Seorang lelaki tengah menatap selembar potret. Dia memandangi potret itu begitu lekat, cukup lama. Tanpa sadar, setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya, mengalir melewati carut luka yang ada di pipinya.
Scene 90: Berita Pesta Tim Magma
”Kamu harus melakukannya dengan segera,” ujar seorang lelaki di telepon. Seorang lelaki dengan seragam grunt Tim Magma tampak memegang telepon genggam. Rupanya lelaki itu sedang berbicara dengan seseorang di telepon.
”Ya, Paman,” jawab lelaki itu. ”Aku akan segera melakukannya dan semua urusan kita selesai.”
”Bagus, itulah yang Paman tunggu. Selama ini kamu telah banyak berjasa pada kami. Sayangnya, kamu tak bisa menghentikan temanmu itu. Percuma saja semua informasi yang kamu berikan bila pada akhirnya kami tidak mendapatkan apa-apa.”
”Itu di luar kuasaku,” ujar lelaki berseragam Tim Magma membela diri. “Aku tak tahu hal seperti itu akan terjadi. Aku sangat menyesal.”
”Baiklah, kalau begitu kali ini Paman tak ingin semuanya menjadi sia-sia,” sahut lelaki di telepon. ”Kali ini kamu yang beraksi langsung, jadi Paman harap kamu bisa berhasil dengan baik.”
”Tentu saja Paman, tak ada yang bisa menghentikanku. Kau tak perlu meragukanku.”
”Baik, Paman tunggu aksimu segera.”
Sambungan telepon itu kemudian terputus. Dan tanpa diduga, lelaki berseragam Tim Magma tiba-tiba menjatuhkan telepon genggamnya, menginjaknya hingga hancur. ”Sekali ini saja Paman, dan semuanya sudah selesai...” ujarnya dengan senyum jahat.
*
Pagi ini Maxie meminta semua anggota Tim Magma berkumpul di aula pertemuan Magmarine. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan kepada kami semua.
”Senang kita bisa berkumpul disini hari ini,” ujar Maxie membuka pertemuan. ”Kalian semua adalah anggota terbaik dari tim ini, yang selama ini telah bekerja sama guna mendapatkan apa yang selama ini kita inginkan, yaitu Groudon demi memperluas daratan di Hoenn.
”Mungkin selama ini kalian terus-menerus didera tugas yang berat yang membuat kalian lelah ataupun stres. Kuakui, kalian semua membutuhkan suatu hiburan untuk melepas semua beban yang kalian hadapi sampai saat ini sementara waktu. Untuk itu, sebagai penghargaan terhadap kerja keras kalian selama ini, tak ada salahnya bila Tim Magma mengadakan sebuah pesta.
”Pesta ini, selain sebagai penghargaan atas semua usaha dan dedikasi kalian, juga sebagai rasa terima kasihku atas kembalinya keponakanku tersayang, keluarga kita, saudara kita, teman kita, dan tentunya rekan kita semua.... Flame Evers. Tepuk tangan yang keras untuk kembalinya Flame di tengah-tengah kita saat ini.”
Semua orang yang ada di aula langsung bertepuk tangan, tak terkecuali aku. Pandangan mereka semua terarah pada Flame. Beberapa grunt wanita bahkan mendekati dan memeluknya. Mendapat apresiasi seperti itu, wajah Flame langsung memerah.
”Hari ini,” lanjut Maxie, ”kunyatakan sebagai hari libur Tim Magma. Malam ini kita akan berpesta besar merayakan segala hal yang telah kita alami selama ini dan tak lupa merayakan kembalinya Flame di tim ini. Aku berharap kalian bisa saling bekerja sama untuk membuat pesta ini sukses. Cukup itu yang aku sampaikan pagi ini. Selamat bersenang-senang dan nikmati hari ini.”
Maxie kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan mimbar diikuti Tabitha dan Courtney. Saat beliau sudah meninggalkan aula pertemuan, semua anggota Tim Magma yang ada di ruangan itu bersorak keras. Mereka sepertinya sangat senang dengan pesta yang akan diadakan malam itu.
”Kamu dengar? Kita akan berpesta!” teriak salah seorang grunt.
”Aku tak pernah menyangka Maxie akan mengadakan pesta untuk kita semua!” teriak grunt yang lain. Semuanya benar-benar terlihat senang.
”Mereka memang layak mendapatkannya,” ujar Flame melihat antusiasme itu.
”Semua ini berkat kau Flame,” sahutku. ”Kembalinya kau membuat Maxie senang dan mengadakan pesta.”
”Aku hanya salah satu alasan,” jawab Flame. Flame kemudian melihat ke arah Clown. ”Hei, Clown,” sapanya pada Clown yang sedari tadi diam saja. ”Kenapa kau diam saja?”
”Apa kamu tidak suka dengan pesta yang akan diadakan nanti malam?” tanyaku ikut melihat ke arah Clown.
”Ah, tidak,” jawab Clown seperti tersadar dari lamunan. ”Tentu saja aku senang dengan pesta ini. Siapa sih yang tidak senang dengan pesta?”
”Aku tahu itu,” sahut Flame. ”Mana mungkin anak keluarga kaya sepertimu tidak suka dengan pesta. Kutebak kau sudah terbiasa dengan pesta.”
”Tidak juga,” jawab Clown datar. ”Meskipun keluargaku kaya, tapi kami jarang mengadakan pesta. Sudahlah, jangan bawa-bawa keluargaku.”
”Baiklah.” Flame kemudian memegang tanganku dan juga tangan Clown. ”Apakah kalian mau membantuku sekarang?”
”Membantu apa?” tanyaku tak mengerti.
”Tentu saja membantu menyiapkan pesta,” jawab Flame. “Apa kalian hanya ingin menikmati pestanya saja tanpa mau terlibat dalam pembuatannya?”
”Aku mau membantu,” jawabku cepat.
“Aku tidak ikut,” jawab Clown kemudian. ”Aku sedang tidak enak badan. Kepalaku terasa pusing.”
”Oke, kalau begitu kau istirahat saja di kamar,” sahut Flame. ”Biar kami yang menyiapkan pesta sementara kau beristirahat. Jangan khawatir, pesta malam ini pasti sangat meriah. Ayo Lunar.” Flame kemudian menarik tanganku cepat sehingga aku terpaksa mengikutinya pergi.
Kulihat Clown terdiam dan kemudian berbalik menuju kabinnya. Entah kenapa aku merasa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Clown, dan kupikir itu bukan sesuatu yang baik. Ah, sudahlah. Untuk apa aku memikirkan perasaan aneh ini lagi. Bukankah malam ini kita semua akan berpesta?
”Ya, Paman,” jawab lelaki itu. ”Aku akan segera melakukannya dan semua urusan kita selesai.”
”Bagus, itulah yang Paman tunggu. Selama ini kamu telah banyak berjasa pada kami. Sayangnya, kamu tak bisa menghentikan temanmu itu. Percuma saja semua informasi yang kamu berikan bila pada akhirnya kami tidak mendapatkan apa-apa.”
”Itu di luar kuasaku,” ujar lelaki berseragam Tim Magma membela diri. “Aku tak tahu hal seperti itu akan terjadi. Aku sangat menyesal.”
”Baiklah, kalau begitu kali ini Paman tak ingin semuanya menjadi sia-sia,” sahut lelaki di telepon. ”Kali ini kamu yang beraksi langsung, jadi Paman harap kamu bisa berhasil dengan baik.”
”Tentu saja Paman, tak ada yang bisa menghentikanku. Kau tak perlu meragukanku.”
”Baik, Paman tunggu aksimu segera.”
Sambungan telepon itu kemudian terputus. Dan tanpa diduga, lelaki berseragam Tim Magma tiba-tiba menjatuhkan telepon genggamnya, menginjaknya hingga hancur. ”Sekali ini saja Paman, dan semuanya sudah selesai...” ujarnya dengan senyum jahat.
*
Pagi ini Maxie meminta semua anggota Tim Magma berkumpul di aula pertemuan Magmarine. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia katakan kepada kami semua.
”Senang kita bisa berkumpul disini hari ini,” ujar Maxie membuka pertemuan. ”Kalian semua adalah anggota terbaik dari tim ini, yang selama ini telah bekerja sama guna mendapatkan apa yang selama ini kita inginkan, yaitu Groudon demi memperluas daratan di Hoenn.
”Mungkin selama ini kalian terus-menerus didera tugas yang berat yang membuat kalian lelah ataupun stres. Kuakui, kalian semua membutuhkan suatu hiburan untuk melepas semua beban yang kalian hadapi sampai saat ini sementara waktu. Untuk itu, sebagai penghargaan terhadap kerja keras kalian selama ini, tak ada salahnya bila Tim Magma mengadakan sebuah pesta.
”Pesta ini, selain sebagai penghargaan atas semua usaha dan dedikasi kalian, juga sebagai rasa terima kasihku atas kembalinya keponakanku tersayang, keluarga kita, saudara kita, teman kita, dan tentunya rekan kita semua.... Flame Evers. Tepuk tangan yang keras untuk kembalinya Flame di tengah-tengah kita saat ini.”
Semua orang yang ada di aula langsung bertepuk tangan, tak terkecuali aku. Pandangan mereka semua terarah pada Flame. Beberapa grunt wanita bahkan mendekati dan memeluknya. Mendapat apresiasi seperti itu, wajah Flame langsung memerah.
”Hari ini,” lanjut Maxie, ”kunyatakan sebagai hari libur Tim Magma. Malam ini kita akan berpesta besar merayakan segala hal yang telah kita alami selama ini dan tak lupa merayakan kembalinya Flame di tim ini. Aku berharap kalian bisa saling bekerja sama untuk membuat pesta ini sukses. Cukup itu yang aku sampaikan pagi ini. Selamat bersenang-senang dan nikmati hari ini.”
Maxie kemudian berbalik dan berjalan meninggalkan mimbar diikuti Tabitha dan Courtney. Saat beliau sudah meninggalkan aula pertemuan, semua anggota Tim Magma yang ada di ruangan itu bersorak keras. Mereka sepertinya sangat senang dengan pesta yang akan diadakan malam itu.
”Kamu dengar? Kita akan berpesta!” teriak salah seorang grunt.
”Aku tak pernah menyangka Maxie akan mengadakan pesta untuk kita semua!” teriak grunt yang lain. Semuanya benar-benar terlihat senang.
”Mereka memang layak mendapatkannya,” ujar Flame melihat antusiasme itu.
”Semua ini berkat kau Flame,” sahutku. ”Kembalinya kau membuat Maxie senang dan mengadakan pesta.”
”Aku hanya salah satu alasan,” jawab Flame. Flame kemudian melihat ke arah Clown. ”Hei, Clown,” sapanya pada Clown yang sedari tadi diam saja. ”Kenapa kau diam saja?”
”Apa kamu tidak suka dengan pesta yang akan diadakan nanti malam?” tanyaku ikut melihat ke arah Clown.
”Ah, tidak,” jawab Clown seperti tersadar dari lamunan. ”Tentu saja aku senang dengan pesta ini. Siapa sih yang tidak senang dengan pesta?”
”Aku tahu itu,” sahut Flame. ”Mana mungkin anak keluarga kaya sepertimu tidak suka dengan pesta. Kutebak kau sudah terbiasa dengan pesta.”
”Tidak juga,” jawab Clown datar. ”Meskipun keluargaku kaya, tapi kami jarang mengadakan pesta. Sudahlah, jangan bawa-bawa keluargaku.”
”Baiklah.” Flame kemudian memegang tanganku dan juga tangan Clown. ”Apakah kalian mau membantuku sekarang?”
”Membantu apa?” tanyaku tak mengerti.
”Tentu saja membantu menyiapkan pesta,” jawab Flame. “Apa kalian hanya ingin menikmati pestanya saja tanpa mau terlibat dalam pembuatannya?”
”Aku mau membantu,” jawabku cepat.
