kalian?” kata penjaga itu sambil mengejar kami. ”Gastly, Lick!” tiba-tiba seekor Pokemon berbentuk gas warna hitam muncul dan langsung menjilat tubuh Flame yang sedang berlari. Flame kemudian terjatuh karena jilatan itu. Dia mencoba untuk bangkit tetapi entah mengapa dia tak bisa bergerak.
Sial! Flame terkena efek lumpuh atau paralys yang disebabkan oleh serangan Lick atau jilatan Gastly!
”Hahahaha....tertangkap kalian sekarang. Dasar tikus-tikus kecil!” kata penjaga itu tertawa puas. Dia lalu berjalan santai menghampiri Flame untuk menangkapnya. Saat itulah muncul Flareon yang menghadang langkah sang penjaga. ”Ho...anak manis...kamu tidak mau jadi anak nakal bukan?” sang penjaga itu tampak berbicara dengan Flareon. Flareon hanya diam saja sambil memandangi sang penjaga. Tiba-tiba saja Pokemon berjambul itu menyemburkan api besar yang mengenai penjaga. Penjaga itu pun terbakar. ”Arrghhh!! Sialan kamu! Kurang ajar!!!” umpat penjaga itu panik sambil berusaha keras memadamkan api yang membakar pakaiannya.
Menyadari hal tersebut, aku lalu menghampiri Flame dan membantunya berjalan. Hal ini memperlambat pelarian kami, tapi paling tidak sang penjaga tengah disibukkan oleh api yang membakarnya.
Alih-alih keluar dari bangunan penjara itu, kami sekarang justru tersesat di lorong penjara yang gelap. Lorong penjara yang berliku membuat kami tak tahu arah sama sekali. Aku benar-benar bingung sementara kami tahu penjaga yang lain kini tengah mengejar kami. Saat itulah tiba-tiba terdengar suara yang aneh dari sebuah ruangan di samping kami. Suara itu benar-benar mengerikan. Aku pun penasaran sekaligus ketakutan dengan ruangan itu.
”Rupanya disini kalian....” tiba-tiba sebuah suara mengagetkan kami. Ternyata penjaga yang satu lagi telah menemukan kami. Tak ada pilihan lain selain masuk ke dalam ruangan itu.
”Keluarlah Ninjask!” kulemparkan PokeBallku cepat dan keluarlah Ninjask, Pokemon pemberian Jiken. ”Ninjask, Flash!” Ninjask lalu mengeluarkan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, membuat sang penjaga buta sesaat sementara aku dan Flame langsung masuk ke dalam ruangan itu.
Secara tiba-tiba Flareon kembali menyemburkan api ke arah Flame. Semburan api itu berhenti tepat di depan wajah Flame, menyisakan hawa panas yang menyakitkan. Flame tampak menahan panas tersebut. “Bakar aku....bakar aku bila itu bisa membuatmu lega...” lagi-lagi Flame meracau. ”Bakar aku bila itu satu-satunya jalan agar kamu memaafkanku....”
Flareon tak mengindahkan ucapan Flame. Pokemon api murni itu tetap saja menyemburkan api di dalam selnya dan berhenti di tepat di wajah Flame. Wajarnya Flame akan merasa kepanasan akibat paparan api tersebut, namun Flame tetap bersikeras bertahan dan menahan rasa panas itu.
”Flame, kumohon hentikan,” bujukku tak tahan. ”Bila dia memang sudah tak mengenalimu, biarkan saja. Paling tidak kau sudah melihatnya bukan?”
”Tidak Lunar...tidak....” sahut Flame lemah. ”Ini semua salahku sehingga dia masuk ke dalam penjara yang menyedihkan ini.... ini semua salahku! Dan hanya inilah caraku untuk menebusnya....”
Flareon terus menyemburkan api yang panas di depan wajah Flame. Flame yang tak kuat lagi menahan panas kemudian terjatuh. Dia terjatuh berlutut dengan kedua tangannya masih mencengkeram jeruji sel. Flame belum mau menyerah. Flareon yang melihatnya menjadi iba. Tiba-tiba semua kenangan bersama Flame muncul kembali dalam ingatan Flareon tersebut. Pokemon api tersebut kemudian menghentikan semburannya. Secara perlahan Flareon berjalan mendekati Flame yang telah lemas. Aku terkejut melihatnya.
Flareon lalu mencium pipi Flame melalui celah jeruji. Flame yang hampir tak sadarkan diri karena sengatan panas pun terkejut. Kepalanya yang tertunduk ke lantai perlahan dia tegakkan. Dia tersenyum, sebuah senyuman kebahagiaan yang tulus.
