Seorang ranger berdiri di depan sebuah lemari arsip. Dia tampak mencari-cari dokumen, di antaranya susunan buku yang ada di rak lemari tersebut. Lama mencari, dia akhirnya tersenyum dan menarik sebuah map dari barisan map yang ada disana. Segera dibukanya map tersebut dan dicarinya file yang diinginkan. Tangannya lincah membalik halaman-demi halaman yang ada di dalamnya, hingga pada sebuah file.
"Ini dia yang kucari. Volta Lebasque alias... Clown."
Scene 69: Sebuah Taruhan
Maxie tengah mengamati layar monitor besar yang ada di ruangannya. Dia tampak mengamati gambar Pokemon raksasa yang tengah bertarung dengan Elite Grunt di dalam gunung Kanon. Saat itulah terdengar ketukan di pintu.
”Siapa?” tanya Maxie.
”Tabitha.”
”Masuklah,” jawab Maxie mempersilakan. Pintu terbuka dan Tabitha masuk ke dalam ruangan. ”Ada apa Tabitha?” tanyanya.
”Ada undangan misterius untuk kita,” jawab Tabitha seraya mengulurkan sebuah amplop berwarna keemasan pada Maxie. Maxie membuka isinya dan segera membacanya. Dia tertegun saat membaca surat tersebut.
”Siapa orang bodoh yang mengirim surat ini?” komentarnya kemudian.
”Mungkin apa yang dikatakannya benar,” tukas Tabitha.
”Tapi Tabitha, kita tidak punya waktu untuk mengurus hal omong kosong seperti ini,” jawab Maxie. ”Kamu tahu sendiri bukan kalau pencarian kita terhadap aktivitas purba sedang sibuk-sibuknya. Semua orang memiliki kesibukan disini.”
”Kalau itu terserah Tuan Maxie, saya tidak ikut campur.”
Maxie tersenyum sinis. ”Baiklah, kamu telah melakukan tugasmu dengan baik. Sekarang lanjutkan tugasmu. Mengenai surat ini, biar nanti aku menghubungimu lagi.”
”Baik!” Tabitha berbalik dan hendak meninggalkan ruangan maxie. Namun dia teringat sesuatu dan kembali berbalik menghadap Maxie.
”Ada apa lagi?” tanya Maxie heran.
”Ada yang ingin saya tanyakan terkait rekaman yang dibawa oleh Lunar,” jawab Tabitha. ”Kalau itu bukan Groudon, lantas Pokemon apa itu?” tanyanya penasaran.
”Namanya Heatran, Pokemon kubah lava. Dia tinggal di dalam gunung berapi yang masih aktif. Terakhir kudengar dia ada di Pegunungan Stark. Namun rupanya dia juga muncul di Gunung Kanon,” urai Maxie. ”Dia tidak ada hubungannya dengan Groudon dan misi kita.”
”Begitu ya...” Tabitha tampak kecewa. “Baiklah, saya akan kembali bertugas. Maaf mengganggu Tuan.”
“Tunggu Tabitha,” cegah Maxie saat Tabitha telah mencapai pintu. Tabitha berbalik. Maxie lalu melanjutkan, “Sampaikan terima kasihku kepada Lunar dan teman-temannya. Mereka telah bekerja dengan sangat baik. Dengan begini konsentrasi kita tidak terpecah pada keributan di Gunung Kanon.”
”Baik, akan saya sampaikan.”
”Satu lagi,” sambung Maxie. ”Aku salut dengan pengorbanan Flame. Anak itu benar-benar mirip dengan ayahnya. Well, sepertinya aku perlu memberikan mereka hadiah...”
*
Satu bulan berlalu semenjak misi di Gunung Kanon. Selama satu bulan itu telah banyak misi yang kami hadapi. Namun ada satu misi misterius yang masih membuatku bertanya-tanya. Yaitu misi yang diberikan oleh Maxie kepadaku tak lama setelah kepulangan kami dari Gunung Kanon. Maxie tidak bisa memerintahkan Elite Grunt secara penuh karena saat itu Flame masih belum sembuh dari luka bakarnya, sementara Volta terkena malaria. Karena itulah dia menugaskanku bersama dengan Darko Monsta. Aku dan Darko memang pergi menjalankan misi, namun entah kenapa ada banyak bagian yang terlupakan oleh kami berdua (kisahnya akan dihadirkan terpisah). Ah, sudahlah... toh misi itu sudah selesai.
”Woi! Jangan melamun!” tiba-tiba suara Flame membuyarkan lamunanku. Memang saat ini aku sedang melamun di meja kantin. ”Sepertinya kau banyak pikiran ya?” tanyanya.
”Ah, tidak,” jawabku sekenanya. ”Kau mengagetkanku tahu nggak sih...”
”Habisnya, siang-siang begini melamun. Nanti kesambet Banette baru tahu rasa loh!”
”Memangnya di tengah laut begini ada Banette?” aku mencibir. Entah tahu darimana Flame tahu kalau aku takut akan Banette, Pokemon bertipe ghost atau hantu, yang berbentuk boneka.
”Siapa tahu. Dia kan Pokemon hantu.” Flame berhenti bicara. Dia menyodorkan segelas Soda Pop kepadaku. ”Nih, biar nggak melamun lagi,” tawarnya. Dia kemudian meminum Soda Pop miliknya.
”Aku lebih suka lemon water, tapi aku juga suka Soda Pop. Terima kasih ya,” sahutku lembut. Aku pun meminum pemberian Flame itu. ”Kupikir kau sedang mencariku saat ini. Benar bukan?”
Flame mengangguk. ”Ya. Nanti setelah waktu makan siang selesai, Elite Grunt diminta datang ke ruangan Paman Maxie. Katanya ada yang ingin dibicarakan.”
”Apa mungkin ada tugas baru?” tanyaku penasaran.
Flame mengangkat kedua bahunya. “Entahlah, tapi kuharap bukan. Karena dari kemarin kita terus-menerus dijejali tugas dan tugas. Sepertinya kita butuh liburan.”
“Aku bertaruh Maxie akan memberikan kita liburan,” selorohku asal.
”Mana mungkin? Saat ini kan Tim Magma sedang sibuk-sibuknya. Lagipula aku kenal siapa pamanku. Dia tidak pernah mmberikan liburan kepada anak buahnya. Meskipun aku juga berharap demikian, tapi itu sangat mustahil.”
”Tapi itu mungkin saja terjadi,” elakku.
”Bagaimana kalau kita bertaruh?” tantang Flame.
”Oke, siapa takut! Apa yang kau inginkan?” aku balik menantang.
”Kau mentarktirku makan di restoran termahal di Hoenn,” jawab Flame. ”Kalau kau... apa yang kau minta?”
Aku tersenyum. ”Bagaimana kalau.... sebuah ciuman darimu,” jawabku sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirku.
”Apa?” Flame terperangah. Dia tampak tak percaya. ”Kupikir kau lelaki baik-baik, tapi ternyata tak ada bedanya dengan si mafia mesum itu.”
”Sudahlah, kau berani tidak?” tantangku tanpa mempedulikan ejekannya.
Flame terdiam. Dia tampak sedang berpikir. ”Baiklah, tapi aku yakin kau takkan mendapatkan apa yang kau inginkan,” jawabnya sambil tersenyum angkuh.
”Siapa?” tanya Maxie.
”Tabitha.”
”Masuklah,” jawab Maxie mempersilakan. Pintu terbuka dan Tabitha masuk ke dalam ruangan. ”Ada apa Tabitha?” tanyanya.
”Ada undangan misterius untuk kita,” jawab Tabitha seraya mengulurkan sebuah amplop berwarna keemasan pada Maxie. Maxie membuka isinya dan segera membacanya. Dia tertegun saat membaca surat tersebut.
”Siapa orang bodoh yang mengirim surat ini?” komentarnya kemudian.
”Mungkin apa yang dikatakannya benar,” tukas Tabitha.
”Tapi Tabitha, kita tidak punya waktu untuk mengurus hal omong kosong seperti ini,” jawab Maxie. ”Kamu tahu sendiri bukan kalau pencarian kita terhadap aktivitas purba sedang sibuk-sibuknya. Semua orang memiliki kesibukan disini.”
”Kalau itu terserah Tuan Maxie, saya tidak ikut campur.”
Maxie tersenyum sinis. ”Baiklah, kamu telah melakukan tugasmu dengan baik. Sekarang lanjutkan tugasmu. Mengenai surat ini, biar nanti aku menghubungimu lagi.”
”Baik!” Tabitha berbalik dan hendak meninggalkan ruangan maxie. Namun dia teringat sesuatu dan kembali berbalik menghadap Maxie.
”Ada apa lagi?” tanya Maxie heran.
”Ada yang ingin saya tanyakan terkait rekaman yang dibawa oleh Lunar,” jawab Tabitha. ”Kalau itu bukan Groudon, lantas Pokemon apa itu?” tanyanya penasaran.
”Namanya Heatran, Pokemon kubah lava. Dia tinggal di dalam gunung berapi yang masih aktif. Terakhir kudengar dia ada di Pegunungan Stark. Namun rupanya dia juga muncul di Gunung Kanon,” urai Maxie. ”Dia tidak ada hubungannya dengan Groudon dan misi kita.”
”Begitu ya...” Tabitha tampak kecewa. “Baiklah, saya akan kembali bertugas. Maaf mengganggu Tuan.”
“Tunggu Tabitha,” cegah Maxie saat Tabitha telah mencapai pintu. Tabitha berbalik. Maxie lalu melanjutkan, “Sampaikan terima kasihku kepada Lunar dan teman-temannya. Mereka telah bekerja dengan sangat baik. Dengan begini konsentrasi kita tidak terpecah pada keributan di Gunung Kanon.”
”Baik, akan saya sampaikan.”
”Satu lagi,” sambung Maxie. ”Aku salut dengan pengorbanan Flame. Anak itu benar-benar mirip dengan ayahnya. Well, sepertinya aku perlu memberikan mereka hadiah...”
*
Satu bulan berlalu semenjak misi di Gunung Kanon. Selama satu bulan itu telah banyak misi yang kami hadapi. Namun ada satu misi misterius yang masih membuatku bertanya-tanya. Yaitu misi yang diberikan oleh Maxie kepadaku tak lama setelah kepulangan kami dari Gunung Kanon. Maxie tidak bisa memerintahkan Elite Grunt secara penuh karena saat itu Flame masih belum sembuh dari luka bakarnya, sementara Volta terkena malaria. Karena itulah dia menugaskanku bersama dengan Darko Monsta. Aku dan Darko memang pergi menjalankan misi, namun entah kenapa ada banyak bagian yang terlupakan oleh kami berdua (kisahnya akan dihadirkan terpisah). Ah, sudahlah... toh misi itu sudah selesai.
”Woi! Jangan melamun!” tiba-tiba suara Flame membuyarkan lamunanku. Memang saat ini aku sedang melamun di meja kantin. ”Sepertinya kau banyak pikiran ya?” tanyanya.
”Ah, tidak,” jawabku sekenanya. ”Kau mengagetkanku tahu nggak sih...”
”Habisnya, siang-siang begini melamun. Nanti kesambet Banette baru tahu rasa loh!”
”Memangnya di tengah laut begini ada Banette?” aku mencibir. Entah tahu darimana Flame tahu kalau aku takut akan Banette, Pokemon bertipe ghost atau hantu, yang berbentuk boneka.
”Siapa tahu. Dia kan Pokemon hantu.” Flame berhenti bicara. Dia menyodorkan segelas Soda Pop kepadaku. ”Nih, biar nggak melamun lagi,” tawarnya. Dia kemudian meminum Soda Pop miliknya.
”Aku lebih suka lemon water, tapi aku juga suka Soda Pop. Terima kasih ya,” sahutku lembut. Aku pun meminum pemberian Flame itu. ”Kupikir kau sedang mencariku saat ini. Benar bukan?”
Flame mengangguk. ”Ya. Nanti setelah waktu makan siang selesai, Elite Grunt diminta datang ke ruangan Paman Maxie. Katanya ada yang ingin dibicarakan.”
”Apa mungkin ada tugas baru?” tanyaku penasaran.
Flame mengangkat kedua bahunya. “Entahlah, tapi kuharap bukan. Karena dari kemarin kita terus-menerus dijejali tugas dan tugas. Sepertinya kita butuh liburan.”
“Aku bertaruh Maxie akan memberikan kita liburan,” selorohku asal.
