"Di sebuah gua... yang berada di dalam lautan.... tersembunyi...
raksasa benua tengah tertidur.... menanti pertarungan kolosal....
siapapun... tak seharusnya membangunkannya...."
raksasa benua tengah tertidur.... menanti pertarungan kolosal....
siapapun... tak seharusnya membangunkannya...."
Scene 76: Pencarian Gua Dasar Laut
”Kami rasa kami telah menemukan Groudon,” kata Tabitha melalui Magmavon. ”Dengarkan baik-baik...”
Aku, Flame dan Clown kemudian berkumpul untuk mendengarkan instruksi Tabitha melalui Magmavon, ponsel pintar Tim Magma yang kupegang.
”Groudon,” sambung Tabitha, ”diperkirakan ada di suatu tempat tak jauh dari pantai Lilycove. Kami mendeteksi pergerakan vulkanis di dasar laut tak jauh dari kota Lilycove. Ilmuwan kami sangat yakin bahwa Groudon ada di sana.”
”Lalu apa yang harus kami lakukan?” tanyaku tak sabar.
”Pergilah ke Pelabuhan Lilycove, disana ada sebuah pod kapal selam kecil. Gunakan itu untuk pergi ke dasar laut tempat yang diperkirakan merupakan lokasi keberadaan Groudon. Kami rasa di sana ada sebuah gua bawah laut. Yang perlu kalian lakukan adalah pergi ke sana dan pastikan Groudon tetap berada di sana sampai kami semua datang,” jawab Tabitha panjang.
”Kalian akan datang?”
”Ya, kami akan datang menyusul kesana. Bagaimanapun kalian bertiga sendiri takkan sanggup menanganinya,” jawab Tabitha. ”Saat ini kami sedang berada di barat laut Hoenn dan membutuhkan waktu lama untuk bisa mencapai lokasi. Ingat, yang perlu kalian lakukan hanyalah menjaga agar Groudon tetap di tempatnya sampai kami datang. Kami mengkhawatirkan keberadaan lawan kita. Kita tinggal selangkah lagi mendapatkan Groudon, kuharap kalian semua mau bekerja sama.”
Kami bertiga mengangguk bersamaan. ”Baik, kami mengerti dan siap membantu.”
”Baiklah, kalau begitu aku akan mengirimkan koordinat lokasinya. Segera pergi setelah menerima koordinat ini. Briefing selesai. Laksanakan!”
”Siap laksanakan!” kami menjawab bersamaan dan bersamaan dengan itu pula panggilan dari Tabitha diputus. Tak lama setelah itu sebuah koordinat terkirim ke Magamavon.
”Koordinatnya!” seru Flame tampak girang. ”Tunggu apa lagi? Ayo kita cepat pergi ke sana!” Flame langsung berlari meninggalkan kami.
”Hei, kau mau kemana?” teriakku memanggil.
“Apalagi? Tentu saja ke Pelabuhan Lilycove,” jawab Flame polos.
“Apa kau mau pergi kesana dengan pakaian seperti itu?” teriakku lagi.
Flame menghentikan langkahnya, melihat pada dirinya yang masih memakai pakaian renang dan kemudian menggaruk kepalanya. ”Oops, aku lupa!”
”Paling tidak kita kembali ke motel untuk berganti pakaian dan berkemas-kemas. Liburan ini sudah selesai,” tutur Clown. Aku dan Flame mengangguk mengiyakan.
*
Kami kembali ke motel dan mulai berkemas-kemas. Kuharap aku bisa menikmati liburanku lebih lama lagi, tetapi tugas tetaplah tugas. Lagipula sepertinya tugas ini sangat penting mengingat Tabitha sangat yakin bahwa Groudon telah ditemukan. Baiklah, inilah saat penentuan dimana aku akan berhasil menemukan Groudon dan memenuhi keinginanku!
”Kamu siap?” tanya Flame padaku yang telah selesai berkemas. Sekarang kami bertiga telah memakai seragam Tim Magma kembali.
”Demi Groudon, aku akan selalu siap,” jawabku meyakinkan. ”Sekarang ayo kita pergi ke pelabuhan.”
Setelah check out dari motel, kami berdua langsung menuju ke pelabuhan. Kami menuju tempat yang dikatakan Tabitha, dan menemukan sebuah pod kapal selam kecil yang terikat pada tiang pelabuhan. Kami menunjukkan lencana Tim Magma pada panel identifikasi dan pintu kapal selam kecil itu pun terbuka. Segera saja kami masuk ke dalamnya.
*
Kapal selam itu berukuran kecil dengan kapasitas maksmial lima orang yang bisa memasukinya. Aku tak menyangka kalau Tim Magma memiliki kapal selam seperti ini yang terapat di Pelabuhan Lilycove dengan aman. Tentu saja hanya lencana Tim Magma yang bisa membuka dan mengendalikannya sehingga hanya anggota Tim Magma sajalah yang bisa menggunakannya.
”Aku yang mengemudi,” kata Clown memimpin. ”Lunar dan Flame, kalian baca radar dan sesuaikan dengan koordinat lokasi yang kita tuju.”
Aku dan Flame mengangguk. Clown mengambil kemudi sementara aku dan Flame melihat pada radar yang ada tak jauh dari kemudi. Kami pun mulai meninggalkan pelabuhan.
*
Tampaknya Clown sudah terbiasa mengemudikan kapal selam sehingga dia tak kesulitan mengemudikan kapal selam kecil ini. Kapal ini cukup canggih dengan hampir keseluruhannya terbuat dari besi putih padat. Terbayang di kepalaku menjelajahi lautan luas dengan benda ini. Oh, andai aku punya kapal selam seperti ini, aku mungkin takkan membutuhkan rumah lagi.
Kapal selam yang kami naiki menyelam cukup jauh ke dasar laut. Semakin dalam kami menyelam, semakin sepi keadaan lautan. Sangat sedikit Pokemon laut yang kami temui dan di antaranya kebanyakan dari mereka adalah Clamperl, Pokemon berbentuk kerang dan juga Chincou, Pokemon yang memiliki lampu yang menyala terang. Kudengar terdapat banyak gua bawah laut di dalam lautan Hoenn yang sangat luas.
Lama kami menjelajahi dasar laut hingga kemudian radar kapal selam berbunyi keras. Tampaknya lokasi kami sekarang telah sesuai dengan koordinat yang diberikan Tabitha.
”Sepertinya kita sampai,” kata Clown menyimpulkan. ”Tapi kita tidak dimana-mana kecuali di tengah lautan yang gelap seperti ini.”
”Lihat itu!” tunjuk Flame keluar kaca depan kapal. ”Bisakah kau beri penerangan ke sana?”
”Aku coba.” Clown tampak mengutak-atik tombol yang ada pada dinding kemudi. Tak lama kemudian keluar sorotan lampu tajam nan menyilaukan dari lampu depan kapal. Sinar itu menyorot pada tempat yang ditunjuk oleh Flame dan kini kami bisa melihat jelas apa yang nampak di depan kami. Kami melihat sebuah gua!
Aku, Flame dan Clown kemudian berkumpul untuk mendengarkan instruksi Tabitha melalui Magmavon, ponsel pintar Tim Magma yang kupegang.
”Groudon,” sambung Tabitha, ”diperkirakan ada di suatu tempat tak jauh dari pantai Lilycove. Kami mendeteksi pergerakan vulkanis di dasar laut tak jauh dari kota Lilycove. Ilmuwan kami sangat yakin bahwa Groudon ada di sana.”
”Lalu apa yang harus kami lakukan?” tanyaku tak sabar.
”Pergilah ke Pelabuhan Lilycove, disana ada sebuah pod kapal selam kecil. Gunakan itu untuk pergi ke dasar laut tempat yang diperkirakan merupakan lokasi keberadaan Groudon. Kami rasa di sana ada sebuah gua bawah laut. Yang perlu kalian lakukan adalah pergi ke sana dan pastikan Groudon tetap berada di sana sampai kami semua datang,” jawab Tabitha panjang.
”Kalian akan datang?”
”Ya, kami akan datang menyusul kesana. Bagaimanapun kalian bertiga sendiri takkan sanggup menanganinya,” jawab Tabitha. ”Saat ini kami sedang berada di barat laut Hoenn dan membutuhkan waktu lama untuk bisa mencapai lokasi. Ingat, yang perlu kalian lakukan hanyalah menjaga agar Groudon tetap di tempatnya sampai kami datang. Kami mengkhawatirkan keberadaan lawan kita. Kita tinggal selangkah lagi mendapatkan Groudon, kuharap kalian semua mau bekerja sama.”
Kami bertiga mengangguk bersamaan. ”Baik, kami mengerti dan siap membantu.”
”Baiklah, kalau begitu aku akan mengirimkan koordinat lokasinya. Segera pergi setelah menerima koordinat ini. Briefing selesai. Laksanakan!”
”Siap laksanakan!” kami menjawab bersamaan dan bersamaan dengan itu pula panggilan dari Tabitha diputus. Tak lama setelah itu sebuah koordinat terkirim ke Magamavon.
”Koordinatnya!” seru Flame tampak girang. ”Tunggu apa lagi? Ayo kita cepat pergi ke sana!” Flame langsung berlari meninggalkan kami.
”Hei, kau mau kemana?” teriakku memanggil.
“Apalagi? Tentu saja ke Pelabuhan Lilycove,” jawab Flame polos.
“Apa kau mau pergi kesana dengan pakaian seperti itu?” teriakku lagi.
Flame menghentikan langkahnya, melihat pada dirinya yang masih memakai pakaian renang dan kemudian menggaruk kepalanya. ”Oops, aku lupa!”
”Paling tidak kita kembali ke motel untuk berganti pakaian dan berkemas-kemas. Liburan ini sudah selesai,” tutur Clown. Aku dan Flame mengangguk mengiyakan.
*
Kami kembali ke motel dan mulai berkemas-kemas. Kuharap aku bisa menikmati liburanku lebih lama lagi, tetapi tugas tetaplah tugas. Lagipula sepertinya tugas ini sangat penting mengingat Tabitha sangat yakin bahwa Groudon telah ditemukan. Baiklah, inilah saat penentuan dimana aku akan berhasil menemukan Groudon dan memenuhi keinginanku!
”Kamu siap?” tanya Flame padaku yang telah selesai berkemas. Sekarang kami bertiga telah memakai seragam Tim Magma kembali.
”Demi Groudon, aku akan selalu siap,” jawabku meyakinkan. ”Sekarang ayo kita pergi ke pelabuhan.”
Setelah check out dari motel, kami berdua langsung menuju ke pelabuhan. Kami menuju tempat yang dikatakan Tabitha, dan menemukan sebuah pod kapal selam kecil yang terikat pada tiang pelabuhan. Kami menunjukkan lencana Tim Magma pada panel identifikasi dan pintu kapal selam kecil itu pun terbuka. Segera saja kami masuk ke dalamnya.
*
Kapal selam itu berukuran kecil dengan kapasitas maksmial lima orang yang bisa memasukinya. Aku tak menyangka kalau Tim Magma memiliki kapal selam seperti ini yang terapat di Pelabuhan Lilycove dengan aman. Tentu saja hanya lencana Tim Magma yang bisa membuka dan mengendalikannya sehingga hanya anggota Tim Magma sajalah yang bisa menggunakannya.
”Aku yang mengemudi,” kata Clown memimpin. ”Lunar dan Flame, kalian baca radar dan sesuaikan dengan koordinat lokasi yang kita tuju.”
Aku dan Flame mengangguk. Clown mengambil kemudi sementara aku dan Flame melihat pada radar yang ada tak jauh dari kemudi. Kami pun mulai meninggalkan pelabuhan.
*
Tampaknya Clown sudah terbiasa mengemudikan kapal selam sehingga dia tak kesulitan mengemudikan kapal selam kecil ini. Kapal ini cukup canggih dengan hampir keseluruhannya terbuat dari besi putih padat. Terbayang di kepalaku menjelajahi lautan luas dengan benda ini. Oh, andai aku punya kapal selam seperti ini, aku mungkin takkan membutuhkan rumah lagi.