”Jadi kamu masih mengingat aku? Jadi kau mau memaafkan aku?” ujar Flame lemah. ”Syukurlah.....Cuma itu yang aku inginkan saat ini...”
”Flame, kini biarkan aku yang mengambil alih,” selaku kemudian. Aku lalu mengeluarkan Magbomb, sebuah benda kecil seukuran telepon genggam dari sakuku dan menempelkannya pada parameter pengendali sel Flareon. Kutekan pelan benda itu dan kemudian benda itu meledak dengan ledakan kecil membuat sistem penguncian sel menjadi terbuka. Jeruji sel itu pun kini terbuka membuat Flareon keluar dari dalamnya dan langsung menempel pada tubuh Flame. Flame begitu bahagia. Dia langsung memeluk Flareon dengan erat, begitu pula Flareon. Persahabatan mereka sepertinya telah pulih kembali.
”Flareon, maafkan aku ya?” tanya Flame berkaca-kaca. ”Mulai sekarang kita berteman kembali ya?” Hilang sudah kesedihan yang tadi membayangi wajahnya. Kini Flame bisa tersenyum bahagia. Aku yang melihatnya ikut senang sekaligus terharu. Tak terasa aku pun ikut menitikkan air mata.
”Maaf mengganggu reuni kalian berdua, tetapi kita harus segera pergi dari tempat ini sebelum....” baru saja aku akan melanjutkan perkataanku saat muncul sesosok tubuh berada di depan kami berdua. Penjaga penjara!
”Siapa kalian? Apa yang kalian lakukan disini?” penjaga tersebut tampak marah. Entah mengapa aku seperti tak bisa melihat wajahnya yang tertutup tudung hitam. Padahal wajahku saja masih terlihat saat aku memakai seragam Tim Magma dengan tudung merah bertanduk itu.
”Flame, lari sekarang!” teriakku sambil berlari. Flame kemudian berlari menyusulku.
”Mau lari kemana kalian?” kata penjaga itu sambil mengejar kami. ”Gastly, Lick!” tiba-tiba seekor Pokemon berbentuk gas warna hitam muncul dan langsung menjilat tubuh Flame yang sedang berlari. Flame kemudian terjatuh karena jilatan itu. Dia mencoba untuk bangkit tetapi entah mengapa dia tak bisa bergerak.
Sial! Flame terkena efek lumpuh atau paralys yang disebabkan oleh serangan Lick atau jilatan Gastly!
”Hahahaha....tertangkap kalian sekarang. Dasar tikus-tikus kecil!” kata penjaga itu tertawa puas. Dia lalu berjalan santai menghampiri Flame untuk menangkapnya. Saat itulah muncul Flareon yang menghadang langkah sang penjaga. ”Ho...anak manis...kamu tidak mau jadi anak nakal bukan?” sang penjaga itu tampak berbicara dengan Flareon. Flareon hanya diam saja sambil memandangi sang penjaga. Tiba-tiba saja Pokemon berjambul itu menyemburkan api besar yang mengenai penjaga. Penjaga itu pun terbakar. ”Arrghhh!! Sialan kamu! Kurang ajar!!!” umpat penjaga itu panik sambil berusaha keras memadamkan api yang membakar pakaiannya.
Menyadari hal tersebut, aku lalu menghampiri Flame dan membantunya berjalan. Hal ini memperlambat pelarian kami, tapi paling tidak sang penjaga tengah disibukkan oleh api yang membakarnya.
Alih-alih keluar dari bangunan penjara itu, kami sekarang justru tersesat di lorong penjara yang gelap. Lorong penjara yang berliku membuat kami tak tahu arah sama sekali. Aku benar-benar bingung sementara kami tahu penjaga yang lain kini tengah mengejar kami. Saat itulah tiba-tiba terdengar suara yang aneh dari sebuah ruangan di samping kami. Suara itu benar-benar mengerikan. Aku pun penasaran sekaligus ketakutan dengan ruangan itu.
”Rupanya disini kalian....” tiba-tiba sebuah suara mengagetkan kami. Ternyata penjaga yang satu lagi telah menemukan kami. Tak ada pilihan lain selain masuk ke dalam ruangan itu.
”Keluarlah Ninjask!” kulemparkan PokeBallku cepat dan keluarlah Ninjask, Pokemon pemberian Jiken. ”Ninjask, Flash!” Ninjask lalu mengeluarkan kilatan cahaya yang menyilaukan mata, membuat sang penjaga buta sesaat sementara aku dan Flame langsung masuk ke dalam ruangan itu.
