Aku berdiri di dalam sebuah gua. Menatap tajam seekor Pokemon raksasa berwarna merah berkilat di depanku. Pokemon itu beberapa kali menggeram marah, seolah siap untuk menerkamku bulat-bulat. Groudon, nama Pokemon itu. Pokemon legendaris pencipta daratan... yang ingin kudapatkan!
Scene 1: Perjalanan Dimulai
Sebuah teriakan keras membangunkanku dari tidur. Saking kagetnya, hampir saja aku terjatuh dari tempat tidurku. Aku pun langsung melihat ke arah pintu kamarku yang terbuka lebar. Tampak disana kakakku satu-satunya, Lydia tengah berdiri dengan memandang kesal ke arahku.
“Kamu jadi pergi tidak sih?” Tanya Kak Lydia mendengus kesal.
“Ja… jadi, tentu saja…” ujarku tergagap.
“Ya udah, kalau gitu cepatlah bangun. Sebelum kakak berubah pikiran untuk meminjamkanmu Pokemon kakak.” Seusai mengatakan itu, Kak Lydia lalu berpaling dan menutup pintu kamarku keras.
Oh, yeah… Hari ini adalah hari yang special untukku. Karena di hari ini aku akan… Tunggu dulu! Sebelum aku bercerita panjang lebar, aku akan terlebih dulu memperkenalkan diriku.
Namaku Lunar Servada. Aku tinggal di kota Verdanturf, sebuah kota yang penuh dengan rerumputan di wilayah provinsi Hoenn. Di kota ini aku tinggal dan besar bersama kakakku, Lydia. Dia adalah seorang peternak Pokemon.
Umurku 17 tahun saat ini. Ayahku adalah seorang ranger dengan nama sandi S. Namun beliau menghilang dalam tugas sewaktu aku masih berumur enam tahun. Ada yang mengatakan kalau ayahku sudah meninggal, tapi aku tak percaya itu. Entahlah, dimana ayahku saat ini, tapi aku takkan percaya omongan orang sebelum aku melihat jenazah ayahku dengan mata kepala sendiri. Bagiku ayahku masih hidup.
Hari ini adalah hari dimana aku akan memulai perjalanan sebagai seorang Pokemon trainer. Tahukah kalian apa itu Pokemon? Pokemon adalah makhluk hidup aneh seperti monster yang tinggal di hutan, di danau, di kota, dan di seluruh penjuru dunia ini. Mereka biasanya hidup liar atau ada yang bekerja bersama dengan Manusia untuk meringankan tugas manusia. Selain itu, ada juga Pokemon yang melakukan perjalanan bersama manusia yang disebut sebagai pelatih atau Pokemon trainer.
Seperti yang sudah kukatakan, hari ini aku akan memulai perjalanan menjadi Pokemon trainer untuk mewujudkan obsesiku. Tujuanku adalah untuk mencari Groudon, Pokemon legenda yang pernah aku lihat dulu sewaktu aku pergi ke gunung Chimney saat masih kecil. Konon Groudon mampu menciptakan daratan. Karena itulah aku ingin bisa menangkap Groudon agar aku bisa memperluas wilayah Hoenn dan aku menciptakan pulauku sendiri. Bayangkan itu... menciptakan pulauku sendiri! Yang akan kuberi nama... PULAU SERVADA!!!
Namun untuk bisa menangkapnya, diperlukan kemampuan pelatih Pokemon yang hebat. Oleh karena itu, hari ini aku akan memulai perjalananku menjadi soerang Pokemon trainer demi bisa menangkap Groudon. Entah kapan aku akan bertemu dengan Groudon, yang pasti aku akan berusaha!
”Lunar, apa kau sudah siap untuk pergi?” tanya kak Lydia melihat aku sedang mempersiapkan peralatan di ruang tamu.
”Tentu kak,” jawabku. ”Aku sudah tidak sabar untuk menjadi Pokemon trainer yang hebat! Ini demi Groudon!”
”HUSH!” sergah Kak Lydia cepat. ”Sudah berapa kali Kakak katakan padamu untuk melupakan obsesi bodohmu itu. Tahukah kamu kalau Groudon itu adalah Pokemon legendaris yang luar biasa kuat? Aku tak ingin kamu terluka karena itu.”
”Tapi Kak, aku kan...”
”Diam Lunar!” potong Kak Lydia ketus. ”Kakak mengizinkanmu menjadi Pokemon trainer adalah agar kelak kamu bisa hidup mandiri dan menjaga dirimu dari berbagai macam ancaman bahaya. Bukan justru mendatangi bahaya!”
”Ba... baiklah Kak... aku mengerti,” sahutku dengan nada lemah. Ah, kenapa sih kakakku tak mau mengerti...
”Selain itu, anak laki-laki harus kuat, itulah yang dipesankan oleh ayah,” kata Kak Lydia kemudian. ”Lalu satu hal yang mesti kamu ingat...”
”Apa itu Kak?”
Kak Lydia terdiam. Dia tampak menyimpan sesuatu untuk diucapkan. Dibuangnya nafas pelan lalu berkata, ”Jangan pernah sebutkan nama lengkapmu. Jangan pernah sebutkan nama keluarga kita.”
”Eh?” aku tersentak kaget. ”Ke... kenapa Kak? Bu... bukankah di Verdanturf nama kita...”
”Itu hanya berlaku di Verdanturf,” sela Kak Lydia cepat. ”Kita tahu benar bagaimana warga Verdanturf. Tapi kita tidak tahu bagaimana dengan dunia luar sana, dunia di luar Verdanturf. Dunia ini luas...”
”Tapi Kak, kenapa tidak boleh...”
”Taati saja perintah Kakak!” kak Lydia mendelik tajam. Membuatku langsung terdiam begitu saja. ”Ini demi kebaikanmu sendiri. Ini demi keselamatanmu. Lagipula ini pesan langsung dari ayah kita.”
”A... ayah? Benarkah?” tanyaku tak percaya.
Kak Lydia mengangguk dan tersenyum. ”Iya. Karena itu kak Lydia minta kepadamu untuk menaati nasehat ayah ini. Bagaimana?”