”Mana mungkin? Saat ini kan Tim Magma sedang sibuk-sibuknya. Lagipula aku kenal siapa pamanku. Dia tidak pernah mmberikan liburan kepada anak buahnya. Meskipun aku juga berharap demikian, tapi itu sangat mustahil.”
”Tapi itu mungkin saja terjadi,” elakku.
”Bagaimana kalau kita bertaruh?” tantang Flame.
”Oke, siapa takut! Apa yang kau inginkan?” aku balik menantang.
”Kau mentarktirku makan di restoran termahal di Hoenn,” jawab Flame. ”Kalau kau... apa yang kau minta?”
Aku tersenyum. ”Bagaimana kalau.... sebuah ciuman darimu,” jawabku sambil menempelkan jari telunjuk ke bibirku.
”Apa?” Flame terperangah. Dia tampak tak percaya. ”Kupikir kau lelaki baik-baik, tapi ternyata tak ada bedanya dengan si mafia mesum itu.”
”Sudahlah, kau berani tidak?” tantangku tanpa mempedulikan ejekannya.
Flame terdiam. Dia tampak sedang berpikir. ”Baiklah, tapi aku yakin kau takkan mendapatkan apa yang kau inginkan,” jawabnya sambil tersenyum angkuh.
Scene 70: Tiket ke Kota Lilycove
Aku, Flame, dan Clown telah berada di ruangan Maxie. Maxie, pemimpin kami itu tampak duduk dengan tenang di kursinya. Sementara Tabitha berdiri menemani di sampingnya.
”Baiklah, lebih baik aku langsung ke pokok masalah,” ujar Maxie membuka pembicaraan. ”Akhir-akhir ini kalian selaku Elite Grunt telah menjalankan tugas dengan sangat baik. Kalian bertiga adalah yang terbaik dari prajurit Tim Magma. Hampir semua tugas yang kalian jalankan berjalan dengan baik. Aku bangga pada kalian, aku bangga pada setiap dari kalian.
”Clown, kamu sudah seperti pemimpin tidak resmi dari regu ini. Kamu telah menunjukkan kepemimpinanmu dengan sangat baik di dalam Elite Grunt. Kamu telah menunjukkan kalau kamu akan selalu membawa anggota timmu menemukan jalan keluar dari setiap kebuntuan. Kamu punya bakat memimpin dan kupastikan kamu akan berhasil bila kau membentuk sebuah tim baru.
”Flame, rasanya baru kemarin aku mengajakmu ikut bergabung bersama dengan Tim Magma. Namun sekarang kamu telah menjadi bagian penting dari tim ini. Pengorbananmu sangat luar biasa bagi tim ini. Meskipun kamu perempuan, tapi sikap setiamu begitu kuat dan tak bisa dipandang sebelah mata. Kamu mewarisi darah ayahmu, darah keluarga Evers sang penjaga gunung berapi.
”Lunar, kamu anggota Tim Magma terbaru di dalam regu ini. Saat aku memutuskan untuk menerimamu sebagai anggota tim, aku sudah yakin kamu memiliki kemampuan unik. Kamu memiliki dedikasi, itu yang kusuka darimu. Aku sudah melihat semua hasil kerjamu, aku suka dengan apa yang kamu kerjakan. Terlebih saat kamu berusaha keras menyelamatkan Flame. Aku banyak berhutang padamu....”
”Paman, sebenarnya tujuan Paman memanggil kami kesini, mau memberi tugas pada kami atau hanya memuji kami?” potong Flame tampak tak sabar. Sepertinya dia memikirkan taruhan denganku. Jujur saja, aku sendiri heran mengapa aku bisa mengajukan keinginan seperti itu sebagai imbalan taruhan.
Maxie tersenyum mendengar komentar Flame. Dia lalu berdiri dan menghampiri kami bertiga. ”Aku memanggil kalian kesini ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua, atas semua yang telah kalian lakukan. Dan ucapan terima kasihku tak sebatas hanya di lisan saja.” Maxie berhenti bicara. Dia kemudian mengeluarkan tiga lembar kertas dari sakunya dan menunjukkannya di depan kami. ”Apa yang aku pegang ini adalah tiga lembar voucher liburan untuk kalian. Kalian akan berlibur di kota Lilycove. Ini hadiah dariku atas kerja keras kalian selama ini.”
”Apa?” Flame tampak sangat terkejut. ”Pa... Paman bercanda kan?”
Maxie menggeleng. ”Tidak Flame, aku tidak bercanda. Mungkin kalian pikir aku ini orang yang sangat serius. Tapi aku juga tahu kalau anak buahku juga butuh liburan, butuh rekreasi.”
”Oh.... tidak...” Flame terlihat lemas. Hehehe, tak kusangka aku memenangkan taruhan bodoh ini. Rasain kamu sekarang Flame!
”Ada apa Flame? Sepertinya kamu tidak suka dengan hadiahku?” tanya Maxie heran melihat sikap keponakannya.
”Tidak Tuan Maxie,” selaku. ”Flame justru sangat gembira. Sudah lama dia ingin pergi ke kota Lilycove untuk berlibur.”
Flame melirik ke arahku. Dia memandangku dengan tatapan penuh emosi. Tapi, biarlah aku tak peduli.
Maxie tersenyum mendengar jawabanku. ”Baiklah, sekarang aku tak ingin berbasa-basi lagi. Clown, Flame, dan Lunar, kalian harus mau menerima hadiah ini. Pokoknya aku ingin kalian pergi untuk sementara dari kapal selam ini dan menikmati liburan kalian. Kalian akan aku hukum bila menolak hadiahku ini.”
”Siap, laksanakan!” jawab kami serempak. Meski begitu Flame terdengar kurang bersemangat.
”Bersenang-senanglah!”
*
Aku dan Flame berada di kantin. Besok kami akan pergi ke kota Lilycove, namun kali ini bukan untuk menjalankan misi melainkan untuk berlibur. Terima kasih pada kebaikan Maxie sehingga aku bisa sedikit beristirahat. Jujur saja, aku begitu capek dengan semua hal mengenai Groudon, Groudon, dan selalu Groudon. Memang tujuanku adalah menangkap Groudon, tapi tak bisakah satu hari saja tanpa kata ’Groudon’? Dan kini di kantin ini, aku akan menagih janjiku pada Flame. Tebakanku benar, dan karena itu Flame harus menghadiahi aku sebuah ciuman. Hehehe, aku nakal juga ya?
”Flame, kapan kau akan mulai menciumku?” godaku pada Flame.
”Aku tak yakin melakukannya,” jawab Flame lemah. ”Tapi aku memang sudah berjanji.”
”Nah, kau tahu sendiri kan? Kalau begitu lakukanlah, aku sudah tak sabar nih,” godaku makin nakal.
”Oke, sekarang pejamkan matamu. Aku akan menciummu seperti yang kau inginkan,” jawab Flame.
”Sip!” aku langsung saja menuruti perkataan Flame dengan menutup kedua mataku. Lama aku menunggu, Flame tak kunjung mendaratkan ciumannya. ”Flame, buruan... mumpung kantin lagi sepi....”
”Iya...iya... nih...”
DAK! Tiba-tiba sebuah pukulan keras menghantam bibirku hingga menjatuhkanku ke lantai. Kurasakan sakit yang sangat di seluruh tubuhku lalu kusadari tubuhku tak bisa bergerak. Kubuka mataku dan terlihat Clown berdiri disana bersama Electabuzz miliknya.
”Cium tuh ThunderPunch Electabuzz!” bentak Clown keras. ”Enaknya saja kamu mau mencium Flame, takkan kubiarkan!”
”Apa-apaan kau?” tanyaku marah sambil berusaha berdiri. Tapi aku tak bisa bergerak akibat serangan tadi.
Bukannya menjawab, Clown justru mendelik padaku. ”Awas kalau kamu berani macam-macam dengan keponakan Maxie!” ancamnya kasar.
”Baiklah, aku minta maaf,” jawabku mengalah. Tak ada gunanya berurusan dengan Clown si temperamental.
”Minta maaf pada Flame!” bentak Clown lagi.
Aku terdiam sejenak. Kemudian menoleh ke arah Flame. ”Flame maafkan aku....” ujarku lirih.
”Aku sudah memaafkanmu kok,” jawab Flame sambil nyengir. Tampak ekspresi penuh kemenangan di wajahnya. ”Sudahlah, kita lupakan soal taruhan itu. Sebagai ganti taruhan itu, aku akan membelikanmu lemon water. Bagaimana?”
”Ogah!”
“Apa katamu?” Clown langsung memegang kerah seragamku marah.
”I...iya, aku mau kok....” jawabku ketakutan. Clown pun melepaskan genggamannya.
”Nah, kalau akur begini kan lebih baik,” komentar Flame tersenyum.
Dasar wanita licik, umpatku dalam hati. Tapi tak apa-apa, biarlah. Toh aku juga berpikir kalau aku tak layak melakukan hal tersebut pada Flame. Aku tak bisa memaksanya menciumku. Sudahlah. Lupakan saja keributan hari ini, besok kan aku akan bersenang-senang.
”Baiklah, lebih baik aku langsung ke pokok masalah,” ujar Maxie membuka pembicaraan. ”Akhir-akhir ini kalian selaku Elite Grunt telah menjalankan tugas dengan sangat baik. Kalian bertiga adalah yang terbaik dari prajurit Tim Magma. Hampir semua tugas yang kalian jalankan berjalan dengan baik. Aku bangga pada kalian, aku bangga pada setiap dari kalian.
”Clown, kamu sudah seperti pemimpin tidak resmi dari regu ini. Kamu telah menunjukkan kepemimpinanmu dengan sangat baik di dalam Elite Grunt. Kamu telah menunjukkan kalau kamu akan selalu membawa anggota timmu menemukan jalan keluar dari setiap kebuntuan. Kamu punya bakat memimpin dan kupastikan kamu akan berhasil bila kau membentuk sebuah tim baru.
”Flame, rasanya baru kemarin aku mengajakmu ikut bergabung bersama dengan Tim Magma. Namun sekarang kamu telah menjadi bagian penting dari tim ini. Pengorbananmu sangat luar biasa bagi tim ini. Meskipun kamu perempuan, tapi sikap setiamu begitu kuat dan tak bisa dipandang sebelah mata. Kamu mewarisi darah ayahmu, darah keluarga Evers sang penjaga gunung berapi.
”Lunar, kamu anggota Tim Magma terbaru di dalam regu ini. Saat aku memutuskan untuk menerimamu sebagai anggota tim, aku sudah yakin kamu memiliki kemampuan unik. Kamu memiliki dedikasi, itu yang kusuka darimu. Aku sudah melihat semua hasil kerjamu, aku suka dengan apa yang kamu kerjakan. Terlebih saat kamu berusaha keras menyelamatkan Flame. Aku banyak berhutang padamu....”
”Paman, sebenarnya tujuan Paman memanggil kami kesini, mau memberi tugas pada kami atau hanya memuji kami?” potong Flame tampak tak sabar. Sepertinya dia memikirkan taruhan denganku. Jujur saja, aku sendiri heran mengapa aku bisa mengajukan keinginan seperti itu sebagai imbalan taruhan.
Maxie tersenyum mendengar komentar Flame. Dia lalu berdiri dan menghampiri kami bertiga. ”Aku memanggil kalian kesini ingin mengucapkan terima kasih kepada kalian semua, atas semua yang telah kalian lakukan. Dan ucapan terima kasihku tak sebatas hanya di lisan saja.” Maxie berhenti bicara. Dia kemudian mengeluarkan tiga lembar kertas dari sakunya dan menunjukkannya di depan kami. ”Apa yang aku pegang ini adalah tiga lembar voucher liburan untuk kalian. Kalian akan berlibur di kota Lilycove. Ini hadiah dariku atas kerja keras kalian selama ini.”
”Apa?” Flame tampak sangat terkejut. ”Pa... Paman bercanda kan?”
Maxie menggeleng. ”Tidak Flame, aku tidak bercanda. Mungkin kalian pikir aku ini orang yang sangat serius. Tapi aku juga tahu kalau anak buahku juga butuh liburan, butuh rekreasi.”
”Oh.... tidak...” Flame terlihat lemas. Hehehe, tak kusangka aku memenangkan taruhan bodoh ini. Rasain kamu sekarang Flame!
”Ada apa Flame? Sepertinya kamu tidak suka dengan hadiahku?” tanya Maxie heran melihat sikap keponakannya.