Scene 38: Melarikan Diri dari Pulau Hitam
Ruangan rupanya itu cukup luas. Berkat flash atau kilatan cahaya dari Ninjask, membuat seisi ruangan menjadi terang. Di tengah ruangan tampak sebuah sel yang mengurung seekor Pokemon berwarna hitam dengan kepala berwarna putih dan dibagian lehernya tampak seperti syal berwarna merah. Lagi-lagi Pokemon yang belum pernah aku lihat atau aku ketahui, batinku saat melihat Pokemon itu. Untunglah Pokemon itu tengah tertidur.
Kubaca tulisan yang ada pada dinding sel tersebut yang bertuliskan kata ”Darkrai”. Darkrai? Apa itu nama Pokemon ini?
”Tidakkkk!!!” Tiba-tiba Flame berteriak keras. Aku menoleh dan melihat Flame tengah memegangi kepalanya tampak kesakitan. Flareon yang dari tadi mendampinginya tampak cemas.
”Flame, kamu kenapa?” tanyaku panik.
”Tidak...tidak...jangan....jangan lakukan itu.... ” Flame meracau tidak jelas. Sepertinya dia mengalami halusinasi.
”Flame! Sadar Flame! Sadarlah!” aku memegang kedua bahu Flame dan mengguncangkan tubuhnya cukup keras.
”Tidak....gunung itu...gunung itu akan meletus...” Flame terus meracau dan itu membuatku semakin panik. Aku harus segera mencari jalan keluar dari penjara ini tapi bagaimana aku bisa berpikir bila Flame sedang kerasukan seperti ini?
”Sandslash, gunakan Dig kemana saja!” perintahku pada Sandslash cepat. Aku tak bisa menggunakan akal sehatku untuk memikirkan rencana yang lebih bagus sementara Flame tengah menggila. Sandslash pun menurutinya dan menggali lantai penjara hingga dia masuk ke dalam tanah.
”Tidak...tidak....jangan.....” Flame terus memegangi kepalanya sambil mulutnya meracau tidak jelas. Dia lalu jatuh di lantai dan bergerak-gerak tak karuan. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tak menyangka Flame akan kerasukan atau berhalusinasi atau apalah di saat-saat yang genting seperti ini. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan Flame, tapi yang pasti aku harus membawanya keluar dari penjara yang menyedihkan ini.
Tapi belum sempat aku pergi, hal yang kutakutkan terjadi. Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah dua orang penjaga yang mengejar kami. Saat ini mereka sudah seperti pencabut nyawa saja bagiku.
”Sekarang kalian takkan bisa melarikan diri lagi!” bentak sang penjaga.
Sial! Apa yang harus aku lakukan? Oh, Sandslash...kumohon cepat muncul.....
Kedua penjaga tersebut hendak menangkapku saat mendadak Sandslash muncul dari dalam tanah. Bagus, saatnya melarikan diri! Dengan cepat aku membawa Flame masuk ke dalam lubang galian yang telah dibuat oleh Sandslash. Kedua penjaga penjara sepertinya tak menyangka kalau kami akan kabur menggunakan cara ini.
Dengan susah payah aku membawa Flame keluar dari penjara melalui lubang galian Sandslash. Aku terpaksa menyeret tubuhnya karena dia masih bertingkah aneh dan tak terkendali. Flareon sendiri berjaga di belakang apabila kedua penjaga itu mengejar kami. Dan memang benar kedua penjaga itu tengah mengejar kami.
Akhirnya kami berhasil keluar dari dalam tanah sekaligus dari penjara Pokemon. Flame telah tak sadarkan diri sekarang sehingga aku bisa menggendongnya dan berlari menjauhi penjara Pokemon menuju ke tempat dimana helikopter menunggu.
Tubuh Flame memperlambat lariku. Meski begitu aku harus tetap bergerak cepat. Karena saat aku menoleh ke belakang, kulihat dua penjaga itu tengah mengejarku. Aku pun mempercepat lariku agar tak tertangkap kedua penjaga penjara yang aneh tersebut. Apa jadinya bila kami tertangkap?
”Gastly, Curse!” tiba-tiba kudengar suara keras di belakang kami. Ternyata penjaga itu kembali menggunakan Gastly untuk menyerang kami. Tapi kali ini apa yang dia gunakan... Curse? Serangan apa itu?
Aku tak tahu serangan apa itu karena kami sama sekali tak mendapat serangan yang berarti. Apa serangan itu gagal? Ah, aku tak memikirkannya lagi. Yang terpenting saat ini aku berusaha melarikan diri sebisaku.