“Aku tidak ikut,” jawab Clown kemudian. ”Aku sedang tidak enak badan. Kepalaku terasa pusing.”
”Oke, kalau begitu kau istirahat saja di kamar,” sahut Flame. ”Biar kami yang menyiapkan pesta sementara kau beristirahat. Jangan khawatir, pesta malam ini pasti sangat meriah. Ayo Lunar.” Flame kemudian menarik tanganku cepat sehingga aku terpaksa mengikutinya pergi.
Kulihat Clown terdiam dan kemudian berbalik menuju kabinnya. Entah kenapa aku merasa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Ada sesuatu yang disembunyikan oleh Clown, dan kupikir itu bukan sesuatu yang baik. Ah, sudahlah. Untuk apa aku memikirkan perasaan aneh ini lagi. Bukankah malam ini kita semua akan berpesta?
Scene 91: Pesta di Kapal Selam
Malam hari telah datang di Continent Magmarine. Aula pertemuan pun telah disulap menjadi ruangan pesta yang megah. Beberapa balon, pita, dan lampu hias tertata rapi di setiap sudut ruangan. Hidangan dan minuman yang menggiurkan tak luput telah menunggu di atas meja.
Malam ini juga ada yang berbeda dari para grunt. Bila biasanya mereka memakai seragam merah hitam khas Tim Magma, kini mereka memakai pakaian pesta. Aku, Flame dan Clown pun demikian. Aku memakai kemeja terbaik yang kumiliki, Flame memakai gaun berwarna putih yang anggun, sementara Clown atau mungkin malam ini kupanggil Volta, memakai jas hitam seperti akan menghadiri acara pernikahan. Pokemon utama kami pun kami keluarkan dan kami dandani serapi mungkin.
”Pestanya meriah ya?” komentar Flame padaku dan Volta.
”Ya, kita semua disini menikmatinya,” jawabku. ”Belum pernah sekalipun aku menghadiri pesta semeriah ini.”
”Kamu tahu Lunar, mungkin ini adalah pesta resmi pertama yang diadakan di dalam kapal selam, di dalam laut,” tutur Flame ceria.
”Oh, ya? Menarik sekali,” kagumku. ”Hal seperti ini pantas untuk dicatat di dalam Guinness Book of Record, buku rekor dunia,” sambungku. Aku kemudian melihat ke arah Volta yang tampak tak bersemangat. ”Hei, Volta... kenapa denganmu? Kenapa kau terlihat murung?”
”Sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu disini,” tukas Volta ketus.
”Ayolah, malam ini begitu resmi, aku tak mau memanggilmu dengan nama Clown. Bagaimanapun kau kan berasal dari keluarga kaya. Lagipula kita kan sedang berpesta hari ini,” sahutku beralasan. Memang, entah kenapa aku ingin memanggil Clown dengan nama aslinya malam ini.
Tanpa kuduga, tiba-tiba Volta memegang kerah kemejaku kasar. Dia menatapku tajam. ”Sudah kubilang jangan memanggilku dengan nama itu, Bodoh!” ancam Volta marah. ”Kamu tak mau cari masalah denganku bukan?”
”Sudah, sudah... jangan bertengkar,” lerai Flame. ”Kita sedang bersenang-senang, kumohon jangan kalian rusak suasana ini.”
Volta lalu mendorongku, melepaskan pegangannya pada kemejaku dengan kasar. ”Kalau bukan karena Flame dan juga kenyataan kalau malam ini ada pesta, aku mungkin sudah menghajarmu.”
Aku tersentak lalu merapikan pakaianku. Aku tak menduga Volta bisa semarah itu. Sandslash yang sedari tadi ada di sampingku menggeram marah melihat perlakuan Volta. Electabuzz milik Volta pun juga demikian. Tapi kami berdua sudah menenangkan Pokemon masing-masing.
”Volta, aku tak suka caramu seperti itu,” ujarku tegas. “Kau tak menghormati nama yang diberikan keluargamu.”
”Kam yangu tak menghormati privasiku! Apa kamu masih belum puas... Lunar Servada?” jawab Volta dengan mata mendelik.
”Sudahlah kalian berdua!” lerai Flame lagi, kali ini dengan nada agak marah. ”Kita ini semua bersahabat, kenapa hanya masalah sepele seperti ini kalian bisa bertengkar sih?”
Tiba-tiba suasana pesta menjadi hening. Semua pandangan di ruangan itu tertuju pada kami bertiga.
”Apa yang kalian lihat?” seru Flame pada semua orang yang melihat kami. ”Apa kalian tak pernah melihat orang bertengkar?” sambungnya dengan ekspresi tak suka. “Bisakah kalian tidak ikut campur urusan orang lain dan menikmati pesta yang mustahil kalian dapatkan ini?”
Mendengar ucapan Flame itu, orang-orang yang memandang kami pun langsung berpaling seolah tak melihat pertengkaran kami. Mendapati hal itu, Flame lalu memandang ke arah kami. ”Kalian lihat? Semuanya melihat pada kita.”
”Flame...”
”Lunar, kamu harus menghormati privasi Clown,” kata Flame memotong cepat ucapanku, sambil mendelik ke arahku. Dia lalu berbalik melihat Volta. ”Dan kau Clown, kau tak boleh berbuat kasar sesukamu seperti itu.”
”Baiklah,” sahut Volta dengan malas. Dia lalu berbalik dan berjalan meninggalkanku dan Flame.
”Hei, mau kemana kau?” tanya Flame setengah berteriak.
”Toilet. Apa kamu mau ikut?” jawab Volta asal. Dia lalu menghilang di antara kerumunan grunt. Aku dan Flame memandangi kepergiannya dengan datar.
“Flame, maafkan aku,” kataku penuh penyesalan. “Aku hanya ingin menghargainya saja malam ini.”
”Ya, niatmu mungkin baik. Tapi tidak semua berjalan seperti yang kamu inginkan,” sahut Flame bijak. ”Sudahlah, lupakan saja. Semuanya pasti akan kembali seperti semula. Nikmatilah pesta ini, Lunar.”
”Ya, kau benar Flame,” sahutku. Aku kemudian mengambil segelas air lemon dan meminumnya. ”Pesta ini sangat sayang untuk dilewatkan.”
”Eh, itu Paman,” tunjuk Flame pada salah satu sudut. Tampak Maxie sedang berbincang dengan Tabitha. ”Aku pergi kesana dulu ya? Aku mau mengucapkan terima kasih atas pesta ini,” pamitnya.
”Oke,” sahutku singkat.
Flame kemudian meninggalkanku berjalan menuju Maxie. Dia lalu hanyut dalam obrolan dengan pamannya itu. Melihat itu, aku ingin bergabung bersama mereka. Namun baru saja aku melangkahkan kakiku, Darko Monsta menabrakku dan menumpahkan minumannya pada kemejaku.
”Ah, aku tak sengaja Lunar, maaf...” ujarnya menyadari hal itu.
”It’s okay, tidak apa-apa,” jawabku memaafkan.
”Biar kubersihkan pakaianmu,” sahut Darko menawarkan bantuan.
”Tidak usah, biar kubersihkan sendiri di toilet.”
Aku kemudian berjalan meninggalkannya, menuju toilet. Tak butuh waktu lama untuk mencapai toilet saat seseorang menyenggolku kasar. Aku hendak bereaksi namun kemudian aku menyadari siapa yang menyenggolku. Dia Volta dan sepertinya dia tak menyadari keberadaanku. Sepertinya dia terburu-buru. Ah, biarkan saja.
Malam ini juga ada yang berbeda dari para grunt. Bila biasanya mereka memakai seragam merah hitam khas Tim Magma, kini mereka memakai pakaian pesta. Aku, Flame dan Clown pun demikian. Aku memakai kemeja terbaik yang kumiliki, Flame memakai gaun berwarna putih yang anggun, sementara Clown atau mungkin malam ini kupanggil Volta, memakai jas hitam seperti akan menghadiri acara pernikahan. Pokemon utama kami pun kami keluarkan dan kami dandani serapi mungkin.
”Pestanya meriah ya?” komentar Flame padaku dan Volta.
”Ya, kita semua disini menikmatinya,” jawabku. ”Belum pernah sekalipun aku menghadiri pesta semeriah ini.”
”Kamu tahu Lunar, mungkin ini adalah pesta resmi pertama yang diadakan di dalam kapal selam, di dalam laut,” tutur Flame ceria.
”Oh, ya? Menarik sekali,” kagumku. ”Hal seperti ini pantas untuk dicatat di dalam Guinness Book of Record, buku rekor dunia,” sambungku. Aku kemudian melihat ke arah Volta yang tampak tak bersemangat. ”Hei, Volta... kenapa denganmu? Kenapa kau terlihat murung?”
”Sudah kubilang jangan panggil aku seperti itu disini,” tukas Volta ketus.
”Ayolah, malam ini begitu resmi, aku tak mau memanggilmu dengan nama Clown. Bagaimanapun kau kan berasal dari keluarga kaya. Lagipula kita kan sedang berpesta hari ini,” sahutku beralasan. Memang, entah kenapa aku ingin memanggil Clown dengan nama aslinya malam ini.
Tanpa kuduga, tiba-tiba Volta memegang kerah kemejaku kasar. Dia menatapku tajam. ”Sudah kubilang jangan memanggilku dengan nama itu, Bodoh!” ancam Volta marah. ”Kamu tak mau cari masalah denganku bukan?”
”Sudah, sudah... jangan bertengkar,” lerai Flame. ”Kita sedang bersenang-senang, kumohon jangan kalian rusak suasana ini.”
Volta lalu mendorongku, melepaskan pegangannya pada kemejaku dengan kasar. ”Kalau bukan karena Flame dan juga kenyataan kalau malam ini ada pesta, aku mungkin sudah menghajarmu.”
Aku tersentak lalu merapikan pakaianku. Aku tak menduga Volta bisa semarah itu. Sandslash yang sedari tadi ada di sampingku menggeram marah melihat perlakuan Volta. Electabuzz milik Volta pun juga demikian. Tapi kami berdua sudah menenangkan Pokemon masing-masing.
”Volta, aku tak suka caramu seperti itu,” ujarku tegas. “Kau tak menghormati nama yang diberikan keluargamu.”
”Kam yangu tak menghormati privasiku! Apa kamu masih belum puas... Lunar Servada?” jawab Volta dengan mata mendelik.
”Sudahlah kalian berdua!” lerai Flame lagi, kali ini dengan nada agak marah. ”Kita ini semua bersahabat, kenapa hanya masalah sepele seperti ini kalian bisa bertengkar sih?”
Tiba-tiba suasana pesta menjadi hening. Semua pandangan di ruangan itu tertuju pada kami bertiga.
”Apa yang kalian lihat?” seru Flame pada semua orang yang melihat kami. ”Apa kalian tak pernah melihat orang bertengkar?” sambungnya dengan ekspresi tak suka. “Bisakah kalian tidak ikut campur urusan orang lain dan menikmati pesta yang mustahil kalian dapatkan ini?”
Mendengar ucapan Flame itu, orang-orang yang memandang kami pun langsung berpaling seolah tak melihat pertengkaran kami. Mendapati hal itu, Flame lalu memandang ke arah kami. ”Kalian lihat? Semuanya melihat pada kita.”
”Flame...”
”Lunar, kamu harus menghormati privasi Clown,” kata Flame memotong cepat ucapanku, sambil mendelik ke arahku. Dia lalu berbalik melihat Volta. ”Dan kau Clown, kau tak boleh berbuat kasar sesukamu seperti itu.”
”Baiklah,” sahut Volta dengan malas. Dia lalu berbalik dan berjalan meninggalkanku dan Flame.
”Hei, mau kemana kau?” tanya Flame setengah berteriak.
”Toilet. Apa kamu mau ikut?” jawab Volta asal. Dia lalu menghilang di antara kerumunan grunt. Aku dan Flame memandangi kepergiannya dengan datar.
“Flame, maafkan aku,” kataku penuh penyesalan. “Aku hanya ingin menghargainya saja malam ini.”