”Tidak Tuan Maxie,” selaku. ”Flame justru sangat gembira. Sudah lama dia ingin pergi ke kota Lilycove untuk berlibur.”
Flame melirik ke arahku. Dia memandangku dengan tatapan penuh emosi. Tapi, biarlah aku tak peduli.
Maxie tersenyum mendengar jawabanku. ”Baiklah, sekarang aku tak ingin berbasa-basi lagi. Clown, Flame, dan Lunar, kalian harus mau menerima hadiah ini. Pokoknya aku ingin kalian pergi untuk sementara dari kapal selam ini dan menikmati liburan kalian. Kalian akan aku hukum bila menolak hadiahku ini.”
”Siap, laksanakan!” jawab kami serempak. Meski begitu Flame terdengar kurang bersemangat.
”Bersenang-senanglah!”
*
Aku dan Flame berada di kantin. Besok kami akan pergi ke kota Lilycove, namun kali ini bukan untuk menjalankan misi melainkan untuk berlibur. Terima kasih pada kebaikan Maxie sehingga aku bisa sedikit beristirahat. Jujur saja, aku begitu capek dengan semua hal mengenai Groudon, Groudon, dan selalu Groudon. Memang tujuanku adalah menangkap Groudon, tapi tak bisakah satu hari saja tanpa kata ’Groudon’? Dan kini di kantin ini, aku akan menagih janjiku pada Flame. Tebakanku benar, dan karena itu Flame harus menghadiahi aku sebuah ciuman. Hehehe, aku nakal juga ya?
”Flame, kapan kau akan mulai menciumku?” godaku pada Flame.
”Aku tak yakin melakukannya,” jawab Flame lemah. ”Tapi aku memang sudah berjanji.”
”Nah, kau tahu sendiri kan? Kalau begitu lakukanlah, aku sudah tak sabar nih,” godaku makin nakal.
”Oke, sekarang pejamkan matamu. Aku akan menciummu seperti yang kau inginkan,” jawab Flame.
”Sip!” aku langsung saja menuruti perkataan Flame dengan menutup kedua mataku. Lama aku menunggu, Flame tak kunjung mendaratkan ciumannya. ”Flame, buruan... mumpung kantin lagi sepi....”
”Iya...iya... nih...”
DAK! Tiba-tiba sebuah pukulan keras menghantam bibirku hingga menjatuhkanku ke lantai. Kurasakan sakit yang sangat di seluruh tubuhku lalu kusadari tubuhku tak bisa bergerak. Kubuka mataku dan terlihat Clown berdiri disana bersama Electabuzz miliknya.
”Cium tuh ThunderPunch Electabuzz!” bentak Clown keras. ”Enaknya saja kamu mau mencium Flame, takkan kubiarkan!”
”Apa-apaan kau?” tanyaku marah sambil berusaha berdiri. Tapi aku tak bisa bergerak akibat serangan tadi.
Bukannya menjawab, Clown justru mendelik padaku. ”Awas kalau kamu berani macam-macam dengan keponakan Maxie!” ancamnya kasar.
”Baiklah, aku minta maaf,” jawabku mengalah. Tak ada gunanya berurusan dengan Clown si temperamental.
”Minta maaf pada Flame!” bentak Clown lagi.
Aku terdiam sejenak. Kemudian menoleh ke arah Flame. ”Flame maafkan aku....” ujarku lirih.
”Aku sudah memaafkanmu kok,” jawab Flame sambil nyengir. Tampak ekspresi penuh kemenangan di wajahnya. ”Sudahlah, kita lupakan soal taruhan itu. Sebagai ganti taruhan itu, aku akan membelikanmu lemon water. Bagaimana?”
”Ogah!”
“Apa katamu?” Clown langsung memegang kerah seragamku marah.
”I...iya, aku mau kok....” jawabku ketakutan. Clown pun melepaskan genggamannya.
”Nah, kalau akur begini kan lebih baik,” komentar Flame tersenyum.
Dasar wanita licik, umpatku dalam hati. Tapi tak apa-apa, biarlah. Toh aku juga berpikir kalau aku tak layak melakukan hal tersebut pada Flame. Aku tak bisa memaksanya menciumku. Sudahlah. Lupakan saja keributan hari ini, besok kan aku akan bersenang-senang.
Scene 71: Liburan Dimulai
Kami bertiga sudah tiba di Kota Lilycove menggunakan helikopter. Tak ada yang berubah dari kota ini sejak pertarungan kami dengan Nanta Paciolo. Dan selama dalam liburan ini, kami bertiga akan menginap di motel Cove Lily, motel yang sama tempat kami menyergap Nanta. Kami memesan tiga kamar di lantai atas untuk masing-masing dari kami. Rencananya kami akan berlibur di Kota Lilycove selama seminggu.
Saat ini aku tengah melamun di jendela kamarku, menikmati pemandangan Kota Lilycove yang indah. Kulihat hamparan laut nun jauh disana serta hamparan langit biru. Aku teringat mengenai legenda yang ada di Region Hoenn mengenai Pokemon super purba legendaris yang hidup beratus-ratus tahun yang lalu. Ada tiga Pokemon dalam legenda Hoenn itu, namun aku hanya tahu dua saja yaitu Groudon sang Pokemon benua dan musuh abadinya, Kyogre sang pokemon samudra. Aku tak tahu apa Pokemon yang ketiga, tapi sepertinya Pokemon itu menguasai udara atau langit, mengingat Groudon adalah penguasa daratan sementara Kyogre adalah penguasa lautan.
”Lunar, kau mau sampai kapan melamun di kamar?” tiba-tiba terdengar suara Flame. Aku menoleh dan memang itu Flame dengan Flareon di sampingnya.
”Tak bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk?” sahutku dengan nada sinis. Jujur saja aku masih sedikit marah dengan perlakuannya waktu itu.
”Kau masih marah ya padaku?” tanya Flame kemudian. “Sudahlah, lupakan masalah itu. Kita disini sedang berlibur, jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan paman. Lagipula aku tak mungkin memberikan ciuman pertamaku begitu saja kepada laki-laki. Aku hanya ingin memberikan ciuman pertamaku pada lelaki yang aku cintai. Maafkan aku ya Lunar?”
Aku terdiam. Ya, aku memang sudah mengakui kalau aku salah. Aku memang tak boleh memaksa Flame melakukan apa yang tidak dia inginkan, meskipun itu adalah sebuah janji. Baiklah, aku memang harus melupakan masalah itu dan menikmati liburanku.
”Aku yang seharusnya meminta maaf,” jawabku kemudian. ”Aku tak boleh memaksamu melakukan apa yang tidak kau inginkan. Aku benar-benar jahat, tak sepantasnya aku meminta hal seperti itu darimu, walaupun itu sebuah taruhan.”
Flame tersenyum. ”Baiklah, kita sudah saling memaafkan. Kalau begitu kau pasti tak mau membuat Clown menunggu hingga menghitam karena sinar matahari di pantai bukan? Kupikir dia lupa membawa tabir surya.”
Aku tersenyum dan kemudian mengangguk. ”Baiklah, mari kita pergi!”
Aku akhirnya menuruti keinginan Flame dan pergi ke pantai. Tampak disana Clown dan Electabuzz telah menunggu sambil berjemur di pantai. Clown terlihat memakai kaos basket oranye bernomor empat.
”Kalian lama sekali sih?” protes Clown. ”Liburan ini untuk kita semua, bukan hanya untuk aku saja. Aku tak enak kalau menghabiskan liburan ini berdua saja dengan Electabuzz.”
”Iya, aku juga tak terima kalau kau sendiri yang menikmati liburan ini,” sahutku. Aku mengeluarkan semua pokeball dan melemparkannya satu persatu. Sandslash, Ninjask dan Tropius langsung keluar dengan wajah riang. ”Mereka semua juga ingin berlibur!”
”Hei, jangan lupakan aku,” ujar Flame kemudian. Dia kemudian melepaskan pakaian yang dipakainya dengan cepat seperti pesulap. Bersamaan dengan itu dia juga melemparkan pokeballnya. Tampak Flareon, Mightyena, dan Crobat hadir di sekelilingnya. Aku terkejut saat dia menarik cepat pakaiannya. Rupanya dia telah mengenakan pakaian renang berwarna hijau dibalik bajunya. ”Tarra! Flame Evers dan pokemonnya siap berlibur!” usai mengatakan itu dia langsung berlari menuju laut.
Aku dan Clown hanya terdiam memandangnya dengan takjub. Flame tampak cantik dan seksi dalam balutan pakaian renang itu. Ada tulisan ’Ever’ pada bagian dada sebelah kiri di pakaian renang itu. Kupikir itu adalah nama belakang Flame.
BLETAK! Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di kepalaku. Rupanya Clown yang memukul. ”Dasar ngeres!” umpatnya.
”Hei, aku kan tidak melakukan apa-apa?” protesku. Namun Clown tak menghiraukan. Dia malah mengeluarkan Kadabra dan juga Magmar. Setelah itu dia kembali berjemur dengan santainya.
Aku menghela nafas dan ikut berbaring. Aku sendiri memakai kaos hitam dengan tulisan ’Friend’ di atasnya. Kalau Clown dan Flame menikmati liburannya, kenapa aku tidak?
Aku duduk di atas pasir sambil mengamati Pokemon-Pokemon yang bermain di pantai, dan sesekali mengamati Flame bermain bersama anak-anak kecil. Flame tampak senang sekali, sepertinya dia sangat menikmati liburannya kali ini.
Lama aku mengamati pemandangan pantai kota Lilicove yang indah, tiba-tiba kulihat Flame melambaikan tangan ke arahku dan Clown. Sepertinya dia memanggil kami.
”Clown, Flame memanggil kita tuh,” kataku pada Clown yang tengah asyik berbaring.
”Ada apa sih?” tanyanya sembari bangkit dari tidurnya.
”Entahlah,” jawabku tak mengerti. ”Tapi tampaknya dia ingin mengenalkan kita pada lelaki dengan kamera itu.” Aku mengira begitu karena tampak Flame sedang berbincang dengan seorang lelaki berkaos merah garis-garis dan bercelana jeans yang membawa kamera.
Karena penasaran, kami berdua pun berdiri dan berjalan ke arah Flame.
”Kenapa kalian lama sekali?” protes Flame setelah kami sampai di tempatnya.
”Ada apa sih? Kamu mengganggu istirahatku saja,” keluh Clown kesal.
“Maaf mengganggumu Clown, Lunar. Kuperkenalkan kalian pada Todd Snap, dia fotografer Pokemon,” ujar Flame sambil menunjuk lelaki berkaos merah yang dimaksud itu. “Aku memintanya untuk memotret kita bertiga.”
“Memotret kita bertiga? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Lunar, kita kan sudah lama bersama dalam regu ini, aku ingin mengabadikan kebersamaan kita dalam sebuah potret,” terang Flame.
”Hei, aku tak suka dipotret,” protes Clown.
”Ayolah, kali ini saja,” ujar Flame memohon. ”Aku ingin memiliki kenangan akan perjalanan kita selama ini.”
”Oh, baiklah...” Clown mengalah.
Flame tersenyum. ”Kalau begitu kau sudah bisa mulai memotret Todd.”
”Baiklah,” jawab lelaki bernama Todd. ”Bisakah kalian berkumpul bertiga?” pinta Todd. Kami bertiga kemudian saling mendekat. Todd terdiam. Dia mengamati kami dengan seksama. Sepertinya ada yang dia pikirkan. ”Aku ingin Clown ada di tengah, Lunar ada di sebelah kiri, dan kau Flame, kau ada di sebelah kanan.”
”Memangnya kenapa?” tanya Clown sewot. Tampaknya dia ingin segera mengakhiri sesi foto bersama ini.
”Sudahlah, lakukan saja,” sahut Flame. ”Todd ini profesional, dia pasti tahu apa yang dia lakukan.”
”Oh, baiklah...”
Kami kemudian membentuk formasi seperti yang diperintahkan Todd. Aku di sebelah kanan, Clown di tengah, dan Flame di sebelah kiri.
”Oke, siap-siap ya.... ” Todd memberi komando. ”Satu…dua....” tiba-tiba saja Clown merangkul bahuku dan Flame. Secara reflek tangan kiriku merangkul tubuhnya. Aku tersenyum simpul, Clown nyengir kuda, dan Flame tersenyum manis. ”....Tiga!”
CLICK!