Aku terdiam. Aku baru tahu ayah melarang kami menyebutkan nama kami tersebut di luar Verdanturf. Entah apapun alasannya, aku yakin ayah melakukan hal itu untuk kebaikan kami.
”Baiklah... lagipula ini permintaan ayah. Aku tidak ingin membuat ayah sedih bila aku tidak menuruti keinginannya. Ya walaupun aku tidak mengerti pasti kenapa ayah menginginkan hal itu...” ujarku pasrah.
”Anak pintar...” puji Kak Lydia seraya mengacak-acak rambutku yang sudah acak-acakan. Aku langsung saja berkelit melepaskan cengkeramannya dari kepalaku. Kak Lydia tersenyum. Dia lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dari sakunya. PokeBall adalah sebuah alat canggih yang digunakan untuk menangkap dan menyimpan Pokemon. Karenanya, Pokemon yang sebesar pohon pun bisa dikantongi dengan mudah untuk dibawa kemana-mana.
Kak Lydia mengulurkan PokeBall kepadaku. Perlahan tapi pasti aku menerima PokeBall itu dan memandanginya pelan.
”Pokemon yang ada di dalam Pokeball ini adalah Wooper, Pokemon bertipe Water dan juga Ground. Kakak pinjamkan Pokemon ini untukmu agar kamu bisa menangkap Pokemon pertamamu,” kata Kak Lydia menjelaskan.
Aku mengangguk. ”Terima kasih Kak. Dengan Pokemon ini, aku pasti bisa menangkap Pokemon pertamaku!”
”Ingat ya, setelah kau berhasil menangkap Pokemon pertamamu, segera kembalikan Pokemon ini kepadaku. Mengerti?”
”Tentu,” jawabku mengiyakan.
”Kalau begitu kamu bisa memulai mencari Pokemon pertamamu di rute 117 yang ada di sebelah timur kota ini. Disana kamu bisa mendapatkan Oddish atau Pochyena.”
”Rute 117 ya?” aku berpikir sejenak. ”Baiklah, aku akan memulainya dari sana. Aku pergi dulu ya Kak?”
”Selamat jalan dan berhati-hatilah di jalan, Lunar....” ujar kak Lydia melepas kepergianku dengan seulas senyum. Aku balas tersenyum dan mulai mengayuh sepedaku meninggalkan gerbang Kota Verdanturf.
Dan perjalananku sebagai pelatih Pokemon baru saja dimulai!
Scene 2: Berita Pokemon Fosil
Aku mendengar suara berisik di antara rerumputan. Sepertinya itu Pokemon liar. Ya, sekarang aku sudah berada di rute 117 seperti saran kakakku. Aku tak mengira kalau di rute 117 sangat sedikit terdapat rumput liar. Pokemon memang banyak yang bersembunyi di rerumputan yang liar. Karena itu, bila kalian ingin menangkap Pokemon, kalian tidak punya pilihan selain masuk ke rerumputan yang serba tidak terduga.
Kresek...kresek...
Bunyi itu kembali terdengar. Aku terus berusaha mencari dimana asal bunyi hingga kemudian kulihat rumput yang tinggi....dan itu adalah Oddish!
”Wooper, kejar!” perintahku pada Wooper yang sedari tadi ikut mencari Pokemon liar.
Dengan cepat Wooper mengejar Oddish itu. ”Serang!” perintahku kemudian.
Wooper lalu mengeluarkan Water Gun. Oddish tampak baik-baik saja. Oh, aku lupa kalau Oddish adalah Pokemon tipe Grass. Serangan tipe Water tidak mempan pada Oddish. Oddish itu pun segera kabur. Sial!
Aku pun mencari Pokemon lain, namun dari tadi yang kutemukan hanya Oddish, Oddish, dan selalu Oddish. Huh, kalau Kak Lydia sudah tahu Oddish banyak ditemui di rute 117, kenapa dia meminjamkan Wooper yang jelas-jelas Pokemon Water kepadaku?
Ah, iya....kata kak Lydia, selain Oddish, di rute ini juga ada Poochyena. Poochyena adalah Pokemon menyerupai serigala kecil dengan bulu serba hitam. Oke, kalau begitu aku akan mencari Poochyena.
Satu jam aku mencari, akhirnya aku berhasil menemukan seekor Pochyena yang sedang asyik memakan rumput. Dengan cepat aku memerintahkan Wooper untuk menyerangnya. ”Wooper, Water Gun!”
Poochyena tampak kesakitan terkena serangan Wooper. Bagus, aku membatin senang. Sekarang saatnya untuk mengeluarkan PokeBall. Namun saat aku baru akan melemparkan Pokeball, aku terkejut. Kulihat ada kira-kira lima ekor Poochyena tengah mengerumuniku dan Wooper. Ups, ternyata Poochyena yang tadi bersama dengan kerumunannya! Dan tampaknya kerumunan Pochyena ini sedang marah, terlihat dari seringainya yang mengerikan!
Secara tiba-tiba Poochyena-Poochyena itu menyerang bersamaan ke arahku dan Wooper. Dua ekor Poochyena berhasil menggigitku, sementara tiga ekor yang lain menggigit Wooper. Langsung saja aku dan Wooper berlari kesakitan sembari berusaha melepas gigitan Poochyena. Butuh berjam-jam untuk bisa melarikan dari kerumunan Poochyena tersebut.
Huh, mau menangkap Pokemon pertama saja susah sekali!
Tak terasa aku sudah sampai di gerbang kota Mauville. Untunglah, sepertinya setelah hari yang melelahkan ini, aku membutuhkan istirahat di Pokemon Center terdekat. Dan tentunya Wooper pun harus mengembalikan kesehatannya setelah digigit oleh Poochyena tadi.
Kumasuki kota Mauville dan aku terpana melihat kota ini. Kota ini sangat besar dengan berbagai macam bangunan termasuk sebuah Game Center yang begitu luas. Diseberangnya kulihat bangunan Pokemon Center. Aku pun segera memasukinya.
Pokemon Center adalah sebuah tempat dimana kita bisa mengobati Pokemon-Pokemon yang terluka. Bagi seorang Pokemon trainer yang sedang dalam perjalanan, disediakan kamar untuk menginap. Selain itu, di tempat ini kita bisa mengirimkan Pokemon kepada teman atau orang-orang yang kita kenal.