Tiba-tiba aku merasa sesuatu yang berat menusuk jantungku. Dadaku terasa sangat sakit. Tapi aku tak tahu apa yang menusukku itu karena itu terasa di dalam tubuhku, bukan dari luar tubuh. Saat itu aku merasa sebagian jiwaku melayang entah kemana. Meskipun begitu aku tetap berlari dan terus berlari. Aku telah berjanji pada Tabitha dan Clown kalau aku akan menjaga Flame dengan baik. Aku takkan mengingkari janji itu. Flame adalah rekanku, dialah yang selalu membelaku di saat yang lain memusuhiku. Dialah yang telah menyelamatkanku dari hukuman Tim Magma. Sudah seharusnya aku berterima kasih padanya. Dan bila aku berhasil menjaganya kali ini, kurasa aku akan impas. Entah mengapa ada sesuatu yang lain dari diri Flame yang membuatku terpesona dan merasa seperti terikat dengannya. Entah apa itu....
------------------------------------------
Aku sudah kehabisan tenaga. Aku merasa jiwaku menghilang menguap ke udara. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, karena seharusnya aku masih memiliki kekuatan untuk mencapai tempat helikopter. Tapi jantungku terus terasa sakit dan rasanya sangat menyakitkan hingga aku seperti kehabisan tenaga. Saat ini aku merasa....merasa akan mati!
Bluk! Tubuhku terjatuh di atas rerumputan sementara tubuh Flame yang kugendong pun ikut terjatuh di sampingku. Sebelum aku kehilangan kesadaran, kulihat wajah manis Flame yang tak sadarkan diri di sampingku. Wajahnya benar-benar manis, sehingga aku pun rela bila harus mati saat itu juga. Paling tidak, aku meninggal dengan wajah manis Flame sebagai hal yang terakhir kulihat.
Flame, mungkin sampai disini aku menjagamu....mungkin sampai disini aku mengucapkan terima kasih padamu, batinku meracau tak jelas. Kugenggam erat telapak tangan Flame, lalu kutekan sinyal Magma sebelum akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Suara yang kudengar terakhir kalinya adalah suara Flareon dan Sandslash yang berusaha melindungi kami. Semoga mereka berhasil melindungi Flame.....
Kubaca tulisan yang ada pada dinding sel tersebut yang bertuliskan kata ”Darkrai”. Darkrai? Apa itu nama Pokemon ini?
”Tidakkkk!!!” Tiba-tiba Flame berteriak keras. Aku menoleh dan melihat Flame tengah memegangi kepalanya tampak kesakitan. Flareon yang dari tadi mendampinginya tampak cemas.
”Flame, kamu kenapa?” tanyaku panik.
”Tidak...tidak...jangan....jangan lakukan itu.... ” Flame meracau tidak jelas. Sepertinya dia mengalami halusinasi.
”Flame! Sadar Flame! Sadarlah!” aku memegang kedua bahu Flame dan mengguncangkan tubuhnya cukup keras.
”Tidak....gunung itu...gunung itu akan meletus...” Flame terus meracau dan itu membuatku semakin panik. Aku harus segera mencari jalan keluar dari penjara ini tapi bagaimana aku bisa berpikir bila Flame sedang kerasukan seperti ini?
”Sandslash, gunakan Dig kemana saja!” perintahku pada Sandslash cepat. Aku tak bisa menggunakan akal sehatku untuk memikirkan rencana yang lebih bagus sementara Flame tengah menggila. Sandslash pun menurutinya dan menggali lantai penjara hingga dia masuk ke dalam tanah.
”Tidak...tidak....jangan.....” Flame terus memegangi kepalanya sambil mulutnya meracau tidak jelas. Dia lalu jatuh di lantai dan bergerak-gerak tak karuan. Aku bingung harus melakukan apa. Aku tak menyangka Flame akan kerasukan atau berhalusinasi atau apalah di saat-saat yang genting seperti ini. Aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan Flame, tapi yang pasti aku harus membawanya keluar dari penjara yang menyedihkan ini.
Tapi belum sempat aku pergi, hal yang kutakutkan terjadi. Pintu ruangan itu terbuka dan masuklah dua orang penjaga yang mengejar kami. Saat ini mereka sudah seperti pencabut nyawa saja bagiku.
”Sekarang kalian takkan bisa melarikan diri lagi!” bentak sang penjaga.
Sial! Apa yang harus aku lakukan? Oh, Sandslash...kumohon cepat muncul.....
Kedua penjaga tersebut hendak menangkapku saat mendadak Sandslash muncul dari dalam tanah. Bagus, saatnya melarikan diri! Dengan cepat aku membawa Flame masuk ke dalam lubang galian yang telah dibuat oleh Sandslash. Kedua penjaga penjara sepertinya tak menyangka kalau kami akan kabur menggunakan cara ini.
Dengan susah payah aku membawa Flame keluar dari penjara melalui lubang galian Sandslash. Aku terpaksa menyeret tubuhnya karena dia masih bertingkah aneh dan tak terkendali. Flareon sendiri berjaga di belakang apabila kedua penjaga itu mengejar kami. Dan memang benar kedua penjaga itu tengah mengejar kami.