Saat ini aku tengah melamun di jendela kamarku, menikmati pemandangan Kota Lilycove yang indah. Kulihat hamparan laut nun jauh disana serta hamparan langit biru. Aku teringat mengenai legenda yang ada di Region Hoenn mengenai Pokemon super purba legendaris yang hidup beratus-ratus tahun yang lalu. Ada tiga Pokemon dalam legenda Hoenn itu, namun aku hanya tahu dua saja yaitu Groudon sang Pokemon benua dan musuh abadinya, Kyogre sang pokemon samudra. Aku tak tahu apa Pokemon yang ketiga, tapi sepertinya Pokemon itu menguasai udara atau langit, mengingat Groudon adalah penguasa daratan sementara Kyogre adalah penguasa lautan.
”Lunar, kau mau sampai kapan melamun di kamar?” tiba-tiba terdengar suara Flame. Aku menoleh dan memang itu Flame dengan Flareon di sampingnya.
”Tak bisakah kau mengetuk pintu sebelum masuk?” sahutku dengan nada sinis. Jujur saja aku masih sedikit marah dengan perlakuannya waktu itu.
”Kau masih marah ya padaku?” tanya Flame kemudian. “Sudahlah, lupakan masalah itu. Kita disini sedang berlibur, jangan sia-siakan kesempatan yang diberikan paman. Lagipula aku tak mungkin memberikan ciuman pertamaku begitu saja kepada laki-laki. Aku hanya ingin memberikan ciuman pertamaku pada lelaki yang aku cintai. Maafkan aku ya Lunar?”
Aku terdiam. Ya, aku memang sudah mengakui kalau aku salah. Aku memang tak boleh memaksa Flame melakukan apa yang tidak dia inginkan, meskipun itu adalah sebuah janji. Baiklah, aku memang harus melupakan masalah itu dan menikmati liburanku.
”Aku yang seharusnya meminta maaf,” jawabku kemudian. ”Aku tak boleh memaksamu melakukan apa yang tidak kau inginkan. Aku benar-benar jahat, tak sepantasnya aku meminta hal seperti itu darimu, walaupun itu sebuah taruhan.”
Flame tersenyum. ”Baiklah, kita sudah saling memaafkan. Kalau begitu kau pasti tak mau membuat Clown menunggu hingga menghitam karena sinar matahari di pantai bukan? Kupikir dia lupa membawa tabir surya.”
Aku tersenyum dan kemudian mengangguk. ”Baiklah, mari kita pergi!”
Aku akhirnya menuruti keinginan Flame dan pergi ke pantai. Tampak disana Clown dan Electabuzz telah menunggu sambil berjemur di pantai. Clown terlihat memakai kaos basket oranye bernomor empat.
”Kalian lama sekali sih?” protes Clown. ”Liburan ini untuk kita semua, bukan hanya untuk aku saja. Aku tak enak kalau menghabiskan liburan ini berdua saja dengan Electabuzz.”
”Iya, aku juga tak terima kalau kau sendiri yang menikmati liburan ini,” sahutku. Aku mengeluarkan semua pokeball dan melemparkannya satu persatu. Sandslash, Ninjask dan Tropius langsung keluar dengan wajah riang. ”Mereka semua juga ingin berlibur!”
”Hei, jangan lupakan aku,” ujar Flame kemudian. Dia kemudian melepaskan pakaian yang dipakainya dengan cepat seperti pesulap. Bersamaan dengan itu dia juga melemparkan pokeballnya. Tampak Flareon, Mightyena, dan Crobat hadir di sekelilingnya. Aku terkejut saat dia menarik cepat pakaiannya. Rupanya dia telah mengenakan pakaian renang berwarna hijau dibalik bajunya. ”Tarra! Flame Evers dan pokemonnya siap berlibur!” usai mengatakan itu dia langsung berlari menuju laut.
Aku dan Clown hanya terdiam memandangnya dengan takjub. Flame tampak cantik dan seksi dalam balutan pakaian renang itu. Ada tulisan ’Ever’ pada bagian dada sebelah kiri di pakaian renang itu. Kupikir itu adalah nama belakang Flame.
BLETAK! Tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di kepalaku. Rupanya Clown yang memukul. ”Dasar ngeres!” umpatnya.
”Hei, aku kan tidak melakukan apa-apa?” protesku. Namun Clown tak menghiraukan. Dia malah mengeluarkan Kadabra dan juga Magmar. Setelah itu dia kembali berjemur dengan santainya.
Aku menghela nafas dan ikut berbaring. Aku sendiri memakai kaos hitam dengan tulisan ’Friend’ di atasnya. Kalau Clown dan Flame menikmati liburannya, kenapa aku tidak?
Aku duduk di atas pasir sambil mengamati Pokemon-Pokemon yang bermain di pantai, dan sesekali mengamati Flame bermain bersama anak-anak kecil. Flame tampak senang sekali, sepertinya dia sangat menikmati liburannya kali ini.
Lama aku mengamati pemandangan pantai kota Lilicove yang indah, tiba-tiba kulihat Flame melambaikan tangan ke arahku dan Clown. Sepertinya dia memanggil kami.
”Clown, Flame memanggil kita tuh,” kataku pada Clown yang tengah asyik berbaring.
”Ada apa sih?” tanyanya sembari bangkit dari tidurnya.
”Entahlah,” jawabku tak mengerti. ”Tapi tampaknya dia ingin mengenalkan kita pada lelaki dengan kamera itu.” Aku mengira begitu karena tampak Flame sedang berbincang dengan seorang lelaki berkaos merah garis-garis dan bercelana jeans yang membawa kamera.
Karena penasaran, kami berdua pun berdiri dan berjalan ke arah Flame.
”Kenapa kalian lama sekali?” protes Flame setelah kami sampai di tempatnya.
”Ada apa sih? Kamu mengganggu istirahatku saja,” keluh Clown kesal.
“Maaf mengganggumu Clown, Lunar. Kuperkenalkan kalian pada Todd Snap, dia fotografer Pokemon,” ujar Flame sambil menunjuk lelaki berkaos merah yang dimaksud itu. “Aku memintanya untuk memotret kita bertiga.”
“Memotret kita bertiga? Apa maksudmu?” tanyaku tak mengerti.
”Lunar, kita kan sudah lama bersama dalam regu ini, aku ingin mengabadikan kebersamaan kita dalam sebuah potret,” terang Flame.
”Hei, aku tak suka dipotret,” protes Clown.
”Ayolah, kali ini saja,” ujar Flame memohon. ”Aku ingin memiliki kenangan akan perjalanan kita selama ini.”
”Oh, baiklah...” Clown mengalah.
Flame tersenyum. ”Kalau begitu kau sudah bisa mulai memotret Todd.”
”Baiklah,” jawab lelaki bernama Todd. ”Bisakah kalian berkumpul bertiga?” pinta Todd. Kami bertiga kemudian saling mendekat. Todd terdiam. Dia mengamati kami dengan seksama. Sepertinya ada yang dia pikirkan. ”Aku ingin Clown ada di tengah, Lunar ada di sebelah kiri, dan kau Flame, kau ada di sebelah kanan.”
”Memangnya kenapa?” tanya Clown sewot. Tampaknya dia ingin segera mengakhiri sesi foto bersama ini.
”Sudahlah, lakukan saja,” sahut Flame. ”Todd ini profesional, dia pasti tahu apa yang dia lakukan.”
”Oh, baiklah...”
Kami kemudian membentuk formasi seperti yang diperintahkan Todd. Aku di sebelah kanan, Clown di tengah, dan Flame di sebelah kiri.
”Oke, siap-siap ya.... ” Todd memberi komando. ”Satu…dua....” tiba-tiba saja Clown merangkul bahuku dan Flame. Secara reflek tangan kiriku merangkul tubuhnya. Aku tersenyum simpul, Clown nyengir kuda, dan Flame tersenyum manis. ”....Tiga!”
CLICK!
Scene 72: Berlibur Hingga Malam
Tiga hari sudah kami berada di Kota Lilycove. Disini kami menikmati hampir semua fasilitas yang ada di kota ini. Mulai dari pantainya yang elok, museum seni rupa, mall terbesar di seluruh Hoenn, hingga ke Safari Zone.
”Kau benar-benar mau membeli semua barang ini?” tanyaku tak percaya melihat begitu banyak barang belanjaan yang dibeli oleh Flame di Mall Lilycove. Ada permadani, meja, pakaian, keset bergambar not balok, hingga boneka-boneka Pokemon. Harga-harganya pun terbilang mahal. Ini pertama kalinya aku menemani seorang perempuan berbelanja. Baru aku tahu kalau perempuan sangat senang berbelanja. Mereka tak bisa diam bila melihat benda yang dianggapnya bagus.
”Tentu saja aku beli,” jawab Flame menjawab pertanyaanku. “Memangnya kenapa?”
“Gak apa-apa sih, tapi apa kau akan membawa semua barang ini ke Continent Magmarine? Terus, bagaimana caramu membawanya?”
”Lunar, aku tidak akan membawa barang-barang ini ke kapal selam, aku akan mengirimnya ke rumahku di Pulau Cinnabar,” jawab Flame. ”Nanti kalau kita sudah berhasil menangkap Groudon, aku akan kembali ke pulau dan menikmati semua ini.”
”Oh, baiklah...” sahutku menyudahi pembicaraan. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Setelah dari mall, kami pergi ke Safari Zone di dekat Kota Lilycove. Safari Zone ini adalah satu-satunya di Region Hoenn. Disana kami bisa melihat banyak sekali Pokemon yang hanya bisa ditemukan di tempat ini di Hoenn. Disini juga kami diperbolehkan menangkap Pokemon yang kami inginkan dengan bola khusus yang disebut Safari ball. Namun kami dilarang keras membawa masuk Pokemon kami. Jadi kami menangkap Pokemon setelah memancingnya dengan Pokeblock, makanan kesukaan Pokemon atau dengan melempari dengan batu agar Pokemon itu menjadi marah dan mendekati kita.
Flame tampak antusias dengan Safari Zone. Dia berusaha keras menangkap Pokemon-Pokemon yang dianggapnya lucu dan menggemaskan. Namun sampai waktu berkunjung di Safari Zone habis, dia tak juga mendapatkan Pokemon yang diinginkannya. Padahal Flame telah membuat banyak sekali Pokeblock. Aku sendiri masih cukup beruntung karena berhasil mendapatkan seekor Sunkern, Pokemon berbentuk biji bunga. Flame tampak iri melihatku berhasil mendapatkan Sunkern.
Oh ya, Clown tak ikut dengan kami ke mall dan ke Safari Zone. Dia lebih memilih mengunjungi sebuah warung internet di samping mall. Saat aku menemuinya kembali seusai dari Safari Zone, dia masih asyik duduk di depan layar komputer.
”Memangnya kamu main apa sih? Kok sepertinya menyenangkan?” tanyaku penasaran.
”Oh, aku sedang memainkan Pokemon Showdown. Ini mengasyikkan lho!” jawabnya meyakinkan.
“Showdown? Apaan tuh?” tanyaku penasaran.
“Semacam simulasi pertarungan Pokemon di internet. Disini kita bisa memilih Pokemon apa saja yang ingin kita mainkan,” jelas Clown. ”Kamu bisa menantang semua pemain dari seluruh penjuru dunia. Kamu mau coba?”
”Boleh juga!” sahutku penasaran.
Permainan yang ditunjukkan Clown sangat menarik, aku langsung menyukainya saat pertama memainkannya. Kami berdua pun memainkannya terus-menerus hingga malam. Dan saat tengah asyik bermain, tiba-tiba seseorang menjewer telinga kami keras. Rupanya Flame!
”Mau sampai kapan kalian bermain disini?” tanyanya tampak marah. ”Laki-laki yang baik tidak menghabiskan waktunya sampai malam begini di warung internet. Kalian buka situs porno ya?”
”Enak saja, kami main game kok,” sanggahku cepat.
”Memangnya kalian main apa sih?” tanya Flame penasaran.
”Nih, coba saja sendiri!” tantang Clown.
Flame melihat apa yang kami mainkan. Dia lalu mencoba permainannya dan sepertinya dia menyukainya. Dia menggeserku dari tempat duduk dengan kasar hingga aku terjatuh dari tempat duduk.
”Hei, itu tempatku!” protesku.
”Sudah, kau cari tempat lain saja,” jawab Flame santai tanpa memalingkan wajah ke arahku sedikitpun. Tampaknya dia ikut tertarik dengan permainan itu. Aku pun mencari meja lain untuk melanjutkan permainanku.