”Ya, niatmu mungkin baik. Tapi tidak semua berjalan seperti yang kamu inginkan,” sahut Flame bijak. ”Sudahlah, lupakan saja. Semuanya pasti akan kembali seperti semula. Nikmatilah pesta ini, Lunar.”
”Ya, kau benar Flame,” sahutku. Aku kemudian mengambil segelas air lemon dan meminumnya. ”Pesta ini sangat sayang untuk dilewatkan.”
”Eh, itu Paman,” tunjuk Flame pada salah satu sudut. Tampak Maxie sedang berbincang dengan Tabitha. ”Aku pergi kesana dulu ya? Aku mau mengucapkan terima kasih atas pesta ini,” pamitnya.
”Oke,” sahutku singkat.
Flame kemudian meninggalkanku berjalan menuju Maxie. Dia lalu hanyut dalam obrolan dengan pamannya itu. Melihat itu, aku ingin bergabung bersama mereka. Namun baru saja aku melangkahkan kakiku, Darko Monsta menabrakku dan menumpahkan minumannya pada kemejaku.
”Ah, aku tak sengaja Lunar, maaf...” ujarnya menyadari hal itu.
”It’s okay, tidak apa-apa,” jawabku memaafkan.
”Biar kubersihkan pakaianmu,” sahut Darko menawarkan bantuan.
”Tidak usah, biar kubersihkan sendiri di toilet.”
Aku kemudian berjalan meninggalkannya, menuju toilet. Tak butuh waktu lama untuk mencapai toilet saat seseorang menyenggolku kasar. Aku hendak bereaksi namun kemudian aku menyadari siapa yang menyenggolku. Dia Volta dan sepertinya dia tak menyadari keberadaanku. Sepertinya dia terburu-buru. Ah, biarkan saja.
Scene 92: Mata-Mata
Seorang lelaki tampak berjalan mengendap-endap di lorong kapal yang sepi. Semua orang di kapal selam itu memang tengah asyik berpesta sehingga lelaki itu yakin takkan ada yang menyadari keberadaannya disana.
Lelaki itu kini telah berada di depan kabin Maxie, sang pemimpin Tim Magma. Cukup lama dia berusaha membuka pintu kabin hingga akhirnya dia berhasil membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.
Dikeluarkannya seekor Pokemon yang membuat seisi kabin yang gelap itu menjadi terang. Lelaki itu tampak mencari sesuatu di setiap sudut kabin itu. Dia lalu menemukan sebuah kotak brankas yang terintegrasi dengan dinding. Brankas itu memang terkunci, namun tidak sulit baginya untuk memecahkan kode kunci brankas tersebut.
Pada akhirnya brankas itu terbuka dan sebuah bola kecil berwarna kemerahan seukuran Poke Ball terlihat ada di dalam brankas tersebut. Diambilnya bola itu perlahan dari dalam brankas.
”Inilah yang aku cari.... Red Orb!” bisik lelaki itu penuh kemenangan. ”Semuanya selesai sekarang dan tinggal mengucapkan selamat tinggal pada Tim Magma.”
”Apa yang kamu lakukan disini?” tiba-tiba terdengar suara berat yang tak lain adalah Maxie, sang empunya kamar. Maxie menyalakan lampu kabinnya dan kini dia bisa melihat dengan jelas siapa yang menyusup ke dalam kabinnya. ”Clown! Apa yang kamu...”
”Electabuzz, Thunder Wave!” perintah lelaki yang ternyata adalah Volta alias Clown itu. Electabuzz yang sedari tadi menemaninya langsung mengeluarkan gelombang petir yang mengarah tepat ke arah Maxie. Pria tua itu terjatuh dan kilatan-kilatan kuning terlihat di sekeliling tubuhnya.
”Clown... ke... kenapa kamu...” ujar Maxie terpatah-patah. Dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
”Kau pasti bertanya-tanya, bosku Maxie tersayang,” jawab Volta dengan nada mengejek. ”Selama ini kau selalu mencari mata-mata yang ada di dalam organisasimu ini. Apakah kau tak pernah menemukan kalau akulah mata-mata itu?”
”Kamu... kurang ajar...” umpat Maxie lemah. Thunder Wave dari Electabuzz membuatnya tak bisa bergerak.
”Sekarang sudah terlambat bagimu untuk menyadari kalau akulah mata-mata itu. Kau lihat, sekarang Red Orb atau Orb Merah yang begitu berharga bagimu ini ada di tanganku. Kau dan Tim Magma bukan apa-apa tanpa bola merah ini!”
”Kem...kembalikan itu padaku...” erang Maxie terus berusaha menggerakkan tubuhnya.
”Sudahlah, ikhlaskan saja benda ini padaku. Aku akan menggunakannya dengan baik. Kupikir Tim Aqua sudah mendapatkan Kyogre saat pertukaran itu, namun ternyata aku salah! Kau dan anggotamu telah berbuat curang. Kalau aku mengambil Red Orb ini, dengan demikian Tim Magma sekarang impas dengan Tim Aqua. Tim Aqua tidak mendapatkan Kyogre, maka Tim Magma juga takkan pernah mendapatkan Groudon!”
Usai mengatakan hal itu, Volta kemudian berlari keluar dari kabin itu meninggalkan Maxie seorang diri.
*
Aku telah selesai membersihkan kemejaku saat kusadari kepalaku terasa agak pusing. Keluar dari toilet aku bermaksud kembali ke kamar untuk mengambil sedikit aspirin. Sesampainya di kabinku, kuambil sedikit aspirin dan bergegas kembali ke pesta.
Aku berjalan di lorong menuju ke ruangan pesta. Saat itu terdengar suara ramai menuju ke arahku. Seorang lelaki yang tak lain adalah Volta berlari ke arahku sementara beberapa orang grunt mengejarnya.
“Minggir kau begundal kecil!” teriak Volta padaku. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi Volta berlari ke arahku dan menabrakku keras sehingga aku terjatuh ke lantai. “Sudah kubilang untuk minggir tadi!” teriak Volta lagi. Kini dia berlari terus menuju ke pintu keluar kapal selam.
”Lunar, kamu tidak apa-apa?” tanya Tabitha yang baru datang. Dia lalu membantuku berdiri.
”Ada apa Tabitha?” tanyaku tak mengerti.
“Clown... Clown adalah mata-mata Tim Aqua,” jawab Tabitha dengan terengah-engah. “Dia...dia mengambil Red Orb!”
Apa? Volta adalah mata-mata Tim Aqua? Dan lagi, dia mengambil Red Orb, orb yang konon bisa membangkitkan Groudon?
”Ti...tidak mungkin,” sahutku tak percaya. ”Kau pasti salah Tabitha... Volta tak seperti itu.”
”Apa kamu bilang?” Tabitha tampak terkejut. ”Volta?”
”Ya, itu nama aslinya,” jawabku polos.
”Sial! Harusnya kamu katakan itu dari dulu!” bentak Tabitha marah.
”Memangnya kenapa dengan nama itu?” tanyaku tak mengerti.
”Volta adalah nama keluarga Archie, pemimpin Tim Aqua!”
Apa? Jadi Volta benar-benar....
Lelaki itu kini telah berada di depan kabin Maxie, sang pemimpin Tim Magma. Cukup lama dia berusaha membuka pintu kabin hingga akhirnya dia berhasil membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya.
Dikeluarkannya seekor Pokemon yang membuat seisi kabin yang gelap itu menjadi terang. Lelaki itu tampak mencari sesuatu di setiap sudut kabin itu. Dia lalu menemukan sebuah kotak brankas yang terintegrasi dengan dinding. Brankas itu memang terkunci, namun tidak sulit baginya untuk memecahkan kode kunci brankas tersebut.
Pada akhirnya brankas itu terbuka dan sebuah bola kecil berwarna kemerahan seukuran Poke Ball terlihat ada di dalam brankas tersebut. Diambilnya bola itu perlahan dari dalam brankas.
”Inilah yang aku cari.... Red Orb!” bisik lelaki itu penuh kemenangan. ”Semuanya selesai sekarang dan tinggal mengucapkan selamat tinggal pada Tim Magma.”
”Apa yang kamu lakukan disini?” tiba-tiba terdengar suara berat yang tak lain adalah Maxie, sang empunya kamar. Maxie menyalakan lampu kabinnya dan kini dia bisa melihat dengan jelas siapa yang menyusup ke dalam kabinnya. ”Clown! Apa yang kamu...”
”Electabuzz, Thunder Wave!” perintah lelaki yang ternyata adalah Volta alias Clown itu. Electabuzz yang sedari tadi menemaninya langsung mengeluarkan gelombang petir yang mengarah tepat ke arah Maxie. Pria tua itu terjatuh dan kilatan-kilatan kuning terlihat di sekeliling tubuhnya.
”Clown... ke... kenapa kamu...” ujar Maxie terpatah-patah. Dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini.
”Kau pasti bertanya-tanya, bosku Maxie tersayang,” jawab Volta dengan nada mengejek. ”Selama ini kau selalu mencari mata-mata yang ada di dalam organisasimu ini. Apakah kau tak pernah menemukan kalau akulah mata-mata itu?”
”Kamu... kurang ajar...” umpat Maxie lemah. Thunder Wave dari Electabuzz membuatnya tak bisa bergerak.
”Sekarang sudah terlambat bagimu untuk menyadari kalau akulah mata-mata itu. Kau lihat, sekarang Red Orb atau Orb Merah yang begitu berharga bagimu ini ada di tanganku. Kau dan Tim Magma bukan apa-apa tanpa bola merah ini!”
”Kem...kembalikan itu padaku...” erang Maxie terus berusaha menggerakkan tubuhnya.
”Sudahlah, ikhlaskan saja benda ini padaku. Aku akan menggunakannya dengan baik. Kupikir Tim Aqua sudah mendapatkan Kyogre saat pertukaran itu, namun ternyata aku salah! Kau dan anggotamu telah berbuat curang. Kalau aku mengambil Red Orb ini, dengan demikian Tim Magma sekarang impas dengan Tim Aqua. Tim Aqua tidak mendapatkan Kyogre, maka Tim Magma juga takkan pernah mendapatkan Groudon!”
Usai mengatakan hal itu, Volta kemudian berlari keluar dari kabin itu meninggalkan Maxie seorang diri.
*
Aku telah selesai membersihkan kemejaku saat kusadari kepalaku terasa agak pusing. Keluar dari toilet aku bermaksud kembali ke kamar untuk mengambil sedikit aspirin. Sesampainya di kabinku, kuambil sedikit aspirin dan bergegas kembali ke pesta.
Aku berjalan di lorong menuju ke ruangan pesta. Saat itu terdengar suara ramai menuju ke arahku. Seorang lelaki yang tak lain adalah Volta berlari ke arahku sementara beberapa orang grunt mengejarnya.
“Minggir kau begundal kecil!” teriak Volta padaku. Aku tak tahu apa yang terjadi, tapi Volta berlari ke arahku dan menabrakku keras sehingga aku terjatuh ke lantai. “Sudah kubilang untuk minggir tadi!” teriak Volta lagi. Kini dia berlari terus menuju ke pintu keluar kapal selam.
”Lunar, kamu tidak apa-apa?” tanya Tabitha yang baru datang. Dia lalu membantuku berdiri.
”Ada apa Tabitha?” tanyaku tak mengerti.
“Clown... Clown adalah mata-mata Tim Aqua,” jawab Tabitha dengan terengah-engah. “Dia...dia mengambil Red Orb!”
Apa? Volta adalah mata-mata Tim Aqua? Dan lagi, dia mengambil Red Orb, orb yang konon bisa membangkitkan Groudon?
”Ti...tidak mungkin,” sahutku tak percaya. ”Kau pasti salah Tabitha... Volta tak seperti itu.”
”Apa kamu bilang?” Tabitha tampak terkejut. ”Volta?”
”Ya, itu nama aslinya,” jawabku polos.