Akhirnya kami berhasil keluar dari dalam tanah sekaligus dari penjara Pokemon. Flame telah tak sadarkan diri sekarang sehingga aku bisa menggendongnya dan berlari menjauhi penjara Pokemon menuju ke tempat dimana helikopter menunggu.
Tubuh Flame memperlambat lariku. Meski begitu aku harus tetap bergerak cepat. Karena saat aku menoleh ke belakang, kulihat dua penjaga itu tengah mengejarku. Aku pun mempercepat lariku agar tak tertangkap kedua penjaga penjara yang aneh tersebut. Apa jadinya bila kami tertangkap?
”Gastly, Curse!” tiba-tiba kudengar suara keras di belakang kami. Ternyata penjaga itu kembali menggunakan Gastly untuk menyerang kami. Tapi kali ini apa yang dia gunakan... Curse? Serangan apa itu?
Aku tak tahu serangan apa itu karena kami sama sekali tak mendapat serangan yang berarti. Apa serangan itu gagal? Ah, aku tak memikirkannya lagi. Yang terpenting saat ini aku berusaha melarikan diri sebisaku.
Tiba-tiba aku merasa sesuatu yang berat menusuk jantungku. Dadaku terasa sangat sakit. Tapi aku tak tahu apa yang menusukku itu karena itu terasa di dalam tubuhku, bukan dari luar tubuh. Saat itu aku merasa sebagian jiwaku melayang entah kemana. Meskipun begitu aku tetap berlari dan terus berlari. Aku telah berjanji pada Tabitha dan Clown kalau aku akan menjaga Flame dengan baik. Aku takkan mengingkari janji itu. Flame adalah rekanku, dialah yang selalu membelaku di saat yang lain memusuhiku. Dialah yang telah menyelamatkanku dari hukuman Tim Magma. Sudah seharusnya aku berterima kasih padanya. Dan bila aku berhasil menjaganya kali ini, kurasa aku akan impas. Entah mengapa ada sesuatu yang lain dari diri Flame yang membuatku terpesona dan merasa seperti terikat dengannya. Entah apa itu....
------------------------------------------
Aku sudah kehabisan tenaga. Aku merasa jiwaku menghilang menguap ke udara. Aku tak tahu apa yang terjadi padaku, karena seharusnya aku masih memiliki kekuatan untuk mencapai tempat helikopter. Tapi jantungku terus terasa sakit dan rasanya sangat menyakitkan hingga aku seperti kehabisan tenaga. Saat ini aku merasa....merasa akan mati!
Bluk! Tubuhku terjatuh di atas rerumputan sementara tubuh Flame yang kugendong pun ikut terjatuh di sampingku. Sebelum aku kehilangan kesadaran, kulihat wajah manis Flame yang tak sadarkan diri di sampingku. Wajahnya benar-benar manis, sehingga aku pun rela bila harus mati saat itu juga. Paling tidak, aku meninggal dengan wajah manis Flame sebagai hal yang terakhir kulihat.
Flame, mungkin sampai disini aku menjagamu....mungkin sampai disini aku mengucapkan terima kasih padamu, batinku meracau tak jelas. Kugenggam erat telapak tangan Flame, lalu kutekan sinyal Magma sebelum akhirnya aku jatuh tak sadarkan diri. Suara yang kudengar terakhir kalinya adalah suara Flareon dan Sandslash yang berusaha melindungi kami. Semoga mereka berhasil melindungi Flame.....
Scene 39: Akhir Mimpi Buruk
Entah sedang bermimpi atau apa, aku merasakan hawa panas mengelilingiku. Seingatku aku sudah mati. Lalu hawa panas ini.... apakah aku sekarang sudah berada di neraka?
Perlahan mataku terbuka dan kulihat langit-langit tanah yang sangat kukenal. Bau belerang panas yang menyengat menyadarkanku dimana aku berada sekarang. Aku ada di dalam Gunung Chimney!
”Lunar, kamu sudah sadar?” kudengar suara yang sangat familiar, suara Tabitha.
”Tabitha? Kenapa aku ada disini?” tanyaku heran. Kini aku bisa melihat wajah Tabitha dengan lebih jelas setelah sebelumnya aku hanya melihatnya samar-samar. ”Apa yang terjadi padaku?” Aku bangkit dari tidurku.
”Tenanglah, kamu baik-baik saja sekarang,” ujar Tabitha berusaha menenangkanku. ”Kamu terkena Curse saat berada di pulau Hitam.”
”Curse?” tanyaku tak mengerti.