Sambil menunggu Wooper diobati, aku duduk santai di kursi tunggu. Aku benar-benar lelah setelah setengah mati mengayuh sepeda untuk kabur dari kejaran Poochyena yang marah tadi. Awal perjalanan yang tidak menyenangkan. Huh....
Aku beristirahat sejenak di lobi Pokemon Center. Saat itulah, samar-samar kudengar pembicaraan dua orang lelaki yang duduk tak jauh dariku. Aku pun tak sengaja menguping pembicaraan mereka.
”Eh, tahu tidak...katanya di rute 111 ada Pokemon fosil,” kata lelaki pertama.
”Rute 111? Maksudmu rute gurun?” tanya lelaki kedua. Lelaki pertama mengangguk. “Darimana kamu tahu?” tanya lelaki itu lagi tak percaya.
“Apa kamu belum dengar, sekarang para arkeolog dan maniak fosil banyak yang pergi kesana,” jelas lelaki pertama.
“Wow! Kalau begitu itu pasti berita besar!”
Pokemon fosil? Pokemon apa itu?
“Konon rute 111 dulunya adalah lautan, dan sekarang telah berubah menjadi gurun pasir. Karena itulah sangat mungkin ditemukan Pokemon fosil disana. Saat ini telah banyak peneliti dan maniak fosil pergi ke sana untuk mencarinya,” sambung lelaki pertama.
“Pokemon fosil ya...” sahut lelaki kedua. “Pokemon fosil adalah Pokemon yang hidup di masa purbakala dan karena perubahan zaman akhirnya berubah menjadi fosil. Dibutuhkan sebuah alat yang canggih untuk bisa membangkitkan Pokemon fosil.”
Pokemon fosil adalah Pokemon yang hidup di zaman purbakala? Wow, ini benar-benar berita bagus, pikirku. Bayangkan kalau aku yang berhasil mendapatkannya. Maka Pokemon pertamaku adalah Pokemon fosil yang langka dan tidak semua orang bisa memilikinya! Atau mungkin hanya aku sajalah yang memilikinya nanti... Ini tidak bisa dipercaya!
Baiklah, aku akan pergi ke rute 111 untuk menangkap Pokemon fosil itu dan menjadikannya Pokemon pertamaku!
Scene 3: Perjalanan ke Gurun
”Hei Nak!” terdengar sebuah suara dari belakangku. Aku menoleh. Tampak seorang lelaki tua bertubuh gendut memakai topi dan pakaian petualang disana. Di tangannya tergenggam sebuah suryakanta. ”Kamu mau pergi kesana?” tanya lelaki gendut itu menunjuk tempat dibalik reruntuhan batu.
”Ah, iya....aku mau kesana...” jawabku terbata-bata.
Lelaki itu tersenyum. ”Sepertinya kau beruntung Nak, aku juga mau kesana,” kata lelaki gendut itu. Dia lalu mengeluarkan sebuah PokeBall dan melemparkannya. ”Keluarlah Geodude!” Seekor Pokemon batu yang memiliki dua tangan mengepal segera muncul dihadapan kami. ”Geodude, hancurkan batu itu!” Dan Geodude kemudian menghancurkan bebatuan yang menghalangi jalan setapak terhimpit bukit itu.
”Itu Rock Smash?” tanyaku.
Lelaki gendut mengangguk. ”Benar sekali Nak. Kamu perlu melatihnya pada Pokemonmu bila kamu menemui bebatuan seperti ini,” jawabnya.
”Terima kasih Pak,” sahutku pelan.
”Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Kenalkan, namaku Donald. Aku adalah seorang arkeolog atau kamu bisa menyebutnya maniak fosil. Kalau kamu siapa?”
”Namaku Lunar, Pokemon trainer dari Verdanturf,” jawabku cepat.
”Lunar dari Verdanturf ya... Sepertinya kamu baru saja memulai petualanganmu,” terka Donald. Aku mengangguk pelan mengiyakan. ”Apakah kamu juga mau mencari Pokemon fosil?” tanya Donald kemudian.
Mendengar itu, aku bingung mau menjawab apa. Tapi melihat tampaknya Pak Donald juga ingin mencari Pokemon fosil, aku pun akhirnya mengangguk mengiyakan.
”Ho....aku pun sama denganmu Nak. Bagaimana kalau kita bersama-sama kesana? Bukankah lebih baik kalau ada teman?”
Aku memikirkan tawaran Pak Donald sejenak. Betul juga, bukankah lebih baik kalau ada teman? Ditambah lagi Pak Donald adalah seorang maniak fosil. Dia pasti bisa membantuku dalamhal Pokemon fosil ini. Mengingat aku sama sekali tak tahu apapun tentang Pokemon fosil. Lagi-lagi aku mengangguk mengiyakan.
”Baiklah Nak, mari kita pergi bersama.”
Aku dan Pak Donald lalu berjalan bersama. Aku pun menuntun sepedaku dan mulai berjalan kaki beriringan dengan Pak Donald.
Tak lama kami berjalan, kami mulai melihat debu-debu pasir beterbangan. Dimana di depanku terbentang hamparan pasir jingga yang begitu luas.
”Ukh!” tiba-tiba kurasakan serpihan-serpihan halus menerpa menusuk wajahku. Aku mengerang kesakitan. Rupanya debu-debu pasir itu menyakitkan mataku.
”Kau harus menggunakan kacamata spesial untuk melindungi matamu. Pakailah ini!” Pak Donald memberikan sebuah kacamata hitam tebal seperti kacamata renang kepadaku. Aku pun memakainya. Sementara rupanya Pak Donald telah memakainya sedari tadi. Pak Donald benar, dengan kacamata ini penglihatanku jadi lebih jelas dan mataku terlindungi dari debu-debu pasir.
”Rute 111 adalah daerah gurun pasir yang berbahaya. Disini setiap harinya terjadi badai pasir. Kamu harus berhati-hati dalam melangkah,” terang Pak Donald.
Kami berdua mulai memasuki gurun pasir. Pak Donald benar, badai pasir sangat menyulitkan langkahku. Pandanganku pun menjadi gelap. Ditambah lagi sepedaku jadi sangat sulit kutuntun karena rodanya terbenam ke dalam lautan pasir di bawahnya.