”Sial! Harusnya kamu katakan itu dari dulu!” bentak Tabitha marah.
”Memangnya kenapa dengan nama itu?” tanyaku tak mengerti.
”Volta adalah nama keluarga Archie, pemimpin Tim Aqua!”
Apa? Jadi Volta benar-benar....
Scene 93: Pengejaran
Beberapa grunt Tim Magma termasuk diriku, dipimpin Tabitha mengejar Volta di lorong kapal selam. Namun Volta memerintahkan Electabuzz miliknya untuk mengeluarkan ThonderShock guna memperlambat para pengejarnya. Hingga pada akhirnya dia berhasil keluar dari kapal selam yang tengah berada di dalam laut itu dengan menggunakan teleport Kadabra.
“Sial!” umpat Tabitha kesal. Dia lalu mengeluarkan Magmavon-nya. “Perintahkan nahkoda untuk menaikkan kapal selam!” teriaknya keras pada Magmavon. ”Untuk semua unit, status tim dalam keadaan siaga! Ini darurat! Semuanya berkumpul di aula pertemuan sekarang!”
Suasana panik langsung mendera seluruh penghuni kapal selam Magmarine. Ya, sebuah barang yang sangat berharga telah dicuri dari dalam ruangan Maxie. Bukan itu saja, ternyata sang pencuri adalah mata-mata musuh yang selama ini menyamar sebagai anggota Tim Magma. Dan yang membuat aku sedih, orang itu ternyata adalah temanku, rekanku di dalam regu elite.
*
Semua grunt telah berkumpul di aula pertemuan yang saat itu sedang dipakai untuk pesta. Para grunt tidak sempat berganti pakaian karena suasana saat ini benar-benar darurat. Di mimbar, Tabitha telah siap memberi perintah.
”Segera setelah kapal ini naik ke atas permukaan, kalian menuju hangar dan gunakan helikopter yang ada untuk mengejar Clown, atau identitas aslinya adalah Volta itu,” perintah Tabitha. ”Dia pasti belum jauh, karena itulah pastikan kalian menangkapnya!”
”Siap!”
Perlahan kapal selam naik ke atas permukaan. Beberapa helikopter Tim Magma pun mulai meluncur keluar dari hangar dan terbang mengejar Volta.
”Aku tak menyangka kalau Volta adalah mata-mata Tim Aqua,” ujar Flame lemah saat mengantarkan kepergian helikopter di hangar. Air mukanya menunjukkan kesedihan. Sepertinya sebentar lagi dia akan menangis.
”Harusnya aku curiga saat dia tak ingin kita memanggilnya dengan nama aslinya,” sahutku. ”Tak ada gunanya bersedih. Sekarang yang terpenting adalah menangkapnya.”
”Tapi dia kan...”
”Persetan dengan persahabatan kalau berakhir seperti ini!” potongku cepat. ”Aku tak bisa berdiam diri sementara yang lain sedang berusaha menangkapnya.”
Aku kemudian berjalan keluar dari hangar. Langit malam yang gelap tanpa bintang langsung menyambutku. ”Kamu mau kemana Lunar?” cegah Flame.
“Kemana lagi? Tentu saja menangkap si Clown brengsek itu!” jawabku dengan penuh amarah. Kini amarahku benar-benar meluap terhadap Volta. Firasat burukku benar-benar terjadi.
“Tapi kamu kan tidak bisa mengendarai helikopter?” sahut Flame pelan. Dia sepertinya takut melihat kemarahanku.
“Kau pikir aku akan memakai helikopter?” jawabku ketus. “Helikopter takkan bisa menangkapnya, aku yakin itu. Clown brengsek itu cukup lihai untuk menghindar dan melarikan diri, apa kau tak mengenalnya?”
”Lalu...” Flame terlihat mulai menitikkan air mata.
”Saat ini yang kita hadapi adalah salah satu grunt terbaik Tim Magma, walaupun kita tahu kemudian kalau dia adalah mata-mata. Dia tak boleh dianggap remeh.” Aku lalu mengeluarkan Nest Ball dan melemparkannya ke udara. Dari dalam bola hijau itu keluar Pokemon hijau yang tak lain adalah Tropius. ”Flame,” ujarku sambil menatap nanar wajah gadis itu, ”yang kita hadapi sekarang mungkin musuh, tapi bagi kita dia adalah sahabat, benar begitu?” Flame mengangguk. ”Dan kau harus tahu satu hal Flame, aku takkan membiarkan begitu saja orang yang telah membuatmu menangis. Aku pasti akan menangkapnya, aku pastikan itu!”
Sesaat setelah mengatakan hal itu, aku langsung naik ke atas Tropius. Terima kasih pada Lowi yang memberiku HM Fly, yang memungkinkan Tropius untuk bisa terbang membawaku. ”Tropius, ayo kita terbang,” bisikku pada Pokemon yang pernah menyelamatkan nyawaku itu, ”.....dan kita tangkap pengkhianat itu!”
“Sial!” umpat Tabitha kesal. Dia lalu mengeluarkan Magmavon-nya. “Perintahkan nahkoda untuk menaikkan kapal selam!” teriaknya keras pada Magmavon. ”Untuk semua unit, status tim dalam keadaan siaga! Ini darurat! Semuanya berkumpul di aula pertemuan sekarang!”
Suasana panik langsung mendera seluruh penghuni kapal selam Magmarine. Ya, sebuah barang yang sangat berharga telah dicuri dari dalam ruangan Maxie. Bukan itu saja, ternyata sang pencuri adalah mata-mata musuh yang selama ini menyamar sebagai anggota Tim Magma. Dan yang membuat aku sedih, orang itu ternyata adalah temanku, rekanku di dalam regu elite.
*
Semua grunt telah berkumpul di aula pertemuan yang saat itu sedang dipakai untuk pesta. Para grunt tidak sempat berganti pakaian karena suasana saat ini benar-benar darurat. Di mimbar, Tabitha telah siap memberi perintah.
”Segera setelah kapal ini naik ke atas permukaan, kalian menuju hangar dan gunakan helikopter yang ada untuk mengejar Clown, atau identitas aslinya adalah Volta itu,” perintah Tabitha. ”Dia pasti belum jauh, karena itulah pastikan kalian menangkapnya!”
”Siap!”
Perlahan kapal selam naik ke atas permukaan. Beberapa helikopter Tim Magma pun mulai meluncur keluar dari hangar dan terbang mengejar Volta.
”Aku tak menyangka kalau Volta adalah mata-mata Tim Aqua,” ujar Flame lemah saat mengantarkan kepergian helikopter di hangar. Air mukanya menunjukkan kesedihan. Sepertinya sebentar lagi dia akan menangis.
”Harusnya aku curiga saat dia tak ingin kita memanggilnya dengan nama aslinya,” sahutku. ”Tak ada gunanya bersedih. Sekarang yang terpenting adalah menangkapnya.”
”Tapi dia kan...”
”Persetan dengan persahabatan kalau berakhir seperti ini!” potongku cepat. ”Aku tak bisa berdiam diri sementara yang lain sedang berusaha menangkapnya.”
Aku kemudian berjalan keluar dari hangar. Langit malam yang gelap tanpa bintang langsung menyambutku. ”Kamu mau kemana Lunar?” cegah Flame.
“Kemana lagi? Tentu saja menangkap si Clown brengsek itu!” jawabku dengan penuh amarah. Kini amarahku benar-benar meluap terhadap Volta. Firasat burukku benar-benar terjadi.
“Tapi kamu kan tidak bisa mengendarai helikopter?” sahut Flame pelan. Dia sepertinya takut melihat kemarahanku.
“Kau pikir aku akan memakai helikopter?” jawabku ketus. “Helikopter takkan bisa menangkapnya, aku yakin itu. Clown brengsek itu cukup lihai untuk menghindar dan melarikan diri, apa kau tak mengenalnya?”
”Lalu...” Flame terlihat mulai menitikkan air mata.
”Saat ini yang kita hadapi adalah salah satu grunt terbaik Tim Magma, walaupun kita tahu kemudian kalau dia adalah mata-mata. Dia tak boleh dianggap remeh.” Aku lalu mengeluarkan Nest Ball dan melemparkannya ke udara. Dari dalam bola hijau itu keluar Pokemon hijau yang tak lain adalah Tropius. ”Flame,” ujarku sambil menatap nanar wajah gadis itu, ”yang kita hadapi sekarang mungkin musuh, tapi bagi kita dia adalah sahabat, benar begitu?” Flame mengangguk. ”Dan kau harus tahu satu hal Flame, aku takkan membiarkan begitu saja orang yang telah membuatmu menangis. Aku pasti akan menangkapnya, aku pastikan itu!”
Sesaat setelah mengatakan hal itu, aku langsung naik ke atas Tropius. Terima kasih pada Lowi yang memberiku HM Fly, yang memungkinkan Tropius untuk bisa terbang membawaku. ”Tropius, ayo kita terbang,” bisikku pada Pokemon yang pernah menyelamatkan nyawaku itu, ”.....dan kita tangkap pengkhianat itu!”
Scene 94: Teleport Jarak Dekat
Aku dan Tropius kini telah terbang di atas laut untuk mengejar Volta. Aku tak tahu menggunakan apa Volta melarikan diri, namun melalui informasi dari radio Tim Magma aku mengetahui kalau beberapa helikopter yang mengejarnya sama sekali tak menemukan tanda-tanda keberadaannya. Beberapa pod kapal selam mini pun dikeluarkan untuk melacak keberadaan Volta di dalam laut, namun sampai sejauh ini hasilnya tetap nihil.
Aku bingung dengan caranya melarikan diri. Setahuku Volta hanya memiliki tiga ekor Pokemon yaitu Electabuzz, Kadabra, dan Magmar. Tak ada satupun dari Pokemon itu yang bertipe air ataupun tipe terbang. Lalu dengan cara bagaimana dia pergi di tengah-tengah samudra yang luas ini? Apakah melalui teleport Kadabra? Itu mustahil. Teleport Kadabra tidak mungkin bisa membawa pada sampai sejauh ini. Jangkauan teleport itu tidak terlalu jauh. Lalu bagaimana caranya?
Aku kemudian mengeluarkan Ninjask dan memerintahkannya menggunakan cahaya penerang atau Flash untuk membantu melihat di tengah kegelapan malam. Malam ini bulan sabit sehingga tidak terlalu terang.
Aku kembali memikirkan bagaimana cara Volta melintasi lautan ini. Satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan Kadabra, tapi jangkauan teleport Kadabra tak sejauh ini. Tunggu dulu.... aku memikirkan sebuah cara. Bagaimana kalau Volta memerintahkan Kadabra melakukan teleport jarak dekat pada jarak yang bisa dipandang mata dan sebelum mereka jatuh ke laut, Volta kembali memerintahkan Kadabra untuk melakukan teleport jarak dekat. Itu berarti Kadabra menggunakan teleport berkali-kali di udara. Itu merupakan cara yang cemerlang. Kenapa baru terpikirkan sekarang olehku?
Aku lalu memerintahkan Ninjask untuk menggunakan Mind Reader, pembaca pikiran agar dia bisa mengetahui keberadaan Kadabra. Butuh konsentrasi yang cukup tinggi untuk bisa melacak kebaradaan Kadabra yang menghilang setiap detik saat melakukan teleport. Aku sendiri tidak mengetahui secara pasti berapa kecepatan teleport Kadabra mengingat helikopter pun tak bisa melacak keberadaannya. Dan bila kecepatan teleport Kadabra tinggi, maka mustahil untuk bisa menemukannya.
Tiba-tiba saja sayap Ninjask bergerak keras, menimbulkan suara yang cukup memekikkan telinga. Sepertinya Ninjask telah berhasil melacak keberadaan Volta. Ninjask kemudian melesat cepat ke depan, segera kuikuti dengan Tropius.