Kami bertiga akhirnya sama-sama memainkan permainan itu hingga larut malam. Kami baru berhenti bermain saat warung internet itu ditutup pada jam satu malam.
”Sial! Aku belum sempat menantang si juara!” keluh Flame kesal. ”Kenapa sih warung internet ini tutup jam satu? Tak bisakah buka seharian penuh?”
”Hoahem... Sudahlah,” sahutku sambil menguap. ”Ini sudah larut malam, waktunya kita kembali ke motel. Lagipula tak baik perempuan masih ada di luar malam-malam begini.”
”Aku kan lagi liburan, memangnya tidak boleh!” jawab Flame kesal.
”Lunar benar, kita harus segera tidur. Besok kita masih bisa menikmati liburan kita,” hibur Clown.
”Ya sudahlah...” Flame tampak kesal, tapi mau bagaimana lagi. Diam-diam kuperhatikan wajahnya yang sedang kesal. Wajahnya manis juga saat sedang kesal.
Aku senang sekali hari ini. Baru kali ini aku menikmati liburan dengan kedua temanku itu hingga larut malam. Kulihat mereka tampak bahagia, dan tentunya itu menjadikan kebahagiaan pula untukku. Aku pasti akan sangat merindukan saat-saat ini. Saat-saat bersama dengan kedua teman yang sangat aku sayang ini.
”Kau benar-benar mau membeli semua barang ini?” tanyaku tak percaya melihat begitu banyak barang belanjaan yang dibeli oleh Flame di Mall Lilycove. Ada permadani, meja, pakaian, keset bergambar not balok, hingga boneka-boneka Pokemon. Harga-harganya pun terbilang mahal. Ini pertama kalinya aku menemani seorang perempuan berbelanja. Baru aku tahu kalau perempuan sangat senang berbelanja. Mereka tak bisa diam bila melihat benda yang dianggapnya bagus.
”Tentu saja aku beli,” jawab Flame menjawab pertanyaanku. “Memangnya kenapa?”
“Gak apa-apa sih, tapi apa kau akan membawa semua barang ini ke Continent Magmarine? Terus, bagaimana caramu membawanya?”
”Lunar, aku tidak akan membawa barang-barang ini ke kapal selam, aku akan mengirimnya ke rumahku di Pulau Cinnabar,” jawab Flame. ”Nanti kalau kita sudah berhasil menangkap Groudon, aku akan kembali ke pulau dan menikmati semua ini.”
”Oh, baiklah...” sahutku menyudahi pembicaraan. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.
Setelah dari mall, kami pergi ke Safari Zone di dekat Kota Lilycove. Safari Zone ini adalah satu-satunya di Region Hoenn. Disana kami bisa melihat banyak sekali Pokemon yang hanya bisa ditemukan di tempat ini di Hoenn. Disini juga kami diperbolehkan menangkap Pokemon yang kami inginkan dengan bola khusus yang disebut Safari ball. Namun kami dilarang keras membawa masuk Pokemon kami. Jadi kami menangkap Pokemon setelah memancingnya dengan Pokeblock, makanan kesukaan Pokemon atau dengan melempari dengan batu agar Pokemon itu menjadi marah dan mendekati kita.
Flame tampak antusias dengan Safari Zone. Dia berusaha keras menangkap Pokemon-Pokemon yang dianggapnya lucu dan menggemaskan. Namun sampai waktu berkunjung di Safari Zone habis, dia tak juga mendapatkan Pokemon yang diinginkannya. Padahal Flame telah membuat banyak sekali Pokeblock. Aku sendiri masih cukup beruntung karena berhasil mendapatkan seekor Sunkern, Pokemon berbentuk biji bunga. Flame tampak iri melihatku berhasil mendapatkan Sunkern.
Oh ya, Clown tak ikut dengan kami ke mall dan ke Safari Zone. Dia lebih memilih mengunjungi sebuah warung internet di samping mall. Saat aku menemuinya kembali seusai dari Safari Zone, dia masih asyik duduk di depan layar komputer.
”Memangnya kamu main apa sih? Kok sepertinya menyenangkan?” tanyaku penasaran.
”Oh, aku sedang memainkan Pokemon Showdown. Ini mengasyikkan lho!” jawabnya meyakinkan.
“Showdown? Apaan tuh?” tanyaku penasaran.
“Semacam simulasi pertarungan Pokemon di internet. Disini kita bisa memilih Pokemon apa saja yang ingin kita mainkan,” jelas Clown. ”Kamu bisa menantang semua pemain dari seluruh penjuru dunia. Kamu mau coba?”
”Boleh juga!” sahutku penasaran.
Permainan yang ditunjukkan Clown sangat menarik, aku langsung menyukainya saat pertama memainkannya. Kami berdua pun memainkannya terus-menerus hingga malam. Dan saat tengah asyik bermain, tiba-tiba seseorang menjewer telinga kami keras. Rupanya Flame!
”Mau sampai kapan kalian bermain disini?” tanyanya tampak marah. ”Laki-laki yang baik tidak menghabiskan waktunya sampai malam begini di warung internet. Kalian buka situs porno ya?”
”Enak saja, kami main game kok,” sanggahku cepat.
”Memangnya kalian main apa sih?” tanya Flame penasaran.
”Nih, coba saja sendiri!” tantang Clown.
Flame melihat apa yang kami mainkan. Dia lalu mencoba permainannya dan sepertinya dia menyukainya. Dia menggeserku dari tempat duduk dengan kasar hingga aku terjatuh dari tempat duduk.
”Hei, itu tempatku!” protesku.
”Sudah, kau cari tempat lain saja,” jawab Flame santai tanpa memalingkan wajah ke arahku sedikitpun. Tampaknya dia ikut tertarik dengan permainan itu. Aku pun mencari meja lain untuk melanjutkan permainanku.
Kami bertiga akhirnya sama-sama memainkan permainan itu hingga larut malam. Kami baru berhenti bermain saat warung internet itu ditutup pada jam satu malam.
”Sial! Aku belum sempat menantang si juara!” keluh Flame kesal. ”Kenapa sih warung internet ini tutup jam satu? Tak bisakah buka seharian penuh?”
”Hoahem... Sudahlah,” sahutku sambil menguap. ”Ini sudah larut malam, waktunya kita kembali ke motel. Lagipula tak baik perempuan masih ada di luar malam-malam begini.”
”Aku kan lagi liburan, memangnya tidak boleh!” jawab Flame kesal.
”Lunar benar, kita harus segera tidur. Besok kita masih bisa menikmati liburan kita,” hibur Clown.
”Ya sudahlah...” Flame tampak kesal, tapi mau bagaimana lagi. Diam-diam kuperhatikan wajahnya yang sedang kesal. Wajahnya manis juga saat sedang kesal.
Aku senang sekali hari ini. Baru kali ini aku menikmati liburan dengan kedua temanku itu hingga larut malam. Kulihat mereka tampak bahagia, dan tentunya itu menjadikan kebahagiaan pula untukku. Aku pasti akan sangat merindukan saat-saat ini. Saat-saat bersama dengan kedua teman yang sangat aku sayang ini.
Scene 73: Kisah Flame
Setelah puas menjelajahi kota Lilycove, keesokan harinya, kami kembali pergi ke pantai. Kali ini kami sama-sama bersantai berjemur di pantai. Flame berbaring sambil membaca majalah wanita, Clown berbaring sambil bermain gameboy, sementara aku terduduk sambil mengamati Pokemon-Pokemon kami bermain di pantai. Kulihat juga ada banyak anak kecil yang bermain disana.
”Aku haus, aku mau beli minum di toko terdekat,” ujar Clown tiba-tiba. Dia menghentikan permainannya dan bangkit berdiri. ”Kalian mau titip apa?”
”Aku soda pop,” jawab Flame.
“Aku lemon water,” jawabku kemudian.
“Baiklah, pesanan segera datang. Aku pergi dulu.” Usai mengatakan itu, Clown berjalan meninggalkan kami berdua.
Aku kembali mengamati bibir pantai. Kulihat ada empat orang anak dengan seekor Pokemon berwarna kuning tengah bermain bersama. Tampaknya mereka berempat adalah seorang pelatih Pokemon.
”Flame, kau tahu Pokemon berwarna kuning yang bersama keempat anak itu?” tanyaku pada Flame.
Flame berhenti membaca. Dia melihat ke arah yang kumaksudkan. ”Itu Pikachu,” jawabnya kemudian. ”Pokemon tikus listrik. Dia memang lucu dan menggemaskan, tapi kalau dia marah dia bisa menyetrummu dengan tegangan 10.000 volt.”
”Wow!” kagumku.
”Mereka sepertinya adalah trainer Pokemon,” tebak Flame.
”Aku juga berpikir seperti itu,” sahutku. ”Aku jadi ingat saat aku belum bergabung dengan Tim Magma dulu. Saat itu aku juga seorang trainer Pokemon.”
”Oh ya, aku ingat itu.” Flame mengangguk. ”Saat itu aku yang menggeledah tasmu. Aku yang menemukan kartu trainermu.”
”Sudah lama sekali ya?” kenangku. ”Aku yang menjadi trainer Pokemon agar aku bisa menangkap Groudon, tak kusangka akan bertemu Tim Magma dan malah bergabung dengan mereka.”
”Memangnya kenapa kau sangat ingin menangkap Groudon?” tanya Flame kemudian.
”Aku pernah melihatnya saat aku kecil. Kata ayahku, Groudon bisa menciptakan daratan. Aku ingin memilikinya agar aku bisa menciptakan daratanku sendiri. Aku ingin memperluas daratan Hoenn. Sehingga bisa menghubungkan wilayah-wilayah yang terpisahkan oleh lautan. Kudengar ada banyak pulau kecil yang tersebar di sekitar dataran utama Hoenn.”
”Jadi itu alasanmu mencari Groudon?”
Aku mengangguk. “Ya, aku pasti bisa menemukannya.” Aku menoleh pada Flame. ”Kalau kau sendiri, mengapa kau tertarik ikut mencari Groudon?” aku balik bertanya.
Flame terdiam mendengar pertanyaanku. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan. Aku tak tega melihatnya. ”Sudahlah, kalau itu membuatmu sedih. Tak apa-apa kalau kau tak mau bercerita,” hiburku.
Flame menggeleng. ”Tak apa, agar kita sama-sama tahu.”
”Lalu?”
Flame memandang ke langit. ”Semua bermula saat aku masih kecil,” Flame mulai bercerita. ”Kedua orang tuaku adalah penjaga Gunung Cinnabar, gunung berapi aktif yang ada di pulau Cinnabar. Mereka berdua meninggal saat Gunung Cinnabar meletus dan meninggalkanku yang saat itu masih sangat kecil. Beruntung seorang ilmuwan yang bekerja di pulau Cinnabar mau merawat dan membesarkanku hingga remaja. Aku sangat berterima kasih padanya, dia lelaki yang sangat baik dan sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri.
”Sampai sekarang Gunung Cinnabar masih aktif dan suatu saat nanti pasti akan meletus dan menghancurkan seisi pulau,” lanjut Flame. ”Letusan terakhirnya telah memusnahkan sebagian besar kota, hanya tinggal sedikit saja penduduk yang berdiam diri disana, termasuk aku dan Kakek Blaine.”
”Blaine?”
”Ya, Blaine adalah nama ilmuwan yang merawatku. Dia juga seorang gym leader di Kota Cinnabar. Dia spesialis Pokemon bertipe Fire atau api, karena itulah aku merubah Eevee milikku menjadi Flareon agar aku bisa seperti dia. Tapi kau lihat sendiri kan apa yang terjadi pada Flareon kemudian?”
Aku mengangguk. ”Ya, kita yang menyelamatkannya di Pulau Hitam.”
”Setelah kepergian Flareon, aku menjadi murung dan pendiam,” sambung Flame. ”Kepergian Flareon seolah telah melenyapkan semangat hidupku. Karena dialah satu-satunya teman yang aku punya.”
”Hanya Eevee saja temanmu?” tanyaku heran.
Flame mengangguk. ”Ya, hanya dia temanku. Anak-anak lain di Kota Cinnabar tidak menyukaiku. Mereka benci kepadaku terlebih setelah Flareon mengamuk.”
”Memangnya apa alasan mereka membencimu? Kulihat kau anak yang baik,” tanyaku heran.