Kami terus berjalan di tengan badai gurun. Mungkin sudah berjam-jam perjalanan. Entahlah, aku tidak tahu pasti. Yang pasti aku merasa sangat kelelahan. Karena itulah saat aku melihat batu besar di seberang, aku berpikir untuk meletakkan sepedaku disana. Akan lebih leluasa kalau aku berjalan tanpa sepedaku.
”Pak Donald, aku akan meletakkan sepedaku disana,” pamitku pada Pak Donald dengan berteriak keras sambil menunjuk ke arah batu besar di seberang sana. Badai yang bertiup kencang membuatku harus berteriak agar suaraku tidak tenggelam.
”Baiklah, tapi berhati-hatilah. Badai pasir bisa saja menyesatkanmu. Kamu tahu kan ke arah mana menyusulku?” tanya Pak Donald dengan berteriak pula. Aku mengangguk dan segera berjalan ke arah batu besar yang kulihat tadi. Aku pun berpisah dengan Pak Donald.
Ternyata batu besar yang kulihat tadi jaraknya cukup jauh. Karena lelah, akhirnya aku beristirahat dengan bersandar di batu itu setelah sebelumnya meletakkan sepedaku. Mungkin karena kelelahan dan semilir angin badai yang hangat, aku lalu tak sengaja tertidur.
Aku terkejut saat terbangun dan segera mencari Pak Donald. Tapi aku tak juga melihatnya. Aku sama sekali tak menemukan jejak kakinya. Aku bahkan tak tahu arah. Gawat! Berarti aku terpisah dari Pak Donald! Benar kata Pak Donald, badai pasir bisa menyesatkanku. Sial! Kalau saja aku bawa kompas....aku pasti takkan tersesat.
Bab ini disponsori oleh...
Scene 4: Bertemu Pokemon Misterius
Sifat burukku adalah terlalu gegabah dalam mengambil keputusan. Seharusnya aku mempersiapkan segala peralatan bila aku akan pergi ke gurun pasir. Kenapa aku bisa lupa membawa kompas yang akan berguna sebagai penunjuk arah? Kalau tahu seperti ini aku harusnya berpikir dua kali untuk mencari Pokemon Fosil. Tapi bagaimanapun semuanya sudah terlambat. Aku tersesat sekarang dan....ada Pokemon liar di depanku!
Seekor Pokemon kuning melayang dengan motif berwarna merah mudah di tubuhnya. Rupanya Baltoy, Pokemon Ground yang tampak seperti mainan robot. Aku pun secara reflek mengeluarkan Wooper dari Kak Lydia.
”Wooper, Water Gun!”
Wooper mengeluarkan tembakan air dan tepat mengenai Baltoy. Baltoy tampak kesakitan dibuatnya. Situasi ini harus dimanfaatkan dengan baik.
“Wooper, serang lagi, Water Gun!”
Wooper mengeluarkan tembakan air untuk kali kedua. Namun kali ini tembakannya itu meleset. Baltoy pun dengan cepat melesat melarikan diri. Sial! Padahal tadi hampir saja.
“Kembali Wooper!”
Aku berjalan tak tahu arah menyusuri gurun pasir yang sangat luas ini. Berharap dapat menemukan Pokemon fosil yang dicari-cari oleh para maniak fosil. Namun sejauh mata memandang, yang ada hanya hamparan padang pasir jingga yang menyakitkan mataku. Hingga kemudian...
”U....u.....u...”
Tiba-tiba terdengar suara rintihan. Aku mencari asal suara dan menemukan seekor Sandshrew, Pokemon menyerupai trenggiling dengan kulitnya yang kuning menyala. Pokemon itu tengah terbaring di atas padang pasir dengan tubuh membiru dan bekas gigitan di kakinya. Tampaknya Pokemon tikus gurun ini terkena racun.
Bagus! Pokemon yang lemah seperti ini akan sangat mudah menangkapnya. Hanya cukup melemparkan PokeBall dan aku akan mendapatkan Pokemon pertamaku!
Tapi....
Tapi aku tak tega membiarkannya kesakitan dalam kondisi keracunan seperti itu. Kupikir akan lebih baik bila mengobatinya terlebih dulu. Aku lalu mendekati Sandshrew perlahan dan kemudian kusuntikkan Antidote, obat anti racun padanya. Tak perlu waktu lama baginya untuk kembali sehat seperti sedia kala. Dan inilah saat yang tepat untuk menangkapnya.
Aku baru saja hendak melemparkan PokeBall ke arah Sandshrew ketika kusadari sekelompok Sandshrew tengah memandangiku di kejauhan. Rupanya Sandshrew yang terluka ini adalah bagian dari mereka. Kelompok Sandshrew itu memandangiku dengan tajam dengan mata hitam bulat milik mereka. Seolah mengiba untuk tidak menangkap Sandshrew yang tengah terluka. Mendapati tatapan-tatapan itu, entah kenapa aku mengurungkan niatku untuk menangkap Sandshrew.
”Pulanglah, kembalilah pada mereka....” ujarku pelan pada Sandshrew yang kondisinya sekarang telah membaik. Sandshrew itu mengendusku perlahan lalu menggulung tubuhnya dan menggelinding ke arah sekelompok Sandshrew di kejauhan. Di tengah jalan dia berhenti dan memandangku sejenak, lalu kembali menggelinding menyongsong teman-temannya.
”Ah... sayang sekali...” aku membuang nafas panjang pasrah.
Aku kembali melanjutkan perjalanan dan tampaknya mulai frustasi. Seharusnya aku tadi tidak terpisah dari Pak Donald. Jadinya sekarang aku benar-benar tak tahu harus berbuat apa.
Beruntung dalam langkahku yang mulai gontai itu aku menemukan sebuah gua kecil. Tampaknya aku telah berada di sisi gurun yang lain. Kuputuskan untuk beristirahat di dalam gua. Gua itu cukup sempit, kira-kira luasnya sama dengan luas kamarku di Verdanturf. Di dalam gua yang dingin dan gelap ini setidaknya kami tak perlu khawatir akan terkena badai pasir.