Kapal selam yang kami naiki menyelam cukup jauh ke dasar laut. Semakin dalam kami menyelam, semakin sepi keadaan lautan. Sangat sedikit Pokemon laut yang kami temui dan di antaranya kebanyakan dari mereka adalah Clamperl, Pokemon berbentuk kerang dan juga Chincou, Pokemon yang memiliki lampu yang menyala terang. Kudengar terdapat banyak gua bawah laut di dalam lautan Hoenn yang sangat luas.
Lama kami menjelajahi dasar laut hingga kemudian radar kapal selam berbunyi keras. Tampaknya lokasi kami sekarang telah sesuai dengan koordinat yang diberikan Tabitha.
”Sepertinya kita sampai,” kata Clown menyimpulkan. ”Tapi kita tidak dimana-mana kecuali di tengah lautan yang gelap seperti ini.”
”Lihat itu!” tunjuk Flame keluar kaca depan kapal. ”Bisakah kau beri penerangan ke sana?”
”Aku coba.” Clown tampak mengutak-atik tombol yang ada pada dinding kemudi. Tak lama kemudian keluar sorotan lampu tajam nan menyilaukan dari lampu depan kapal. Sinar itu menyorot pada tempat yang ditunjuk oleh Flame dan kini kami bisa melihat jelas apa yang nampak di depan kami. Kami melihat sebuah gua!
Scene 77: Memasuki Gua Dasar Laut
”Itu dia! Itu pasti gua yang dimaksud!” tunjuk Flame dengan bersemangat.
”Kemungkinannya memang begitu,” sahut Clown, ”kita akan masuk untuk memastikan.”
Clown mengemudikan podnya memasuki gua tersebut. Kami pun telah masuk ke dalam gua dalam air tersebut dan menemukan wilayah air yang cukup terang. Selebihnya hanya jalan buntu.
”Kita akan naik, hanya itu cara menemukan gua tersebut,” simpul Clown. Dia kembali mengemudikan podnya ke atas menuju permukaan.
Benar saja yang dilakukan oleh Clown. Saat pod kami telah mencapai permukaan, bukannya langit yang ada di atas kami, melainkan sebuah atap gua. Kami melihat ke luar kapal selam dan tampak daratan yang berujung pada sebuah pintu gua.
”Di sana masih ada gua lagi,” kata Flame reflek.
”Kita akan keluar sekarang,” perintahku seperti pemimpin. Clown dan Flame mengangguk.
Kami bertiga kemudian keluar dari kapal selam kecil itu. Keadaan di luar begitu lembab, aku bisa merasakan hawa dingin menerpaku seketika. Wajar saja mengingat gua ini terletak di bawah laut.
”Persiapkan Pokemon kalian, kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di dalam,” saran Clown. Aku dan Flame mengiyakan dan segera mengeluarkan Pokemon kami. Clown mengeluarkan Electabuzznya, aku mengeluarkan Sandslash, dan Flame mengeluarkan Flareon.
Kami mulai memasuki pintu gua tersebut dan mendapati sebuah gua yang dingin dan sempit. Langkah kami terhenti tatkala sampai pada sebuah batu besar yang menutup jalan.
”Sial! Kenapa bisa ada batu besar disini?” umpatku kesal.
”Jangan khawatir Lunar,” sahut Clown. ”Electabuzz, gunakan kekuatan!” perintah Clown tiba-tiba dan kemudian Electabuzz menerjang batu itu. Dengan kedua tangannya, Electabuzz berhasil mendorong batu besar itu. Rupanya Pokemon listrik itu menggunakan kekuatan atau Strength, sebuah jurus HM yang bisa mendorong batu besar atau boulder. ”Begini kan beres.”
Kami kembali melanjutkan langkah kami menyusuri gua setelah batu besar itu berhasil disingkirkan. Namun langkah kami kembali terhenti saat mencapai bebatuan kecil yang menumpuk dan menghalangi jalan kami.
”Sandslash, sekarang giliranmu!” perintahku pada Sandslash. ”Rock Smash!” Sandslash menuruti perintahku dengan baik dan menghancurkan tumpukan bebatuan yang menghalangi jalan. Jalan pun kembali terbuka.
”Kalian berdua benar-benar kompak,” puji Flame padaku dan Clown. ”Clown punya Strength sementara L punya Rock Smash. Jalan kita akan semakin mudah.”
Aku dan Clown tak menyahut pujian Flame. Entah mengapa setelah pertemuan dengan Celly di kota Lilycove, aku merasakan sesuatu yang ganjil pada diri Clown. Dan entah kenapa aku berusaha menghindar dari dia. Hal itu juga kulihat dari sikap Clown padaku. Ada apa ini?
Kami terus menyusuri setapak demi setapak gua tersebut. Beberapa kali kami menemukan batu besar dan tumpukan batu kecil. Sandslash milikku dan Electabuzz milik Clown bergantian melenyapkan halangan tersebut. Namun sama seperti aku dan Clown, kedua Pokemon kami tersebut juga bersikap dingin. Mereka memang saling membantu, tapi tanpa ada satu pun tatapan di antara keduanya. Ada apa ini? Kenapa Pokemon kami juga bersikap seperti itu? Apakah mereka merasakan apa yang dirasakan oleh pelatihnya?
Langkah kami kembali terhenti. Namun kali ini yang menghentikan kami adalah beberapa batu besar yang tersusun sejajar. Kami tak bisa sembarang menggerakkan batu-batu besar tersebut karena itu akan menutup jalan ke tempat berikutnya.
”Ini seperti teka-teki,” celetuk Flame melihat susunan batu-batu besar. ”Kita harus bisa memindahkan bebatuan ini dengan tepat tanpa menutup jalan agar kita bisa pergi ke tempat berikutnya.”
”Kau benar Flame,” sahut Clown. ”Kita perlu berpikir untuk ini.”
Kami bertiga kemudian memikirkan bagaimana untuk menyingkirkan batu-batu besar itu tanpa menutup jalan. Kami berpikir cukup lama mengingat susunan batu itu cukup rumit.
”Aha, aku bisa!” ujar Flame setengah berteriak.
”Kau yakin?” tanyaku sangsi.
Flame mengangguk. “Tak ada salahnya mencoba bukan?”
“Tapi kalau kau salah, kita takkan pernah bisa pergi lebih jauh,” sahut Clown.
“Percayalah padaku,” kata Flame dengan percaya diri, “yang kubutuhkan adalah bantuan Electabuzzmu, Clown.”
“Baiklah, bagaimanapun kita memang harus mencoba.”
Flame kemudian menunjukkan bebatuan yang harus disingkirkan dan ke arah mana mereka dipindahkan sementara Electabuzz menuruti dengan patuh mendorong batu-batu besar yang dimaksud. Pemindahan batu-batu itu memakan waktu cukup lama, mengingat batu-batu itu cukup berat untuk dipindahkan.
”Dan yang terakhir...” Flame memberikan instruksi, ”....batu itu dipindahkan ke samping.” Flame menunjuk pada sebuah batu dan Electabuzz lalu memindahkannya. Begitu batu besar itu selesai dipindahkan oleh Electabuzz, tampak sebuah pintu gua yang lain. Tebakan Flame tepat!
”Kau hebat Flame!” pujiku.
”Kubilang juga apa, percaya saja padaku,” kata Flame menyombongkan diri.
”Kita masuk sekarang, kita tak punya banyak waktu,” perintah Clown kemudian.
Kami bertiga kemudian serempak bergerak hendak memasuki pintu gua itu. Namun saat kami akan memasuki pintu gua, tiba-tiba saja Flareon milik Flame yang sedari tadi mengikuti di samping Flame berhenti. Pokemon api itu berbalik dan menggeram sambil menyeringai. Tampaknya dia menyadari sesuatu di belakang kami.
”Ada apa Flareon?” tanya Flame heran.
”Sepertinya ada sesuatu di belakang kita yang membuat Flareon terlihat waspada,” kataku menebak.
”Dia hanya takut, tak usah kamu pedulikan dia,” sahut Clown acuh. ”Lebih baik bawa dia mengikuti kita masuk ke dalam.”
Flame lalu menunduk mendekati Flareon dan mengusapnya. ”Sudahlah, tak perlu takut,” bisiknya pada Pokemon kesayangannya itu. ”Ayo kita masuk, kita sudah hampir sampai.” Usaha Flame itu berhasil menenangkan Flareon dan kami pun memasuki pintu gua di depan kami.
”Kemungkinannya memang begitu,” sahut Clown, ”kita akan masuk untuk memastikan.”
Clown mengemudikan podnya memasuki gua tersebut. Kami pun telah masuk ke dalam gua dalam air tersebut dan menemukan wilayah air yang cukup terang. Selebihnya hanya jalan buntu.
”Kita akan naik, hanya itu cara menemukan gua tersebut,” simpul Clown. Dia kembali mengemudikan podnya ke atas menuju permukaan.
Benar saja yang dilakukan oleh Clown. Saat pod kami telah mencapai permukaan, bukannya langit yang ada di atas kami, melainkan sebuah atap gua. Kami melihat ke luar kapal selam dan tampak daratan yang berujung pada sebuah pintu gua.
”Di sana masih ada gua lagi,” kata Flame reflek.
”Kita akan keluar sekarang,” perintahku seperti pemimpin. Clown dan Flame mengangguk.
Kami bertiga kemudian keluar dari kapal selam kecil itu. Keadaan di luar begitu lembab, aku bisa merasakan hawa dingin menerpaku seketika. Wajar saja mengingat gua ini terletak di bawah laut.
”Persiapkan Pokemon kalian, kita tidak tahu apa yang akan kita hadapi di dalam,” saran Clown. Aku dan Flame mengiyakan dan segera mengeluarkan Pokemon kami. Clown mengeluarkan Electabuzznya, aku mengeluarkan Sandslash, dan Flame mengeluarkan Flareon.
Kami mulai memasuki pintu gua tersebut dan mendapati sebuah gua yang dingin dan sempit. Langkah kami terhenti tatkala sampai pada sebuah batu besar yang menutup jalan.
”Sial! Kenapa bisa ada batu besar disini?” umpatku kesal.
”Jangan khawatir Lunar,” sahut Clown. ”Electabuzz, gunakan kekuatan!” perintah Clown tiba-tiba dan kemudian Electabuzz menerjang batu itu. Dengan kedua tangannya, Electabuzz berhasil mendorong batu besar itu. Rupanya Pokemon listrik itu menggunakan kekuatan atau Strength, sebuah jurus HM yang bisa mendorong batu besar atau boulder. ”Begini kan beres.”
Kami kembali melanjutkan langkah kami menyusuri gua setelah batu besar itu berhasil disingkirkan. Namun langkah kami kembali terhenti saat mencapai bebatuan kecil yang menumpuk dan menghalangi jalan kami.
”Sandslash, sekarang giliranmu!” perintahku pada Sandslash. ”Rock Smash!” Sandslash menuruti perintahku dengan baik dan menghancurkan tumpukan bebatuan yang menghalangi jalan. Jalan pun kembali terbuka.
”Kalian berdua benar-benar kompak,” puji Flame padaku dan Clown. ”Clown punya Strength sementara L punya Rock Smash. Jalan kita akan semakin mudah.”
Aku dan Clown tak menyahut pujian Flame. Entah mengapa setelah pertemuan dengan Celly di kota Lilycove, aku merasakan sesuatu yang ganjil pada diri Clown. Dan entah kenapa aku berusaha menghindar dari dia. Hal itu juga kulihat dari sikap Clown padaku. Ada apa ini?
Kami terus menyusuri setapak demi setapak gua tersebut. Beberapa kali kami menemukan batu besar dan tumpukan batu kecil. Sandslash milikku dan Electabuzz milik Clown bergantian melenyapkan halangan tersebut. Namun sama seperti aku dan Clown, kedua Pokemon kami tersebut juga bersikap dingin. Mereka memang saling membantu, tapi tanpa ada satu pun tatapan di antara keduanya. Ada apa ini? Kenapa Pokemon kami juga bersikap seperti itu? Apakah mereka merasakan apa yang dirasakan oleh pelatihnya?
Langkah kami kembali terhenti. Namun kali ini yang menghentikan kami adalah beberapa batu besar yang tersusun sejajar. Kami tak bisa sembarang menggerakkan batu-batu besar tersebut karena itu akan menutup jalan ke tempat berikutnya.