”Ya, aku memang tidak nakal atau badung. Tapi aku seorang pyrokinesics, begitu mereka biasa menyebutku.”
”Pyrokinesis? Bagaimana bisa?” tanyaku tak mengerti. Pyrokinesis adalah gejala dimana manusia bisa mengeluarkan api dari tubuhnya. Gejala seperti ini biasanya tidak disadari dan dianggap sebagai hal gaib, begitu yang aku ingat dari buku yang pernah kubaca.
”Ya, aku sendiri merasa bingung. Mereka bilang aku bisa mengeluarkan api dari tubuhku. Konon aku pernah membakar seorang anak saat aku sedang bermain dengannya. Tapi aku tak ingat semua kejadian itu. Itulah mengapa kemudian aku dikucilkan. Hanya Kakek Blaine dan Eevee yang mau menemaniku.”
Aku terdiam. Aku membayangkan bagaimana rasanya anak sekecil Flame waktu dikucilkan dari pergaulan, itu pasti sangat menyedihkan. Aku sih terbiasa terkucil, tapi aku tidak dikucilkan melainkan memang mengucilkan diri. Seharusnya aku bersyukur...
”Sampai kemudian....” Flame melanjutkan ceritanya, ”Sampai kemudian Paman Maxie datang ke kota kami dan menceritakan mengenai Groudon, Pokemon benua legendaris yang tinggal di provinsi Hoenn....
”Paman menceritakan kalau Groudon mampu menciptakan benua, menciptakan daratan. Mendengar itu aku langsung tertarik. Bila aku berhasil menangkap Groudon, maka aku bisa menciptakan daratan baru bagi penduduk Kota Cinnabar. Bila hal itu terjadi, mereka pasti mau mengakui keberadaanku... mereka pasti mau menerimaku. Karena itulah... karena itulah aku mau bergabung dengan Paman Maxie dalam Tim Magma!”
Flame berhenti bercerita. Kulihat dia mulai meneteskan air matanya. Sekarang aku tahu mengapa dia begitu antusias dalam setiap tugas di tim Magma. Sekarang aku pun tahu mengapa dia begitu menghargai persahabatan di antara kami bertiga. Flame, aku bisa memahami perasaanmu sekarang.
”Aku haus, aku mau beli minum di toko terdekat,” ujar Clown tiba-tiba. Dia menghentikan permainannya dan bangkit berdiri. ”Kalian mau titip apa?”
”Aku soda pop,” jawab Flame.
“Aku lemon water,” jawabku kemudian.
“Baiklah, pesanan segera datang. Aku pergi dulu.” Usai mengatakan itu, Clown berjalan meninggalkan kami berdua.
Aku kembali mengamati bibir pantai. Kulihat ada empat orang anak dengan seekor Pokemon berwarna kuning tengah bermain bersama. Tampaknya mereka berempat adalah seorang pelatih Pokemon.
”Flame, kau tahu Pokemon berwarna kuning yang bersama keempat anak itu?” tanyaku pada Flame.
Flame berhenti membaca. Dia melihat ke arah yang kumaksudkan. ”Itu Pikachu,” jawabnya kemudian. ”Pokemon tikus listrik. Dia memang lucu dan menggemaskan, tapi kalau dia marah dia bisa menyetrummu dengan tegangan 10.000 volt.”
”Wow!” kagumku.
”Mereka sepertinya adalah trainer Pokemon,” tebak Flame.
”Aku juga berpikir seperti itu,” sahutku. ”Aku jadi ingat saat aku belum bergabung dengan Tim Magma dulu. Saat itu aku juga seorang trainer Pokemon.”
”Oh ya, aku ingat itu.” Flame mengangguk. ”Saat itu aku yang menggeledah tasmu. Aku yang menemukan kartu trainermu.”
”Sudah lama sekali ya?” kenangku. ”Aku yang menjadi trainer Pokemon agar aku bisa menangkap Groudon, tak kusangka akan bertemu Tim Magma dan malah bergabung dengan mereka.”
”Memangnya kenapa kau sangat ingin menangkap Groudon?” tanya Flame kemudian.
”Aku pernah melihatnya saat aku kecil. Kata ayahku, Groudon bisa menciptakan daratan. Aku ingin memilikinya agar aku bisa menciptakan daratanku sendiri. Aku ingin memperluas daratan Hoenn. Sehingga bisa menghubungkan wilayah-wilayah yang terpisahkan oleh lautan. Kudengar ada banyak pulau kecil yang tersebar di sekitar dataran utama Hoenn.”
”Jadi itu alasanmu mencari Groudon?”
Aku mengangguk. “Ya, aku pasti bisa menemukannya.” Aku menoleh pada Flame. ”Kalau kau sendiri, mengapa kau tertarik ikut mencari Groudon?” aku balik bertanya.
Flame terdiam mendengar pertanyaanku. Raut wajahnya menunjukkan kesedihan. Aku tak tega melihatnya. ”Sudahlah, kalau itu membuatmu sedih. Tak apa-apa kalau kau tak mau bercerita,” hiburku.
Flame menggeleng. ”Tak apa, agar kita sama-sama tahu.”
”Lalu?”
Flame memandang ke langit. ”Semua bermula saat aku masih kecil,” Flame mulai bercerita. ”Kedua orang tuaku adalah penjaga Gunung Cinnabar, gunung berapi aktif yang ada di pulau Cinnabar. Mereka berdua meninggal saat Gunung Cinnabar meletus dan meninggalkanku yang saat itu masih sangat kecil. Beruntung seorang ilmuwan yang bekerja di pulau Cinnabar mau merawat dan membesarkanku hingga remaja. Aku sangat berterima kasih padanya, dia lelaki yang sangat baik dan sudah aku anggap sebagai ayahku sendiri.
”Sampai sekarang Gunung Cinnabar masih aktif dan suatu saat nanti pasti akan meletus dan menghancurkan seisi pulau,” lanjut Flame. ”Letusan terakhirnya telah memusnahkan sebagian besar kota, hanya tinggal sedikit saja penduduk yang berdiam diri disana, termasuk aku dan Kakek Blaine.”
”Blaine?”
”Ya, Blaine adalah nama ilmuwan yang merawatku. Dia juga seorang gym leader di Kota Cinnabar. Dia spesialis Pokemon bertipe Fire atau api, karena itulah aku merubah Eevee milikku menjadi Flareon agar aku bisa seperti dia. Tapi kau lihat sendiri kan apa yang terjadi pada Flareon kemudian?”
Aku mengangguk. ”Ya, kita yang menyelamatkannya di Pulau Hitam.”
”Setelah kepergian Flareon, aku menjadi murung dan pendiam,” sambung Flame. ”Kepergian Flareon seolah telah melenyapkan semangat hidupku. Karena dialah satu-satunya teman yang aku punya.”
”Hanya Eevee saja temanmu?” tanyaku heran.
Flame mengangguk. ”Ya, hanya dia temanku. Anak-anak lain di Kota Cinnabar tidak menyukaiku. Mereka benci kepadaku terlebih setelah Flareon mengamuk.”
”Memangnya apa alasan mereka membencimu? Kulihat kau anak yang baik,” tanyaku heran.
”Ya, aku memang tidak nakal atau badung. Tapi aku seorang pyrokinesics, begitu mereka biasa menyebutku.”
”Pyrokinesis? Bagaimana bisa?” tanyaku tak mengerti. Pyrokinesis adalah gejala dimana manusia bisa mengeluarkan api dari tubuhnya. Gejala seperti ini biasanya tidak disadari dan dianggap sebagai hal gaib, begitu yang aku ingat dari buku yang pernah kubaca.
”Ya, aku sendiri merasa bingung. Mereka bilang aku bisa mengeluarkan api dari tubuhku. Konon aku pernah membakar seorang anak saat aku sedang bermain dengannya. Tapi aku tak ingat semua kejadian itu. Itulah mengapa kemudian aku dikucilkan. Hanya Kakek Blaine dan Eevee yang mau menemaniku.”
Aku terdiam. Aku membayangkan bagaimana rasanya anak sekecil Flame waktu dikucilkan dari pergaulan, itu pasti sangat menyedihkan. Aku sih terbiasa terkucil, tapi aku tidak dikucilkan melainkan memang mengucilkan diri. Seharusnya aku bersyukur...
”Sampai kemudian....” Flame melanjutkan ceritanya, ”Sampai kemudian Paman Maxie datang ke kota kami dan menceritakan mengenai Groudon, Pokemon benua legendaris yang tinggal di provinsi Hoenn....
”Paman menceritakan kalau Groudon mampu menciptakan benua, menciptakan daratan. Mendengar itu aku langsung tertarik. Bila aku berhasil menangkap Groudon, maka aku bisa menciptakan daratan baru bagi penduduk Kota Cinnabar. Bila hal itu terjadi, mereka pasti mau mengakui keberadaanku... mereka pasti mau menerimaku. Karena itulah... karena itulah aku mau bergabung dengan Paman Maxie dalam Tim Magma!”
Flame berhenti bercerita. Kulihat dia mulai meneteskan air matanya. Sekarang aku tahu mengapa dia begitu antusias dalam setiap tugas di tim Magma. Sekarang aku pun tahu mengapa dia begitu menghargai persahabatan di antara kami bertiga. Flame, aku bisa memahami perasaanmu sekarang.
Scene 74: Lelaki dari Masa Depan
”Hei, kenapa Clown lama sekali?” tanya Flame setelah menenangkan dirinya. ”Kupikir dia hanya membeli minuman ringan.”
”Kau benar, kenapa dia lama sekali ya?” sahutku. ”Apa mungkin dia mampir ke warung internet dan main Showdown lagi?”
”Siapa tahu begitu. Bagaimana kalau kita susul saja?”
“Ya, aku juga haus.”
Kami berdua berdiri dan mulai melangkah ke toko terdekat yang dimaksudkan oleh Clown. Tak butuh waktu lama untuk tiba di toko minuman ringan, namun kami tak menemukan Clown disana.
“Oh, tadi memang ada pemuda berambut pirang yang membeli minuman disini. Satu soda pop, satu cola, dan satu lemon water,” jawab penjaga toko. “Tapi dia sudah pergi dari tadi.”
“Itu pasti Clown,” terkaku. “Tak salah lagi, dia pasti mampir ke warung internet buat main game.”
”Kalau begitu ayo kita ke warung internet.”
”Tapi dia tidak berjalan ke arah pusat internet, dia berjalan ke arah pantai melalui jalan itu,” tambah penjaga toko sambil menunjuk ke sebuah arah.
”Kalau begitu ayo kita cari dia.”
Setelah berterima kasih pada penjaga toko, kami berjalan menyusuri jalan yang ditunjuk. Disana kami melihat sebuah lapangan kecil yang agak tersembunyi. Kami baru saja melewati lapangan itu saat tiba-tiba terdengar suara ledakan dari lapangan itu.
“Mungkin itu Clown, ayo kita kesana!”
Aku dan Flame langsung menuju ke lapangan itu dan menemukan Clown jatuh berlutut di tanah. Sementara Electabuzz dan Magmar terkapar di depannya. Tubuh Clown tampak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik kecil, sepertinya dia lumpuh atau paralyzed.
“Clown! Apa yang terjadi?” seru Flame terkejut.
”Maaf, pesanan kalian terlambat datang,” jawab Clown dengan terengah-engah.
”Apa yang terjadi?” tanyaku penasaran.
”Kalian tak usah ikut campur!” tiba-tiba terdengar suara lelaki lain di seberang Clown. Lelaki itu memakai rompi merah khas seorang ranger. Rambutnya berwarna putih kehijau-hijauan. Di sampingnya tampak seekor Pokemon berbentuk badak berduri berwarna ungu yang berdiri pada kedua kakinya dan juga seekor Pokemon berbentuk bunga mawar yang kuketahui sebagai Roselia.
”Siapa kau dan mau apa dengan teman kami?” tanya Flame berang.
”Sudah jelas kan kalau aku ini ranger dan keberadaanku disini adalah untuk menangkap teman penjahat kalian itu, Volta Lebasque atau lebih dikenal dengan sebutan Clown,” jawab lelaki itu. ”Dan perkenalkan namaku... namaku David Celly, biasa dipanggil Celly, David atau bahkan ada yang memanggilku... Celebi.”
”Aku tak peduli siapa namamu, yang pasti takkan kubiarkan kau menangkap Clown!” sergahku cepat.
”Aku sudah bilang kepada kalian agar tidak ikut campur, ini urusan ranger.”