Tak lama, Ninjask berhenti pada satu titik. Aku ikut berhenti. Sepertinya di sekitar sinilah keberadaan Volta yang tengah melakukan teleport dengan Kadabra. Baru saja aku akan memerintahkan Ninjask kembali melakukan mind reader saat sebuah cahaya terlihat olehku. Cahaya itu terus-menerus bergerak ke depan. Aku mencoba memperhatikan dengan seksama dan kemudian....
”Ninjask, Shadow Ball!”
Ninjask mengeluarkan bola bayangannya dengan cepat ke arah cahaya itu. Bola bayangan melesat tepat mengenai cahaya itu dan kemudian kulihat sesuatu yang terjatuh. Kuperintahkan Tropius untuk mendekatinya dengan cepat dan ternyata.... itu memang Volta dengan Kadabranya!
”Kurang ajar kamu Lunar!” umpat Volta keras.
”Kau yang kurang ajar!” balasku tak mau kalah.
”Kalau kamu berani, mari bertarung di daratan!” tantang Volta. Dia lalu melihat ke arah pantai yang sudah berada di dekat kami. Volta dan Kadabranya hampir saja masuk ke dalam laut saat Volta kembali memerintahkan Kadabra melakukan teleport. Kini mereka berdua telah berada di pantai. Aku pun langsung mengejarnya dengan Tropius.
Sesampainya di pantai, kudaratkan Tropius dan aku pun mendarat di atas pantai. Volta tampak berdiri menungguku sementara Kadabra miliknya terlihat kesakitan. Sepertinya Shadow Ball dari Ninjask berhasil melukainya cukup telak.
”Volta, kembalikan Orb itu!” perintahku saat kami berdua telah saling berhadapan.
”Sudah berapa kali kubilang padamu untuk tidak memanggilku dengan nama itu,” jawab Volta dengan nada marah.
”Sekarang semua sudah tahu siapa nama aslimu, tak ada gunanya kau melarangku lagi,” sergahku.
”Ho, jadi kamu memberitahu mereka? Dasar tidak setia kawan!”
”Kaulah yang tidak setia kawan!” aku berbalik menyerangnya. ”Kau telah mengkhianati tim dan bahkan berani mengambil Red Orb. Dasar tak tahu diuntung!”
”Dari pertama aku memang tidak berada di sisi kalian, temanku Lunar...” jawab Volta tanpa rasa takut. ”Aku ini memang mata-mata, dan sebagai mata-mata aku harus bersikap profesional.”
”Kau ini....” aku tak bisa berkata-kata lagi. Amarahku benar-benar telah memuncak. ”Tropius, Razor Leaf!” aku langsung memberi perintah pada Tropius dan sedetik kemudian Tropius mengeluarkan daun-daun tajam ke arah Volta.
”Magmar!” teriak Volta keras. Magmar, Pokemon api pemberian Nanta lalu muncul menghadang daun-daun tajam itu. Serangan Tropius menjadi tidak berguna. ”Kali ini kau takkan mudah untuk mengalahkanku,” tantang Volta penuh percaya diri.
”Oh ya? Kita buktikan saja siapa yang lebih kuat....”
Aku bingung dengan caranya melarikan diri. Setahuku Volta hanya memiliki tiga ekor Pokemon yaitu Electabuzz, Kadabra, dan Magmar. Tak ada satupun dari Pokemon itu yang bertipe air ataupun tipe terbang. Lalu dengan cara bagaimana dia pergi di tengah-tengah samudra yang luas ini? Apakah melalui teleport Kadabra? Itu mustahil. Teleport Kadabra tidak mungkin bisa membawa pada sampai sejauh ini. Jangkauan teleport itu tidak terlalu jauh. Lalu bagaimana caranya?
Aku kemudian mengeluarkan Ninjask dan memerintahkannya menggunakan cahaya penerang atau Flash untuk membantu melihat di tengah kegelapan malam. Malam ini bulan sabit sehingga tidak terlalu terang.
Aku kembali memikirkan bagaimana cara Volta melintasi lautan ini. Satu-satunya jalan adalah dengan menggunakan Kadabra, tapi jangkauan teleport Kadabra tak sejauh ini. Tunggu dulu.... aku memikirkan sebuah cara. Bagaimana kalau Volta memerintahkan Kadabra melakukan teleport jarak dekat pada jarak yang bisa dipandang mata dan sebelum mereka jatuh ke laut, Volta kembali memerintahkan Kadabra untuk melakukan teleport jarak dekat. Itu berarti Kadabra menggunakan teleport berkali-kali di udara. Itu merupakan cara yang cemerlang. Kenapa baru terpikirkan sekarang olehku?
Aku lalu memerintahkan Ninjask untuk menggunakan Mind Reader, pembaca pikiran agar dia bisa mengetahui keberadaan Kadabra. Butuh konsentrasi yang cukup tinggi untuk bisa melacak kebaradaan Kadabra yang menghilang setiap detik saat melakukan teleport. Aku sendiri tidak mengetahui secara pasti berapa kecepatan teleport Kadabra mengingat helikopter pun tak bisa melacak keberadaannya. Dan bila kecepatan teleport Kadabra tinggi, maka mustahil untuk bisa menemukannya.
Tiba-tiba saja sayap Ninjask bergerak keras, menimbulkan suara yang cukup memekikkan telinga. Sepertinya Ninjask telah berhasil melacak keberadaan Volta. Ninjask kemudian melesat cepat ke depan, segera kuikuti dengan Tropius.
Tak lama, Ninjask berhenti pada satu titik. Aku ikut berhenti. Sepertinya di sekitar sinilah keberadaan Volta yang tengah melakukan teleport dengan Kadabra. Baru saja aku akan memerintahkan Ninjask kembali melakukan mind reader saat sebuah cahaya terlihat olehku. Cahaya itu terus-menerus bergerak ke depan. Aku mencoba memperhatikan dengan seksama dan kemudian....
”Ninjask, Shadow Ball!”
Ninjask mengeluarkan bola bayangannya dengan cepat ke arah cahaya itu. Bola bayangan melesat tepat mengenai cahaya itu dan kemudian kulihat sesuatu yang terjatuh. Kuperintahkan Tropius untuk mendekatinya dengan cepat dan ternyata.... itu memang Volta dengan Kadabranya!
”Kurang ajar kamu Lunar!” umpat Volta keras.
”Kau yang kurang ajar!” balasku tak mau kalah.
”Kalau kamu berani, mari bertarung di daratan!” tantang Volta. Dia lalu melihat ke arah pantai yang sudah berada di dekat kami. Volta dan Kadabranya hampir saja masuk ke dalam laut saat Volta kembali memerintahkan Kadabra melakukan teleport. Kini mereka berdua telah berada di pantai. Aku pun langsung mengejarnya dengan Tropius.
Sesampainya di pantai, kudaratkan Tropius dan aku pun mendarat di atas pantai. Volta tampak berdiri menungguku sementara Kadabra miliknya terlihat kesakitan. Sepertinya Shadow Ball dari Ninjask berhasil melukainya cukup telak.
”Volta, kembalikan Orb itu!” perintahku saat kami berdua telah saling berhadapan.
”Sudah berapa kali kubilang padamu untuk tidak memanggilku dengan nama itu,” jawab Volta dengan nada marah.
”Sekarang semua sudah tahu siapa nama aslimu, tak ada gunanya kau melarangku lagi,” sergahku.
”Ho, jadi kamu memberitahu mereka? Dasar tidak setia kawan!”
”Kaulah yang tidak setia kawan!” aku berbalik menyerangnya. ”Kau telah mengkhianati tim dan bahkan berani mengambil Red Orb. Dasar tak tahu diuntung!”
”Dari pertama aku memang tidak berada di sisi kalian, temanku Lunar...” jawab Volta tanpa rasa takut. ”Aku ini memang mata-mata, dan sebagai mata-mata aku harus bersikap profesional.”
”Kau ini....” aku tak bisa berkata-kata lagi. Amarahku benar-benar telah memuncak. ”Tropius, Razor Leaf!” aku langsung memberi perintah pada Tropius dan sedetik kemudian Tropius mengeluarkan daun-daun tajam ke arah Volta.
”Magmar!” teriak Volta keras. Magmar, Pokemon api pemberian Nanta lalu muncul menghadang daun-daun tajam itu. Serangan Tropius menjadi tidak berguna. ”Kali ini kau takkan mudah untuk mengalahkanku,” tantang Volta penuh percaya diri.
”Oh ya? Kita buktikan saja siapa yang lebih kuat....”
Scene 95: Duel Cepat
”Kesalahanmu adalah kau menggunakan Pokemon buah-buahan tak berguna itu!” teriak Volta lantang. ”Magmar, Fire Punch!”
Magmar melompat cepat dan menghujamkan pukulannya ke arah Tropius. Tropius terlempar jauh dan akhirnya terkapar di atas tanah. Dia pingsan dan tidak dapat melanjutkan pertarungan. Bukan itu saja, Magmar juga melompat dan memukul jatuh Ninjask.
”Tropius! Ninjask!” teriakku melihat Tropius dan Ninjask terkapar tak berdaya. ”Kurang ajar kau Volta! Jangan panggil aku Lunar kalau aku tidak bisa mengalahkanmu! Keluarlah, Sandslash!” Kulemparkan Poke Ball berisi Sandslash dengan cepat. Sandslash pun muncul dan telah siap bertarung. ”Sandslash, Dig!”
Sandslash langsung menggali tanah dan hilang di dalam tanah. Tiba-tiba di tanah di bawah Magmar meledak dan muncul Sandslash yang langsung menghajarnya. Kini balik Magmar yang terpental jauh. Di luar dugaan, Magmar masih bisa bertahan.
”Kamu lihat sendiri kan, Pokemonku lebih tangguh dari yang kamu kira,” ledek Volta.
”Kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan, Sandslash Rock Smash!”
”Magmar, Fire Punch!”
Aku dan Volta sama-sama memberikan perintah. Pukulan penghancur batu dari Sandslash pun beradu dengan pukulan api dari Magmar. Keduanya saling menahan tangan masing-masing yang saling beradu, berusaha mempertahankan diri agar tidak terjatuh. Pertarungan pukulan itu kemudian dimenangkan oleh Sandslash saat Magmar jatuh terperosok ke tanah.
Volta mendengus kesal melihat Pokemonnya jatuh. Dikembalikannya Magmar ke dalam bola sementara tangannya yang lain mengeluarkan sebuah Poke Ball. Dilemparkannya Poke Ball itu ke udara dan keluarlah Pokemon yang selama ini menjadi andalannya, Electabuzz.
”Sekarang aku mulai serius, Lunar.....” ujarnya dengan tatapan mata tajam.
Sandslash telah memasang kuda-kuda serangan, demikian pula dengan Electabuzz. Ini adalah pertarungan kedua mereka setelah pertarungan perkenalan di regu elit dulu.
”Volta, aku takkan main-main,” sahutku.
”Lunar, kali ini kupastikan kamu akan kalah!” teriak Volta keras. ”Electabuzz, Brick Break!”
Electabuzz melompat menerjang ke arah Sandslash dia melakukan pukulan karate tepat di atas kepala Sandslash. Sandslash bereaksi cepat. Dia pernah mengalami hal ini sebelumnya, karena itulah dia kemudian menahan pukulan tersebut dengan kedua tangannya. Sandslash mungkin dapat menahan pukulan itu, namun ability static Electabuzz mempengaruhinya dan membuat Sandslash terjatuh. Saat itulah dengan cepat Electabuzz kembali bergerak.
”Electabuzz, Focus Punch!” perintah Volta melihat keadaan Sandslash. Electabuzz tampak berdiri tenang sambil mengamati Sandslash dengan tajam.
Pukulan terfokus adalah serangan yang terjadi dalam dua giliran. Pada giliran pertama, Pokemon yang menggunakannya akan meningkatkan fokus konsentrasi dan akan melayangkan pukulan dengan akurasi penuh pada lawannya. Kekuatan pukulan ini sangat kuat dan bisa langsung menjatuhkan lawan. Sandslash dalam bahaya sekarang.