----------
Aku terbangun saat kudengar suara berisik di depan gua. Kulangkahkan kakiku ke mulut gua untuk melihat darimana asal keributan itu. Di kejauhan, tampak sosok berjubah tengah berhadapan dengan sosok aneh yang tak pernah kulihat. Sosok aneh itu tampak seperti manusia... namun lebih besar dan memiliki ekor. Pokemonkah itu?
Sosok berjubah tampak mengeluarkan Pokemon. Seekor Pokemon menyerupai badak berwarna keperakan yang berdiri dengan kedua kakinya. Di kepala Pokemon itu tampak seguah cula yang terlihat seperti pengebor.
”Ryhdon, Horn Drill!” teriak sosok berjubah.
Pokemon yang dipanggilnya Rhydon itu melakukan serangan Horn Drill, menyarangkan culanya yang berputar keras ke arah sosok aneh. Namun sosok aneh langsung lenyap dan berada di belakang Rhydon. Dengan cepat sosok aneh itu menghantamkan pukulan yang menjatuhkan Rhydon. Rhydon pun jatuh tak berdaya di atas padang pasir.
Mendapati kenyataan itu, sosok berjubah langsung memasukkan kembali Rhydon ke dalam PokeBall. Kali ini kedua sosok di kejauhan itu diam tak bergerak. Mereka nampaknya tengah bercakap-cakap. Bercakap-cakap? Kalau benar sosok aneh itu adalah Pokemon, mana mungkin bisa bercakap-cakap dengan manusia?
Aku semakin penasaran. Perlahan-lahan aku keluar dari gua dan berjalan mengendap-endap mendekati mereka. Tapi dasar aku ceroboh, mereka langsung saja mengetahui keberadaanku.
”Kita kedatangan tamu rupanya,” terdengar suara berat dan bergetar dari sosok aneh itu. Kini aku bisa melihat langsung sosok aneh itu. Sosok aneh itu....benarkah itu Pokemon? Wajahnya mirip kucing sementara tangan dan kakinya yang besar serta tubuhnya yang seperti Pokemon, membuatku menyimpulkan bahwa sosok itu adalah Pokemon!
”Apa?” sosok berjubah tampaknya baru menyadari keberadaanku. Dia menatapku dingin walaupun wajahnya tak terlihat tertutup tudung jubahnya. ”Sedang apa kau Nak?” tanyanya kasar.
”A...aku....” aku bingung mau menjawab apa.
”Kalau begitu kita selesaikan urusan kita nanti,” ujar Pokemon aneh itu kepada sosok berjubah. Aku masih tak percaya dengan yang kudengar... Pokemon itu berbicara!
”Hei, tunggu dulu!” sosok berjubah hendak mencegah, namun Pokemon aneh itu langsung melesat terbang meninggalkannya. ”Sial!” umpat lelaki itu marah. Dia lalu memandang ke arahku. ”Ini semua karena kamu! Sudah sangat lama aku mengejarnya, sekarang kamu mengacaukannya begitu saja!”
”Maaf, aku tak bermaksud...” aku mencoba meminta maaf tapi sosok itu berbalik membelakangiku dan mengeluarkan seekor Pokemon berbentuk burung dengan paruh tajam. Sosok berjubah menaiki Fearow dan memandangku sinis.
”Aku juga punya urusan denganmu Nak, urusan kita belum selesai!” sesaat setelah mengatakan itu, sosok berjubah itu terbang pergi bersama Pokemon burung miliknya.
Kini aku kembali sendiri. Kejadian tadi membuatku bertanya-tanya. Siapa sosok berjubah itu dan apa hubungannya dengan Pokemon yang bisa berbicara tadi? Melihat Pokemon yang digunakannya, apakah sosok itu berasal dari luar provinsi Hoenn? Dan terlebih, Pokemon misterius apa yang baru saja kulihat tadi? Kenapa dia bisa berbicara seperti manusia?
Scene 5: Pokemon Pertamaku
Langkahku terhenti saat kulihat jejak aneh tertinggal di atas padang pasir. Jejaknya panjang dan berkelok-kelok. Itu bukan jejak manusia, bukan juga jejak Pokemon berkaki. Jejaknya lebih tampak seperti jejak ban kendaraan bermotor. Tapi, mana mungkin ada kendaran bermotor di padang yang penuh pasir ini? Sepedaku saja aku tinggal di batu besar tadi. Lalu ini jejak apa?
”Ssss....”
Terdengar desisan panjang... dan pertanyaanku pun terjawab! Seekor Seviper muncul dari dalam kubangan pasir... bergerak menerkam ke arahku!
Aku terlambat menyelamatkan diri. Seviper, Pokemon ular raksasa berkulit hitam dengan dua taringnya yang tajam telah berhasil membelit tubuhku. Wooper ada di dalam tas, aku tidak bisa mengeluarkannya. Kini aku terbelit sempurna dan mulai kesulitan bernafas. Tampaknya Seviper ini berniat meremukkan tulangku sebelum menelanku bulat-bulat. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang?
Tenagaku tak cukup kuat untuk melawan belitan Seviper. Percuma juga aku berontak, itu justru makin membuatku terbelit. Tuhan, kalau aku memang harus mati disini, tolong ampuni semua kesalahanku, doaku dalam hati. Tapi Tuhan, aku belum mau mati disini. Paling tidak izinkanlah aku memiliki Pokemon pertamaku terlebih dahulu sebelum aku mati, doaku lagi. Memang hanya berdoalah yang bisa kulakukan saat ini, berharap datang keajaiban, penyelamat atau apapun juga yang bisa melepaskanku dari belitan Seviper ini. Sementara aku terus berdoa, tulangku mulai terasa remuk. Mungkin aku akan mati disini, tenggelam dalam pasir dan tak pernah ditemukan.
”Arrgh....”
Terdengar suara erangan. Kukira itu eranganku, tapi ternyata itu erangan Seviper. Lilitannya tiba-tiba saja melonggar... semakin melonggar hingga aku benar-benar terlepas dari belitan Seviper.
Aku terjatuh di atas pasir yang lembut. Di tengah rasa sakit yang tersisa, kucoba melihat ada apa gerangan terjadi. Tampak Seviper itu menggeleng-gelengkan kepalanya kesana kemari berusaha melepaskan sesuatu dari kepalanya. Kuamati benda yang menempel di kepala Seviper di antara debu-debu pasir yang semakin lebat. Itu kan.... Sandshrew?