”Memangnya apa kesalahan Clown sehingga kau mau menangkapnya?” tanya Flame kemudian. Wajar bila Flame menanyakan hal itu mengingat saat ini kami tidak mengenakan seragam tim Magma.
”Sebenarnya kejahatannya sangat besar di masa depan, namun di masa ini aku akan menangkapnya dengan alasan karena dia anggota Tim Magma,” jawab ranger bernama Celly itu. ”Aku tahu kalau kalian berdua juga anggota Tim Magma, tapi kedatanganku kesini bukan untuk menangkap kalian berdua. Bagaimanapun kalian berdua akan menjadi orang penting di masa depan.”
”Masa depan? Apa maksud perkataanmu?” tanyaku tak mengerti.
Celly tersenyum misterius. ”Ya, mungkin kalian tak percaya dengan apa yang kukatakan, itu wajar,” jawabnya. ”Aku adalah ranger yang datang dari masa depan. Aku datang ke masa lalu atau masa kalian sekarang untuk menangkap para penjahat sebelum mereka berbuat kejahatan lebih besar lagi di masa depan, di masaku. Beruntung teman kalian punya catatan sebagai anggota tim penjahat Tim Magma, sehingga aku bisa menangkapnya dan menyerahkannya pada markas ranger terdekat.”
Ranger yang datang dari masa depan? Omong kosong apa ini? Mana mungkin bisa seseorang melintasi waktu dan kembali ke masa lalu? Apakah mungkin di masa depan manusia telah berhasil menemukan mesin waktu?
”Jangan konyol! Mana ada manusia dari masa depan bisa kembali ke masa lalu,” sangkal Flame seperti membaca pikiranku.
Lagi-lagi Celly tersenyum misterius. ”Sudah kubilang bukan kalau kalian takkan percaya dengan apa yang kukatakan. Tapi kuharap kalian tidak menggangguku menangkap penjahat ini karena ini semua demi kebaikan kalian sendiri.”
”Demi kebaikan kami? Kebaikan yang mana?” sangkal Flame lagi. ”Terserah bila kalian menganggap keberadaan kami sebagai anggota Tim Magma adalah penjahat yang pantas untuk ditangkap, tapi kami takkan diam saja melihat teman kami ditangkap.”
Luar biasa! Aku terkejut dengan pembelaan Flame. Pembelaan ini hampir sama dengan pembelaannya dulu padaku. Flame benar-benar menghargai ikatan persahabatannya.
”Ya, kalau kau mau menangkap Clown, kau harus menghadapi kami dulu,” aku ikut membela. ”Dia teman kami dan karena itu kami akan melindunginya!”
”Lunar, Flame... sudahlah,” tiba-tiba Clown bicara. ”Lebih baik selamatkan diri kalian, aku tak apa-apa.”
”Kami takkan pergi,” aku bersikeras. ”Lagipula dia mengatakan kalau dia mengincarmu, bukan aku dan Flame.”
”Lebih baik kau dengarkan temanmu itu, Tuan Lunar,” ujar Celly. ”Dia akan berbuat kerusakan yang sangat besar dan menjadi buronan paling dicari di masa depan. Jangan biarkan hal itu terjadi.”
”Omong kosong!” bantahku. ”Konyol sekali bila menangkap seseorang atas kejahatan yang belum dilakukannya. Apa itu tidak melanggar hukum?”
”Ya, mungkin ini seperti cerita film, tapi percayalah padaku Tuan Lunar, dia akan sangat menyusahkan. Dia bahkan akan mengkhianati kalian berdua.”
”Aku percaya pada Clown, dia teman kami, tak mungkin dia mengkhianati kami berdua,” aku kembali menyanggah. ”Andaipun dia berbuat kejahatan di masa depan, akan kupastikan akulah orang pertama yang akan menangkapnya!”
”Kau benar, kenapa dia lama sekali ya?” sahutku. ”Apa mungkin dia mampir ke warung internet dan main Showdown lagi?”
”Siapa tahu begitu. Bagaimana kalau kita susul saja?”
“Ya, aku juga haus.”
Kami berdua berdiri dan mulai melangkah ke toko terdekat yang dimaksudkan oleh Clown. Tak butuh waktu lama untuk tiba di toko minuman ringan, namun kami tak menemukan Clown disana.
“Oh, tadi memang ada pemuda berambut pirang yang membeli minuman disini. Satu soda pop, satu cola, dan satu lemon water,” jawab penjaga toko. “Tapi dia sudah pergi dari tadi.”
“Itu pasti Clown,” terkaku. “Tak salah lagi, dia pasti mampir ke warung internet buat main game.”
”Kalau begitu ayo kita ke warung internet.”
”Tapi dia tidak berjalan ke arah pusat internet, dia berjalan ke arah pantai melalui jalan itu,” tambah penjaga toko sambil menunjuk ke sebuah arah.
”Kalau begitu ayo kita cari dia.”
Setelah berterima kasih pada penjaga toko, kami berjalan menyusuri jalan yang ditunjuk. Disana kami melihat sebuah lapangan kecil yang agak tersembunyi. Kami baru saja melewati lapangan itu saat tiba-tiba terdengar suara ledakan dari lapangan itu.
“Mungkin itu Clown, ayo kita kesana!”
Aku dan Flame langsung menuju ke lapangan itu dan menemukan Clown jatuh berlutut di tanah. Sementara Electabuzz dan Magmar terkapar di depannya. Tubuh Clown tampak mengeluarkan gelombang-gelombang listrik kecil, sepertinya dia lumpuh atau paralyzed.
“Clown! Apa yang terjadi?” seru Flame terkejut.
”Maaf, pesanan kalian terlambat datang,” jawab Clown dengan terengah-engah.
”Apa yang terjadi?” tanyaku penasaran.
”Kalian tak usah ikut campur!” tiba-tiba terdengar suara lelaki lain di seberang Clown. Lelaki itu memakai rompi merah khas seorang ranger. Rambutnya berwarna putih kehijau-hijauan. Di sampingnya tampak seekor Pokemon berbentuk badak berduri berwarna ungu yang berdiri pada kedua kakinya dan juga seekor Pokemon berbentuk bunga mawar yang kuketahui sebagai Roselia.
”Siapa kau dan mau apa dengan teman kami?” tanya Flame berang.
”Sudah jelas kan kalau aku ini ranger dan keberadaanku disini adalah untuk menangkap teman penjahat kalian itu, Volta Lebasque atau lebih dikenal dengan sebutan Clown,” jawab lelaki itu. ”Dan perkenalkan namaku... namaku David Celly, biasa dipanggil Celly, David atau bahkan ada yang memanggilku... Celebi.”
”Aku tak peduli siapa namamu, yang pasti takkan kubiarkan kau menangkap Clown!” sergahku cepat.
”Aku sudah bilang kepada kalian agar tidak ikut campur, ini urusan ranger.”
”Memangnya apa kesalahan Clown sehingga kau mau menangkapnya?” tanya Flame kemudian. Wajar bila Flame menanyakan hal itu mengingat saat ini kami tidak mengenakan seragam tim Magma.
”Sebenarnya kejahatannya sangat besar di masa depan, namun di masa ini aku akan menangkapnya dengan alasan karena dia anggota Tim Magma,” jawab ranger bernama Celly itu. ”Aku tahu kalau kalian berdua juga anggota Tim Magma, tapi kedatanganku kesini bukan untuk menangkap kalian berdua. Bagaimanapun kalian berdua akan menjadi orang penting di masa depan.”
”Masa depan? Apa maksud perkataanmu?” tanyaku tak mengerti.
Celly tersenyum misterius. ”Ya, mungkin kalian tak percaya dengan apa yang kukatakan, itu wajar,” jawabnya. ”Aku adalah ranger yang datang dari masa depan. Aku datang ke masa lalu atau masa kalian sekarang untuk menangkap para penjahat sebelum mereka berbuat kejahatan lebih besar lagi di masa depan, di masaku. Beruntung teman kalian punya catatan sebagai anggota tim penjahat Tim Magma, sehingga aku bisa menangkapnya dan menyerahkannya pada markas ranger terdekat.”
Ranger yang datang dari masa depan? Omong kosong apa ini? Mana mungkin bisa seseorang melintasi waktu dan kembali ke masa lalu? Apakah mungkin di masa depan manusia telah berhasil menemukan mesin waktu?
”Jangan konyol! Mana ada manusia dari masa depan bisa kembali ke masa lalu,” sangkal Flame seperti membaca pikiranku.
Lagi-lagi Celly tersenyum misterius. ”Sudah kubilang bukan kalau kalian takkan percaya dengan apa yang kukatakan. Tapi kuharap kalian tidak menggangguku menangkap penjahat ini karena ini semua demi kebaikan kalian sendiri.”
”Demi kebaikan kami? Kebaikan yang mana?” sangkal Flame lagi. ”Terserah bila kalian menganggap keberadaan kami sebagai anggota Tim Magma adalah penjahat yang pantas untuk ditangkap, tapi kami takkan diam saja melihat teman kami ditangkap.”
Luar biasa! Aku terkejut dengan pembelaan Flame. Pembelaan ini hampir sama dengan pembelaannya dulu padaku. Flame benar-benar menghargai ikatan persahabatannya.
”Ya, kalau kau mau menangkap Clown, kau harus menghadapi kami dulu,” aku ikut membela. ”Dia teman kami dan karena itu kami akan melindunginya!”
”Lunar, Flame... sudahlah,” tiba-tiba Clown bicara. ”Lebih baik selamatkan diri kalian, aku tak apa-apa.”
”Kami takkan pergi,” aku bersikeras. ”Lagipula dia mengatakan kalau dia mengincarmu, bukan aku dan Flame.”
”Lebih baik kau dengarkan temanmu itu, Tuan Lunar,” ujar Celly. ”Dia akan berbuat kerusakan yang sangat besar dan menjadi buronan paling dicari di masa depan. Jangan biarkan hal itu terjadi.”
”Omong kosong!” bantahku. ”Konyol sekali bila menangkap seseorang atas kejahatan yang belum dilakukannya. Apa itu tidak melanggar hukum?”
”Ya, mungkin ini seperti cerita film, tapi percayalah padaku Tuan Lunar, dia akan sangat menyusahkan. Dia bahkan akan mengkhianati kalian berdua.”
”Aku percaya pada Clown, dia teman kami, tak mungkin dia mengkhianati kami berdua,” aku kembali menyanggah. ”Andaipun dia berbuat kejahatan di masa depan, akan kupastikan akulah orang pertama yang akan menangkapnya!”
Scene 75: Panggilan Mendadak
”Andaipun dia berbuat kejahatan di masa depan, akan kupastikan akulah orang pertama yang akan menangkapnya!” seruku tegas.
Celly tampak terkejut mendengar ucapanku. Dia terdiam dan kemudian kembali tersenyum misterius. “Baiklah Tuan Lunar dan Nona Flame, aku takkan mengganggu kalian lagi. Sebenarnya aku sedih karena kalian menghalangiku untuk menangkap Clown jahat ini. Awalnya aku berniat untuk menangkapnya di masa ini, tapi sepertinya harus kuurungkan niatku itu. Kalian tahu kenapa?”
”Karena kau memang harus segera pergi dari sini sebelum aku bertindak lebih jauh,” jawabku sambil menantang. Aku telah mempersiapkan pokeball di tanganku yang kusembunyikan di belakang tubuhku.
”Bukan, bukan itu alasannya,” sahut Celly. ”Aku mengurungkan niatku bukan karena takut akan bertarung denganmu, Tuan Lunar. Aku justru senang bila bisa bertarung dengan orang sepertimu.”
”Oh ya? Lalu kenapa kau tidak bertarung saja?”
”Aku hanya tak mau mengganggu liburan kalian saja,” jawab Celly. ”Alasanku menuruti keinginan kalian adalah karena perkataanmu tadi, Tuan Lunar. Anda berkata kalau Andalah orang pertama yang akan menangkap Clown bila kelak Clown berbuat kejahatan yang sangat merugikan. Aku anggap itu sebagai sebuah janji dan aku menunggu janji itu. Aku yakin, bila orang seperti Tuan Lunar pasti bisa menangkap Clown. Kalian berdua sama-sama seorang pemburu yang hebat.”
”Apa katamu?” tanyaku makin tak mengerti dengan ucapannya.