”Ini seperti teka-teki,” celetuk Flame melihat susunan batu-batu besar. ”Kita harus bisa memindahkan bebatuan ini dengan tepat tanpa menutup jalan agar kita bisa pergi ke tempat berikutnya.”
”Kau benar Flame,” sahut Clown. ”Kita perlu berpikir untuk ini.”
Kami bertiga kemudian memikirkan bagaimana untuk menyingkirkan batu-batu besar itu tanpa menutup jalan. Kami berpikir cukup lama mengingat susunan batu itu cukup rumit.
”Aha, aku bisa!” ujar Flame setengah berteriak.
”Kau yakin?” tanyaku sangsi.
Flame mengangguk. “Tak ada salahnya mencoba bukan?”
“Tapi kalau kau salah, kita takkan pernah bisa pergi lebih jauh,” sahut Clown.
“Percayalah padaku,” kata Flame dengan percaya diri, “yang kubutuhkan adalah bantuan Electabuzzmu, Clown.”
“Baiklah, bagaimanapun kita memang harus mencoba.”
Flame kemudian menunjukkan bebatuan yang harus disingkirkan dan ke arah mana mereka dipindahkan sementara Electabuzz menuruti dengan patuh mendorong batu-batu besar yang dimaksud. Pemindahan batu-batu itu memakan waktu cukup lama, mengingat batu-batu itu cukup berat untuk dipindahkan.
”Dan yang terakhir...” Flame memberikan instruksi, ”....batu itu dipindahkan ke samping.” Flame menunjuk pada sebuah batu dan Electabuzz lalu memindahkannya. Begitu batu besar itu selesai dipindahkan oleh Electabuzz, tampak sebuah pintu gua yang lain. Tebakan Flame tepat!
”Kau hebat Flame!” pujiku.
”Kubilang juga apa, percaya saja padaku,” kata Flame menyombongkan diri.
”Kita masuk sekarang, kita tak punya banyak waktu,” perintah Clown kemudian.
Kami bertiga kemudian serempak bergerak hendak memasuki pintu gua itu. Namun saat kami akan memasuki pintu gua, tiba-tiba saja Flareon milik Flame yang sedari tadi mengikuti di samping Flame berhenti. Pokemon api itu berbalik dan menggeram sambil menyeringai. Tampaknya dia menyadari sesuatu di belakang kami.
”Ada apa Flareon?” tanya Flame heran.
”Sepertinya ada sesuatu di belakang kita yang membuat Flareon terlihat waspada,” kataku menebak.
”Dia hanya takut, tak usah kamu pedulikan dia,” sahut Clown acuh. ”Lebih baik bawa dia mengikuti kita masuk ke dalam.”
Flame lalu menunduk mendekati Flareon dan mengusapnya. ”Sudahlah, tak perlu takut,” bisiknya pada Pokemon kesayangannya itu. ”Ayo kita masuk, kita sudah hampir sampai.” Usaha Flame itu berhasil menenangkan Flareon dan kami pun memasuki pintu gua di depan kami.
Scene 78: Groudon di Balik Kabut
Begitu memasuki gua itu, kabut putih nan tebal segera menyambut kami. Cukup sulit untuk menembus kabut dan menemukan jalan yang tepat. Kami pun berjalan menyusuri dinding gua untuk menghindari tersesat.
Jalan berkabut ini cukup panjang, tapi akhirnya kami menemukan sebuah ujung yang menghentikan langkah kami. ”Buntu, tak ada jalan lagi,” kata Clown setelah langkah kami terhenti. ”Apa kita jauh-jauh kesini hanya untuk ini?”
Aku dan Flame terdiam. Kami mengamati wilayah sekitar kami. Pasti ada sesuatu di tempat ini, pikirku. Mana mungkin perjalanan kami menyusuri gua yang panjang ini berakhir pada sebuah jalan buntu? Pasti ada penjelasan yang masuk akal. Tabitha mengirim kami ke tempat ini bukan untuk alasan menemukan jalan buntu berkabut.
Kabut? Ya, mungkin ada yang tersembunyi dibalik kabut ini.
“Tak ada apa-apa, yang ada hanya kabut, kita terjebak di dalam kabut,” ujar Flame mulai putus asa.
“Sepertinya perjalanan kita sia-sia,” kata Clown menyimpulkan. Ya, mungkin saja Clown benar. Kita memang tertahan di tempat ini. Kita hanya menemukan jalan buntu.
Namun saat kami sudah putus asa, tiba-tiba saja Pokemon kami menampakkan tingkah yang aneh. Ketiga Pokemon kami menggeram. Mereka semua menatap pada satu arah.
”Ada apa Sandslash?” tanyaku heran.
”Ada apa Electabuzz?” Clown ikut menanyakan pada Pokemonnya.
Pandangan kami kemudian tertuju pada arah dimana ketiga Pokemon kami menghadap. Samar-samar dibalik kabut kami melihat pantulan cahaya.
”A...ada sesuatu dibalik kabut itu,” tebakku. ”Kita mungkin tidak bisa merasakannya, tapi Pokemon kita bisa!”
”Apakah itu....” Flame mencoba menerka, namun perkataan terputus saat tiba-tiba kabut di depan kami lenyap perlahan-lahan. Kami semua tegang menunggu hingga kabut itu lenyap semuanya. Kami penasaran apa yang disembunyikan oleh kabut di dalam gua ini.
”Itu kan.... ” Flame menutup mulutnya. Matanya terbelalak seakan tak percaya dengan yang dilihatnya. Kami pun tak percaya dengan apa yang kami lihat, sesuatu yang kemudian mulai tampak terlihat jelas seiring makin berkurangnya kabut di dalam ruangan gua. Itu adalah Pokemon yang selama ini kami cari.... Groudon!
”Luar biasa!” aku terpekik melihat Groudon yang begitu besar tengah terduduk di sebuah kubangan lahar di seberang tempat kami berdiri. Tampaknya panas lahar tersebut yang mencairkan kabut.
”Akhirnya! Akhirnya kita menemukan Groudon!” Clown tampak gembira. ”Kita berhasil! Kita berhasil!”
Memang benar itulah Groudon yang selama ini kami cari. Tubuhnya begitu besar. Kulitnya berwarna merah menyala yang dikelilingi garis-garis hitam pada tangan, kaki, dan kepalanya. Legenda Hoenn itu benar-benar ada di depan kami saat ini.
Aku begitu terpesona. Inilah kedua kalinya aku melihat Groudon, namun kali ini aku bisa melihatnya begitu dekat dan begitu nyata. Tanpa terasa air mata menetes di pipiku. Kulihat Flame dan Clown juga ikut menitikkan air mata. Kami semua terharu dengan pertemuan ini.
”Itu Groudon! Itu Groudon!” Flame bersorak histeris. Dia terlihat sangat senang.
”Flame, jangan berisik! Groudon bisa menyadari keberadaan kita dan menyerang kita!” kataku panik.
”Itu tidak mungkin Lunar,” sahut Clown menenangkanku. ”Groudon tengah tertidur semenjak pertarungannya dengan Kyogre dan hanya sebuah orb yang bisa membangunkan serta menyadarkannya.”
”Orb?”
Clown mengangguk. ”Ya, Orb yang digunakan oleh para pejuang masa lalu untuk menghentikan pertarungan mereka. Saat ini kita tidak membawa orb tersebut, jadi kita bisa tenang.”
”Lalu dimana Orb itu?” tanyaku penasaran.
“Kudengar orb itu ada di gunung Pyre, tapi kupikir paman sudah memilikinya sekarang,” jawab Flame.
Orb? Jadi diperlukan sebuah orb untuk bisa membankitkan Groudon? Aku baru tahu hal itu sekarang. Tapi kejadian di gunung Chimney saat aku kecil dulu, bagaimana penjelasannya? Kalau memang Groudon tertidur lama setelah pertarungannya dengan Kyogre bertahun-tahun yang lalu, kenapa dia bisa muncul di gunung Chimney waktu itu?
Aku berhenti bertanya-tanya dalam hati. Rasa senangku melihat Groudon mengalahkan semuanya. Dengan begini ambisiku untuk menciptakan daratanku sendiri akan segera terwujud. Aku menang!
Clown benar, Groudon memang tengah tertidur. Kulihat matanya terpejam dan Pokemon benua itu sama sekali tidak bergerak sedari tadi. Berarti keberadaan kami cukup aman untuk saat ini.
”Sekarang apa yang akan kita lakukan?”
Clown mendengus. ”Bagus, Groudon telah berhasil kita temukan. Sekarang kita akan memberi laporan pada Tabitha.” Dia mengeluarkan Magmavon-nya dan mulai menghubungi Tabitha. Kami semua kemudian berkumpul untuk memberi laporan. ”Tabitha, kami berhasil menemukan Groudon,” lapor Clown.
”Itu sangat bagus,” jawab Tabitha tampak senang. ”Sekarang yang perlu kalian lakukan adalah berjaga dan menunggu disitu sampai kami semua datang.”
”Tabitha, cepatlah datang! Kau pasti akan senang bila kau melihat....” perkataan Flame terpotong saat tiba-tiba Magmavon terjatuh dari tangan Clown. Saat Flame akan mengambilnya, beberapa cahaya menyerupai bintang muncul dan mengenai Magmavon hingga hancur. Kami semua terkejut dan melihat ke arah asal serangan tersebut.
”Jangan sekali-kali melakukan hal bodoh, karena kalian takkan pernah mendapatkan Groudon, hei Tim Magma!” terdengar suara laki-laki. Kami pun menyadari ada tiga orang yang berdiri di kejauhan, tak begitu jauh.
”Si...siapa kalian?” tanyaku terkejut.
Perlahan tapi pasti kabut yang menyelimuti mereka mulai lenyap dan kami bisa melihat dengan jelas siapa yang berbicara. Tampak dua orang lelaki dan seorang wanita berpakaian garis hitam dan putih bercelana biru muda dan memakai kain bandana penutup kepala warna biru muda dengan lambang aneh yang kupikir menyerupai huruf A.
”Kami akan mencegah niat kalian dan kamilah yang akan menang!” ujar lelaki yang berada di tengah yang kutebak sebagai pemimpinnya. Di depannya tampak Starmie, Pokemon berbentuk bintang laut dengan sepuluh kaki.
"Ka... kalian...." seru Flame terperangah, "... kalian... Tim Aqua!"
Jalan berkabut ini cukup panjang, tapi akhirnya kami menemukan sebuah ujung yang menghentikan langkah kami. ”Buntu, tak ada jalan lagi,” kata Clown setelah langkah kami terhenti. ”Apa kita jauh-jauh kesini hanya untuk ini?”
Aku dan Flame terdiam. Kami mengamati wilayah sekitar kami. Pasti ada sesuatu di tempat ini, pikirku. Mana mungkin perjalanan kami menyusuri gua yang panjang ini berakhir pada sebuah jalan buntu? Pasti ada penjelasan yang masuk akal. Tabitha mengirim kami ke tempat ini bukan untuk alasan menemukan jalan buntu berkabut.
Kabut? Ya, mungkin ada yang tersembunyi dibalik kabut ini.
“Tak ada apa-apa, yang ada hanya kabut, kita terjebak di dalam kabut,” ujar Flame mulai putus asa.
“Sepertinya perjalanan kita sia-sia,” kata Clown menyimpulkan. Ya, mungkin saja Clown benar. Kita memang tertahan di tempat ini. Kita hanya menemukan jalan buntu.
Namun saat kami sudah putus asa, tiba-tiba saja Pokemon kami menampakkan tingkah yang aneh. Ketiga Pokemon kami menggeram. Mereka semua menatap pada satu arah.
”Ada apa Sandslash?” tanyaku heran.
”Ada apa Electabuzz?” Clown ikut menanyakan pada Pokemonnya.
Pandangan kami kemudian tertuju pada arah dimana ketiga Pokemon kami menghadap. Samar-samar dibalik kabut kami melihat pantulan cahaya.
”A...ada sesuatu dibalik kabut itu,” tebakku. ”Kita mungkin tidak bisa merasakannya, tapi Pokemon kita bisa!”