Ya, itu Sandshrew yang tadi aku tolong! Aku mengenalinya dari bekas luka di kaki kecilnya. Rupanya Sandshrew menutupi pandangan Seviper dan menancapkan cakarnya dengan keras pada mata Seviper. Sandshrew kecil itu terus bertahan di atas Seviper hingga akhirnya berhasil dilemparkan jatuh oleh Seviper. Ini kesempatanku membalas, pikirku.
”Wooper, keluarlah!” Dengan cepat kuambil pokeball dari dalam tas dan kulemparkan keluar. Wooper segera keluar dari pokeball. ”Wooper, Mud Shot!”
Wooper melakukan tugasnya dengan baik. Tembakan lumpur berhasil menjatuhkan Seviper yang telah buta oleh serangan Sandshrew tadi. Seviper kemudian bergerak tunggang-langgang tak tahu arah meninggalkanku.
”Kau hebat Wooper,” pujiku pada Wooper sembari mengembalikannya masuk ke dalam PokeBall.
Aku lalu berjalan menghampiri Sandshrew yang terbaring di atas pasir. ”Terima kasih ya...” kataku sambil membantu Pokemon kecil imut itu berdiri. ”Kalau tak ada kamu, aku pasti sudah mati.”
Sandshrew hanya mengangguk kecil. Melihat perjuangannya tadi, kupikir sepertinya Sandshrew ini ingin membalas budi atas perlakuanku tadi. ”Oke, kita impas. Aku telah menolongmu, dan kau telah menolongku. Sekarang kembalilah pada kelompokmu, mereka pasti sudah menunggu,” ujarku lagi.
Aku berbalik berniat melanjutkan perjalanan, tapi Sandshrew itu mengikutiku dan berjalan disampingku. ”Kenapa kamu mengikutiku? Kembalilah pada teman-temanmu,” usirku halus. Namun Sandshrew hanya diam saja sambil memandangi wajahku. Sandshrew lalu bergerak tepat didepanku dan mengendus sepatuku. Selanjutnya dia melompat dan bergayut di bahuku. ”Hei!” teriakku terkejut. Tapi Sandshrew tetap bergayut dan kini menggesek-gesekkan kepalanya di leherku. Ada apa dengan Sandshrew i...
Bodohnya aku! Kenapa tak terpikirkan olehku? Bukankah tanda-tanda seperti ini artinya Pokemon ini menyukaiku? Itu artinya Sandshrew mau ikut bersamaku. Dan itu artinya lagi..... aku telah mendapatkan Pokemon pertamaku!
”Kau mau ikut denganku?” tanyaku memandang mata mungilnya. Sandshrew mengangguk sambil membalas memandang wajahku. Aduh imutnya tatapan Pokemon ini... Pokemon pertamaku!
Baiklah, sepertinya perjalananku sebagai Pokemon trainer baru saja dimulai.....
Scene 6: Menara Ilusi
Saat aku kehabisan ide mencari Pokemon fosil, tiba-tiba aku teringat ucapan Pak Donald sebelum aku terpisah darinya. Pak Donald berkata kalau ada rumor yang mengatakan bahwa di gurun pasir ini terdapat sebuah menara yang disebut menara ilusi. Tapi tidak semua orang bisa melihat menara ini. Banyak maniak fosil yang datang untuk melihat menara ilusi, tapi sejauh ini mereka belum menemukan apa-apa. Orang-orang yang mengaku pernah melihat menara ilusi pun tak pernah melihatnya lagi pada kunjungan yang kedua kali. Kalau aku beruntung, mungkin aku bisa menemukan menara itu dan mungkin saja Pokemon fosil ada di dalam menara itu. Hmm, mungkinkah aku menemukan menara misterius itu?
Aku melanjutkan pencarianku. Saat tengah asyik berpacu di antara badai pasir yang makin mengganas, tiba-tiba saja Sandshrew yang ikut berjalan bersama di sampingku berhenti. Dia terlihat mengendus sesuatu. Sandshrew memang sengaja tak kumasukkan ke dalam PokeBall karena aku tak ingin kesepian dalam perjalanan itu. Aku tak perlu khawatir Sandshrew akan terluka oleh badai pasir. Karena Sandshrew memiliki kemampuan Sand Veil atau selubung pasir yang membuatnya leluasa berjalan di tengah padang pasir.
Melihat Sandshrew berhenti melangkah, aku pun ikut berhenti. Sandshrew mengendus-endus lama sampai akhirnya dia berlari ke suatu arah. Serta merta aku langsung mengikutinya. Pokemon pertamaku itu berhenti di sebuah batu besar dimana disana terbaring...sepedaku!
Oh, rupanya Sandshrew mencium bau yang sama dengan bauku. Sehingga mengajakku kesini dan menemukan sepedaku. Baguslah, paling tidak aku berhasil menemukan sepedaku untuk menyudahi perjalanan tanpa arah ini. Tapi, hei.... kenapa tiba-tiba ada bayangan besar di meliputi diriku?
Aku mendongak pelan melihat asal bayangan di depanku. Tampak sebuah bangunan menjulang tinggi tepat di depanku. Bangunan itu memiliki warna yang sama dengan warna pasir sehingga seolah-olah menjadi sebuah kamuflase dan tak terlihat. Apakah ini menara ilusi?
Aku yang penasaran dengan menara tinggi itu pun mulai melangkah memasukinya. Ruangan yang ada di dalamnya cukup luas, seperti sebuah aula pertemuan. Tapi di ruangan yang besar ini tak ada apa-apa selain kenyataan bisa berlindung dari badai pasir di sini. Sehingga aku pun melepas kacamata hitam pemberian Pak Donald.
Kuamati sekeliling ruangan dan menemukan anak tangga yang menuju ke atas. Perlahan kunaiki tangga itu untuk sampai di atas. Lantai ruangan di atas ini agak rapuh dan perkiraanku lantai ini akan segera ambruk bila aku berlari di atasnya. Karenaya, aku berjalan pelan berharap tak menimbulkan guncangan apapun pada lantai.