”Sandslash, Slash! Hentikan konsentrasi Electabuzz!” teriakku panik. Namun percuma, efek static tadi berhasil melumpuhkan Sandslash. Memang dalam status paralyze atau lumpuh akibat static, Pokemon masih bisa bergerak namun peluangnya cukup sedikit. Kuharap Sandslash mendapatkan peluang itu. Ternyata aku salah. Sandslash masih tak bisa bergerak.
”Berharaplah lain kali, Lunar!” ledek Volta. ”Terimalah Focus Punch!”
Secara mendadak Electabuzz melompat cepat ke arah Sandslash dan melayangkan pukulan yang begitu keras kepada Sandslash. Sandslash tak berkutik dan kemudian terpental ke belakang dan menabrakku keras. Aku pun terjatuh ke tanah.
”Sandslash...” bisikku pelan melihat keadaan Sandslash yang pingsan tak berdaya. Harusnya aku memiliki keuntungan karena Sandslash imun terhadap serangan bertipe Electric. Namun ternyata Electabuzz menggunakan serangan bertipe Fighting.
”Kamu lihat sendiri kan?” kata Volta mengejekku. ”Sekarang aku yang memenangkan pertarungan ini. Cukup singkat bukan? Lunar, kamu ini hanya pecundang!”
Aku terdiam. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Volta benar. Aku hanya pecundang. Aku telah kalah, tak kusangka aku akan kalah secepat ini. Aku... aku benar-benar seorang pelatih Pokemon yang payah. Tapi aku takkan menyerah. Aku telah berjanji akan membawa kembali Volta. Aku telah berjanji akan merebut kembali Red Orb yang telah direbutnya. Kalaupun semua Pokemonku telah kalah, tapi aku masih memiliki tubuhku. Aku masih memiliki kesempatan untuk menghentikan Volta dengan kemampuanku sendiri.
Aku bangkit berdiri. Kukembalikan semua Pokemonku yang telah pingsan ke dalam bola mereka dan kemudian memandang Volta dengan tatapan tajam.
”Kenapa kamu? Masih belum puas rupanya?” tanya Volta melihatku berdiri. “Kamu sudah kehabisan Pokemon, sementara aku masih memiliki Electabuzz. Apa kamu pikir bisa menghentikan aku?”
“Semua Pokemonku memang sudah pingsan...” sahutku pelan. ”... tapi aku masih punya tubuhku!”
Bersamaan dengan itu aku berlari ke arah Volta, berniat menangkapnya secara langsung. Volta yang tak menyadari hal tersebut tampak terkejut. Aku cukup cepat berlari hingga Electabuzz terlambat menyadarinya. Dengan cepat pula aku telah menerjang Volta. Kami berdua terjatuh, tapi aku berhasil menguncinya.
”Aku telah menangkapmu Volta, kau tak bisa kemana-mana...” ujarku meyakinkan. ”Bahkan Electabuzz takkan bisa membantumu.”
”Oh, ya?” sahut Volta seraya mendelik ke arahku. ”Bagaimana kalau kau coba yang ini....!”
Tiba-tiba saja tubuh Volta mengeluarkan kilatan-kilatan listrik yang langsung menjalar ke tubuhku. Aku merasakan sengatan listrik dan entah mengapa kemudian aku merasa sangat lemah dan tak bisa menggerakkan tubuhku. Aku merasa lumpuh.
“Ap...apa yang kau lakukan padaku?” tanyaku terkejut.
Tubuhku kemudian terjatuh begitu saja ke tanah sehingga Volta bisa membebaskan dirinya dari kuncianku. Dia berdiri dan menatapku tajam seraya berkata, ”Lunar... persahabatan kita.... selesai disini...”
Magmar melompat cepat dan menghujamkan pukulannya ke arah Tropius. Tropius terlempar jauh dan akhirnya terkapar di atas tanah. Dia pingsan dan tidak dapat melanjutkan pertarungan. Bukan itu saja, Magmar juga melompat dan memukul jatuh Ninjask.
”Tropius! Ninjask!” teriakku melihat Tropius dan Ninjask terkapar tak berdaya. ”Kurang ajar kau Volta! Jangan panggil aku Lunar kalau aku tidak bisa mengalahkanmu! Keluarlah, Sandslash!” Kulemparkan Poke Ball berisi Sandslash dengan cepat. Sandslash pun muncul dan telah siap bertarung. ”Sandslash, Dig!”
Sandslash langsung menggali tanah dan hilang di dalam tanah. Tiba-tiba di tanah di bawah Magmar meledak dan muncul Sandslash yang langsung menghajarnya. Kini balik Magmar yang terpental jauh. Di luar dugaan, Magmar masih bisa bertahan.
”Kamu lihat sendiri kan, Pokemonku lebih tangguh dari yang kamu kira,” ledek Volta.
”Kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan, Sandslash Rock Smash!”
”Magmar, Fire Punch!”
Aku dan Volta sama-sama memberikan perintah. Pukulan penghancur batu dari Sandslash pun beradu dengan pukulan api dari Magmar. Keduanya saling menahan tangan masing-masing yang saling beradu, berusaha mempertahankan diri agar tidak terjatuh. Pertarungan pukulan itu kemudian dimenangkan oleh Sandslash saat Magmar jatuh terperosok ke tanah.
Volta mendengus kesal melihat Pokemonnya jatuh. Dikembalikannya Magmar ke dalam bola sementara tangannya yang lain mengeluarkan sebuah Poke Ball. Dilemparkannya Poke Ball itu ke udara dan keluarlah Pokemon yang selama ini menjadi andalannya, Electabuzz.
”Sekarang aku mulai serius, Lunar.....” ujarnya dengan tatapan mata tajam.
Sandslash telah memasang kuda-kuda serangan, demikian pula dengan Electabuzz. Ini adalah pertarungan kedua mereka setelah pertarungan perkenalan di regu elit dulu.
”Volta, aku takkan main-main,” sahutku.
”Lunar, kali ini kupastikan kamu akan kalah!” teriak Volta keras. ”Electabuzz, Brick Break!”
Electabuzz melompat menerjang ke arah Sandslash dia melakukan pukulan karate tepat di atas kepala Sandslash. Sandslash bereaksi cepat. Dia pernah mengalami hal ini sebelumnya, karena itulah dia kemudian menahan pukulan tersebut dengan kedua tangannya. Sandslash mungkin dapat menahan pukulan itu, namun ability static Electabuzz mempengaruhinya dan membuat Sandslash terjatuh. Saat itulah dengan cepat Electabuzz kembali bergerak.
”Electabuzz, Focus Punch!” perintah Volta melihat keadaan Sandslash. Electabuzz tampak berdiri tenang sambil mengamati Sandslash dengan tajam.
Pukulan terfokus adalah serangan yang terjadi dalam dua giliran. Pada giliran pertama, Pokemon yang menggunakannya akan meningkatkan fokus konsentrasi dan akan melayangkan pukulan dengan akurasi penuh pada lawannya. Kekuatan pukulan ini sangat kuat dan bisa langsung menjatuhkan lawan. Sandslash dalam bahaya sekarang.
”Sandslash, Slash! Hentikan konsentrasi Electabuzz!” teriakku panik. Namun percuma, efek static tadi berhasil melumpuhkan Sandslash. Memang dalam status paralyze atau lumpuh akibat static, Pokemon masih bisa bergerak namun peluangnya cukup sedikit. Kuharap Sandslash mendapatkan peluang itu. Ternyata aku salah. Sandslash masih tak bisa bergerak.
”Berharaplah lain kali, Lunar!” ledek Volta. ”Terimalah Focus Punch!”
Secara mendadak Electabuzz melompat cepat ke arah Sandslash dan melayangkan pukulan yang begitu keras kepada Sandslash. Sandslash tak berkutik dan kemudian terpental ke belakang dan menabrakku keras. Aku pun terjatuh ke tanah.
”Sandslash...” bisikku pelan melihat keadaan Sandslash yang pingsan tak berdaya. Harusnya aku memiliki keuntungan karena Sandslash imun terhadap serangan bertipe Electric. Namun ternyata Electabuzz menggunakan serangan bertipe Fighting.
”Kamu lihat sendiri kan?” kata Volta mengejekku. ”Sekarang aku yang memenangkan pertarungan ini. Cukup singkat bukan? Lunar, kamu ini hanya pecundang!”
Aku terdiam. Aku tak bisa berkata-kata lagi. Volta benar. Aku hanya pecundang. Aku telah kalah, tak kusangka aku akan kalah secepat ini. Aku... aku benar-benar seorang pelatih Pokemon yang payah. Tapi aku takkan menyerah. Aku telah berjanji akan membawa kembali Volta. Aku telah berjanji akan merebut kembali Red Orb yang telah direbutnya. Kalaupun semua Pokemonku telah kalah, tapi aku masih memiliki tubuhku. Aku masih memiliki kesempatan untuk menghentikan Volta dengan kemampuanku sendiri.
Aku bangkit berdiri. Kukembalikan semua Pokemonku yang telah pingsan ke dalam bola mereka dan kemudian memandang Volta dengan tatapan tajam.
”Kenapa kamu? Masih belum puas rupanya?” tanya Volta melihatku berdiri. “Kamu sudah kehabisan Pokemon, sementara aku masih memiliki Electabuzz. Apa kamu pikir bisa menghentikan aku?”
“Semua Pokemonku memang sudah pingsan...” sahutku pelan. ”... tapi aku masih punya tubuhku!”
Bersamaan dengan itu aku berlari ke arah Volta, berniat menangkapnya secara langsung. Volta yang tak menyadari hal tersebut tampak terkejut. Aku cukup cepat berlari hingga Electabuzz terlambat menyadarinya. Dengan cepat pula aku telah menerjang Volta. Kami berdua terjatuh, tapi aku berhasil menguncinya.
”Aku telah menangkapmu Volta, kau tak bisa kemana-mana...” ujarku meyakinkan. ”Bahkan Electabuzz takkan bisa membantumu.”
”Oh, ya?” sahut Volta seraya mendelik ke arahku. ”Bagaimana kalau kau coba yang ini....!”
Tiba-tiba saja tubuh Volta mengeluarkan kilatan-kilatan listrik yang langsung menjalar ke tubuhku. Aku merasakan sengatan listrik dan entah mengapa kemudian aku merasa sangat lemah dan tak bisa menggerakkan tubuhku. Aku merasa lumpuh.
“Ap...apa yang kau lakukan padaku?” tanyaku terkejut.
Tubuhku kemudian terjatuh begitu saja ke tanah sehingga Volta bisa membebaskan dirinya dari kuncianku. Dia berdiri dan menatapku tajam seraya berkata, ”Lunar... persahabatan kita.... selesai disini...”
Scene 96: Sang Penjemput
”Lunar... persahabatan kita.... selesai disini!” kata Volta bergetar.
“Ke... kenapa kau...” sahutku. Entah kenapa aku begitu susah menggerakkan lidahku. Bukan hanya lidahku, tapi seluruh tubuhku terasa lumpuh.
“Itu tadi static, kemampuan yang dimiliki oleh Pokemon listrik seperti Electabuzz,” sahut Volta kemudian.
Static? Apa yang dimaksud oleh Volta? Bukankah kemampuan seperti itu hanya dimiliki oleh Pokemon? Tapi kenapa sengatan itu tadi muncul dari tubuhnya?
“Kau... kau bercanda... bagaimana bisa…. Kau…” kataku tak percaya.
“Maaf Lunar, tapi aku tak punya pilihan. Aku tak mau kerja kerasku selama ini sia-sia,” ujarnya. “Sudahlah, lebih baik aku pergi sekarang. Tak ada gunanya aku berurusan dengan orang tak berguna sepertimu.”
”Kau... kau tidak bisa lari... Volta...” sahutku berusaha mencegahnya. ”Kau takkan bisa pergi hanya dengan berlari. Tim Magma yang sekarang sedang mencarimu pasti akan segera menangkapmu. Kadabra telah pingsan, kau tak bisa menggunakannya lagi untuk melakukan teleport jarak dekat.”