”Apakah itu....” Flame mencoba menerka, namun perkataan terputus saat tiba-tiba kabut di depan kami lenyap perlahan-lahan. Kami semua tegang menunggu hingga kabut itu lenyap semuanya. Kami penasaran apa yang disembunyikan oleh kabut di dalam gua ini.
”Itu kan.... ” Flame menutup mulutnya. Matanya terbelalak seakan tak percaya dengan yang dilihatnya. Kami pun tak percaya dengan apa yang kami lihat, sesuatu yang kemudian mulai tampak terlihat jelas seiring makin berkurangnya kabut di dalam ruangan gua. Itu adalah Pokemon yang selama ini kami cari.... Groudon!
”Luar biasa!” aku terpekik melihat Groudon yang begitu besar tengah terduduk di sebuah kubangan lahar di seberang tempat kami berdiri. Tampaknya panas lahar tersebut yang mencairkan kabut.
”Akhirnya! Akhirnya kita menemukan Groudon!” Clown tampak gembira. ”Kita berhasil! Kita berhasil!”
Memang benar itulah Groudon yang selama ini kami cari. Tubuhnya begitu besar. Kulitnya berwarna merah menyala yang dikelilingi garis-garis hitam pada tangan, kaki, dan kepalanya. Legenda Hoenn itu benar-benar ada di depan kami saat ini.
Aku begitu terpesona. Inilah kedua kalinya aku melihat Groudon, namun kali ini aku bisa melihatnya begitu dekat dan begitu nyata. Tanpa terasa air mata menetes di pipiku. Kulihat Flame dan Clown juga ikut menitikkan air mata. Kami semua terharu dengan pertemuan ini.
”Itu Groudon! Itu Groudon!” Flame bersorak histeris. Dia terlihat sangat senang.
”Flame, jangan berisik! Groudon bisa menyadari keberadaan kita dan menyerang kita!” kataku panik.
”Itu tidak mungkin Lunar,” sahut Clown menenangkanku. ”Groudon tengah tertidur semenjak pertarungannya dengan Kyogre dan hanya sebuah orb yang bisa membangunkan serta menyadarkannya.”
”Orb?”
Clown mengangguk. ”Ya, Orb yang digunakan oleh para pejuang masa lalu untuk menghentikan pertarungan mereka. Saat ini kita tidak membawa orb tersebut, jadi kita bisa tenang.”
”Lalu dimana Orb itu?” tanyaku penasaran.
“Kudengar orb itu ada di gunung Pyre, tapi kupikir paman sudah memilikinya sekarang,” jawab Flame.
Orb? Jadi diperlukan sebuah orb untuk bisa membankitkan Groudon? Aku baru tahu hal itu sekarang. Tapi kejadian di gunung Chimney saat aku kecil dulu, bagaimana penjelasannya? Kalau memang Groudon tertidur lama setelah pertarungannya dengan Kyogre bertahun-tahun yang lalu, kenapa dia bisa muncul di gunung Chimney waktu itu?
Aku berhenti bertanya-tanya dalam hati. Rasa senangku melihat Groudon mengalahkan semuanya. Dengan begini ambisiku untuk menciptakan daratanku sendiri akan segera terwujud. Aku menang!
Clown benar, Groudon memang tengah tertidur. Kulihat matanya terpejam dan Pokemon benua itu sama sekali tidak bergerak sedari tadi. Berarti keberadaan kami cukup aman untuk saat ini.
”Sekarang apa yang akan kita lakukan?”
Clown mendengus. ”Bagus, Groudon telah berhasil kita temukan. Sekarang kita akan memberi laporan pada Tabitha.” Dia mengeluarkan Magmavon-nya dan mulai menghubungi Tabitha. Kami semua kemudian berkumpul untuk memberi laporan. ”Tabitha, kami berhasil menemukan Groudon,” lapor Clown.
”Itu sangat bagus,” jawab Tabitha tampak senang. ”Sekarang yang perlu kalian lakukan adalah berjaga dan menunggu disitu sampai kami semua datang.”
”Tabitha, cepatlah datang! Kau pasti akan senang bila kau melihat....” perkataan Flame terpotong saat tiba-tiba Magmavon terjatuh dari tangan Clown. Saat Flame akan mengambilnya, beberapa cahaya menyerupai bintang muncul dan mengenai Magmavon hingga hancur. Kami semua terkejut dan melihat ke arah asal serangan tersebut.
”Jangan sekali-kali melakukan hal bodoh, karena kalian takkan pernah mendapatkan Groudon, hei Tim Magma!” terdengar suara laki-laki. Kami pun menyadari ada tiga orang yang berdiri di kejauhan, tak begitu jauh.
”Si...siapa kalian?” tanyaku terkejut.
Perlahan tapi pasti kabut yang menyelimuti mereka mulai lenyap dan kami bisa melihat dengan jelas siapa yang berbicara. Tampak dua orang lelaki dan seorang wanita berpakaian garis hitam dan putih bercelana biru muda dan memakai kain bandana penutup kepala warna biru muda dengan lambang aneh yang kupikir menyerupai huruf A.
”Kami akan mencegah niat kalian dan kamilah yang akan menang!” ujar lelaki yang berada di tengah yang kutebak sebagai pemimpinnya. Di depannya tampak Starmie, Pokemon berbentuk bintang laut dengan sepuluh kaki.
"Ka... kalian...." seru Flame terperangah, "... kalian... Tim Aqua!"
Scene 79: Konfrontasi dengan Tim Aqua
“Kalian Tim Aqua!” seru Flame.
Apa yang dia bilang? Tim Aqua? Jadi mereka adalah Tim Aqua yang selama ini dibicarakan oleh Tim Magma? Jadi mereka adalah Tim Aqua yang selama ini menjadi musuh Tim Magma? Tim Aqua yang berniat memperluas lautan?
“Siapa kalian? Mau apa kalian kesini?” tanya Clown garang. “Apa urusan kalian HAH?”
Lelaki di tengah tersenyum sinis sembari menyilangkan kedua tangan di depan tubuhnya. “Kau tak perlu berpura-pura lagi Clown,” ujarnya. “Masa’ kau lupa denganku, Mickey, salah satu anggota Tim Aqua yang terbaik?”
“Jangan bicara macam-macam, apa yang kalian inginkan?” sentak Clown marah. ”Lebih baik kalian segera pergi dari sini!”
”Kami takkan pergi dari sini sebelum memastikan kalian tidak mendapatkan Groudon,” jawab lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Mickey tersebut. ”Lebih baik sekarang kalian menyerah dan pergi dari sini. Biar kami yang mengurus Groudon tersebut.”
”Oh ya? Kalau kalian pikir kami takkan mendapatkan Groudon, kalian salah besar!” jawabku lantang. Takkan kubiarkan seseorang merebut apa yang telah kami perjuangkan selama ini.
Mickey kembali tersenyum jahat. ”Kalau begitu terpaksa kami menggunakan jalan kekerasan.”
”Lunar, Flame, bersiagalah!” perintah Clown cepat. Aku dan Flame mengangguk. Pokemon kami pun telah bersiap untuk bertarung.
”Starmie, water pulse!” tiba-tiba Starmie mengeluarkan deburan air yang sangat deras yang mengenai Clown dan Electabuzz. Clown dan Electabuzz terlempar jatuh ke tanah. Keduanya kemudian tampak tak berdaya.
”Kurang ajar!” umpatku keras. ”Berani-beraninya kalian!”
”Bukankah tadi sudah kubilang?” jawab Mickey. ”Serangan tadi telah membuat teman kalian dan juga Electabuzz menjadi pusing, mereka takkan bisa membantu kalian berdua sekarang. Lebih baik kalian menyerah sekarang. Biarkan Groudon menjadi milik kami sekarang dan kalian takkan bernasib sama dengan teman kalian itu.”
”Enak saja kamu bilang!” Flame tampak marah. ”Kami takkan pernah menyerah!”
”Kalau begitu terimalah ini! Starmie, water pulse!” Mickey memberi perintah dan Starmie kemudian mengeluarkan serangan yang sama, kali ini ke arah Flame. Serangan itu hampir saja mengenai Flame kalau saja Flareon tidak melindunginya. Flareon yang terkena serangan itu kemudian terlempar dan terkapar di tanah.
”Flareon!” jerit Flame. ”Kurang ajar kalian!” Flame marah. Dia mengembalikan Flareon ke dalam pokeball dan kemudian mengeluarkan pokeball yang lainnya. ”Keluarlah Crobat!” Pokemon kelelawar penentu kemenangan kami pada ujian regu khusus dulu pun muncul. ”Crobat, Supersonic!”
Crobat mengeluarkan suara keras pada ketiga anggota Tim Aqua tersebut.
”Starmie, Protect!” tiba-tiba Mickey memerintahkan Starmie cepat. Starmie lalu membuat perisai perlindungan. Supersonic berhasil mengenai kedua anggota Tim Aqua lainnya namun tidak mengenai Mickey dan Starmie miliknya. Kedua rekan Mickey langsung tak berdaya dan terjatuh di tanah. Keduanya tampak pusing dan tak sadarkan diri seperti yang dialami oleh Clown saat ini.
”Huh, kamu kira suara bodohmu itu akan mengenaiku?” ejek Mickey kemudian. ”Aku tak butuh kedua rekanku ini untuk mengalahkan kalian semua. Cukup aku saja bisa melumpuhkan kalian dan kupastikan kalian takkan pernah menangkap Groudon.”
”Dasar tak tahu diri!” Flame semakin emosi. ”Crobat, Bite!” Crobat menerjang ke arah Starmie dan menggigitnya. Starmie terlihat kesakitan dan langsung tersentak jatuh.
”Apa?” Mickey tampak terkejut dengan serangan cepat yang diberikan Crobat.
Aku tak mau diam saja melihat hal ini. Saatnya bergerak. ”Sekarang giliranku, Sandslash Slash!” Sandslash melompat dan langsung menyayat Starmie yang sedang dalam kondisi tersentak. Starmie kemudian terjatuh.
”Double Battle ya?” sentak Mickey. ”Aku takkan kalah. Cukup Starmieku saja bisa mengalahkan kalian berdua!” sesumbarnya. ”Starmie, Recover!” Starmie kemudian bangkit. Tubuhnya tiba-tiba berkilat-kilat. Rupanya dia menyembuhkan dirinya.
”Sandslash, Slash!” aku kembali memberikan perintah. Namun sebelum sayatan Sandslash mengenainya, Starmie mengeluarkan tembakan air yang telak menjatuhkan Sandslash.
”Sandslash!” jeritku melihat Sandslash yang terjatuh. Aku lalu memasukkannya ke dalam pokeball.
”Crobat, Bite!” Flame mengambil alih.
”Sudah kubilang kalian takkan bisa mengalahkanku!” Mickey tampak sangat bersemangat. ”Starmie, Thunder!” Crobat berhasil menggigit Starmie, namun bersamaan dengan itu, sebuah petir yang besar keluar dan mengenai Crobat. Crobat terjatuh dan terkapar pingsan.
”Crobat!” Flame menjerit. ”Crobat, kembalilah!” Flame mengembalikan Crobat ke dalam bola. Dia tampak tidak tenang.
”Sudah kubilang bukan?” ujar Mickey sombong. ”Hanya cukup satu Pokemon untuk bisa mengalahkan kalian. Lebih baik kusudahi sekarang juga. Starmie, Ice Beam!” Starmie mengeluarkan tembakan berwarna putih yang mengarah pada Flame. Aku yang menyadari hal itu langsung mendorong jatuh tubuh Flame ke tanah. Flame berhasil lolos dari serangan itu, tapi kakiku terkena terkena tembakan es dan membeku. Aku terjatuh di tanah tak bisa menggerakkan kakiku.
”Kurang ajar!” umpat Flame. Dia mengeluarkan pokeball dan melemparkannya cepat. ”Keluarlah Mightyena!” Mightyena, Pokemon terakhir Flame pun keluar.
”Ho, kau masih belum menyerah juga rupanya,” ujar Mickey dengan nada menyindir. ”Sudah kubilang akan sia-sia belaka.”
”Tidak, aku tidak akan menyerah!” jawab Flame berapi-api. ”Aku akan bertarung sampai titik terakhir!”