Dengan hati-hati aku sampai pada tangga menuju ke atas yang lain. Kunaiki anak tangga ini satu persatu. Berbeda dari tangga pertama, tangga ini cukup panjang dan juga agak rapuh. Untung beratku tak sampai 60 kilo. Atau aku pastikan aku akan jatuh bersama lantai ini.
Akhirnya setelah mendaki dengan penuh hati-hati aku sampai di tingkat kedua. Kupikir ini adalah lantai teratas dari menara ini. Kuamati ruangan di tingkat dua ini dan kutemukan...hei, siapa itu? Ada seseorang yang lebih dulu memasuki menara ini rupanya. Lelaki itu berdiri membelakangi dan tampaknya sedang mengamati sesuatu di sudut ruangan.
Aku mencoba menyapanya. Tapi rupanya dia dulu yang menyapaku. ”Jadi sepeda di luar itu punya kamu?” tanya lelaki itu tanpa membalikkan badannya sedikitpun.
”I...iya,” jawabku lagi-lagi tergagap. ”Anda siapa?” aku balik bertanya.
Lelaki itu tiba-tiba berbalik dan tersenyum kepadaku. Kini aku bisa melihat jelas sosok lelaki itu. Dia tampak masih muda dengan pakaian rapi. Wajahnya tampan, sepertinya sih dia anak orang kaya. Kutaksir umurnya sebaya denganku.
”Namaku Steven Stone,” lelaki itu memperkenalkan diri. ”Aku tertarik dengan bebatuan dan juga fosil. Kau mungkin bisa menyebutku sebagai maniak fosil, tapi aku tak mau orang menyebutku begitu. Aku lebih suka disebut.... Champion.” Lelaki bernama Steven itu memperkenalkan dirinya dengan penuh kharisma.
Cara perkenalan yang luar biasa, batinku. Aku baru melihat seseorang memperkenalkan dirinya dengan gaya seperti itu.
”Dan kamu...siapa?” Steven ganti bertanya.
”Oh, ah, eh...” seperti biasa, aku tergagap. ”Namaku Lunar. Aku baru memulai perjalanan sebagai Pokemon trainer. Dan aku pun tertarik dengan Pokemon fosil, tapi aku bukan maniak fosil.” Aku mencoba membalas perkenalan Steven dengan perkenalan yang baik, namun tampaknya tadi sangat buruk dengan pemilihan kalimat yang tidak tepat.
”Kau mencari Pokemon fosil?” tanya Steven. Aku baru saja mau menjawab ketika dia meneruskan perkataannya, ”Kalau begitu aku bisa berbagi fosil denganmu.”
”Ber...bagi fosil katamu?” tanyaku tak mengerti.
Steven tersenyum. ”Melangkahlah kesini dan lihat apa yang kutemukan,” jawab Steven dengan nada lembut.
Aku melangkah perlahan mendekati Steven di sudut ruangan. Kulihat ada sebuah meja tanah keras disana dan di atas meja itu ada dua buah batu besar yang memiliki corak aneh. Yang satu bercorak seperti cakar sedangkan yang satunya lagi bercorak seperti akar.
”Apa ini?” tanyaku tak mengerti.
”Apalagi? Inilah yang kau cari! Inilah fosil Pokemon purba!”
Po... Pokemon fosil? Benarkah?
Bab ini disponsori oleh...
Scene 7: Runtuhnya Menara Ilusi
“Jadi dua batu ini adalah Pokemon fosil?” tanyaku masih tak percaya. Steven mengangguk.
”Baiklah Lunar, karena aku orangnya baik, maka aku akan berbagi fosil denganmu. Satu fosil untukmu dan satunya lagi untukku. Pilihlah mana yang menarik hatimu,” ujar Steven.
Pokemon fosil? Bukankah ini hanya benda mati? Apa yang bisa kulakukan dengan batu-batu tak bernyawa ini? Benarkah batu-batu ini bisa dibangkitkan kembali seperti kata orang di Pokemon Center?
”Kenapa? Kau ragu?” tanya Steven melihat gelagatku. ”Kalau kau memang seorang maniak fosil, harusnya kau senang dan antusias melihat penemuan ini. Kau beruntung karena tak semua orang bisa menemukan menara ilusi, tempat Pokemon fosil berada.”
”Menara ilusi? Jadi benar ini menara ilusi?” tanyaku terperangah.
”Kau pikir apa? Menara kembar WTC?”
Aku terdiam. Jadi aku berhasil menemukan menara ilusi? Menara misterius yang ternyata ada di dekat tempat aku meletakkan sepedaku tadi?
”Kalau benar menara ini adalah menara ilusi dan dua batu ini adalah Pokemon fosil, kenapa kau mau membaginya padaku?” tanyaku penasaran.
Steven tersenyum lagi. Entah mengapa setiap senyumnya sangat menyenangkan hati. ”Aku bisa saja mengambilnya semua, tapi aku tak mau serakah. Kulihat ada orang lain yang menemukan menara ini dan fosil itu ada dua. Apa salahnya berbagi?” jawab Steven sangat mempesona. Oh, kalau aku wanita mungkin aku langsung jatuh hati padanya. ”Tapi kuingatkan kau. Kalau kau tak bisa membangkitkan kedua fosil ini tanpa bantuan teknologi. Jadi percuma saja kalau memiliki fosil itu tanpa bisa memanfaatkannya.”
”Jadi ada mesin untuk membangkitkannya?” tanyaku yang langsung dijawab anggukan oleh Steven.
Steven benar. Untuk apa aku menyimpan batu seperti ini? Kenapa hal ini tak terpikirkan sebelumnya olehku? Kalau saja hal ini terpikirkan, mungkin aku takkan nyaris mati dibelit oleh Seviper. Tapi kalau hal ini terpikirkan, aku pasti takkan bertemu dengan Sandshrew yang kini menjadi Pokemon pertamaku.
”Tenang saja,” ujar Steven melihat kegundahanku. ”Perusahaan ayahku tengah mengembangkan sebuah mesin berteknologi canggih yang bisa membangkitkan Pokemon fosil. Kau pilih saja mana yang kau suka dari kedua fosil itu. Nanti biar aku yang membawanya pulang. Akan kubangkitkan Pokemon fosil pilihanmu dan akan kukirimkan Pokemon fosil itu kepadamu. Bagaimana?”