”Siapa yang akan menggunakan Kadabra untuk melarikan diri, HAH?!” sergah Volta. ”Aku menggunakan Kadabra hanya untuk pergi dari kapal selam kalian. Setelah sampai di pantai, telah ada yang akan menjemputku.”
”Ada yang... menjemputmu?” tanyaku terkejut.
Volta mengangguk. ”Ya, ada yang menjemputku dan kupastikan Tim Magma tidak akan mendapatkan kembali Red Orb ini,” jawab Volta. ”Mungkin lebih baik kuperkenalkan kamu kepada pamanku, yang sudah ada disini untuk menjemputku.”
Paman? Orang yang menjemput Volta adalah pamannya? Apakah dia....
Aku baru saja akan menebak saat tiba-tiba kusadari sebuah helikopter muncul di atas kami. Helikopter itu mendarat tak jauh dari tempat kami berada. Pintu helikopter itu terbuka dan kemudian seseorang dengan kumis dan jenggot yang tebal berpakaian jas hitam dan juga bandana biru yang kukenal sebagai bandana Tim Aqua keluar dari dalamnya. Lelaki itu berjalan perlahan mendekati Volta. Dua orang grunt Tim Aqua tampak mengikutinya dari belakang.
”Lunar, kuperkenalkan kamu pada pamanku.... Archimedes Volta Lebasque, pemimpin Tim Aqua,” ujar Volta menyambut lelaki yang tak lain adalah Archie, pemimpin Tim Aqua itu.
Sudah kuduga. Rupanya demikian. Pantas saja Tabitha begitu marah saat mendengar nama asli Volta. Rupanya... Rupanya Archie adalah paman Volta!
”Sepertinya kamu ada sedikit masalah disini, Alle...” sapa Archie pada Volta. Matanya melihat ke arahku dengan tidak senang. “Apa dia ini temanmu?”
”Ya, dia temanku, tapi itu dulu,” jawab Volta pendek. “Baiklah Paman, aku telah mendapatkan apa yang Paman inginkan, Red Orb.” Volta mengeluarkan bola merah yang dicurinya dari Maxie dan memperlihatkannya pada Archie.
”Wow, kamu memang hebat Alle,” sahut Archie menerima bola itu. ”Tak rugi kamu menyandang nama besar Lebasque, Allejandro Volta Lebasque. Kamu benar-benar bisa kuandalkan,” pujinya memandangi bola berkilau merah itu. “Sayang Kyogre belum kita dapatkan. Seandainya teman-temanmu itu tidak mengacau, pasti tujuan kita telah tercapai. Tapi tak apa, Orb merah ini sudah lebih dari cukup untuk membalas kecurangan mereka.”
Archie kemudian membungkuk di depanku. Dia memandangku sinis dan tiba-tiba saja satu tangannya mencengkeram kerah kemejaku yang belum sempat kuganti dengan seragam grunt sejak pesta di kapal.
”Dengar Nak...” ujarnya kasar, ”katakan pada bosmu, kalau Tim Magma tidak akan pernah mendapatkan apa yang mereka usahakan selama ini. Katakan kalau perluasan daratan itu cuma omong kosong, dan hanya akan menjadi angan-angan semu kalian saja. Dan jangan lupa untuk mengatakan padanya kalau... kalau Tim Aqua-lah yang akan memenangkan kompetisi ini dan menciptakan dunia baru yang penuh dengan samudera! Katakan itu anak muda! Hahahaha!”
Usai berkata itu Archie melepaskan cengkeramannya pada kemejaku dengan kasar. Aku pun terjatuh ke tanah dengan kepala terantuk tanah. Lelaki yang kutaksir berusia lebih muda dari Maxie itu lantas kembali berdiri tegak.
”Baiklah Volta,” kata Archie pada Volta, ”sudah tak ada lagi gunanya kita berlama-lama disini. Sebaiknya kita segera pergi dari sini sebelum berandalan-berandalan Magma itu datang dan menggagalkan semuanya. Ayo kita pergi.”
Archie berbalik dan berjalan menuju helikopter diikuti dua orang grunt Tim Aqua yang sedari tadi mengikutinya. Volta ikut berbalik dan berjalan menyusul Archie.
”Kenapa...” ujarku saat Volta baru saja melangkah. “Kenapa kau khianati kami? Kenapa kau khianati persahabatan kita?”
“Ke... kenapa kau...” sahutku. Entah kenapa aku begitu susah menggerakkan lidahku. Bukan hanya lidahku, tapi seluruh tubuhku terasa lumpuh.
“Itu tadi static, kemampuan yang dimiliki oleh Pokemon listrik seperti Electabuzz,” sahut Volta kemudian.
Static? Apa yang dimaksud oleh Volta? Bukankah kemampuan seperti itu hanya dimiliki oleh Pokemon? Tapi kenapa sengatan itu tadi muncul dari tubuhnya?
“Kau... kau bercanda... bagaimana bisa…. Kau…” kataku tak percaya.
“Maaf Lunar, tapi aku tak punya pilihan. Aku tak mau kerja kerasku selama ini sia-sia,” ujarnya. “Sudahlah, lebih baik aku pergi sekarang. Tak ada gunanya aku berurusan dengan orang tak berguna sepertimu.”
”Kau... kau tidak bisa lari... Volta...” sahutku berusaha mencegahnya. ”Kau takkan bisa pergi hanya dengan berlari. Tim Magma yang sekarang sedang mencarimu pasti akan segera menangkapmu. Kadabra telah pingsan, kau tak bisa menggunakannya lagi untuk melakukan teleport jarak dekat.”
”Siapa yang akan menggunakan Kadabra untuk melarikan diri, HAH?!” sergah Volta. ”Aku menggunakan Kadabra hanya untuk pergi dari kapal selam kalian. Setelah sampai di pantai, telah ada yang akan menjemputku.”
”Ada yang... menjemputmu?” tanyaku terkejut.
Volta mengangguk. ”Ya, ada yang menjemputku dan kupastikan Tim Magma tidak akan mendapatkan kembali Red Orb ini,” jawab Volta. ”Mungkin lebih baik kuperkenalkan kamu kepada pamanku, yang sudah ada disini untuk menjemputku.”
Paman? Orang yang menjemput Volta adalah pamannya? Apakah dia....
Aku baru saja akan menebak saat tiba-tiba kusadari sebuah helikopter muncul di atas kami. Helikopter itu mendarat tak jauh dari tempat kami berada. Pintu helikopter itu terbuka dan kemudian seseorang dengan kumis dan jenggot yang tebal berpakaian jas hitam dan juga bandana biru yang kukenal sebagai bandana Tim Aqua keluar dari dalamnya. Lelaki itu berjalan perlahan mendekati Volta. Dua orang grunt Tim Aqua tampak mengikutinya dari belakang.
”Lunar, kuperkenalkan kamu pada pamanku.... Archimedes Volta Lebasque, pemimpin Tim Aqua,” ujar Volta menyambut lelaki yang tak lain adalah Archie, pemimpin Tim Aqua itu.
Sudah kuduga. Rupanya demikian. Pantas saja Tabitha begitu marah saat mendengar nama asli Volta. Rupanya... Rupanya Archie adalah paman Volta!
”Sepertinya kamu ada sedikit masalah disini, Alle...” sapa Archie pada Volta. Matanya melihat ke arahku dengan tidak senang. “Apa dia ini temanmu?”
”Ya, dia temanku, tapi itu dulu,” jawab Volta pendek. “Baiklah Paman, aku telah mendapatkan apa yang Paman inginkan, Red Orb.” Volta mengeluarkan bola merah yang dicurinya dari Maxie dan memperlihatkannya pada Archie.
”Wow, kamu memang hebat Alle,” sahut Archie menerima bola itu. ”Tak rugi kamu menyandang nama besar Lebasque, Allejandro Volta Lebasque. Kamu benar-benar bisa kuandalkan,” pujinya memandangi bola berkilau merah itu. “Sayang Kyogre belum kita dapatkan. Seandainya teman-temanmu itu tidak mengacau, pasti tujuan kita telah tercapai. Tapi tak apa, Orb merah ini sudah lebih dari cukup untuk membalas kecurangan mereka.”
Archie kemudian membungkuk di depanku. Dia memandangku sinis dan tiba-tiba saja satu tangannya mencengkeram kerah kemejaku yang belum sempat kuganti dengan seragam grunt sejak pesta di kapal.
”Dengar Nak...” ujarnya kasar, ”katakan pada bosmu, kalau Tim Magma tidak akan pernah mendapatkan apa yang mereka usahakan selama ini. Katakan kalau perluasan daratan itu cuma omong kosong, dan hanya akan menjadi angan-angan semu kalian saja. Dan jangan lupa untuk mengatakan padanya kalau... kalau Tim Aqua-lah yang akan memenangkan kompetisi ini dan menciptakan dunia baru yang penuh dengan samudera! Katakan itu anak muda! Hahahaha!”
Usai berkata itu Archie melepaskan cengkeramannya pada kemejaku dengan kasar. Aku pun terjatuh ke tanah dengan kepala terantuk tanah. Lelaki yang kutaksir berusia lebih muda dari Maxie itu lantas kembali berdiri tegak.
”Baiklah Volta,” kata Archie pada Volta, ”sudah tak ada lagi gunanya kita berlama-lama disini. Sebaiknya kita segera pergi dari sini sebelum berandalan-berandalan Magma itu datang dan menggagalkan semuanya. Ayo kita pergi.”
Archie berbalik dan berjalan menuju helikopter diikuti dua orang grunt Tim Aqua yang sedari tadi mengikutinya. Volta ikut berbalik dan berjalan menyusul Archie.
”Kenapa...” ujarku saat Volta baru saja melangkah. “Kenapa kau khianati kami? Kenapa kau khianati persahabatan kita?”
Scene 97: Badut yang Menangis
”Kenapa...” ujarku saat Volta baru saja melangkah. “Kenapa kau khianati kami? Kenapa kau khianati persahabatan kita?”
Mendengar perkataanku itu Volta kemudian menghentikan langkahnya. ”Sudah kubilang bukan,” sahutnya tanpa membalikkan badan ke arahku. ”Sudah kubilang kalau dari awal aku ini bukan bagian dari kalian. Aku ini cuma mata-mata yang bertugas untuk mengamati setiap gerakan kalian demi kepentingan Tim Aqua. Apakah sulit bagimu untuk memahaminya?”
”Ya,” jawabku cepat. ”Aku takkan pernah paham akan hal ini. Kau bicara kalau kau ini mata-mata, tapi tak seperti itu yang kulihat selama ini. Selama perjalanan kita, selama kita bersama di regu elit... kau, aku, dan juga Flame... selama itu yang kurasakan kalau kita ini saling membantu dan menolong. Selama itu yang kurasakan kalau hubungan kita ini bahkan seperti saudara sendiri. Kita ini bersahabat!”
Volta terdiam. Dia tampaknya meresapi kata-kataku, namun dia belum juga berbalik ke arahku.
”Kau,” lanjutku, ”kau adalah teman kami, sahabat kami, saudara kami! Tak ingatkah kau apa yang telah kau lakukan padaku dan Flame saat kami tak berdaya di pulau Hitam? Lupakah kau dengan apa yang kau lakukan saat kau menyelamatkan kami berdua di gunung Kanon? Dan, apakah kau lupa dengan pembelaan kami di kota Lilycove?”
Volta masih terdiam. Aku mengamati sosok berjas hitam itu dengan seksama. Sosok yang selama ini menjadi temanku, menjadi sahabatku. Tanpa terasa air mata mulai jatuh menitik di pipiku.
”Apapun... apapun yang telah kau lakukan kepada kami selama ini,” aku meneruskan perkataanku, ”adalah apa yang dilakukan seorang teman, seorang sahabat pada umumnya. Dan itu bukan... itu bukan apa yang dilakukan oleh seorang pengkhianat!”