”Lupakan saja,” Celly menyeringai. ”Lebih baik sekarang kalian bawa teman kalian itu ke rumah sakit terdekat untuk melenyapkan status paralyzed. Aku tadi menggunakan Stun Spore dari Roselia untuk melumpuhkannya. Biarpun dia kemudian melawan dengan mengeluarkan Electabuzz dan Magmar, namun dua Pokemonnya itu tak bisa menandingi kehebatan Nidoking milikku.”
Jadi Pokemon menyerupai badak itu adalah Nidoking?
”Kalau begitu lebih kau enyah dari hadapan kami sekarang, ranger dari masa depan!” bentak Flame keras. ”Kalau kau memang berasal dari masa depan, pulanglah ke masamu dan jangan merusak masa ini!”
”Huh, sepertinya kalian sangat membenciku,” sahut Celly menyimpulkan. ”Aku memang akan pergi, tapi kalian harus ingat akan kejadian hari ini. Dan kupastikan kalian akan menyesal saat alasan utama mengapa aku ingin menangkapnya telah muncul. Kalian akan menyesal!”
”Terserah apa katamu!”
”Baiklah, sampai jumpa lagi Tuan Lunar, Nona Flame, dan Tuan Volta alias Clown tentunya. Suatu kehormatan bisa bertemu dengan kalian semua di masa lalu. Dengan janji itu, aku bisa tenang.” Celly lalu melihat ke arah Roselia. ”Roselia, terima kasih atas bantuanmu. Sekarang kau aku lepaskan!” Celly menekan sebuah tombol pada alat yang kukenal sebagai styler alat penangkap atau capture styler. Aku ingat ayahku memiliki benda yang sama seperti itu.
Setelah menekan tombol itu, Roselia di samping Celly langsung pergi masuk ke dalam semak-semak. Seorang ranger memang hanya diizinkan memiliki seekor Pokemon sebagai partner meskipun begitu dalam menjalankan tugasnya mereka bisa menangkap Pokemon, meminjam kekuatannya dan menjadikan Pokemon itu untuk menuruti keinginannya dengan menggunakan alat yang disebut capture styler. Apabila telah selesai meminjam kekuatan Pokemon, seorang ranger akan segera melepaskan Pokemon itu kembali ke alam liar. Dalam hal ini, Celly meminjam kekuatan Roselia.
Celly lalu mendekati dan memegang Nidoking miliknya. Kupikir Nidoking itu adalah Pokemon yang menjadi partnernya. ”Nidoking, ayo kita pulang,” katanya pada Nidoking. Dia kemudian melihat ke arah kami seraya berkata, ”Sampai jumpa lagi di masa depan!”
Bersamaan dengan salam terakhir Celly itu, tiba-tiba muncul cahaya putih yang menyilaukan mata. Saat cahaya itu menghilang, kami menyadari Celly dan Nidoking miliknya sudah tak ada disana.
”Ke...kemana dia?” tanya Flame terkejut. “Apa dia menggunakan teleport untuk pergi ke tempat lain?”
”Mustahil,” jawab Clown. ”Nidoking tidak bisa mempelajari jurus teleport.”
”Lalu kalau begitu, bagaimana mungkin dia bisa pergi?”
Kami bertiga terdiam. Apa benar lelaki itu berasal dari masa depan?
“Lunar, Flame, terima kasih atas pembelaan kalian tadi,” ujar Clown kemudian. ”Kalian berdua telah menyelamatkanku.”
“Ya, itulah gunanya teman.”
“Tapi... Lunar dan Flame, terserah kalian bila kalian mau percaya dengan perkataan ranger itu. Itu hak kalian,” lanjut Clown.
”Tidak Clown, tidak akan,” jawab Flame. ”Apapun yang dikatakan ranger itu, tidak mengubah pandangan kami terhadapmu. Kita telah berteman dan mengenal satu sama lain. Kami yang lebih mengenalmu dibandingkan dengan orang asing tadi. Benar begitu kan Lunar?”
Aku diam tak menjawab. Bagaimanapun perkataan ranger itu telah mengganggu pikiranku. Peristiwa hilangnya Celly dari hadapan kami bisa membenarkan kalau dia memang datang dari masa depan. Selain itu dia hanya mengincar Clown saja, bukan kami secara keseluruhan. Dia juga bilang kalau aku dan Flame akan menjadi orang penting di masa depan. Dia memanggilku dengan sapaan tuan, seolah dia sangat menghormatiku terlebih setelah aku mengatakan kalimat yang aku sendiri tak menyadari akan ucapanku itu. Dia juga tahu kalau kami sedang liburan. Benarkah dia ranger yang datang dari masa depan? Dan benarkah nantinya Clown akan berbuat kejahatan yang sangat besar dan menjadi buronan paling dicari di masa depan? Dan pertanyaan terakhir, benarkah Clown akan mengkhianati kami berdua?
Saat tengah berpikir itulah tiba-tiba Magmavon yang ada di saku celana pendekku berbunyi. Aku pun segera mengeluarkannya. Rupanya Tabitha yang memanggil.
”Lunar, maaf mengganggu liburan kalian,” ujar Tabitha di layar Magmavon. ”Tapi kami ada tugas penting yang harus kalian kerjakan. Kami butuh bantuan kalian”
”Ada apa Kak Tabitha?” tanya Flame ikut melihat Magmavon.
”Kami mengindikasikan keberadaan Groudon,” jawab Tabitha. ”Kami pikir...kami telah menemukan Groudon!”
Apa? Groudon telah ditemukan? Benarkah apa yang kudengar ini?
Celly tampak terkejut mendengar ucapanku. Dia terdiam dan kemudian kembali tersenyum misterius. “Baiklah Tuan Lunar dan Nona Flame, aku takkan mengganggu kalian lagi. Sebenarnya aku sedih karena kalian menghalangiku untuk menangkap Clown jahat ini. Awalnya aku berniat untuk menangkapnya di masa ini, tapi sepertinya harus kuurungkan niatku itu. Kalian tahu kenapa?”
”Karena kau memang harus segera pergi dari sini sebelum aku bertindak lebih jauh,” jawabku sambil menantang. Aku telah mempersiapkan pokeball di tanganku yang kusembunyikan di belakang tubuhku.
”Bukan, bukan itu alasannya,” sahut Celly. ”Aku mengurungkan niatku bukan karena takut akan bertarung denganmu, Tuan Lunar. Aku justru senang bila bisa bertarung dengan orang sepertimu.”
”Oh ya? Lalu kenapa kau tidak bertarung saja?”
”Aku hanya tak mau mengganggu liburan kalian saja,” jawab Celly. ”Alasanku menuruti keinginan kalian adalah karena perkataanmu tadi, Tuan Lunar. Anda berkata kalau Andalah orang pertama yang akan menangkap Clown bila kelak Clown berbuat kejahatan yang sangat merugikan. Aku anggap itu sebagai sebuah janji dan aku menunggu janji itu. Aku yakin, bila orang seperti Tuan Lunar pasti bisa menangkap Clown. Kalian berdua sama-sama seorang pemburu yang hebat.”
”Apa katamu?” tanyaku makin tak mengerti dengan ucapannya.
”Lupakan saja,” Celly menyeringai. ”Lebih baik sekarang kalian bawa teman kalian itu ke rumah sakit terdekat untuk melenyapkan status paralyzed. Aku tadi menggunakan Stun Spore dari Roselia untuk melumpuhkannya. Biarpun dia kemudian melawan dengan mengeluarkan Electabuzz dan Magmar, namun dua Pokemonnya itu tak bisa menandingi kehebatan Nidoking milikku.”
Jadi Pokemon menyerupai badak itu adalah Nidoking?
”Kalau begitu lebih kau enyah dari hadapan kami sekarang, ranger dari masa depan!” bentak Flame keras. ”Kalau kau memang berasal dari masa depan, pulanglah ke masamu dan jangan merusak masa ini!”
”Huh, sepertinya kalian sangat membenciku,” sahut Celly menyimpulkan. ”Aku memang akan pergi, tapi kalian harus ingat akan kejadian hari ini. Dan kupastikan kalian akan menyesal saat alasan utama mengapa aku ingin menangkapnya telah muncul. Kalian akan menyesal!”
”Terserah apa katamu!”
”Baiklah, sampai jumpa lagi Tuan Lunar, Nona Flame, dan Tuan Volta alias Clown tentunya. Suatu kehormatan bisa bertemu dengan kalian semua di masa lalu. Dengan janji itu, aku bisa tenang.” Celly lalu melihat ke arah Roselia. ”Roselia, terima kasih atas bantuanmu. Sekarang kau aku lepaskan!” Celly menekan sebuah tombol pada alat yang kukenal sebagai styler alat penangkap atau capture styler. Aku ingat ayahku memiliki benda yang sama seperti itu.
Setelah menekan tombol itu, Roselia di samping Celly langsung pergi masuk ke dalam semak-semak. Seorang ranger memang hanya diizinkan memiliki seekor Pokemon sebagai partner meskipun begitu dalam menjalankan tugasnya mereka bisa menangkap Pokemon, meminjam kekuatannya dan menjadikan Pokemon itu untuk menuruti keinginannya dengan menggunakan alat yang disebut capture styler. Apabila telah selesai meminjam kekuatan Pokemon, seorang ranger akan segera melepaskan Pokemon itu kembali ke alam liar. Dalam hal ini, Celly meminjam kekuatan Roselia.
Celly lalu mendekati dan memegang Nidoking miliknya. Kupikir Nidoking itu adalah Pokemon yang menjadi partnernya. ”Nidoking, ayo kita pulang,” katanya pada Nidoking. Dia kemudian melihat ke arah kami seraya berkata, ”Sampai jumpa lagi di masa depan!”
Bersamaan dengan salam terakhir Celly itu, tiba-tiba muncul cahaya putih yang menyilaukan mata. Saat cahaya itu menghilang, kami menyadari Celly dan Nidoking miliknya sudah tak ada disana.
”Ke...kemana dia?” tanya Flame terkejut. “Apa dia menggunakan teleport untuk pergi ke tempat lain?”
”Mustahil,” jawab Clown. ”Nidoking tidak bisa mempelajari jurus teleport.”
”Lalu kalau begitu, bagaimana mungkin dia bisa pergi?”
Kami bertiga terdiam. Apa benar lelaki itu berasal dari masa depan?
“Lunar, Flame, terima kasih atas pembelaan kalian tadi,” ujar Clown kemudian. ”Kalian berdua telah menyelamatkanku.”
“Ya, itulah gunanya teman.”
“Tapi... Lunar dan Flame, terserah kalian bila kalian mau percaya dengan perkataan ranger itu. Itu hak kalian,” lanjut Clown.
”Tidak Clown, tidak akan,” jawab Flame. ”Apapun yang dikatakan ranger itu, tidak mengubah pandangan kami terhadapmu. Kita telah berteman dan mengenal satu sama lain. Kami yang lebih mengenalmu dibandingkan dengan orang asing tadi. Benar begitu kan Lunar?”
Aku diam tak menjawab. Bagaimanapun perkataan ranger itu telah mengganggu pikiranku. Peristiwa hilangnya Celly dari hadapan kami bisa membenarkan kalau dia memang datang dari masa depan. Selain itu dia hanya mengincar Clown saja, bukan kami secara keseluruhan. Dia juga bilang kalau aku dan Flame akan menjadi orang penting di masa depan. Dia memanggilku dengan sapaan tuan, seolah dia sangat menghormatiku terlebih setelah aku mengatakan kalimat yang aku sendiri tak menyadari akan ucapanku itu. Dia juga tahu kalau kami sedang liburan. Benarkah dia ranger yang datang dari masa depan? Dan benarkah nantinya Clown akan berbuat kejahatan yang sangat besar dan menjadi buronan paling dicari di masa depan? Dan pertanyaan terakhir, benarkah Clown akan mengkhianati kami berdua?
Saat tengah berpikir itulah tiba-tiba Magmavon yang ada di saku celana pendekku berbunyi. Aku pun segera mengeluarkannya. Rupanya Tabitha yang memanggil.
”Lunar, maaf mengganggu liburan kalian,” ujar Tabitha di layar Magmavon. ”Tapi kami ada tugas penting yang harus kalian kerjakan. Kami butuh bantuan kalian”
”Ada apa Kak Tabitha?” tanya Flame ikut melihat Magmavon.
”Kami mengindikasikan keberadaan Groudon,” jawab Tabitha. ”Kami pikir...kami telah menemukan Groudon!”
Apa? Groudon telah ditemukan? Benarkah apa yang kudengar ini?