Apa yang dia bilang? Tim Aqua? Jadi mereka adalah Tim Aqua yang selama ini dibicarakan oleh Tim Magma? Jadi mereka adalah Tim Aqua yang selama ini menjadi musuh Tim Magma? Tim Aqua yang berniat memperluas lautan?
“Siapa kalian? Mau apa kalian kesini?” tanya Clown garang. “Apa urusan kalian HAH?”
Lelaki di tengah tersenyum sinis sembari menyilangkan kedua tangan di depan tubuhnya. “Kau tak perlu berpura-pura lagi Clown,” ujarnya. “Masa’ kau lupa denganku, Mickey, salah satu anggota Tim Aqua yang terbaik?”
“Jangan bicara macam-macam, apa yang kalian inginkan?” sentak Clown marah. ”Lebih baik kalian segera pergi dari sini!”
”Kami takkan pergi dari sini sebelum memastikan kalian tidak mendapatkan Groudon,” jawab lelaki yang memperkenalkan dirinya sebagai Mickey tersebut. ”Lebih baik sekarang kalian menyerah dan pergi dari sini. Biar kami yang mengurus Groudon tersebut.”
”Oh ya? Kalau kalian pikir kami takkan mendapatkan Groudon, kalian salah besar!” jawabku lantang. Takkan kubiarkan seseorang merebut apa yang telah kami perjuangkan selama ini.
Mickey kembali tersenyum jahat. ”Kalau begitu terpaksa kami menggunakan jalan kekerasan.”
”Lunar, Flame, bersiagalah!” perintah Clown cepat. Aku dan Flame mengangguk. Pokemon kami pun telah bersiap untuk bertarung.
”Starmie, water pulse!” tiba-tiba Starmie mengeluarkan deburan air yang sangat deras yang mengenai Clown dan Electabuzz. Clown dan Electabuzz terlempar jatuh ke tanah. Keduanya kemudian tampak tak berdaya.
”Kurang ajar!” umpatku keras. ”Berani-beraninya kalian!”
”Bukankah tadi sudah kubilang?” jawab Mickey. ”Serangan tadi telah membuat teman kalian dan juga Electabuzz menjadi pusing, mereka takkan bisa membantu kalian berdua sekarang. Lebih baik kalian menyerah sekarang. Biarkan Groudon menjadi milik kami sekarang dan kalian takkan bernasib sama dengan teman kalian itu.”
”Enak saja kamu bilang!” Flame tampak marah. ”Kami takkan pernah menyerah!”
”Kalau begitu terimalah ini! Starmie, water pulse!” Mickey memberi perintah dan Starmie kemudian mengeluarkan serangan yang sama, kali ini ke arah Flame. Serangan itu hampir saja mengenai Flame kalau saja Flareon tidak melindunginya. Flareon yang terkena serangan itu kemudian terlempar dan terkapar di tanah.
”Flareon!” jerit Flame. ”Kurang ajar kalian!” Flame marah. Dia mengembalikan Flareon ke dalam pokeball dan kemudian mengeluarkan pokeball yang lainnya. ”Keluarlah Crobat!” Pokemon kelelawar penentu kemenangan kami pada ujian regu khusus dulu pun muncul. ”Crobat, Supersonic!”
Crobat mengeluarkan suara keras pada ketiga anggota Tim Aqua tersebut.
”Starmie, Protect!” tiba-tiba Mickey memerintahkan Starmie cepat. Starmie lalu membuat perisai perlindungan. Supersonic berhasil mengenai kedua anggota Tim Aqua lainnya namun tidak mengenai Mickey dan Starmie miliknya. Kedua rekan Mickey langsung tak berdaya dan terjatuh di tanah. Keduanya tampak pusing dan tak sadarkan diri seperti yang dialami oleh Clown saat ini.
”Huh, kamu kira suara bodohmu itu akan mengenaiku?” ejek Mickey kemudian. ”Aku tak butuh kedua rekanku ini untuk mengalahkan kalian semua. Cukup aku saja bisa melumpuhkan kalian dan kupastikan kalian takkan pernah menangkap Groudon.”
”Dasar tak tahu diri!” Flame semakin emosi. ”Crobat, Bite!” Crobat menerjang ke arah Starmie dan menggigitnya. Starmie terlihat kesakitan dan langsung tersentak jatuh.
”Apa?” Mickey tampak terkejut dengan serangan cepat yang diberikan Crobat.
Aku tak mau diam saja melihat hal ini. Saatnya bergerak. ”Sekarang giliranku, Sandslash Slash!” Sandslash melompat dan langsung menyayat Starmie yang sedang dalam kondisi tersentak. Starmie kemudian terjatuh.
”Double Battle ya?” sentak Mickey. ”Aku takkan kalah. Cukup Starmieku saja bisa mengalahkan kalian berdua!” sesumbarnya. ”Starmie, Recover!” Starmie kemudian bangkit. Tubuhnya tiba-tiba berkilat-kilat. Rupanya dia menyembuhkan dirinya.
”Sandslash, Slash!” aku kembali memberikan perintah. Namun sebelum sayatan Sandslash mengenainya, Starmie mengeluarkan tembakan air yang telak menjatuhkan Sandslash.
”Sandslash!” jeritku melihat Sandslash yang terjatuh. Aku lalu memasukkannya ke dalam pokeball.
”Crobat, Bite!” Flame mengambil alih.
”Sudah kubilang kalian takkan bisa mengalahkanku!” Mickey tampak sangat bersemangat. ”Starmie, Thunder!” Crobat berhasil menggigit Starmie, namun bersamaan dengan itu, sebuah petir yang besar keluar dan mengenai Crobat. Crobat terjatuh dan terkapar pingsan.
”Crobat!” Flame menjerit. ”Crobat, kembalilah!” Flame mengembalikan Crobat ke dalam bola. Dia tampak tidak tenang.
”Sudah kubilang bukan?” ujar Mickey sombong. ”Hanya cukup satu Pokemon untuk bisa mengalahkan kalian. Lebih baik kusudahi sekarang juga. Starmie, Ice Beam!” Starmie mengeluarkan tembakan berwarna putih yang mengarah pada Flame. Aku yang menyadari hal itu langsung mendorong jatuh tubuh Flame ke tanah. Flame berhasil lolos dari serangan itu, tapi kakiku terkena terkena tembakan es dan membeku. Aku terjatuh di tanah tak bisa menggerakkan kakiku.
”Kurang ajar!” umpat Flame. Dia mengeluarkan pokeball dan melemparkannya cepat. ”Keluarlah Mightyena!” Mightyena, Pokemon terakhir Flame pun keluar.
”Ho, kau masih belum menyerah juga rupanya,” ujar Mickey dengan nada menyindir. ”Sudah kubilang akan sia-sia belaka.”
”Tidak, aku tidak akan menyerah!” jawab Flame berapi-api. ”Aku akan bertarung sampai titik terakhir!”
Scene 80: Starmie yang Kuat
”Aku akan bertarung sampai titik terakhir!”
Flame begitu bersemangat. Sepertinya dia memang sangat ingin mendapatkan Groudon dan berusaha mempertahankannya dengan sekuat tenaga. Aku tak heran mengingat motivasinya mendapatkan Groudon.
”Lunar, kau tak apa-apa?” tanya Flame mengkhawatirkanku.
”Aku tak apa-apa, hanya saja kakiku membeku,” jawabku.
”Serahkan ini padaku, aku yakin bisa menjatuhkannya,” ujar Flame lagi. Aku hanya mengangguk.
”Starmie, Swift!” Mickey kembali memberi perintah dan Starmie mengeluarkan tembakan sinar berbentuk bintang sebagaimana yang menghancurkan Magmavon tadi. Serangan itu tepat mengenai Mightyena. Swift memang tidak bisa dihindari dan memiliki akurasi tinggi.
”Mightyena, jangan mau kalah! Shadow Ball!” Flame balas memberi perintah. Mightyena mengeluarkan bola bayangan yang meluncur ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” lagi-lagi Starmie membentuk perisai perlindungan seperti saat Crobat menggunakan Supersonic tadi. Bola bayangan Mightyena pun meleset.
”Sial!” Flame tampak kesal. ”Tapi kau tak bisa menghindar lagi sekarang, Mightyena Bite!” Mightyena melompat ke arah Starmie dan menggigit Starmie.
”Kau mengulangi kesalahan yang sama! Starmie, Thunder!” Tiba-tiba petir besar kembali muncul dan kali ini mengenai Mightyena. Mightyena terjatuh dan kesakitan.
”Mightyena, bertahanlah!” teriak Flame penuh harap. ”Bangkitlah!”
Namun serangan tadi cukup telak mengenai Mightyena sehingga Mightyena tidak bisa bangkit dan dia pingsan tak mampu melanjutkan pertarungan. Flame pun mengembalikannya ke dalam pokeball.
”Hahaha! Kalian lihat sendiri bukan?” Mickey tertawa mengejek. ”Cukup Starmieku saja untuk melumpuhkan kalian semua. Menyerahlah sekarang!”
Sepertinya Mickey benar. Hanya dengan Starmie miliknya saja dia berhasil menjatuhkan semua Pokemon milik Flame. Sandslash saja tak berdaya menghadapinya. Starmie miliknya benar-benar kuat. Namun bukan saatnya memuji musuh.
Flame terdiam. Dia mulai tampak putus asa. Bagaimanapun semua Pokemon yang dimilikinya telah terkalahkan. Dia tak bisa berkata-kata lagi.
“Sekarang, saatnya untuk membekukan kalian semua!” Mickey berteriak keras. “Starmie, Blizzard!” Starmie mengeluarkan angin putih yang diikuti dengan salju dan es yang berputar membentuk sebuah badai salju. Ini adalah serangan yang sangat berbahaya!
”Ninjask, keluarlah!” aku dengan cepat mengeluarkan Ninjask, namun sepertinya terlambat. Ninjask memang sudah keluar, namun dia langsung membeku dan terjatuh saat berusaha melindungiku. Hal yang sama terjadi pada Flame dan Clown. Mereka semuanya membeku!
”Tidak!!!” teriakku marah. Aku berusaha keras untuk bangkit berdiri, tapi kakiku membeku dan masih belum juga bisa digerakkan. Sial!
”Ho, kamu selamat rupanya,” ujar Mickey begitu menyadari aku tidak membeku. ”Pintar sekali kamu, mengeluarkan Pokemon untuk melindungimu. Tapi takkan terjadi lagi!”
Aku terbaring putus asa. Kulihat Flame dan Clown yang membeku. Kami sudah kalah besar. Kini tinggal aku saja yang bertahan sementara aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dalam keputusasaan itulah tiba-tiba muncul sinar yang sangat panas entah darimana datangnya. Aku kemudian melihat ke arah Groudon. Sepertinya sinar itu muncul akibat kemampuan Groudon yang bisa memunculkan kemarau.
Melihat Groudon membuatku kembali bersemangat. Aku takkan menyerah begitu saja. Selama ini aku telah berjuang keras untuk bisa mendapatkan Groudon dan memenuhi impianku. Aku takkan menyerah sebelum impianku tercapai. Dan siapapun yang menghalangiku, harus aku singkirkan.
Flame juga demikian. Dia juga begitu bersemangat dalam pertarungan ini, maka aku tidak boleh kalah dari Tim Aqua. Aku harus bangkit, mengalahkan Mickey, menyelamatkan Flame, dan mendapatkan Groudon. Aku telah berjanji pada Tabitha untuk menjaga Groudon selama mereka dalam perjalanan menuju kesini. Karena itu aku harus terus berjuang! Aku tak boleh kalah, aku tak boleh kalah! Tinggal selangkah lagi... tinggal selangkah lagi untuk memenuhi impianku!
”Kuakhiri sekarang, Starmie, Ice Beam!”
”Tropius, Protect!”
Tiba-tiba muncul Tropius di depanku dan langsung membuat perisai perlindungan yang menggagalkan tembakan es Starmie.
”Apa?” Mickey tampak terkejut. ”Tidak mungkin! Jadi kamu masih punya Pokemon?”
”Ya, aku hampir saja lupa kalau aku memiliki Tropius, pokemon buah,” jawabku lantang. ”Aku tak sengaja mengeluarkannya saat kau menggunakan badai salju. Terima kasih pada Ninjask sehingga nest ball berisi tropius tidak membeku.”