”Ya, Curse. Curse atau kutukan yang dikeluarkan oleh Gastly sehingga kamu nyaris mati karenanya,” jelas Tabitha. ”Jurus kutukan memiliki efek berbeda bila dilakukan oleh Pokemon tipe Ghost.” Jadi itu efek dari Curse yang dikeluarkan oleh Gastly? Jadi itu alasan sehingga aku merasa kehilangan jiwaku saat berusaha melarikan diri dari Pulau Hitam.
”Lalu bagaimana dengan Flame? Apakah dia baik-baik saja?” tanyaku cepat setelah teringat akan Flame.
”Dia baik-baik saja,” jawab Tabitha menenangkanku. “Untunglah kamu tak lupa menyalakan sinyal Magma sebelum kamu tak sadarkan diri. Clown turun dari helikopter dan menyelamatkan kalian dari dua penjaga penjara tersebut. Dia menggunakan Abra untuk melakukan teleport dan kembali ke helikopter sebelum dua penjaga itu menangkap kalian.”
”Pokemon kami bagaimana?” tanyaku lagi setelah kali ini aku teringat akan Sandslash dan Flareon.
”Mereka juga baik-baik saja. Kalian harus bangga terhadap mereka, karena mereka telah melindungi kalian dengan sekuat tenaga,” terang Tabitha. ”Sandslash dan Flareon telah berusaha keras sebelum akhirnya mereka takluk oleh Gastly.”
Aku merasa lega mendengar semua keterangan dari Tabitha. Untunglah semuanya berjalan dengan baik, walaupun aku sudah putus asa pada awalnya. Syukurlah Flame baik-baik saja walaupun aku telah gagal melindunginya.
”Aku minta maaf karena aku telah gagal menjaga Flame,” ujarku pelan pada Tabitha. Tapi Tabitha menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
”Kamu tidak gagal Lunar, kau telah berhasil dengan sangat baik,” sanggah Tabitha. ”Kamu telah menjaga Flame sampai batas yang bisa kau lakukan, itulah yang terpenting.” Tabitha menepuk bahuku pelan. ”Aku bangga padamu.... oh, tidak....kami semua bangga padamu. Kamu telah memperlihatkan sebuah semangat Tim Magma yang luar biasa. Aku benar-benar bangga telah memilihmu sebagai Elite Grunt.”
Aku tersenyum pendek. Entah mengapa aku merasa sangat bahagia. Bukan karena pujian dari Tabitha, tetapi kenyataan bahwa aku telah menepati janjiku.
---------------------------------------
Setelah pulih benar dan mengambil Pokemonku, aku menuju ke arena Magma. Kabarnya Clown sedang bertarung melawan seorang grunt disana. Aku yang penasaran pun datang ke arena Magma dan mendengar riuh suara penonton menyaksikan Clown tengah bertarung melawan Mack, salah seorang anggota elit Tim Magma lainnya. Aku pun ikut menyaksikan pertarungan itu. Seperti biasanya, Clown selalu bersemangat dalam setiap pertarungannya.
”Melihat semangatnya, kamu pasti iri,” tiba-tiba terdengar suara wanita di sampingku. Aku menoleh dan ternyata Flame telah berada di sampingku sekarang. ”Mau permen isi cokelat?” tanyanya sambil menawarkan beberapa butir permen isi cokelat kesukaannya.
”Terima kasih,” jawabku seraya menerima beberapa butir permen tersebut.
”Bagaimana keadaanmu? Baikkah?” tanya Flame kemudian.
”Baik, katanya aku kena kutukan...,” jawabku sambil menngunyah permen dengan santainya. Tiba-tiba kulihat Flareon muncul dari belakang Flame. ”Hei, akhirnya kalian berkumpul lagi,” seruku senang saat melihat Flareon begitu akrab dengan Flame.
Flame tersenyum mendengarnya. ”Ini semua berkat kau Lunar, ini semua berkat kau. Kau yang memberiku ide gila untuk pergi ke Pulau Hitam. Dan kau pulalah yang membantu semua ini. Aku harus berterima kasih padamu. Andai ada yang bisa aku lakukan untukmu.”
”Kau sudah melakukannya di awal kita bertemu dulu Flame. Pembelaanmu membuatku harus membalas budi baikmu.”
Flame tersenyum lagi. Sebuah senyum yang membuatku merasa tenang dan nyaman. ”Itulah gunanya teman.”
Aku balas tersenyum. Saat itulah aku teringat sesuatu yang mengganggu pikiranku. ”Flame, sebenarnya apa yang terjadi padamu saat kita masuk ke dalam ruangan itu?” tanyaku menyadari hal yang mengganggu pikirankku tersebut.
”Entahlah Lunar, aku tak ingat jelas. Tapi saat itu tiba-tiba aku merasa bermimpi. Sebuah mimpi buruk....” Flame mencoba mengingat.