”DIAM!” tiba-tiba Volta membentak keras. Dia lalu berbalik ke arahku dan memandangku lekat. ”Apapun yang telah terjadi di antara kita, hal itu adalah hal yang tidak bisa aku duga sebelumnya...”
“Apa katamu?”
Volta menarik nafas panjang. Dia lalu berkata, “Aku datang sebagai mata-mata, sebagai musuh kalian. Tapi kalian semua... terutama kamu dan Flame... kalian menganggapku sebagai teman. Apakah itu tidak menyakitkan?”
Kini ganti aku yang terdiam. Aku tak menyangka akan mendengar kata-kata balasan seperti itu dari Volta.
”Kalian...” sambung Volta, ”terus terang saja... kalian berdua telah membuatku merasa menjadi manusia paling tak tahu diri di dunia ini. Setiap pertemuanku dengan kalian... itu hanya... itu hanya melemahkan tujuan awalku... tujuan awalku untuk menghancurkan Tim Magma sebagaimana yang diperintahkan oleh Paman Archie!
”Kamu tahu...” Volta melanjutkan bicaranya. ”Kalian berdua telah membuatku merasa sangat berdosa! Berdosa karena aku telah membohongi kalian, karena aku telah membodohi kalian!”
”Volta....”
”Harusnya...” sambungnya, “harusnya aku berterima kasih kepada kalian... harusnya aku berterima kasih pada kalian karena untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan sebuah kebahagiaan... sebuah kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.” Volta berhenti bicara. Tangan kanannya menyentuh matanya. Baru kusadari kalau dia menangis. Volta menangis?
”Kalian memberiku sebuah persahabatan... sebuah persahabatan yang sangat indah. Kamu... dan juga Flame,” Volta bicara lagi. Kini aku bisa melihat air matanya berkilat diterpa sinar bulan sabit yang samar-samar. ”Kalian memberiku persahabatan, sementara apa yang kuberikan pada kalian? Aku memberikan sebuah pengkhianatan! Tak tahukah kamu betapa rumitnya aku?”
”Tidak, kau memberi kami kebaikan. Kau membalas persahabatan kami. Karena itu, kami akan sangat senang bila kau mau kembali pada kami dan kembali menjalin persahabatan seperti dulu,” sanggahku kemudian.
”Maafkan aku Lunar,” sahut Volta. ”Tapi aku terjebak dalam dua janji. Sebuah janji yang telah aku sepakati dari awal, mata-mata, dan sebuah janji yang tak pernah aku duga sebelumnya, persahabatan dengan kalian. Aku harus memilih, dan sayangnya aku memilih yang pertama.”
”Kau masih bisa merubah pilihanmu!” sergahku cepat. ”Rebut kembali Red Orb itu dan kembali bersama kami. Kumohon... kembalilah! Apa kau mau membuat Flame menangis? Apa kau mau mengecewakan Flame? Mengecewakan gadis lugu yang begitu percaya dengan persahabatan kita?”
”Cukup!” bentak Volta. ”Aku tak punya waktu lama berbincang denganmu. Aku selalu mengira hari ini akan datang, tapi aku tak pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Kamu bahkan membuatku merasa sangat bersalah. Maafkan aku Lunar... maafkan aku karena telah mengkhianati persahabatan kita. Sampaikan permintaan maafku pada Flame. Katakan pada dia, jangan pernah menangisi kepergianku. Aku terlalu jahat untuk ditangisi,” urainya.
“Dan satu hal lagi, berjanjilah padaku...” sambung Volta. “Berjanjilah kamu akan selalu menjaga dan melindungi Flame. Dia adalah gadis terbaik yang pernah aku temui. Berjanjilah....”
Mungkin itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari Volta karena setelah mengatakan itu, dia kembali berbalik dan perlahan-lahan mulai melangkahkan kakinya menuju ke helikopter. Aku memandangnya dengan sangat sedih. Kupandangi dia terus sampai kemudian masuk ke dalam helikopter. Helikopter itu kemudian terbang meninggalkanku seorang diri terbaring tak berdaya.
*
Cukup lama aku terbaring tak bergerak usai kepergian Volta. Kemudian, samar-samar kudengar suara sebuah helikopter. Helikopter itu mendarat dan seorang wanita bergaun putih keluar dari dalamnya. Wanita berambut merah itu berlari ke arahku, menghampiriku. Dia berlutut di sampingku, memandangku cemas.
”Lunar....” ujarnya lirih.
“Flame,” jawabku. “Maafkan aku... aku, aku tak berhasil membawanya kembali....dan dia... dia sekarang telah pergi...”
Medengar itu, gadis yang tak lain adalah Flame itu menangis. Aku pun ikut menangis melihatnya. Kami berdua sama-sama menangis, menangisi kepergian sahabat kami, sahabat yang telah mengkhianati persahabatan kami.
Clown, dengan nama sandi yang berarti Badut itu, harusnya kau membuat kami tertawa. Harusnya kau membuat kami tertawa. Bukannya justru membuat kami menangis... seperti ini.
Mendengar perkataanku itu Volta kemudian menghentikan langkahnya. ”Sudah kubilang bukan,” sahutnya tanpa membalikkan badan ke arahku. ”Sudah kubilang kalau dari awal aku ini bukan bagian dari kalian. Aku ini cuma mata-mata yang bertugas untuk mengamati setiap gerakan kalian demi kepentingan Tim Aqua. Apakah sulit bagimu untuk memahaminya?”
”Ya,” jawabku cepat. ”Aku takkan pernah paham akan hal ini. Kau bicara kalau kau ini mata-mata, tapi tak seperti itu yang kulihat selama ini. Selama perjalanan kita, selama kita bersama di regu elit... kau, aku, dan juga Flame... selama itu yang kurasakan kalau kita ini saling membantu dan menolong. Selama itu yang kurasakan kalau hubungan kita ini bahkan seperti saudara sendiri. Kita ini bersahabat!”
Volta terdiam. Dia tampaknya meresapi kata-kataku, namun dia belum juga berbalik ke arahku.
”Kau,” lanjutku, ”kau adalah teman kami, sahabat kami, saudara kami! Tak ingatkah kau apa yang telah kau lakukan padaku dan Flame saat kami tak berdaya di pulau Hitam? Lupakah kau dengan apa yang kau lakukan saat kau menyelamatkan kami berdua di gunung Kanon? Dan, apakah kau lupa dengan pembelaan kami di kota Lilycove?”
Volta masih terdiam. Aku mengamati sosok berjas hitam itu dengan seksama. Sosok yang selama ini menjadi temanku, menjadi sahabatku. Tanpa terasa air mata mulai jatuh menitik di pipiku.
”Apapun... apapun yang telah kau lakukan kepada kami selama ini,” aku meneruskan perkataanku, ”adalah apa yang dilakukan seorang teman, seorang sahabat pada umumnya. Dan itu bukan... itu bukan apa yang dilakukan oleh seorang pengkhianat!”
”DIAM!” tiba-tiba Volta membentak keras. Dia lalu berbalik ke arahku dan memandangku lekat. ”Apapun yang telah terjadi di antara kita, hal itu adalah hal yang tidak bisa aku duga sebelumnya...”
“Apa katamu?”
Volta menarik nafas panjang. Dia lalu berkata, “Aku datang sebagai mata-mata, sebagai musuh kalian. Tapi kalian semua... terutama kamu dan Flame... kalian menganggapku sebagai teman. Apakah itu tidak menyakitkan?”
Kini ganti aku yang terdiam. Aku tak menyangka akan mendengar kata-kata balasan seperti itu dari Volta.
”Kalian...” sambung Volta, ”terus terang saja... kalian berdua telah membuatku merasa menjadi manusia paling tak tahu diri di dunia ini. Setiap pertemuanku dengan kalian... itu hanya... itu hanya melemahkan tujuan awalku... tujuan awalku untuk menghancurkan Tim Magma sebagaimana yang diperintahkan oleh Paman Archie!
”Kamu tahu...” Volta melanjutkan bicaranya. ”Kalian berdua telah membuatku merasa sangat berdosa! Berdosa karena aku telah membohongi kalian, karena aku telah membodohi kalian!”
”Volta....”
”Harusnya...” sambungnya, “harusnya aku berterima kasih kepada kalian... harusnya aku berterima kasih pada kalian karena untuk pertama kalinya dalam hidupku aku merasakan sebuah kebahagiaan... sebuah kebahagiaan yang belum pernah kurasakan sebelumnya.” Volta berhenti bicara. Tangan kanannya menyentuh matanya. Baru kusadari kalau dia menangis. Volta menangis?
”Kalian memberiku sebuah persahabatan... sebuah persahabatan yang sangat indah. Kamu... dan juga Flame,” Volta bicara lagi. Kini aku bisa melihat air matanya berkilat diterpa sinar bulan sabit yang samar-samar. ”Kalian memberiku persahabatan, sementara apa yang kuberikan pada kalian? Aku memberikan sebuah pengkhianatan! Tak tahukah kamu betapa rumitnya aku?”
”Tidak, kau memberi kami kebaikan. Kau membalas persahabatan kami. Karena itu, kami akan sangat senang bila kau mau kembali pada kami dan kembali menjalin persahabatan seperti dulu,” sanggahku kemudian.
”Maafkan aku Lunar,” sahut Volta. ”Tapi aku terjebak dalam dua janji. Sebuah janji yang telah aku sepakati dari awal, mata-mata, dan sebuah janji yang tak pernah aku duga sebelumnya, persahabatan dengan kalian. Aku harus memilih, dan sayangnya aku memilih yang pertama.”
”Kau masih bisa merubah pilihanmu!” sergahku cepat. ”Rebut kembali Red Orb itu dan kembali bersama kami. Kumohon... kembalilah! Apa kau mau membuat Flame menangis? Apa kau mau mengecewakan Flame? Mengecewakan gadis lugu yang begitu percaya dengan persahabatan kita?”
”Cukup!” bentak Volta. ”Aku tak punya waktu lama berbincang denganmu. Aku selalu mengira hari ini akan datang, tapi aku tak pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Kamu bahkan membuatku merasa sangat bersalah. Maafkan aku Lunar... maafkan aku karena telah mengkhianati persahabatan kita. Sampaikan permintaan maafku pada Flame. Katakan pada dia, jangan pernah menangisi kepergianku. Aku terlalu jahat untuk ditangisi,” urainya.
“Dan satu hal lagi, berjanjilah padaku...” sambung Volta. “Berjanjilah kamu akan selalu menjaga dan melindungi Flame. Dia adalah gadis terbaik yang pernah aku temui. Berjanjilah....”
Mungkin itulah kata-kata terakhir yang kudengar dari Volta karena setelah mengatakan itu, dia kembali berbalik dan perlahan-lahan mulai melangkahkan kakinya menuju ke helikopter. Aku memandangnya dengan sangat sedih. Kupandangi dia terus sampai kemudian masuk ke dalam helikopter. Helikopter itu kemudian terbang meninggalkanku seorang diri terbaring tak berdaya.
*
Cukup lama aku terbaring tak bergerak usai kepergian Volta. Kemudian, samar-samar kudengar suara sebuah helikopter. Helikopter itu mendarat dan seorang wanita bergaun putih keluar dari dalamnya. Wanita berambut merah itu berlari ke arahku, menghampiriku. Dia berlutut di sampingku, memandangku cemas.
”Lunar....” ujarnya lirih.
“Flame,” jawabku. “Maafkan aku... aku, aku tak berhasil membawanya kembali....dan dia... dia sekarang telah pergi...”
Medengar itu, gadis yang tak lain adalah Flame itu menangis. Aku pun ikut menangis melihatnya. Kami berdua sama-sama menangis, menangisi kepergian sahabat kami, sahabat yang telah mengkhianati persahabatan kami.
Clown, dengan nama sandi yang berarti Badut itu, harusnya kau membuat kami tertawa. Harusnya kau membuat kami tertawa. Bukannya justru membuat kami menangis... seperti ini.