”Huh, tapi itu akan sama saja,” dengus Mickey kesal, ”bahkan Tropiusmu lemah empat kali lipat terhadap serangan bertipe es. Cukup menembaknya dengan tembakan es sekali saja untuk bisa menjatuhkannya.”
”Oh ya?” Aku kemudian bangkit berdiri. Aku memaksakan menggerakkan kakiku hingga es yang membelenggu kakiku hancur. Aku pun kini bisa berdiri tegap walaupun kakiku masih terasa sangat dingin. ”Coba bekukan kami bila kamu bisa!”
Flame begitu bersemangat. Sepertinya dia memang sangat ingin mendapatkan Groudon dan berusaha mempertahankannya dengan sekuat tenaga. Aku tak heran mengingat motivasinya mendapatkan Groudon.
”Lunar, kau tak apa-apa?” tanya Flame mengkhawatirkanku.
”Aku tak apa-apa, hanya saja kakiku membeku,” jawabku.
”Serahkan ini padaku, aku yakin bisa menjatuhkannya,” ujar Flame lagi. Aku hanya mengangguk.
”Starmie, Swift!” Mickey kembali memberi perintah dan Starmie mengeluarkan tembakan sinar berbentuk bintang sebagaimana yang menghancurkan Magmavon tadi. Serangan itu tepat mengenai Mightyena. Swift memang tidak bisa dihindari dan memiliki akurasi tinggi.
”Mightyena, jangan mau kalah! Shadow Ball!” Flame balas memberi perintah. Mightyena mengeluarkan bola bayangan yang meluncur ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” lagi-lagi Starmie membentuk perisai perlindungan seperti saat Crobat menggunakan Supersonic tadi. Bola bayangan Mightyena pun meleset.
”Sial!” Flame tampak kesal. ”Tapi kau tak bisa menghindar lagi sekarang, Mightyena Bite!” Mightyena melompat ke arah Starmie dan menggigit Starmie.
”Kau mengulangi kesalahan yang sama! Starmie, Thunder!” Tiba-tiba petir besar kembali muncul dan kali ini mengenai Mightyena. Mightyena terjatuh dan kesakitan.
”Mightyena, bertahanlah!” teriak Flame penuh harap. ”Bangkitlah!”
Namun serangan tadi cukup telak mengenai Mightyena sehingga Mightyena tidak bisa bangkit dan dia pingsan tak mampu melanjutkan pertarungan. Flame pun mengembalikannya ke dalam pokeball.
”Hahaha! Kalian lihat sendiri bukan?” Mickey tertawa mengejek. ”Cukup Starmieku saja untuk melumpuhkan kalian semua. Menyerahlah sekarang!”
Sepertinya Mickey benar. Hanya dengan Starmie miliknya saja dia berhasil menjatuhkan semua Pokemon milik Flame. Sandslash saja tak berdaya menghadapinya. Starmie miliknya benar-benar kuat. Namun bukan saatnya memuji musuh.
Flame terdiam. Dia mulai tampak putus asa. Bagaimanapun semua Pokemon yang dimilikinya telah terkalahkan. Dia tak bisa berkata-kata lagi.
“Sekarang, saatnya untuk membekukan kalian semua!” Mickey berteriak keras. “Starmie, Blizzard!” Starmie mengeluarkan angin putih yang diikuti dengan salju dan es yang berputar membentuk sebuah badai salju. Ini adalah serangan yang sangat berbahaya!
”Ninjask, keluarlah!” aku dengan cepat mengeluarkan Ninjask, namun sepertinya terlambat. Ninjask memang sudah keluar, namun dia langsung membeku dan terjatuh saat berusaha melindungiku. Hal yang sama terjadi pada Flame dan Clown. Mereka semuanya membeku!
”Tidak!!!” teriakku marah. Aku berusaha keras untuk bangkit berdiri, tapi kakiku membeku dan masih belum juga bisa digerakkan. Sial!
”Ho, kamu selamat rupanya,” ujar Mickey begitu menyadari aku tidak membeku. ”Pintar sekali kamu, mengeluarkan Pokemon untuk melindungimu. Tapi takkan terjadi lagi!”
Aku terbaring putus asa. Kulihat Flame dan Clown yang membeku. Kami sudah kalah besar. Kini tinggal aku saja yang bertahan sementara aku tak bisa berbuat apa-apa lagi. Dalam keputusasaan itulah tiba-tiba muncul sinar yang sangat panas entah darimana datangnya. Aku kemudian melihat ke arah Groudon. Sepertinya sinar itu muncul akibat kemampuan Groudon yang bisa memunculkan kemarau.
Melihat Groudon membuatku kembali bersemangat. Aku takkan menyerah begitu saja. Selama ini aku telah berjuang keras untuk bisa mendapatkan Groudon dan memenuhi impianku. Aku takkan menyerah sebelum impianku tercapai. Dan siapapun yang menghalangiku, harus aku singkirkan.
Flame juga demikian. Dia juga begitu bersemangat dalam pertarungan ini, maka aku tidak boleh kalah dari Tim Aqua. Aku harus bangkit, mengalahkan Mickey, menyelamatkan Flame, dan mendapatkan Groudon. Aku telah berjanji pada Tabitha untuk menjaga Groudon selama mereka dalam perjalanan menuju kesini. Karena itu aku harus terus berjuang! Aku tak boleh kalah, aku tak boleh kalah! Tinggal selangkah lagi... tinggal selangkah lagi untuk memenuhi impianku!
”Kuakhiri sekarang, Starmie, Ice Beam!”
”Tropius, Protect!”
Tiba-tiba muncul Tropius di depanku dan langsung membuat perisai perlindungan yang menggagalkan tembakan es Starmie.
”Apa?” Mickey tampak terkejut. ”Tidak mungkin! Jadi kamu masih punya Pokemon?”
”Ya, aku hampir saja lupa kalau aku memiliki Tropius, pokemon buah,” jawabku lantang. ”Aku tak sengaja mengeluarkannya saat kau menggunakan badai salju. Terima kasih pada Ninjask sehingga nest ball berisi tropius tidak membeku.”
”Huh, tapi itu akan sama saja,” dengus Mickey kesal, ”bahkan Tropiusmu lemah empat kali lipat terhadap serangan bertipe es. Cukup menembaknya dengan tembakan es sekali saja untuk bisa menjatuhkannya.”
”Oh ya?” Aku kemudian bangkit berdiri. Aku memaksakan menggerakkan kakiku hingga es yang membelenggu kakiku hancur. Aku pun kini bisa berdiri tegap walaupun kakiku masih terasa sangat dingin. ”Coba bekukan kami bila kamu bisa!”
Scene 81: Tropius Sang Penentu
”Coba bekukan kami kalau kamu bisa!” tantangku. Selangkah lagi aku akan mendapatkan Groudon dan akan kuakhiri ini dengan cepat. Entah mengapa aku merasa pernah mengalami hal seperti ini. Aku merasa pernah bertemu dengan lelaki bernama Mickey dan juga Starmie miliknya. Tapi kenapa aku tak bisa mengingatnya dengan jelas?
”Baiklah, kamu yang minta!” Mickey tampak menggebu-gebu. ”Starmie, Ice Beam!” Starmie mengeluarkan tembakan esnya ke arah Tropius.
”Tropius, Protect!” segera setelah mendengar perintahku, Tropius kembali membentuk perisai perlindungan. Tembakan es Starmie kembali meleset.
”Apa?!”
”Sekarang giliranku,” balasku. ”Tropius, Razor Leaf!” Tropius mengeluarkan dedaunan tajam yang kemudian bergerak cepat ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” cegah Mickey. Daun-daun pemotong itupun meleset.
Sial, lagi-lagi dia menggunakan perlindungan. Padahal hanya satu serangan daun pemotong saja dan kami memenangkan pertarungan ini. Tipe air Starmie bisa dengan mudah dikalahkan oleh serangan bertipe rumput (grass) seperti razor leaf.
”Makin seru saja.” Mickey menyeringai. ”Kamu mencoba menjatuhkan Starmie dengan serangan bertipe rumput sementara aku mencoba menjatuhkan Tropius dengan serangan bertipe es (ice). Dan kita kemudian saling melindungi Pokemon masing-masing dengan Protect. Menarik, sangat menarik.”
”Ya, sangat menarik,” balasku. ”Protect melawan protect. Kita lihat perlindungan siapa yang paling kuat dan lama bertahan! Tropius, razor leaf!”
”Starmie, Protect!”
Daun-daun pemotong Tropius kembali gagal. Lalu Starmie mengeluarkan tembakan esnya dan kembali gagal setelah Tropius menggunakan perlindungan.
”Starmie, Ice Beam!”
”Tropius, Protect!” Tropius berusaha membuat perisai perlindungan, namun kali ini gagal dan tembakan es meluncur cepat ke arahnya. ”Tropius!!!”
Beruntung tembakan es itu meleset setelah Tropius berhasil menghindarinya dengan cepat. Aku tak menyangka gerakan Tropius bisa secepat itu. Ah, aku ingat! Tropius bisa secepat itu karena sinar panas yang dikeluarkan oleh Groudon mengaktifkan kemampuannya. Berarti Tropius milikku memiliki kemampuan chlorofil, kemampuan yang melipatgandakan kecepatan apabila dalam keadaan sinar matahari yang intens.
”Kamu lihat sendiri kan? Protect Tropius hanya sampai di situ. Kamu beruntung serangan Starmie meleset,” Mickey berkomentar. ”Dan kupastikan serangan berikut ini takkan meleset!”
Mungkin kecepatan Tropius berlipat ganda, namun kemungkinan serangan Starmie mengenainya masih sangat besar. Bagaimanapun aku tak bisa bergantung lagi pada protect yang bisa gagal dalam setiap suksesi. Aku harus memulai inisiatif serangan terlebih dahulu.... dan sinar yang disebabkan oleh Groudon memberiku sebuah ide. Kuharap Tropius telah memiliki jurus ini, mengingat aku baru pertama kali ini menggunakan Tropius dalam pertarungan. Inilah kesempatanku satu-satunya.
”Tropius, Solar Beam!” perintahku cepat sebelum Mickey sempat memberikan perintah pada Starmie.
”Apa? Solar Beam?” Mickey tercengang. ”Apa kamu bodoh? Kamu hanya membuang giliran pertarungan. Jurus itu akan muncul pada giliran kedua, dan aku akan mengalahkanmu pada giliran pertama ini! Starmie, Ice....” baru saja Mickey hendak memerintahkan Starmie saat sebuah sinar terang muncul dari tubuh Tropius dan mengarah tepat mengenai Starmie. Starmie terjatuh, terkapar, dan tidak sanggup meneruskan pertarungan.
”Ti...tidak mungkin!” Mickey terperangah tak percaya. ”Bagaimana mungkin Tropius mengeluarkan solar bea, pada gliran pertama?”
”Ini karena kamu tidak memperhatikan lingkunganmu,” jawabku santai.
”Lingkungan?”
”Ya, lihatlah sinar terang di sekitarmu.” Aku menunjuk pada seisi ruangan. “Itu adalah sinar surya intens yang disebabkan oleh kemampuan Drought, kemarau milik Groudon. Groudon mungkin tertidur, tapi kemampuannya tidak.”
“Drought?” Mickey tampak masih belum mengerti. Dasar telmi!
” Solarbeam memang baru muncul pada giliran kedua, di mana pada giliran pertama Tropius akan mengumpulkan cahaya untuk menciptakan tembakan surya. Namun itu tidak perlu karena sinar yang terkumpul sudah cukup banyak akibat Drought dari Groudon. Karenanya, Tropius hanya membutuhkan satu giliran saja untuk mengeluarkan solar beam.”
Mickey jatuh berlutut di atas tanah. Dia tampak putus asa. Tak terlihat lagi wajah sombongnya dan keyakinan tingginya yang diperlihatkan sedari tadi. Dia telah kalah.
”Kenapa... kenapa aku bisa kalah?” tanyanya meracau. ”Padahal... padahal Starmie telah aku latih dengan sangat baik. Padahal dia selalu memenangkan pertarungan Pokemon. Dia Pokemon yang kuat. Aku tak pernah kalah sebelum ini. Kenapa?”