”Begitu ya? Sepertinya pulau itu memang benar-benar mimpi buruk bagi kita semua,” simpulku.
”Tapi untunglah Lunar, untunglah kita berdua telah terbangun dari mimpi buruk tersebut.” Flame lalu menatap arena Magma. Aku pun ikut menatap arena itu. ”Dan lelaki penuh semangat yang ada di arena sana.... dialah yang membangunkan kita dari mimpi buruk itu,” sambung Flame sambil menunjuk ke arah Clown.
Aku mengangguk setuju. ”Kau benar....dia memang pantas disebut Clown..... ”
Kami berdua kemudian sama-sama menyaksikan pertarungan Clown. Dia bertarung dengan tangguh hingga akhirnya memenangkan pertarungan. Kami berdua langsung turun ke arena mengucapkan selamat untuknya. Clown tersenyum, Flame tersenyum, dan aku pun tersenyum. Yang pasti, senyum ini adalah senyum persahabatan.
---------------------------------------------------------
Sementara itu tanpa aku tahu, di penjara Pokemon pulau hitam.
“Maafkan kami Tuan, kami tak berhasil menangkap mereka,” ucap seorang penjaga penjara Pokemon pulau Hitam pada seorang lelaki berjas biru muda.
“Tidak apa-apa...tapi lain kali jangan terjadi lagi,” sahut lelaki berjas biru muda. “Untunglah mereka tak menyentuh Pokemon spesial ini.... atau rencana kita pasti akan gagal.” Setelah mengatakan itu, lelaki berjas biru muda itu berjalan meninggalkan sebuah sel. Di dalam sel tersebut tampak seekor Pokemon yang tengah tertidur. Tiba-tiba saja mata Pokemon itu terbuka. Dia menatap tulisan di dinding sel dengan tajam. Tulisan itu berbunyi: Darkrai
Perlahan mataku terbuka dan kulihat langit-langit tanah yang sangat kukenal. Bau belerang panas yang menyengat menyadarkanku dimana aku berada sekarang. Aku ada di dalam Gunung Chimney!
”Lunar, kamu sudah sadar?” kudengar suara yang sangat familiar, suara Tabitha.
”Tabitha? Kenapa aku ada disini?” tanyaku heran. Kini aku bisa melihat wajah Tabitha dengan lebih jelas setelah sebelumnya aku hanya melihatnya samar-samar. ”Apa yang terjadi padaku?” Aku bangkit dari tidurku.
”Tenanglah, kamu baik-baik saja sekarang,” ujar Tabitha berusaha menenangkanku. ”Kamu terkena Curse saat berada di pulau Hitam.”
”Curse?” tanyaku tak mengerti.
”Ya, Curse. Curse atau kutukan yang dikeluarkan oleh Gastly sehingga kamu nyaris mati karenanya,” jelas Tabitha. ”Jurus kutukan memiliki efek berbeda bila dilakukan oleh Pokemon tipe Ghost.” Jadi itu efek dari Curse yang dikeluarkan oleh Gastly? Jadi itu alasan sehingga aku merasa kehilangan jiwaku saat berusaha melarikan diri dari Pulau Hitam.
”Lalu bagaimana dengan Flame? Apakah dia baik-baik saja?” tanyaku cepat setelah teringat akan Flame.
”Dia baik-baik saja,” jawab Tabitha menenangkanku. “Untunglah kamu tak lupa menyalakan sinyal Magma sebelum kamu tak sadarkan diri. Clown turun dari helikopter dan menyelamatkan kalian dari dua penjaga penjara tersebut. Dia menggunakan Abra untuk melakukan teleport dan kembali ke helikopter sebelum dua penjaga itu menangkap kalian.”
”Pokemon kami bagaimana?” tanyaku lagi setelah kali ini aku teringat akan Sandslash dan Flareon.
”Mereka juga baik-baik saja. Kalian harus bangga terhadap mereka, karena mereka telah melindungi kalian dengan sekuat tenaga,” terang Tabitha. ”Sandslash dan Flareon telah berusaha keras sebelum akhirnya mereka takluk oleh Gastly.”
Aku merasa lega mendengar semua keterangan dari Tabitha. Untunglah semuanya berjalan dengan baik, walaupun aku sudah putus asa pada awalnya. Syukurlah Flame baik-baik saja walaupun aku telah gagal melindunginya.