”Hei,” selaku. ”Bagaimana kamu bisa sebaik itu?” tanyaku tak habis pikir. Apakah aku bisa mempercayai perkataan lelaki ini. ”Darimana aku bisa percaya kalau kau punya teknologi seperti itu?”
”Kau punya PokeNav?” tanya Steven. Aku mengangguk. ”Bagus, kalau begitu kita tinggal bertukar nomor. Nanti kau akan segera kuhubungi setelah Pokemon itu selesai dibangkitkan. Bagaimana?”
”Ide bagus,” sahutku. ”Dengan begitu aku bisa melihat siapa yang menipuku.”
Steven tersenyum mendengar perkataanku. Dia lalu mengulurkan tangan berniat menjabat tanganku. Aku membalas mengulurkan tangan. Kami berjabat tangan, tanda kami sama-sama setuju.
”Ayo, giliranmu pertama untuk memilih,” kata Steven mempersilakanku.
Aku kembali menoleh pada meja pasir itu. Melihat berkali-kali ke arah dua batu fosil di depanku. Yang bercorak akar dan yang bercorak cakar. Keduanya sama-sama terlihat indah. Aku bingung memilihnya, tapi pada akhirnya aku bisa menentukan pilihan.
”Kalau begitu aku pilih yang.....ini!” dengan cepat kuangkat sebuah fosil bercorak akar.
”Maka yang ini milikku!” Steven mengikuti langkahku dengan mengambil fosil bercorak cakar.
”Baiklah, fosil ini kau yang bawa. Jangan lupa berikan padaku dalam bentuk hidup,” pintaku sembari menyerahkan fosil yang aku pilih pada Steven.
”Tentu. Tenang saja, lebih baik begini sehingga kau tak perlu dikejar-kejar oleh maniak fosil.”
Tiba-tiba saja terasa getaran yang sangat hebat yang mengguncangkan menara. Sepertinya terjadi gempa dan langit-langit menara tampak seperti mau runtuh.
”Lunar, kita harus bergegas pergi dari sini, sepertinya menara ini akan runtuh,” ujar Steven cepat. Aku mengangguk mengiyakan.
Aku dan Steven segera saja berlari menuju ke arah tangga. Sementara bebatuan yang sebenarnya tanah-tanah keras mulai berjatuhan ke arah kami. Sebisa mungkin kami berusaha menghindarinya. Kami berhasil mendekati tangga. Namun saat aku menginjakkan kaki pada anak tangga pertama, tangga itu runtuh dan jatuh ke bawah.
”Sial!” umpatku keras. ”Kita tidak mungkin melompat ke bawah... terlalu jauh!”
”Serahkan saja padaku!” Steven mengeluarkan PokeBall dan melemparkannya. ”Keluarlah Skarmory!” Skarmory, seekor Pokemon burung bertubuh besi keluar dari pokeball. ”Skarmory, Steel Wing!” Skarmory menggerakkan kedua sayapnya dan dari kedua sayapnya keluar besi-besi tajam yang langsung menghancurkan dinding menara yang terbuat dari tanah itu. Dinding menara pun langsung berlubang.
Steven naik ke atas Skarmory dan memberikan isyarat padaku untuk ikut naik. Aku mengangguk dan naik ke atas Skarmory setelah sebelumnya memasukkan Sandshrew ke dalam PokeBall.
”Skarmory, Fly!” perintah Steven. Skarmory pun melesat terbang melewati celah berlubang pada dinding menara. Langsung saja badai pasir menyambut kami berdua. Buru-buru kukenakan kacamata hitam Pak Donald dan kulihat Steven pun mengenakan kacamata yang sama. Sementara itu menara ilusi perlahan-lahan mulai runtuh hingga akhirnya rata dengan tanah, tak berbekas karena menara itu memang terbuat dari tanah.
Setelah memastikan keadaan, kami pun langsung mendarat di atas padang pasir. Setelah menurunkanku, Steven lalu berpamitan.
”Lunar, akan kukirimkan Pokemon fosil kepadamu secepat mungkin yang kubisa. Aku takkan ingkar janji,” katanya meyakinkan.
”Baiklah, aku tunggu. Sebelumnya aku mengucapkan terima kasih banyak karena telah berbagi Pokemon fosil denganku,” sahutku.
Steven mengangguk dan kemudian dia melesat terbang meninggalkanku. Aku tersenyum melihat kepergiannya. Steven terlalu baik padaku sehingga aku patut curiga padanya. Kalaupun dia akhirnya menipuku, aku takkan kecewa. Bagiku yang terpenting sekarang adalah perjalananku sebagai pelatih Pokemon yang baru saja dimulai. Yang terpenting adalah berhasil mendapatkan Sandshrew sebagai Pokemon pertamaku tanpa perlu menyakitinya. Itulah yang terpenting sekarang.....
”Hei, Lunar!” terdengar sebuah suara memanggilku. Aku menoleh, rupanya Pak Donald tengah berjalan ke arahku. ”Kemana saja kamu ini? Kenapa kamu tak menyusulku?” tanyanya sambil terengah-engah.
”Maaf Pak Donald, aku tadi tersesat,” jawabku polos.
”Untunglah aku berhasil menemukanmu,” kata Pak Donald masih terengah. ”Bagaimana? Apakah kamu berhasil menemukan Pokemon fosil?” tanyanya lagi. Aku menggeleng berbohong. Aku memang telah mendapatkan Pokemon fosil tadi. Tapi kalaupun aku katakan yang sejujurnya, mana mungkin dia percaya karena Pokemon fosil itu sekarang tak ada padaku.
”Bapak sendiri bagaimana? Apakah sudah menemukan Pokemon fosil?” aku balik bertanya. Pak Donald menggeleng.
”Entahlah, tadi sepertinya aku melihat menara ilusi di dekat sini. Karena itulah aku berjalan kesini. Eh, tak tahunya aku hanya menemukanmu disini,” jawab Pak Donald.
Aku tersenyum mendengar jawaban Pak Donald. Memang tadi ada menara ilusi disini, tapi biarlah hal itu hanya menjadi rahasia.....rahasiaku dengan lelaki bernama Steven....