”Itu karena kamu meremehkan kerja sama tim,” jawabku kemudian. ”Kau begitu yakin dengan kemampuanmu sendiri sehingga kau merasa mampu melakukan segalanya seorang diri. Kamu bilang kamu tak membutuhkan kedua rekanmu itu, tapi sebenarnya kamu sangat membutuhkan mereka.
”Flame, rekan satu timku mungkin berhasil kamu kalahkan, namun masih ada aku yang akan menggantikannya, yang akan mendukungnya. Sementara kamu, kamu sudah kehilangan rekanmu karena hanya mengandalkan dirimu sendiri. Kamu harus tahu, tidak semua hal bisa dilakukan seorang diri.” Bah, ngomong apalagi aku ini? Bisa-bisanya dalam suasana seperti ini aku menasehati seorang musuh.
Mickey hanya terdiam. Dia menunduk dan terus menunduk, seakan kekalahannya adalah kegagalan yang sangat menyakitkan. Seolah dia baru saja dinyatakan tidak lulus dalam ujian nasional sehingga semua semangatnya lenyap tanpa bekas. Mungkin sebentar lagi dia akan bunuh diri.
”Dasar tak berguna!” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari arah tempat Mickey berada.
Apa? Suara siapa itu? Apa masih ada yang lainnya?
”Baiklah, kamu yang minta!” Mickey tampak menggebu-gebu. ”Starmie, Ice Beam!” Starmie mengeluarkan tembakan esnya ke arah Tropius.
”Tropius, Protect!” segera setelah mendengar perintahku, Tropius kembali membentuk perisai perlindungan. Tembakan es Starmie kembali meleset.
”Apa?!”
”Sekarang giliranku,” balasku. ”Tropius, Razor Leaf!” Tropius mengeluarkan dedaunan tajam yang kemudian bergerak cepat ke arah Starmie.
”Starmie, Protect!” cegah Mickey. Daun-daun pemotong itupun meleset.
Sial, lagi-lagi dia menggunakan perlindungan. Padahal hanya satu serangan daun pemotong saja dan kami memenangkan pertarungan ini. Tipe air Starmie bisa dengan mudah dikalahkan oleh serangan bertipe rumput (grass) seperti razor leaf.
”Makin seru saja.” Mickey menyeringai. ”Kamu mencoba menjatuhkan Starmie dengan serangan bertipe rumput sementara aku mencoba menjatuhkan Tropius dengan serangan bertipe es (ice). Dan kita kemudian saling melindungi Pokemon masing-masing dengan Protect. Menarik, sangat menarik.”
”Ya, sangat menarik,” balasku. ”Protect melawan protect. Kita lihat perlindungan siapa yang paling kuat dan lama bertahan! Tropius, razor leaf!”
”Starmie, Protect!”
Daun-daun pemotong Tropius kembali gagal. Lalu Starmie mengeluarkan tembakan esnya dan kembali gagal setelah Tropius menggunakan perlindungan.
”Starmie, Ice Beam!”
”Tropius, Protect!” Tropius berusaha membuat perisai perlindungan, namun kali ini gagal dan tembakan es meluncur cepat ke arahnya. ”Tropius!!!”
Beruntung tembakan es itu meleset setelah Tropius berhasil menghindarinya dengan cepat. Aku tak menyangka gerakan Tropius bisa secepat itu. Ah, aku ingat! Tropius bisa secepat itu karena sinar panas yang dikeluarkan oleh Groudon mengaktifkan kemampuannya. Berarti Tropius milikku memiliki kemampuan chlorofil, kemampuan yang melipatgandakan kecepatan apabila dalam keadaan sinar matahari yang intens.
”Kamu lihat sendiri kan? Protect Tropius hanya sampai di situ. Kamu beruntung serangan Starmie meleset,” Mickey berkomentar. ”Dan kupastikan serangan berikut ini takkan meleset!”
Mungkin kecepatan Tropius berlipat ganda, namun kemungkinan serangan Starmie mengenainya masih sangat besar. Bagaimanapun aku tak bisa bergantung lagi pada protect yang bisa gagal dalam setiap suksesi. Aku harus memulai inisiatif serangan terlebih dahulu.... dan sinar yang disebabkan oleh Groudon memberiku sebuah ide. Kuharap Tropius telah memiliki jurus ini, mengingat aku baru pertama kali ini menggunakan Tropius dalam pertarungan. Inilah kesempatanku satu-satunya.
”Tropius, Solar Beam!” perintahku cepat sebelum Mickey sempat memberikan perintah pada Starmie.
”Apa? Solar Beam?” Mickey tercengang. ”Apa kamu bodoh? Kamu hanya membuang giliran pertarungan. Jurus itu akan muncul pada giliran kedua, dan aku akan mengalahkanmu pada giliran pertama ini! Starmie, Ice....” baru saja Mickey hendak memerintahkan Starmie saat sebuah sinar terang muncul dari tubuh Tropius dan mengarah tepat mengenai Starmie. Starmie terjatuh, terkapar, dan tidak sanggup meneruskan pertarungan.
”Ti...tidak mungkin!” Mickey terperangah tak percaya. ”Bagaimana mungkin Tropius mengeluarkan solar bea, pada gliran pertama?”
”Ini karena kamu tidak memperhatikan lingkunganmu,” jawabku santai.
”Lingkungan?”
”Ya, lihatlah sinar terang di sekitarmu.” Aku menunjuk pada seisi ruangan. “Itu adalah sinar surya intens yang disebabkan oleh kemampuan Drought, kemarau milik Groudon. Groudon mungkin tertidur, tapi kemampuannya tidak.”
“Drought?” Mickey tampak masih belum mengerti. Dasar telmi!
” Solarbeam memang baru muncul pada giliran kedua, di mana pada giliran pertama Tropius akan mengumpulkan cahaya untuk menciptakan tembakan surya. Namun itu tidak perlu karena sinar yang terkumpul sudah cukup banyak akibat Drought dari Groudon. Karenanya, Tropius hanya membutuhkan satu giliran saja untuk mengeluarkan solar beam.”
Mickey jatuh berlutut di atas tanah. Dia tampak putus asa. Tak terlihat lagi wajah sombongnya dan keyakinan tingginya yang diperlihatkan sedari tadi. Dia telah kalah.
”Kenapa... kenapa aku bisa kalah?” tanyanya meracau. ”Padahal... padahal Starmie telah aku latih dengan sangat baik. Padahal dia selalu memenangkan pertarungan Pokemon. Dia Pokemon yang kuat. Aku tak pernah kalah sebelum ini. Kenapa?”
”Itu karena kamu meremehkan kerja sama tim,” jawabku kemudian. ”Kau begitu yakin dengan kemampuanmu sendiri sehingga kau merasa mampu melakukan segalanya seorang diri. Kamu bilang kamu tak membutuhkan kedua rekanmu itu, tapi sebenarnya kamu sangat membutuhkan mereka.
”Flame, rekan satu timku mungkin berhasil kamu kalahkan, namun masih ada aku yang akan menggantikannya, yang akan mendukungnya. Sementara kamu, kamu sudah kehilangan rekanmu karena hanya mengandalkan dirimu sendiri. Kamu harus tahu, tidak semua hal bisa dilakukan seorang diri.” Bah, ngomong apalagi aku ini? Bisa-bisanya dalam suasana seperti ini aku menasehati seorang musuh.
Mickey hanya terdiam. Dia menunduk dan terus menunduk, seakan kekalahannya adalah kegagalan yang sangat menyakitkan. Seolah dia baru saja dinyatakan tidak lulus dalam ujian nasional sehingga semua semangatnya lenyap tanpa bekas. Mungkin sebentar lagi dia akan bunuh diri.
”Dasar tak berguna!” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita dari arah tempat Mickey berada.
Apa? Suara siapa itu? Apa masih ada yang lainnya?
Scene 82: Takluknya Elite Grunt
”Dasar tak berguna!” terdengar suara wanita dari arah tempat Mickey berada. ”Percuma saja aku memerintahkanmu, Mickey.”
Seorang wanita berambut merah dengan kostum Tim Aqua, namun dengan sebuah rompi biru muda dan kaos berwarna hitam berjalan mendekati Mickey dari belakangnya. Wanita itu kemudian berhenti di samping Mickey.
”No... Nona Shelly!” Mickey tampak terkejut melihat kehadiran wanita itu. ”Ma... maafkan aku Nona Shelly, aku tak bisa mengalahkan dia.”
”Kamu memang tidak becus,” jawab wanita yang oleh Mickey dipanggil Nona Shelly itu. ”Menghadapi tikus satu ini saja kau tidak bisa. Memangnya sehebat apa sih dia?”
Aku menggeram marah mendengar dia memanggilku dengan sebutan tikus. ”Siapa kamu? Apa kamu anggota Tim Aqua juga?” tanyaku bodoh. Jelas-jelas dia mengenakan kostum Tim Aqua.
Shelly tersenyum. “Kuperkenalkan diriku, namaku Shelly, dan aku adalah admin Tim Aqua.”
“Admin... Tim Aqua?” Jadi wanita yang dipanggil Nona Shelly itu adalah admin dari tim Aqua?
“Ya, aku admin Tim Aqua, tangan kanan Archie, pemimpin kami,” jawab Shelly. “Kupikir tadinya aku akan bertemu dengan Tabitha disini. Tapi ternyata hanya grunt biasa sepertimu. Heran, kenapa si bodoh Mickey ini tak bisa menjatuhkanmu. Padahal kulihat kedua temanmu sudah membeku. Tampaknya memang harus aku sendiri yang membekukanmu.”
”Coba saja kalau bisa!” tantangku, meski aku sendiri tidak yakin dengan apa yang kukatakan. Saat ini aku berhadapan dengan admin Tim Aqua yang tentunya lebih hebat dari Mickey.
”Oke, jangan lari bocah!” sahut Shelly. ”Keluarlah, Crawdaunt!” Shelly melemparkan pokeball dan dari dalamnya keluar Pokemon bercapit yang berdiri dengan kaki-kakinya. Pada kepala Pokemon itu ada tanda bintang yang besar. “Pertama-tama lenyapkan dulu kemarau yang menyedihkan ini dulu, maka.... Crawdaunt, Hail!”
Tiba-tiba saja muncul hujan es yang melenyapkan kemarau dari Groudon. Tropius tampak kesakitan dengan es-es yang berjatuhan itu. Tidak hanya Tropius yang kesakitan, namun juga Crawdaunt yang mengeluarkannya.
”Hujan es?” tanyaku terkejut. ”Kamu mau melukai Pokemonmu sendiri?” Hail memang akan melukai Pokemon selain Pokemon tipe es.
”Itu tidak masalah, yang penting kemarau ini lenyap terlebih dahulu,” jawab Shelly santai, ”karena dengan begitu kemampuan Tropius tidak akan berfungsi.”
Apa? Dia mengetahui hal itu? Hebat! Pantas saja bila dia menjadi admin Tim Aqua. Tapi aku takkan kalah.
“Tropius, razor leaf!” perintahku pada Tropius. Tropius kembali mengeluarkan daun pemotong yang melesat cepat ke arah Crawdaunt. Daun-daun itu berhasil mengenai Crawdaunt! Bagus! Critical hit! Tapi, kenapa Crawdaunt masih bisa berdiri?
“Bagaimana mungkin?” tanyaku tak percaya.
Shelly tersenyum sinis. “Memang Crawdaunt lemah terhadap serangan bertipe rumput, tapi dia memiliki kemampuan shell armor yang mencegahnya terkena critical hit. Crawdaunt mungkin terluka, tapi dia masih bisa bertahan.”
Shell armor? Apakah sama seperti battle armor yang dimiliki Kabutops milik Darko?
“Cukup main-mainnya, anak muda,” ujar Shelly kemudian. “Mungkin kamu akan bersinar bila bergabung dengan kami, Tim Aqua. Daripada dengan Tim Magma yang payah. Kuakhiri sekarang.... Crawdaunt, Guillotine!”