”Aku minta maaf karena aku telah gagal menjaga Flame,” ujarku pelan pada Tabitha. Tapi Tabitha menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
”Kamu tidak gagal Lunar, kau telah berhasil dengan sangat baik,” sanggah Tabitha. ”Kamu telah menjaga Flame sampai batas yang bisa kau lakukan, itulah yang terpenting.” Tabitha menepuk bahuku pelan. ”Aku bangga padamu.... oh, tidak....kami semua bangga padamu. Kamu telah memperlihatkan sebuah semangat Tim Magma yang luar biasa. Aku benar-benar bangga telah memilihmu sebagai Elite Grunt.”
Aku tersenyum pendek. Entah mengapa aku merasa sangat bahagia. Bukan karena pujian dari Tabitha, tetapi kenyataan bahwa aku telah menepati janjiku.
---------------------------------------
Setelah pulih benar dan mengambil Pokemonku, aku menuju ke arena Magma. Kabarnya Clown sedang bertarung melawan seorang grunt disana. Aku yang penasaran pun datang ke arena Magma dan mendengar riuh suara penonton menyaksikan Clown tengah bertarung melawan Mack, salah seorang anggota elit Tim Magma lainnya. Aku pun ikut menyaksikan pertarungan itu. Seperti biasanya, Clown selalu bersemangat dalam setiap pertarungannya.
”Melihat semangatnya, kamu pasti iri,” tiba-tiba terdengar suara wanita di sampingku. Aku menoleh dan ternyata Flame telah berada di sampingku sekarang. ”Mau permen isi cokelat?” tanyanya sambil menawarkan beberapa butir permen isi cokelat kesukaannya.
”Terima kasih,” jawabku seraya menerima beberapa butir permen tersebut.
”Bagaimana keadaanmu? Baikkah?” tanya Flame kemudian.
”Baik, katanya aku kena kutukan...,” jawabku sambil menngunyah permen dengan santainya. Tiba-tiba kulihat Flareon muncul dari belakang Flame. ”Hei, akhirnya kalian berkumpul lagi,” seruku senang saat melihat Flareon begitu akrab dengan Flame.
Flame tersenyum mendengarnya. ”Ini semua berkat kau Lunar, ini semua berkat kau. Kau yang memberiku ide gila untuk pergi ke Pulau Hitam. Dan kau pulalah yang membantu semua ini. Aku harus berterima kasih padamu. Andai ada yang bisa aku lakukan untukmu.”
”Kau sudah melakukannya di awal kita bertemu dulu Flame. Pembelaanmu membuatku harus membalas budi baikmu.”
Flame tersenyum lagi. Sebuah senyum yang membuatku merasa tenang dan nyaman. ”Itulah gunanya teman.”
Aku balas tersenyum. Saat itulah aku teringat sesuatu yang mengganggu pikiranku. ”Flame, sebenarnya apa yang terjadi padamu saat kita masuk ke dalam ruangan itu?” tanyaku menyadari hal yang mengganggu pikirankku tersebut.
”Entahlah Lunar, aku tak ingat jelas. Tapi saat itu tiba-tiba aku merasa bermimpi. Sebuah mimpi buruk....” Flame mencoba mengingat.
”Begitu ya? Sepertinya pulau itu memang benar-benar mimpi buruk bagi kita semua,” simpulku.
”Tapi untunglah Lunar, untunglah kita berdua telah terbangun dari mimpi buruk tersebut.” Flame lalu menatap arena Magma. Aku pun ikut menatap arena itu. ”Dan lelaki penuh semangat yang ada di arena sana.... dialah yang membangunkan kita dari mimpi buruk itu,” sambung Flame sambil menunjuk ke arah Clown.
Aku mengangguk setuju. ”Kau benar....dia memang pantas disebut Clown..... ”
Kami berdua kemudian sama-sama menyaksikan pertarungan Clown. Dia bertarung dengan tangguh hingga akhirnya memenangkan pertarungan. Kami berdua langsung turun ke arena mengucapkan selamat untuknya. Clown tersenyum, Flame tersenyum, dan aku pun tersenyum. Yang pasti, senyum ini adalah senyum persahabatan.
---------------------------------------------------------
Sementara itu tanpa aku tahu, di penjara Pokemon pulau hitam.
“Maafkan kami Tuan, kami tak berhasil menangkap mereka,” ucap seorang penjaga penjara Pokemon pulau Hitam pada seorang lelaki berjas biru muda.
“Tidak apa-apa...tapi lain kali jangan terjadi lagi,” sahut lelaki berjas biru muda. “Untunglah mereka tak menyentuh Pokemon spesial ini.... atau rencana kita pasti akan gagal.” Setelah mengatakan itu, lelaki berjas biru muda itu berjalan meninggalkan sebuah sel. Di dalam sel tersebut tampak seekor Pokemon yang tengah tertidur. Tiba-tiba saja mata Pokemon itu terbuka. Dia menatap tulisan di dinding sel dengan tajam. Tulisan itu berbunyi: Darkrai