Dengan tiba-tiba Crawdaunt bergerak cepat ke arah Tropius. Capitnya menyala terang sekali dan kemudian mencapit tubuh Tropius keras. Tropius menjerit keras sekali dan langsung terjatuh di tanah. Tropius pingsan.
”APA?!” aku tak percaya dengan yang kulihat. Tropius terjatuh hanya dengan satu kali serangan? Itu... itu tidak mungkin!
”Kamu terkejut?” tanya Shelly membaca keterkejutanku. ”Itulah yang dikenal dengan sebutan pisau Guillotine, salah satu serangan paling berbahaya yang dimiliki Pokemon. Orang-orang menyebutnya dengan One Hit KO, serangan mematikan yang bisa menghempaskan lawan hanya dengan sekali serang.”
Dia bilang apa? One Hit KO? Serangan mematikan?
”Baiklah, kupikir kamu sudah menyerah sekarang. Kamu tak bisa melakukan apa-apa lagi bukan?” tanya Shelly.
”Kamu... kamu benar,” jawabku tergagap. ”Kami... telah kalah.”
Aku tak menyangka akan mengatakan hal itu. Tapi itulah kenyataannya sekarang. Clown dan Flame membeku, sementara semua Pokemonku telah kalah. Harapanku satu-satunya adalah menunggu kedatangan Tabitha dan yang lainnya. Tapi itu tidak mungkin. Tabitha bilang mereka berada di sebelah barat laut Hoenn. Itu membutuhkan waktu lama untuk mencapai tempat ini. Shelly tak akan menunggu untuk melumpuhkanku, dia akan melumpuhkanku dengan cepat.
Aku melihat ke arah Clown dan Flame yang telah membeku dan tak sadarkan diri. Aku merasa sangat sedih karena aku telah mengecewakan mereka berdua. Harusnya aku bisa bertahan lebih lama lagi sampai Tabitha dan yang lainnya datang. Tapi... tapi hanya sampai disini yang bisa aku perjuangkan. Hari ini elite grunt regu Ground, benar-benar telah kalah.
Kini aku melihat ke arah Groudon yang masih tertidur di kubangan lahar itu. Groudon yang selama ini kucari, sekarang ada tepat di depanku. Selangkah lagi, selangkah lagi keinginanku akan tercapai. Tapi, tapi ternyata aku gagal... aku gagal mendapatkannya. Tim Aqua telah mengalahkanku. Aku benar-benar telah kalah. Selamat tinggal Groudon.
”Apa ada permintaan terakhir?” tanya Shelly begitu tenang, cukup tenang untuk seseorang yang telah mendapatkan apa yang diinginkannya.
”Ya, ada,” jawabku polos. ”Izinkan aku memasukkan Tropius ke dalam nest ball. Setelah itu lakukan apa yang kamu inginkan.”
”Oke,” angguk Shelly.
Aku mengambil nest ball di tanah dan memasukkan Tropius ke dalamnya. Aku lalu menjatuhkan diriku berlutut di atas tanah. Diam-diam aku mengambil sesuatu dari saku celanaku.
”Apa kamu sudah selesai?” tanya Shelly memastikan.
”Ya,” jawabku pelan, ”tapi setelah yang ini!” Bersamaan dengan itu aku melemparkan Magmabomb, yang diam-diam aku ambil tadi, melemparkannya ke arah kubangan lahar tempat Groudon tertidur. Bom itu seketika meledak di udara dan meruntuhkan atap gua di atas tempat Groudon berada. Langit-langit gua itu pun berjatuhan menimbun Groudon.
”APA?” Shelly terhenyak kaget. ”Apa yang kamu lakukan bodoh?”
Aku tersenyum mengejek. ”Bila kami tidak mendapatkan Groudon, kalian juga tidak boleh mendapatkannya!”
”Kurang ajar!” teriak Shelly marah. ”Crawdaunt, Blizzard!” Bersamaan dengan itu kurasakan hawa yang sangat dingin menyelimutiku. Angin putih dan serbuk-serbuk es berterbangan ke arahku. Salju bertebaran mengelilingiku. Tubuhku terasa sangat sakit akibat serangan itu dan sejurus kemudian, aku telah membeku tak sadarkan diri. Maafkan aku... Flame.
Seorang wanita berambut merah dengan kostum Tim Aqua, namun dengan sebuah rompi biru muda dan kaos berwarna hitam berjalan mendekati Mickey dari belakangnya. Wanita itu kemudian berhenti di samping Mickey.
”No... Nona Shelly!” Mickey tampak terkejut melihat kehadiran wanita itu. ”Ma... maafkan aku Nona Shelly, aku tak bisa mengalahkan dia.”
”Kamu memang tidak becus,” jawab wanita yang oleh Mickey dipanggil Nona Shelly itu. ”Menghadapi tikus satu ini saja kau tidak bisa. Memangnya sehebat apa sih dia?”
Aku menggeram marah mendengar dia memanggilku dengan sebutan tikus. ”Siapa kamu? Apa kamu anggota Tim Aqua juga?” tanyaku bodoh. Jelas-jelas dia mengenakan kostum Tim Aqua.
Shelly tersenyum. “Kuperkenalkan diriku, namaku Shelly, dan aku adalah admin Tim Aqua.”
“Admin... Tim Aqua?” Jadi wanita yang dipanggil Nona Shelly itu adalah admin dari tim Aqua?
“Ya, aku admin Tim Aqua, tangan kanan Archie, pemimpin kami,” jawab Shelly. “Kupikir tadinya aku akan bertemu dengan Tabitha disini. Tapi ternyata hanya grunt biasa sepertimu. Heran, kenapa si bodoh Mickey ini tak bisa menjatuhkanmu. Padahal kulihat kedua temanmu sudah membeku. Tampaknya memang harus aku sendiri yang membekukanmu.”
”Coba saja kalau bisa!” tantangku, meski aku sendiri tidak yakin dengan apa yang kukatakan. Saat ini aku berhadapan dengan admin Tim Aqua yang tentunya lebih hebat dari Mickey.
”Oke, jangan lari bocah!” sahut Shelly. ”Keluarlah, Crawdaunt!” Shelly melemparkan pokeball dan dari dalamnya keluar Pokemon bercapit yang berdiri dengan kaki-kakinya. Pada kepala Pokemon itu ada tanda bintang yang besar. “Pertama-tama lenyapkan dulu kemarau yang menyedihkan ini dulu, maka.... Crawdaunt, Hail!”
Tiba-tiba saja muncul hujan es yang melenyapkan kemarau dari Groudon. Tropius tampak kesakitan dengan es-es yang berjatuhan itu. Tidak hanya Tropius yang kesakitan, namun juga Crawdaunt yang mengeluarkannya.
”Hujan es?” tanyaku terkejut. ”Kamu mau melukai Pokemonmu sendiri?” Hail memang akan melukai Pokemon selain Pokemon tipe es.
”Itu tidak masalah, yang penting kemarau ini lenyap terlebih dahulu,” jawab Shelly santai, ”karena dengan begitu kemampuan Tropius tidak akan berfungsi.”
Apa? Dia mengetahui hal itu? Hebat! Pantas saja bila dia menjadi admin Tim Aqua. Tapi aku takkan kalah.
“Tropius, razor leaf!” perintahku pada Tropius. Tropius kembali mengeluarkan daun pemotong yang melesat cepat ke arah Crawdaunt. Daun-daun itu berhasil mengenai Crawdaunt! Bagus! Critical hit! Tapi, kenapa Crawdaunt masih bisa berdiri?
“Bagaimana mungkin?” tanyaku tak percaya.
Shelly tersenyum sinis. “Memang Crawdaunt lemah terhadap serangan bertipe rumput, tapi dia memiliki kemampuan shell armor yang mencegahnya terkena critical hit. Crawdaunt mungkin terluka, tapi dia masih bisa bertahan.”
Shell armor? Apakah sama seperti battle armor yang dimiliki Kabutops milik Darko?
“Cukup main-mainnya, anak muda,” ujar Shelly kemudian. “Mungkin kamu akan bersinar bila bergabung dengan kami, Tim Aqua. Daripada dengan Tim Magma yang payah. Kuakhiri sekarang.... Crawdaunt, Guillotine!”
Dengan tiba-tiba Crawdaunt bergerak cepat ke arah Tropius. Capitnya menyala terang sekali dan kemudian mencapit tubuh Tropius keras. Tropius menjerit keras sekali dan langsung terjatuh di tanah. Tropius pingsan.
”APA?!” aku tak percaya dengan yang kulihat. Tropius terjatuh hanya dengan satu kali serangan? Itu... itu tidak mungkin!
”Kamu terkejut?” tanya Shelly membaca keterkejutanku. ”Itulah yang dikenal dengan sebutan pisau Guillotine, salah satu serangan paling berbahaya yang dimiliki Pokemon. Orang-orang menyebutnya dengan One Hit KO, serangan mematikan yang bisa menghempaskan lawan hanya dengan sekali serang.”
Dia bilang apa? One Hit KO? Serangan mematikan?
”Baiklah, kupikir kamu sudah menyerah sekarang. Kamu tak bisa melakukan apa-apa lagi bukan?” tanya Shelly.
”Kamu... kamu benar,” jawabku tergagap. ”Kami... telah kalah.”
Aku tak menyangka akan mengatakan hal itu. Tapi itulah kenyataannya sekarang. Clown dan Flame membeku, sementara semua Pokemonku telah kalah. Harapanku satu-satunya adalah menunggu kedatangan Tabitha dan yang lainnya. Tapi itu tidak mungkin. Tabitha bilang mereka berada di sebelah barat laut Hoenn. Itu membutuhkan waktu lama untuk mencapai tempat ini. Shelly tak akan menunggu untuk melumpuhkanku, dia akan melumpuhkanku dengan cepat.
Aku melihat ke arah Clown dan Flame yang telah membeku dan tak sadarkan diri. Aku merasa sangat sedih karena aku telah mengecewakan mereka berdua. Harusnya aku bisa bertahan lebih lama lagi sampai Tabitha dan yang lainnya datang. Tapi... tapi hanya sampai disini yang bisa aku perjuangkan. Hari ini elite grunt regu Ground, benar-benar telah kalah.
Kini aku melihat ke arah Groudon yang masih tertidur di kubangan lahar itu. Groudon yang selama ini kucari, sekarang ada tepat di depanku. Selangkah lagi, selangkah lagi keinginanku akan tercapai. Tapi, tapi ternyata aku gagal... aku gagal mendapatkannya. Tim Aqua telah mengalahkanku. Aku benar-benar telah kalah. Selamat tinggal Groudon.
”Apa ada permintaan terakhir?” tanya Shelly begitu tenang, cukup tenang untuk seseorang yang telah mendapatkan apa yang diinginkannya.
”Ya, ada,” jawabku polos. ”Izinkan aku memasukkan Tropius ke dalam nest ball. Setelah itu lakukan apa yang kamu inginkan.”
”Oke,” angguk Shelly.
Aku mengambil nest ball di tanah dan memasukkan Tropius ke dalamnya. Aku lalu menjatuhkan diriku berlutut di atas tanah. Diam-diam aku mengambil sesuatu dari saku celanaku.
”Apa kamu sudah selesai?” tanya Shelly memastikan.
”Ya,” jawabku pelan, ”tapi setelah yang ini!” Bersamaan dengan itu aku melemparkan Magmabomb, yang diam-diam aku ambil tadi, melemparkannya ke arah kubangan lahar tempat Groudon tertidur. Bom itu seketika meledak di udara dan meruntuhkan atap gua di atas tempat Groudon berada. Langit-langit gua itu pun berjatuhan menimbun Groudon.
”APA?” Shelly terhenyak kaget. ”Apa yang kamu lakukan bodoh?”
Aku tersenyum mengejek. ”Bila kami tidak mendapatkan Groudon, kalian juga tidak boleh mendapatkannya!”
”Kurang ajar!” teriak Shelly marah. ”Crawdaunt, Blizzard!” Bersamaan dengan itu kurasakan hawa yang sangat dingin menyelimutiku. Angin putih dan serbuk-serbuk es berterbangan ke arahku. Salju bertebaran mengelilingiku. Tubuhku terasa sangat sakit akibat serangan itu dan sejurus kemudian, aku telah membeku tak sadarkan diri. Maafkan aku... Flame.